Anda di halaman 1dari 4

Teori Ketimpangan Sosial

1. Teori Kolonialisme
Menurut Horrison, mereka menanamkan sebagian keuntungannya ke dalam
persenjataan yang tangguh dan kapal cepat, kemudin digunakan untuk
menyerbu negara yang lemah untuk dijadikan koloninya (Henslin, 2007).
Makus kolonialisme di sini adalah untuk mengeksploitasi rakyat dan sumber
daya suatu bangsa demi keuntungan negara kapitalis (induk).

1. Teori Sistem Dunia


Teori ini dikemukakan oleh Immanuel Wallersten. Dia menganalisa
bagaimana industrialisasi menghasilkan tiga kelompok bangsa, yaitu negara
inti (negara yang lebih dulu melakukan industrialisasi dan mendominasi
negara yang lemah), negara semiperiferi (negara yang bergantung pada
perdagangan negara inti) dan negara periferi (negara pinggiran). Globalisasi
kapitalisme di sini berkembang dengan cepat dan diterima oleh negara-
negara di sekelilingnya. Mereka saling terkait dan saling mempengaruhi
dalam hal produksi dan perdagangan, misalnya yang terjadi antara Meksiko
dan AS (Henslin, 2007).

1. Teori Ketergantungan (Dependensi)


Menganggap bahwa keterbelakangan sebagai akibat suatu sistem kapitalis
internasional yang dominan (yang berbentuk perusahaan-perusahaan
multinasional) dan bersekutu dengan elite lokal di Dunia Ketiga yang
menggunakan kelebihan mereka yang istemewa untuk mempertahankan
kedudukan mereka. Dunia ketiga adalah negara yang tidak masuk Dunia
Pertama (negara kapitalis) dan Dunia Kedua (negara komunis).

1. Pendekatan Struktural
Adalah cara lain untuk memandang ketimpangan dunia dalam hal
kesejahteraan dan kekuasaan. Pendekatan ini memandang bahwa
kemiskinan dan kebergantungan dunia ketiga tidak disebabkan oleh
keputusan kebijakan yang sengaja dibuat di Amerika, Inggris atau Moscow.
Namun berasal dari struktur sistem internasional yang konstruksinya dibuat
sedemikian rupa sehingga bangsa-bangsa pengekspor bahan mentah
terpaksa kehilangan bagiannya dari keuntungan produksi (Clark, 1989).

1. Teori Fungsionalis
Teori ini percaya bahwa ketidaksetaraan tidak bisa dihindari dan memainkan
fungsi penting dalam masyarakat. Menurut Kingsley Davis dan Wibert Moore
(Henslin, 2007), penyebab ketidaksetaraan dan stratifikasi masyarakat adalah
sebagai berikut:

1. Masyarakat harus memastikan bahwa posisi-posisinya terisi,


2. Beberapa posisi lebih penting daripada yang lain,
3. Posisi-posisi yang lebih penting harus diisi oleh orang lebih berkualifikasi,
4. Untuk memotivasi orang yang berkualifikasi agar mengisi posisi-posisi ini,
masyarakat harus menawarkan imbalan lebih besar.
1. Teori Konflik
Teori ini melihat ketimpangan sebagai akibat dari kelompok dengan kekuatan
(power) mendominasi kelompok yang kurang kuat. Mereka percaya bahwa
kesenjangan sosial mencegah dan menghambat kemajuan masyarakat
karena mereka yang berkuasa akan menindas orang-orang tak berdaya untuk
mempertahankan status quo. Marx adalah tokoh konflik pertama yang
memandang bahwa kapitalisme akan memperuncing perbedaan kelas
antarindividu. Ia menganggap bahwa individu yang mempunyai tenaga (kaum
borjuis) yang mampu menguasai alat produksi. Sedangkan menurut Lewis
Coser, konflik adalah suatu perjuangan mengenai nilai serta tuntutan atas
status, kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka. Tujuannya untuk
menetralkan atau melenyapkan pihak lawan.

1. Teori Pertumbuhan Neoklasik


Teori ini dilahirkan oleh Douglas C. North, yang memunculkan prediksi
tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu
negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Teori neoklasik
beranggapan bahwa mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga
kerja, pada awal proses pembangunan. Hal ini berakibat modal dan tenaga
kerja meluas, namun apabila proses pembangunan terus berlanjut dengan
main baiknya sarana dan prasarana komunikasi, mobilitas mdal dan tenaga
kerja akan semakin lancar. Dengan demikian, nantinya setelah negara
menjadi maju, ketimpangan pembangunan regional akan berkurang.
Anggapan-anggapan ini kemudian dikenal sebagai Hipotesis Neoklasik
(Sjafrizal, 2008).

1. Hakikat, Bentuk, dan Faktor Penyebab Ketimpangan Sosial


2. Hakikat Ketimpangan Sosial
Naidoo dan Wills dalam Warwick-Booth (2013), ketimpangan sosial
merupakan perbedaan-perbedaan dalam pemasukan (income), sumber
daya (resource), kekuasaan (power), dan status di dalam dan antara
masyarakat. Ketimpangan ini dipertahankan oleh orang-orang yang berkuasa
melalui institusi dan proses-proses sosial. Ketimpangan sosial ditandai
ketidaksetaraan peluang dan penghargaan untuk posisi sosial yang berbeda
atau status dalam kelompok atau masyarakat. Ini termasuk pola terstruktur
dan berulang dan tidak merata dari distribusi barang, kekayaan, kesempatan,
penghargaan dan hukuman.

2. Bentuk-bentuk Ketimpangan Sosial


Syamsul Hadi, dkk, (2004) mengatakan bahwa ada 6 ketimpangan yang
terjadi, yaitu:

 Ketimpangan desa dan kota.


 Kesenjangan pembangunan diri manusia Indonesia.
 Ketimpangan antargolongan sosial ekonomi yang diperlihatkan dengan semakin
meningkatnya kesenjangan ekonomi antara golongan-golongan dalam masyarakat.
 Ketimpangan penyebaran aset di kalangan swasta dengan ciri sebagian besar
kepemilikan aset di Indonesia terkonsentrasi pada skala besar.
 Ketimpangan antarsektor ekonomi dengan ciri sebagian sektor, misalnya properti,
mendapat tempat yang istimewa.
 Ketimpangan antarwilayah dan subwilayah dengan ciri konsentrasi ekonomi terpusat
pada wilayah perkotaan, terutama ibu kota, sehingga daerah hanya mendapatkan
konsentrasi ekonomi yang sangat kecil.
3. Faktor Penyebab Ketimpangan Sosial
4. Faktor Struktural
Ini berkaitan erat dengan tata kelola yang merupakan kebijakan pemerintah
dalam menangani masyarakat, baik yang bersifat legal formal maupun
kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaannya. Dapat kita ibaratkan sebagai
jaringan listrik yang berfungsi sebagai penyalur energi yang memberi aset ke
masyarakat agar dapat dioptimalkan energinya untuk pembangunan diri dan
bangsa.

2. Faktor Kultural
Faktor kultural atau budaya dapat kita ibaratkan sebagai tenaga listrik atau
energy penggerak kehidupan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan sifat atau
karakter masyarakat dalam melaksanakan kehidupannya, apakah ia malas
atau rajin, ulet atau mudah menyerah, jujur atau menhalalakan berbagai cara,
suka berkompetisi atau menerima apa adanya, dan seterusnya. Kultur atau
budaya berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat.
Contoh, masyarakat yang tidak memiliki orientasi ke dengan dan sudah
merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Mereka menganggap budaya
hemat, suka menabung, dan membuat rencana tidak diperlukan karena
mereka merasa kebutuhannya sudah tercukupi oleh sumber daya alam yang
ada di sekitarnya. Namun apabila sumber daya alamnya kian menipis,
sedangkan kemampuan berusahanya lemah, maka kemiskinan yang akan
mereka peroleh.

Anda mungkin juga menyukai