Anda di halaman 1dari 8

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA SUPPLY CHAIN CABAI RAWIT DI KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN

BANYUWANGI

Peneliti Ringkasan Eksekutif

Cabai rawit merupakan salah satu produk


tanaman hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi
Annastia Loh Jayanti, S.TP., M.ST
tinggi dan peluang usaha yang baik untuk budidayakan.
Pasokan cabai secara nasional kurang lebih sebesar 30
Fakultas Pertanian dan Perikanan
persen disuplai dari Jawa Timur. Banyuwangi adalah
Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi
kabupaten yang berada di Jawa Timur yang merupakan
annastiajayanti@untag-banyuwangi.ac.id
salah satu sentra cabai rawit terbesar nasional, dengan
Kecamatan Wongsorejo sebagai salah satu sentranya.
Kanthi Pangestuning, S.P., M.ST
Luas panen cabai rawit dari tahun 2014 sampai dengan
2018 menunjukkan nilai yang cenderung mengalami
Fakultas Pertanian dan Perikanan
peningkatan yang diikuti oleh peningkatan produksi
Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi
pada tahun 2013 sampai dengan 2018. Jumlah
kanthi.pangestuning@gmail.com
pasokan, kontinuitas, kualitas, dan harga cabai rawit di
Kabupaten Banyuwangi menunjukkan nilai yang tidak
sama dalam setiap waktu. Hal ini dapat menghambat
kinerja supply chain agribisnis cabai rawit yang ada di
Kabupaten Banyuwangi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aliran
supply chain cabai rawit di Kecamatan Wongsorejo
Kabupaten Banyuwangi, mengukur kinerja supply chain
cabai rawit di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi, dan menyusun strategi untuk
meningkatkan kinerja supply chain cabai rawit di
Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-
kualitatif untuk memetakan aliran supply chain cabai
rawit, analisa margin pemasaran menggunakan metode
nilai tambah Hayami, serta metode IFE-EFE SWOT
dengan Focus Group Discussion untuk merumuskan
rekomendasi strategi peningkatan kinerja rantai pasok
cabai rawit di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi.
Aliran supply chain cabai rawit di Kecamatan
Wongsorejo terdiri dari Kios Pertanian dan Pemerintah
sebagai supplier; petani sebagai produsen; Pedagang
pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer, dan
pedagang pasar sebagai distributor; serta konsumen.
Nilai tambah yang didapatkan oleh petani adalah
sebesar Rp. 5.845,83/kg, pedagang pengepul sebesar
Rp. 12.849,48/kg, dan pedagang pengecer sebesar Rp.
5.323,74/kg dengan margin pemasaran dari petani
hingga ke konsumen sebesar Rp. 18.750,83/kg. Rantai
pasok cabai rawit di Kecamatan Wongsorejo tergolong
efisien, karena share keuntungan lebih besar
dibandingkan dengan share biaya.
Strategi yang dirumuskan berdasarkan analisis SWOT terdiri untuk memperoleh informasi menyeluruh terkait proses
dari: 1) Perluasan Akses jaringan informasi pemasaran yang berlangsung sepanjang rantai pasok; 3) focus
maupun keuangan digital yang lebih luas dan cepat; 2) group discussion (FGD) dilaksanakan untuk
Peningkatan kapasitas petani terkait manajemen pengelolaan mendapatkan kesepahaman dalam perumusan strategi
lahan optimal; 3) Peningkatan teknologi budidaya cabai yang peningkatan kinerja rantai pasok cabai rawit. Data
produktif dan berkelanjutan; 4) Mengoptimalkan kinerja sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi
lembagapetani guna peningkatan kapasitas petani; 5) pustaka.
Memperkuat akses kerjasamadengan lembaga Keuangan;
Metode analisis data:
dan 6) peningkatan peran kelembagaan pertanian sebagai
fasilitasi kemitraan dengan lembaga pemasaran untuk 1. Pemetaan aliran supply chain
memperpendek rantai pasok cabai rawit.
Aliran supply chain cabai rawit dianalisa
Kata kunci: Strategi, kinerja, cabai rawit, rantai pasok menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan
memperhatikan pendapat pakar dan nara sumber
2. Analisis efisiensi kinerja supply chain
Latar Belakang
Efisiensi kinerja supply chain cabai rawit dianalisa
berdasarkan nilai tambah yang diperoleh di
Cabai rawit merupakan salah satu produk tanaman sepanjang rantai pasok menggunakan metode nilai
hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan peluang tambah Hayami.
usaha yang baik untuk dibudidayakan. Pasokan cabai secara
nasional kurang lebih sebesar 30 persen disuplai dari Jawa 3. Perumusan strategi peningkatan kinerja supply
Timur. Banyuwangi adalah kabupaten yang berada di Jawa chain
Timur yang merupakan salah satu sentra cabai rawit terbesar Perumusan strategi peningkatan kinerja supply
nasional dan Wongsorejo merupakan kecamatan sentra cabai chain cabai rawit menggunakan analisis IFE-EFE
rawit terbesar di Banyuwangi (Radar Banyuwangi, 2017). dan SWOT. Tahapan penyusunannya (Ginting,
Jumlah pasokan, kontinuitas, kualitas, dan harga cabai rawit 2006) adalah:
di Kecamatan Wongsorejo menunjukkan nilai yang tidak sama i. Identifikasi faktor Internal dan Eksternal yaitu
dalam setiap waktu. Hal ini dapat menghambat kinerja supply dengan cara mendaftarkan semua kekuatan
chain agribisnis cabai rawit yang ada di Kecamatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.
Wongsorejo.
Komoditi pertanian utamanya hortikultura adalah penggerak ii. Pemberian bobot setiap factor, dilakukan
perekonomian nasional, khususnya Kabupaten Banyuwangi dengan mengajukan pertanyaan kepada
sebagai salah satu penopang produksi bahan pangan responden dengan menggunakan metode
nasional pada salah satu komoditi unggulannya yaitu cabai paired comparison (perbandingan
rawit. Fluktuatifnya pasokan yang menyebabkan fluktuasi berpasangan).
harga cabai rawit akan memicu pergerakan harga barang iii. Pemberian Rating/Peringkat Rating atau
ataupun jasa lainnya (multiplayer effect). peringkat menggambarkan seberapa efektif
Menjaga keberlanjutan agribisnis cabai rawit memerlukan strategi perusahaan saat ini dalam merespon
peran dari banyak pihak yang terkait. Kesadaran akan faktor strategis yang ada.
pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk
yang terjangkau, berkualitas, dan cepat inilah yang iv. Perkalian bobot dan rating Menentukan nilai
melatarbelakangi perlunya penciptaan strategi peningkatan tertimbang tiap faktor yang diperoleh dari
kinerja supply chain agribisnis cabai rawit. perkalian bobot dengan rating (peringkat)
setiap faktor. Nilai tertimbang setiap faktor
kemudian dijumlahkan untuk memperoleh
Metode Penelitian total nilai tertimbang.
4. Matriks SWOT merupakan alat formulasi
Penelitian akan dilaksanakan di Kecamatan Wongsorejo yang pengambilan keputusan untuk menentukan
berada di daerah Kabupaten Banyuwangi bagian utara yang strategi yang ditempuh berdasarkan logika untuk
merupakan salah satu sentra cabai rawit. Metode penelitian memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu dengan secara bersamaan dapat meminimalkan
mengangkat objek penelitian terkait data, fakta, dan fenomena kelemahan dan ancaman perusahaan.
yang ada saat penelitian berlangsung dalam lingkup rantai
pasok.
Teknik pengumpulan data primer, dilakukan dengan cara: 1)
observasi lapangan, dengan mengamati secara langsung
kegiatan yang terjadi di sepanjang rantai pasok; 2) wawancara
mendalam,

Hasil dan Pembahasan

A. Supply chain (rantai pasok) cabai rawit di Kecamatan


Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi
Manajemen supply chain merupakan suatu pengelolaan
jaringan aliran yang mengantarkan suatu hasil produksi
sampai ke tangan produsen akhir. Supply chain diartikan B. Kinerja supply chain cabai rawit di Kecamatan
sebagai jaringan perusahaan-perusahaan yang secara Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi
bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan sutau produk kepada konsumen akhir. Salah satu permasalahan pada rantai pasok cabai rawit
Perusahaan-perusahaan tersebut mencakup supplier, pabrik, di Kabupaten Banyuwangi adalah tidak adanya standar
distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan harga dari pihak yang berwenang, sehingga harga
pendukung yang terlibat seperti perusahaan jasa logistik atau cabai rawit dapat berfluktuasi setiap saat tanpa kendali.
pengiriman. Terdapat tiga aliran yang harus dikelola dalam Harga yang berlaku adalah harga yang ditentukan oleh
supply chain, yaitu aliran barang, aliran uang, dan aliran pasar, dimana pelaku pemasaran yang langsung
informasi [1]. berkaitan dengan petani sebagai produsen adalah
pedagang pengepul. Berikut adalah data harga cabai
Agribisnis cabai di Kecamatan Wongsorejo yang dilakukan rawit rata-rata yang berlaku selama tahun 2019,
oleh pelaku aktivitas supply chain terdiri dari supplier, berdasarkan pada pengumpulan data dari responden
produsen, distributor, dan konsumen. Supplier terdiri dari kios yang terdiri dari petani, pedagang pengepul, dan
pertanian, petani, dan pemerintah. Petani sebagai produsen pedagang pengecer.
cabai rawit. Distributor terdiri dari pedagang pengumpul, Berdasarkan analisa nilai tambah pelaku pada rantai
pedagang besar, pedagang pengecer, dan pedagang. Rantai pasok cabai rawit di Kecamatan Wongsorejo
terakhir yang dituju adalah konsumen. Kabupaten Banyuwangi. terdapat beberapa lembaga
Gambaran umum aliran supply chain cabai rawit di pemasaran yang terlibat hingga sampai ke tangan
Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi konsumen. Hasil analisis nilai tambah cabai rawit
sebagaimana terlihat pada Gambar 1. didapatkan bahwa rata-rata nilai tambah yang diterima
oleh petani adalah sebesar Rp. 5.845,83/kg atau
sebesar 97,43 %, dikurangi dengan biaya tenaga kerja,
sehingga tingkat keuntungannya sebesar Rp.
3.595,83/kg (61,51%).
Pedagang pengepul merupakan lembaga pemasaran
pertama yang membeli produk langsung dari petani
(produsen). Di tingkat pedagang pengepul, rasio nilai
tambah yang dihasilkan jauh lebih besar dari petani,
yaitu sebesar 240,63%, sehingga tingkat keuntungan
pedagang pengepul tersebut rata-rata sebesar 89,49%.
Hal ini disebabkan rata-rata harga jual produk cabai
rawit oleh pedagang pengepul yang jauh lebih besar
(Rp. 26.041,-/kg) dibandingkan dengan harga rata-rata
yang dibeli dari petani, yaitu sebesar Rp. 13.012,50.
Harga jual cabai rawit petani ditentukan oleh pasar, hal
ini yang menyebabkan petani memiliki nilai tawar yang
Gambar 1. Aliran aktivitas supply chain cabai rawit Kecamatan rendah karena tidak dapat menentukan harga sendiri
Wongsorejo dan bergantung oleh harga pasar yang berlaku.
Tabel1. Nilai tambah pelaku rantai pasok cabai rawit di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi
Petani Pedagang Pedagang Pengecer
I. Output, Input, dan Harga
1 Output (volume penjualan) 6.000 5.340 4.752,60
2 Input (kg/proses produksi) 0,20 6.000 5.340
3 Tenaga Kerja Langsung 90 90 30
4 Faktor Konversi 30.000 0,89 0,89
5 Koefisien T. Kerja Langsung 450 0,02 0,01
6 Harga output (Rp/kg) 13.012,50 26.041,67 31.583,33

II. Penerimaan dan Nilai Tambah


7 Upah tenaga kerja (Rp/HOK) 30.000 90.000 90.000
8 Harga bahan baku (Rp/kg) 7.166,67 13.012,50 26.041,67
9 Sumbangan input lain (Rp/kg) 179,69 217,93
10 Nilai output (Rp) 78.075.000 139.062.500 150.102.950
11 a. Nilai tambah (Rp/kg) 5.845,83 12.849,48 5.323,74
b. Rasio nilai tambah (%) 97,43 240,63 112,02
12 a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) 2.250 1.350 505,62
b. Bagian tenaga kerja (%) 38,49 10,51 9,50
13 a. Keuntungan (Rp/kg) 3.595,83 11.499,48 4.818,12
b. Tingkat keuntungan (%) 61,51 89,49 90,50
III. Balas jasa untuk faktor produksi
14 Margin (Rp/kg) 5.845,83 13.029,17 5.541,67
a. Pendapatan tenaga kerja (%) 38,49 10,36 9,12
b. Sumbangan input lain (%) - 1,38 3,93
c. Keuntungan pengolah (%) 61,51 88,26 86,94

Pedagang eceran medapatkan produk cabai rawit yang Pedagang pengepul dan pedagang eceran
didistribusikan oleh pedagang pengepul. Nilai tambah mengeluarkan biaya untuk sumbangan input lain
di tingkat pedagang eceran tidak jauh berbeda dengan seperti transportasi dan pengemasan, namun demikian
petani, yaitu sebesar Rp. 5.541,67, namun memiliki prosentasenya sangat kecil, yaitu sebesar 1,38% untuk
rasio nilai tambah yang jauh lebih besar, yaitu 112,02%. pedagang pengepul, 3,93% untuk pedagang eceran.
Besar keuntungan yang didapatkan oleh pedagang
pengecer sebesar Rp. 4.818,12/kg atau setara dengan Tabel berikut menyajikan nilai margin pemasaran yang
90,50%. Pedagang pengepul dan pedagang pengecer diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran
dapat meraih keuntungan yang jauh lebih besar beserta share keuntungan yang diterima. Saluran
dibandingkan petani, salah satunya adalah dengan pemasaran yang digunakan adalah rantai yang
dihematnya biaya tenaga kerja. Petani selaku produsen terpendek. Terlihat bahwa aktor pada rantai pasok yang
mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk proses menerima keuntungan terbesar adalah pedagang
produksi, yaitu sebesar 38,49%, sedangkan pedagang pengepul. Panjangnya rantai pemasaran
pengepul hanya mengeluarkan sebesar 10,51% dan menyebabkan semakin kurang efisiennya kinerja rantai
pedagang eceran sebesar 9,50% dari total biaya. pasok cabai rawit.
Tabel 2. Margin pemasaran cabai rawit
Share
No. Lembaga Pemasaran Saluran 1 Saluran 2
Ski Sbi
1 Produsen 41,20%
Biaya produksi 7.925 7.925
Harga jual 13.012,50 13.012,50
Margin 5.087,50 5.087,50
Biaya pemanenan 500 500
Keuntungan 4.587,50 4.587,50
2 Pedagang pengepul 36,41%
Harga beli 13.012,50
Harga jual 26.041,67
Margin 13.029,17
Biaya (pengemasan, transportasi) 1.529,69 4,84%
Keuntungan 11,499.48
3 Pedagang pengecer 15,26%
Harga beli 26.041,67
Harga jual 31.583,33
Margin 5.541,67
Biaya (pengemasan. transportasi) 723,54 2,29%
Keuntungan 4.818,12
Biaya Total 500 2.753,23 7,13%
Margin total 5.087,50 23.658,33
Keuntungan total 4.587,5 20.905,10 92,87%

Hasil analisis margin pemasaran menunjukkan bahwa namun dengan margin sebesar Rp. 5.087,50 dan biaya
dengan harga jual rata-rata di tingkat produsen (petani) pemanenan Rp. 500, petani masih mendapatkan
cabai rawit sebesar Rp. 13.012,50,-, share keuntungan keuntungan sebesar Rp. 4.587,50 per kilogram cabai
yang didapatkan sebesar 41% dari harga rata-rata yang rawit. Rantai pemasaran yang melalui beberapa
sampai ke tangan konsumen yaitu sebesar Rp. lembaga yaitu pedagang pengepul dan pedagang
31.583,33. Pedagang pengepul sebagai lembaga pengecer, menyebabkan konsumen harus
pemasaran pertama, memperoleh share keuntungan mengeluarkan uang jauh lebih banyak dibandingkan
sebesar 36%, yaitu dengan harga jual rata-rata Rp. dengan bila membeli pada saluran pemasaran yang
26.041,67/kg yang dikurangi biaya pengemasan dan pendek atau membeli langsung dari petani. Dapat
transportasi sebesar Rp. 1.529,69, keuntungan yang dilihat margin pemasaran rata-rata cabai rawit dari
didapatkan oleh pedagang pengepul adalah Rp. petani sampai ke tangan konsumen adalah sebesar Rp.
11.499,48. 18.570, 83.

Pedagang pengecer sebagai lembaga pemasaran ke C. Strategi peningkatan kinerja supply chain cabai
dua, menetapkan harga jual rata-rata ke konsumen rawit di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
sebesar Rp. 31.583,33 yang dikurangi dengan biaya Banyuwangi
pengemasan dan transportasi sebesar Rp. 723,54/kg, Analisis lingkungan internal dan internal dilakukan
mendapatkan share keuntungan sebesar 15% atau Rp. untuk dapat mengetahui berbagai kekuatan,
4.818 per kilogram. Lembaga pemasaran ini kelemahan, peluang, serta ancaman pada rantai pasok
menetapkan harga jual berdasarkan harga pasar rata- cabai rawit di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
rata yang berlaku. Banyuwangi. Pengukuran indikator, bobot, dan skor
Petani sebagai produsen mengeluarkan biaya yang didapatkan dari hasil focus group discussion dengan
lebih besar untuk tenaga kerja selama proses produksi, para stakeholder rantai pasok cabai rawit.
Tabel 3. Faktor internal rantai pasok cabai rawit di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi
Strength (kekuatan) Bobot Rating Skor
1 Daya dukung lahan memadai 0,12 4 0,46
2 Komoditi pokok yang tidak dapat disubstitusi 0,10 3 0,31
3 Dukungan pemerintah daerah 0,04 4 0,14
4 Sentra pemasok cabai nasional 0,12 3 0,35
5 Kondisi klimatis mendukung 0,12 3 0,35
6 Sektor unggulan daerah 0,10 4 0,40
Jumlah 0,59 2,01
Weakness (kelemahan) Bobot Rating Skor
1 Tidak ada standar harga 0,08 2 0,17
2 Kelembagaan petani kurang maksimal 0,08 1 0,08
3 Kapasitas SDM petani kurang bersaing 0,03 2 0,07
Ketergantungan petani dengan lembaga pemasaran 0,07 2 0,13
4 tertentu
5 Kebutuhan modal cukup besar 0,15 2 0,30
Jumlah 0,41 0,74
Jumlah S + W = 2,76
Selisih = Skor kekuatan-kelemahan 0.66

Kekuatan yang dimiliki oleh rantai pasok cabai rawit kebutuhan modal cukup besar, kemudian tidak ada
Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi standar harga komoditi cabai rawit, ketergantungan
antara lain: daya dukung lahan memadai (skor 0,46) petani dengan lembaga pemasaran tertentu juga
merupakan kekuatan utama; cabai rawit merupakan merupakan kelemahan, kelembagaan petani kurang
salah satu sektor unggulan daerah (skor 0,40); produksi berfungsi maksimal, serta kapasitas SDM petani yang
cabai rawit Kecamatan Wongsorejo merupakan sentra kurang bersaing.
pemasok cabai nasional dan kondisi klimatis yang
mendukung juga merupakan suatu kekuatan; cabai Identifikasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
rawit merupakan komoditi pokok masyarakat yang tidak keberlanjutan dan kinerja rantai pasok agribisnis cabai
dapat disubstitusi (skor 0,31); serta adanya dukungan rawit di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
dari Pemerintah Daerah. Rantai pasok cabai rawit Banyuwangi dibagi ke dalam beberapa peluang dan
Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi juga ancaman yang disajikan pada tebel berikut:
memiliki beberapa kelemahan, yang terpenting adalah
Tabel 4. Faktor eksternal rantai pasok cabai rawit di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi
Opportunities (Peluang) Bobot Rating Skor
1 Tingginya permintaan cabai rawit 0,13 4 0,50
2 Teknologi informasi terus berkembang 0,10 3 0,30
3 Akses pasar terbuka luas 0,14 3 0,41
4 Lembaga penyedia permodalan semakin banyak 0,12 4 0,48
5 Industri pengolahan makanan semakin banyak 0,09 3 0,26
Jumlah 0,57 1,96
Threats (Ancaman)
1 Ketidakpastian perolehan dana 0,09 2 0,18
2 Tantangan dampak perubahan iklim 0,11 2 0,22
3 Harga yang fluktuatif 0,11 2 0,22
4 Melimpahnya stok saat panen raya 0,08 1 0,08
5 Alih fungsi lahan pertanian 0,05 1 0,05
Jumlah 0,43 0,75
O+T = 2,71
Selisih = Skor peluang-ancaman 1,21

Peluang peningkatan kinerja rantai pasok cabai rawit di cabai rawit di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi yang Banyuwangi, antara lain faktor cuaca/iklim yang tidak
terpenting berdasarkan hasil analisa adalah tingginya menentu dan fluktuasi harga yang tidak menentu
kebutuhan cabai rawit (skor 0,50); kemudian peluang dengan skor 0,22; ketidakpastian perolehan dana.
terpenting ke dua adalah akses terhadap permodalan
Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal yang
dengan skor 0,48; akses pasar yang masih terbuka luas
berisi kekuatan-kelemahan-peluang-ancaman
(skor 0,41); teknologi yang terus berkembang (skor
(SWOT), disusunlah matriks strategi peningkatan
0,30), dan industri makanan yang semakin banyak. Di
kinerja cabai rawit Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
antara beberapa peluang, terdapat pula ancaman-
Banyuwangi sebagai berikut:
ancaman yang dapat menghambat kinerja rantai pasok

Tabel 1. Matriks SWOT Rantai Pasok Cabai Rawit Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi
Strategi yang dirumuskan berdasarkan analisis SWOT
terdiri dari Strategi SO, ST, WO, dan WT. Strategi SO
adalah strategi yang disusun dengan mengoptimalkan
kombinasi kekuatan dan peluang yang ada, yaitu
perluasan Akses jaringan informasi pemasaran
maupun keuangan digital yang lebih luas dan cepat.
Strategi ST yaitu dengan mengoptimalkan kekuatan di
antara berbagai ancaman, di antaranya dengan 1)
Peningkatan kapasitas petani terkait manajemen
pengelolaan lahan optimal; dan 2) Peningkatan
teknologi budidaya cabai yang produktif dan
berkelanjutan. Strategi WO merupakan strategi yang
dirumuskan dengan memanfaatkan peluang untuk
menutupi kelemahan yang ada, yaitu dengan 1)
Mengoptimalkan kinerja lembaga petani guna
peningkatan kapasitas petani; dan 2) Memperkuat
akses kerjasama dengan lembaga Keuangan.
Strategi WT merupakan strategi yang dapat ditempuh
diantara berbagai kelemahan serta ancaman yang ada.
Strategi tersebut adalah dengan peningkatan peran
kelembagaan pertanian sebagai fasilitasi kemitraan
dengan lembaga pemasaran untuk memperpendek
rantai pasok cabai rawit.

Anda mungkin juga menyukai