DI KABUPATEN MALANG
Abstraksi
Tujuan dari kegiatan kajian manajemen rantai pasokan beras Kabupaten
Malang adalah : tersedianya informasi tentang potensi dan karakteristik tanaman
padi serta produksi beras; informasi kondisi aktual sistem rantai pasok beras;
konsep dan strategi manajemen rantai pasok beras yang efektif dan efisien dan
rumusan langkah untuk meningkatkan jaringan Rantai Pasokan Beras di
Kabupaten Malang. Rancangan penelitian ini merupakan kombinasi dari penelitian
deskriptif dan policy research dengan unit analisis pengusaha RMU, pedagang
besar dan ritel, Petani dan stakeholder yang terkait. Penentuan sampel dilakukan
dengan metode non probability sampling. Penentuan sampel pertama kali dengan
metode purposive sampling, sampel selanjutnya dengan metode snowball
sampling. Data yang digunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
melalui pengamatan langsung dan wawancara. Data sekunder melalui
penelusuran literatur dan data-data relevan. Pengolahan data dilakukan dengan
kerangka Food Supply Chain Networking (FSCN). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Kabupaten Malang telah berhasil memberikan kontribusi dalam
peningkatan produksi gabah nasional serta setiap tahun Kabupaten Malang
mengalami surplus. Pola distribusi beras terdiri dari pedagang pengumpul,
penggilingan padi, pedagang besar, Bulog Sub Divre Malang, grosir dan pengecer.
Pola distribusi beras di Kabupaten Malang ditemukan lima saluran tata niaga.
Secara umum struktur pasar gabah/beras di Kabupaten Malang cukup kompetitif.
Hal ini ditandai oleh banyaknya pelaku pasar baik ditingkat desa, kecamatan
maupun kabupatan. Pola distribusi sudah terbentuk didukung oleh infrastruktur
yang memadai, distribusi cukup lancar dan tidak dijumpai adanya hambatan
yang berarti. Untuk memperkokoh rantai pasok beras diperlukan penumbuhan
dan penguatan sistem dari hulu ke hilir melalui lembaga ekonomi desa yang
berfungsi untuk menjembatani kepentingan dan kebutuhan masyarakat serta
dukungan kebijakan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan instansi
terkait.
Key Words : Kinerja Rantai Pasok Beras, Food Supply Chain Networking (FSCN).
PENDAHULUAN
Ketahanan pangan telah menjadi isu yang sangat penting di Indonesia.
Masyarakat Indonesia memang telah dikenal mengkonsumsi beras sebagai
makanan pokoknya. Bagi Indonesia, pangan diidentikkan dengan beras, karena
jenis pangan ini merupakan makanan pokok utama. Maka ketika permintaan beras
lebih besar daripada pasokannya, timbulah masalah yang dapat mengancam
ketahanan pangan nasional. Gangguan pada ketahanan pangan (beras) seperti
kekurangan ketersediaan beras dan kenaikan harga beras dapat memicu
kerawanan sosial, ketidakstabilan ekonomi dan politik serta secara menyeluruh
dapat mengganggu stabilitas nasioanl (Firdaus, et a., 2008)
Dalam membangun ketahanan pangan, sangat diperlukan suatu
manajemen rantai pasokan yang baik. Kejelasan dan pengaturan tata rantai
pasokan yang baik dapat menunjang keberhasilan program ini. Manajemen rantai
pasok atau yang lebih dikenal dengan Supply Chain Management (SCM) menjadi
penting untuk diterapkan agar keberlangsungan agroindustri dapat tercapai
Metode Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
Rancangan penelitian ini merupakan kombinasi dari penelitian deskriptif dan
policy research guna mengembangkan model manajemen rantai pasok beras
yang efektif dan efisien di Kabupaten Malang. Unit analisis adalah 1) para
b. Lokasi Penelitian
Lokasi kegiatan kajian manajemen rantai pasokan beras Kabupaten Malang
berada di Wilayah Kabupaten Malang dengan obyek penelitian manajemen
rantai pasok beras di Kabupaten Malang.
c. Penentuan sampel
Penentuan sampel dilakukan dengan metode non probability sampling, yaitu
metode yang tidak memberikan peluang yang sama terhadap seluruh anggota
populasi untuk dijadikan sampel. Penentuan sampel pertama kali dalam
analisis rantai pasok beras dilakukan dengan metode purposive sampling,
sampel selanjutnya ditentukan dengan metode snowball sampling dengan
mengikuti alur pasok beras mulai dari pemasok hingga konsumen akhir.
Sampel terdiri dari anggota rantai pasok beras, bulog dan ritel yang
memasarkan produk beras kepada konsumen akhir.
Rantai Pasok
Sumber Daya
Rantai Pasok
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan terkait mata rantai pasokan beras di Kabupaten Malang :
1) Pemerintah Kabupaten Malang telah berhasil memberikan kontribusi dalam
peningkatan produksi gabah nasional pada tahun 2013 sebesar 464.498 ton
Gabah Kering Giling atau setara dengan 291.588 ton beras.
2) Rata-rata luas panen padi di Kabupaten Malang selama 5 tahun adalah hampir
65,7 ribu hektar, dengan rata-rata laju pertumbuhan minus 0,26 persen per
tahun. Produktivitas rata-rata adalah 6,94 ton GKG, dengan rata-rata laju
petumbuhan 1,09 persen. Sedangkan produksi beras rata-rata selama 5 tahun
terakhir adalah 456.100 ton dengan rata-rata laju pertumbuhan hanya 0.80
persen.
3) Setiap tahun Kabupaten Malang mengalami surplus beras 60 ribu ton.
Kebutuhan beras di Kabupaten Malang, sekitar 92,27 kg/kapita/tahun, dengan
REKOMENDASI
Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh instansi terkait untuk menjaga
stabilitas harga dan meningkatkan produksi padi diantaranya :
1) Bulog
Meningkatkan efektifitas operasi pasar yang dilakukan oleh Bulog bukan
menunggu harga jatuh tetapi operasi dilakukan untuk mencegah agar harga
tidak jatuh melalui mekanisme koordinasi dengan Dinas perindustrian dan
perdagangan, serta Badan Ketahanan Pangan propinsi (BKP) dalam
pengadaan pangan yang bermitra dengan pihak koperasi, RMU dan
pedagang ditingkat daerah. Efektifitas dari program ini akan dapat
menstabilkan harga gabah pada saat kritis yaitu panen raya dengan curah
hujan tinggi.
2) Dinas Pertanian dan BKP3
a) Memberdayakan kelompok-kelompok tani di sentra-sentra produksi padi
dengan memperkuat modal mereka melalui pemilikan RMU skala kecil
dan alat pengering sendiri, hal ini akan dapat mengurangi kejenuhan pasar
gabah. Kelompok tani atau petani sebagai produsen tidak lagi menjual
gabah tetapi mampu menjual beras, nilai tambah beras akan dapat
dinikmati oleh anggota kelompoknya sendiri. Dengan demikian agribisnis
beras ditingkat kelompok tani bisa berjalan dengan baik.
b) Petani dapat memanfaatkan RMU keliling sehingga merangsang petani
menyimpan gabahnya untuk keperluan konsumsi keluarga. Petani dapat
menggiling gabahnya kapan saja di depan rumah tanpa ada tambahan
biaya transportasi. Hal ini mengakibatkan ketahanan pangan (beras) di
tingkat keluarga tani menjadi lebih kuat, dengan penyimpanan gabah
yang dilakukan oleh masing-masing petani minimal 0,5 – 1 ton GKG, hal
ini dapat mengurangi suplai gabah pada saat panen raya.
c) Tantangan bagi BKP3 setempat untuk dapat membuat peta produksi
DAFTAR PUSTAKA
Kata Kunci : sumber daya manusia, organisasi, sistem, kinerja tata kelola
pemerintahan.
PENDAHULUAN
Pengesahan UU 32 Nomor 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 memiliki
implikasi pada kebijakan otonomi daerah yang disebut otonomi bertingkat. Sistem
yang berlaku hingga saat ini adalah Provinsi memiliki otonomi terbatas, Kabupaten
dan Kota memiliki otonomi yang luas, sedangkan desa memiliki otonomi asli.
Selain Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai target desentralisasi, Dalam
beberapa tahun terakhir banyak tuntutan yang menyatakan bahwa desa juga perlu
untuk mendapatkan otonomi di samping otonomi asli yang telah diberlakukan
sampai sekarang.
Fenomena yang terjadi sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, desa dianggap tidak mampu menjalankan otonomi yang
lebih besar. Kewenangan pemerintah yang diberikan oleh Kabupaten adalah
otoritas residual yang tidak dapat dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota. Umumnya,
otoritas tidak disertai dengan pendanaan.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 diberlakukan untuk menjawab
tuntutan di atas, diantaranya: Pertama, memperjelas pembagian kewenangan
antara pemerintah pusat, daerah dan desa. Tujuan desentralisasi dan otonomi
daerah adalah untuk membangun kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 telah mengatur kewajiban dan tanggung jawab pemerintah
desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kewenangan yang
lebih besar dan disertai pendanaan yang memadai.
Kedua, untuk mengembalikan pengakuan negara terhadap keberadaan
entitas desa, termasuk organisasi masyarakat adat, diikuti dengan penentuan hak,
kekuasaan, kewenangan, sumber daya dan tanggung jawab desa. Otoritas
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka ditentukan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana kesiapan kapasitas sumber daya manusia aparatur desa dalam
menghadapi implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa?
2. Bagaimana kesiapan kapasitas organisasi desa dalam menghadapi
implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa?
3. Bagaimana kesiapan kapasitas dimensi sistem desa dalam menghadapi
implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa?
4. Bagaimana pelaksanaan tata kelola pemerintahan desa?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan paparan yang disampaikan di latar belakang, maka tujuan yang
akan dicapai dalam kajian ini adalah untuk mengetahui kesiapan, Kapasitas dan
tata kelola pemerintahan desa di Kabupaten Malang dalam rangka
mempersiapkan Implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dengan
rincian sebagai berikut :
1. Menganalisis dan mendeskripsikan kesiapan kapasitas sumber daya manusia
aparatur desa dalam menghadapi implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa?
2. Menganalisis dan mendeskripsikan kesiapan kapasitas organisasi desa dalam
menghadapi implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa?
3. Menganalisis dan mendeskripsikan kesiapan kapasitas dimensi sistem desa
dalam menghadapi implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa?
4. Menganalisis dan mendeskripsikan pelaksanaan tata kelola pemerintahan
desa?
Penelitian ini terdiri dari dua domain utama yaitu pengukuran kapasitas dan
kinerja tata kelola pemerintahan desa. Pengukuran kapasitas desa berfungsi untuk
Metode Penelitian
Penelitian ini berpendekatan kuantitatif, berjenis deskriptif. Dikatakan
pendekatan kuantitatif sebab pendekatan yang digunakan di dalam usulan
penelitian, proses, turun ke lapangan, analisa data dan kesimpulan data sampai
dengan penulisannya menggunakan aspek pengukuran, perhitungan, rumus dan
kepastian data numerik. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena
bertujuan membuat pencanderaan/ lukisan/ deskripsi mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat suatu populasi secara sistematik, faktual dan teliti (Ginting, 2008:55).
Metode analisis kajian ini adalah menggunakan pendekatan analisis
deskriptif kuantitatif. Pendekatan deskriptif mengacu kepada kebutuhan alat
analisis masalah kapasitas aparatur desa (melibatkan data-data kuantitatif dan
dokumen-dokumen analisis deskriptif) mengenai kondisi masing-masing elemen
indikator kapasitas desa dalam kaitannya dengan otonomi yang lebih luas dan
anggaran yang lebih besar.
KESIMPULAN
Pada aspek kapasitas sumber daya manusia aparatur desa, beberapa hal
yang telah menjadi nilai positif desa-desa di Kabupaten Malang menjelang
implementasi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa diantaranya
adalah : sudah banyak desa yang telah mendapatkan sosialisasi mengenai UU
Desa, desa sudah mempersiapkan diri dengan berbagai cara dan upaya masing-
masing, motivasi aparat desa untuk meningkatkan kemampuan yang tinggi.
Namun demikian dalam aspek ini terdapat beberapa titik lemah yang harus segera
REKOMENDASI
Untuk menguatkan kapasitas desa dalam menghadapi implementasi
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa perlu memanfaatkan hal-hal
positif yang sudah dimiliki desa dalam mengatasi beberapa masalah negatif.
Beberapa rekomendasi dari penelitian ini adalah:
1. Pemerintah desa masih perlu diberikan pemahaman (sosialisasi) yang lebih
terperinci mengenai rincian hak dan kewajiban yang diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Selain itu perlu
peningkatan kemampuan di bidang teknologi informasi dan legal drafting,
2. Pemerintah kabupaten melalui Bagian Tata Pemerintahan Desa hendaknya
membuat aturan yang mensyaratkan pelibatan berbagai unsur masyarakat
dalam forum-forum, musyawarah dan pengambilan keputusan desa,
3. Pemerintah kabupaten melalui Bagian Tata Pemerintahan Desa perlu
mendorong agar desa memiliki Standar Operasional Prosedur, informasi
pelayanan publik desa yang mudah diakses oleh masyarakat dan indeks
DAFTAR PUSTAKA
Abstraksi
Kajian Pemetaan Kesiapan Aparatur Pemerintah Kabupaten Malang Dalam
Adaptasi dan Mitigasi Dampak Pemanasan Global ini bertujuan untuk
mengidentifikasi kebijakan pemerintah Kabupaten Malang berkaitan dengan
penanganan pemanasan global dari segi aparatur pemerintah Kabupaten Malang
dalam mitigasi dan adaptasi pemanasan global. Setelah program/kegiatan dan
kondisi aparatur tersebut teridentifikasi, akan dirumuskan strategi penguatan
Sumber Daya Aparatur Pemerintah Kabupaten Malang dalam mitigasi, adaptasi
dan strategi pengurangan resiko dampa pemanasan global. Dan hasil luaran yang
ingin dicapai dari kajian ini adalah rumusan tentang peta program kebijakan,
potensi dan permasalahan kapasitas aparatur pemerintah Kabupaten Malang,
serta isu, strategi dan alternative strategi berkaitan dengan resiko pemanasan
global.
Pada dasarnya sudah terpola kebijakan untuk mitigasi dan adaptasi
pemanasan global melalui identifikasi program/kegiatan masing-masing SKPD di
Kabupaten Malang. Namun, belum terdapat adanya keterpaduan kebijakan yang
spesifik pada mitigasi dan adaptasi pemanasan global. Sedangkan kondisi
existing aparatur pemerintah Kabupaten Malang dampak pemanasan glonal,
sebagian besar responden merasakan adanya perubahan lingkungan fisik yang
berdampak pada perubahan iklim, hanya terdapat 19,9% yang belum
merasakannya dan 36% responden belum mengartahui kampanye tentang
pemanasan global. Dan dalam rangka pengendalian pemanasan global, masih
terdapat aparatur yang tidak melaksanakan penghematan energy.
Yang perlu dilakukan untuk meningkatkan adaptasi dan mitigasi dampak
pemanasan global adalah membangun keterpaduan pola kebijakan dimulai dari
perencanaan daerah yang matang dan secara spesifik guna menaungi kebijakan
mitigasi dan adaptasi secara holistic. Selain itu diperlukan adanya orientasi
terhadap pemahaman dan persepsi serta sikap aparatur dalam mitigasi dan
adaptasi pemanasan global.
PENDAHULUAN
Dalam satu dasawarsa terakhir, isu pemanasan global (Global Warming)
menjadi topik diskusi yang hangat diberbagai forum, baik pada ranah akademik
maupun aktivis lingkungan. Salah satu forum yang mendapat atensi publik adalah
Conference of Parties (COP) ke-13 United Nations Framework Convention on
Climate Change yang diselenggarakan pada 3-14 Desember 2007 di Bali. Pada
konferensi tersebut, menghasilkan kesepakatan bersama antar negara-negara
peserta untuk senantiasa aktif memerangi pemanasan global. Salah satu Vocal
Point dari kesepakatan Bali Roadmap tersebut adalah REDD (Reducing Emission
from Deforestation in Developing Countries) atau kegiatan mengurangi emisi
akibat penggundulan hutan di negara berkembang.
Sepintas, upaya-upaya mencegah penggundulan hutan sebagai bagian dari
Bali Roadmap sangat ideal dan selaras dengan tujuan mengurangi emisi global.
Akan tetapi, kebijakan tersebut dapat dianggap meminggirkan bahkan
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam kajian Pemetaan Kesiapan Aparatur Pemerintah
Kabupaten Malang dalam Mitigasi dan Adaptasi Dampak Pemanasan Global
adalah:
1. Bagaimana identifikasi permasalahan yang terjadi berkaitan dengan
Pemanasan Global dan dampak-dampaknya di Kabupaten Malang,
berdasarkan identifikasi program/kegiatan pemerintah daerah sehingga perlu
dilakukan kajian pemetaan kesiapan aparatur pemerintah?
2. Bagaimana kondisi exsisting Sumber Daya Aparatur Pemerintah Kabupaten
Malang dalam Mitigasi dan Adaptasi dampak pemanasan global?
3. Bagaimana strategi penguatan sumber daya aparatur pemerintah Kabupaten
Malang dalam Mitigasi dan Adaptasi dampak pemanasan global?
MANFAAT KAJIAN
Manfaat pelaksanaan kajian Pemetaan Kesiapan Aparatur Pemerintah
Kabupaten Malang dalam Mitigasi dan Adaptasi Dampak Pemanasan Global
adalah:
1. Tersedianya data tentang kondisi existing sumber daya aparatur, berikut peta
potensi dan permasalahannya sehingga menjadi acuan dalam mengkonsepsi
kebijakan yang berkaitan dengan optimalisasi mitigasi dan adaptasi dampak
pemanasan global di Kabupaten Malang.
2. Tersedianya informasi tentang kebutuhan Aparatur di Kabupaten Malang,
sehingga dapat menjadi acuan bagi SKPD terkait dalam merumuskan
kebijakan mitgasi dan adptasi serta pengurangan dampak pemanasan global.
3. Dapat dirumuskannya strategi penguatan sumber daya aparatur yang nantinya
dapat menjadi acuan bagi SKPD yang berkompeten dalam melakukan
kegiatan pengurangan dampak pemanasan global.
KESIMPULAN
1. Pada dasarnya sudah terpola Kebijakan untuk Mitigasi dan Adaptasi
Pemanasan Global melalaui identifikasi Program/Kegiatan masing-masing
SKPD di Kabupaten Malang. Akan tetapi, belum terdapat adanya keterpaduan
kebijakan yang spesifik pada Mitigasi dan Adaptasi pemanasan Global.
2. Terdapat 3 (tiga) pola atau model kebijakan jika diidentifikasi dari
Program/Kegiatan di Kabupaten Malang, yaitu (1) Program/Kegiatan yang
mendukung secara langsung dalam upaya mitigasi dan adaptasi pemansan
Global, (2) Program/Kegiatan yang berpotensi mengurangi dampak
pemanasan global, dan (3) Program/Kegiatan yang tidak mendukung adanya
upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim. Ketiga aspek tersebut,
memunculkan konsekuensi yang berbeda dalam upaya penyelesaiannya.
3. Kondisi existing Sumber Daya Aparatur Pemerintah Kabupaten Malang dalam
Mitigasi dan Adaptasi dampak pemanasan global. Berdasarkan hasil
penelitian :
a) Terdapat aparatur pemerintah Kabupaten Malang yang belum merasakan
adanya perubahan lingkungan fisik yang berdampak pada perubahan iklim
yakni sebanyak 19,9 % dari jumlah responden. Kondisi menjadi gambaran
bahwa perubahan lingkungan secara fisik yang terjadi tidak dianggap
sebagai pengaruh atas perubahan iklim.
b) Sebagai sumber informasi atas keberadaan isu perubahan iklim, aparatur
mendapatkan dari empat sumber. Yakni dari televise, pimpinan SKPD,
kegiatan bimtek/workshop dan membaca buku. Akan tetapi dari keempat
sumber tersebut, informasi perubahan iklim yang berasal dari pimpinan
SKPD atau bimtek memiliki porsi yang paling kecil. Kondisi tersebut
menggambarkan bahwa kegiatan terstruktur sebagai upaya untuk
melakukan kampanye atas perubahan iklim masih kurang mendapatkan
perhatian.
c) Kampanye tentang perubahan iklim masih dirasakan minim oleh para
aparatur pemerintah Kabupaten Malang. Kondisi ini tergambarkan bahwa
terdapat 36 % responden belum mengetahui tetang adanya kampanye
perubahan iklim dilingkungan tempatnya bekerja.
d) Sebagai salah satu tindakan nyata atas perilaku dalam rangka
mengendalikn dampak perubahan iklim adalah dengan melakukan hemat
energy dengan cara tidak menggunakan lampu penerang diruang yang
dengan tidak berlebihan. Seruan untuk melakukan hemat energy sudah
SARAN
1. Membangun keterpaduan pola kebijakan dimulai dari perencanaan daerah
yang matang dan secara spesifik menanungi Kebijakan Mitigasi dan Adaptasi
secara holisitik. Apalagi jika terdapat support atau fasilitasi pihak ketiga untuk
mengembangkan kebijakan Antisipasi dan Penangan kebijakan pemansan
global secara terpadu.
2. Diperlukan adanya orientasi terhadap pemahaman persepsi perilaku dan sikap
aparatur dalam mitigasi dan adaptasi Pemanasan global. Pengetahuan dan
Pemahaman cukup baik, akan tetapi perilaku aparatur terkait perubahan iklim
perlu diperkuat secara terarah, terpadu dan terencana.terarah,
DAFTAR PUSTAKA
Abstraksi
Kerangka konsep kebijakan pembangunan pengembangan kawasan
industri di Kabupaten Malang selazimnya mendasarkan pada kerangka kebijakan
pembangunan berkelanjutan yaitu memperhatikan arah kebijakan nasional,
regional tingkat Provinsi, dan menggali kondisi potensi kearifan lokal melingkupi
SDM, SDA dan SDB yang dimiliki Kabupaten Malang serta memperhatikan
pelestarian lingkungan sebagai bagian dari stakeholeders pembangunan. Adapun
kerangka dasar arah kebijakan pembangunan di Kabupaten Malang secara garis
besar telah termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD), kemudian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
sebagai penjabaran operasional kebijakan pembangunan lima tahunan yang
didalamnya memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah yang berwawasan
lingkungan.
PENDAHULUAN
Idealnya arah kebijakan pengembangan kawasan industri selain,
mencermati potensi lokal yang dimiliki, dalam ranah penciptaan daya saing daerah
juga harus memperhatikan faktor-faktor produksi terutama terkait dengan
ketersediaan bahan baku, ketersediaan tenaga kerja dan daya serap tenaga kerja,
dan kondisi distribusi hasil kegiatan industri atau daya serap pasar hasil produksi
industri. Selanjutnya memperhatikan rencana tata ruang wilayah yang berwawasan
lingkungan, yang didalamnya harus terkait dengan infrastruktur dasar meliputi;
infrastruktur jalan, listrik, pasar, pendidikan, lembaga-lembaga pendukung, serta
kondisi sosial masyarakat dan kondisi potensi lokal lainnya.
Dasar Hukum
(1) Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah 20
tahun dengan tahapan perencanaan tiap 5 tahun; (2) Undang-Undang
Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004, tentang penyelenggaraan
pemerintahan dan program-program pembangunan bertumpu pada
kreativitas para pengambil kebijakan daerah masing-masing;
(2) selain itu, yang saat ini menjadi trend arah kebijakan pembangunan di
Indonesia adalah Master Plan Perluasan dan Percepatan Pertumbuhan
Ekonomi Indoenesia (MP3EI) kemudian dalam implementasinya di daerah
berdasarkan pada potensi daerah dan dioperasionalisasikan melalui
penguatan SIDa.
(3) Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 03 Tahun 2012 dan Nomor 36 Tahun 2012 tentang
Penguatan Sistem Inovasi Daerah yang saat ini sedang berlangsung
diberbagai daerah.
(4) Mendasarkan pada RPJMD KAB MALANG Tahun 2010 – 2015 (Slogan
Promosi Daerah Kabupaten Malang: Menjadikan Kabupaten Malang
sebagai Bumi Agrowisata terkemuka di Jawa Timur).
Maksud Penelitian
Maksud dari pelaksanaan kegiatan Kawasan Industri adalah untuk
memusatkan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri
yang telah memiliki izin usaha Kawasan Industri.
Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan kegiatan Kawasan Industri ini adalah sebagai berikut :
a. Mengendalikan pemanfaatan ruang di Kabupaten MALANG hubungannya
dengan pengembangan kawasan industri diseputar “Ponco wismo Jatu”.
b. Meningkatkan upaya pembangunan Industri yang berwawasan lingkungan di
Kabupaten MALANG;
c. Mempercepat pertumbuhan ekonomi khususnya pertumbuhan industri di
Kabupaten Malang.
d. Meningkatkan daya saing Industri dan daya saing Investasi.
e. Memberi kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur
yang terkoordinasi antar sektor terkait
Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai dalam pelaksanaan kegiatan identifikasi
Kawasan Industri ini adalah tersusunnya laporan identifikasi Kawasan Industri
yang dapat digunakan sebagai bahan acuan, pedoman dalam penyusunan
dokumen Kawasan Industri yang pada akhirnya akan memudahkan para pelaku
usaha untuk menanamkan investasinya di Kabupaten Malang.
KESIMPULAN
1. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian tentang pemanfaatan ruang di
Kabupaten Malang dapat menyederhanakan permasalahan dari 6 (enam) Sub
Wilayah Pengembangan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok wilayah
pengembangan yang memiliki kemiripan yang sama dapat dijadikan dasar
penentuan arah kebijakan pembangunan kedepan yaitu; SWP I (lingkar Kota
Malang) dan SWP II (Lingkar Ibu Kota Kepanjen) cocok dikembangkan sebagai
industri olahan makanan dan minuman, perdagangan hotel dan restoran,
perumahan dan UMKM. SWP III (Ngantang dan sekitarnya) dan SWP IV
(Tumpang dan sekitarnya) cocok dikembangkan sebagai kawasan agropolitan
atau fokus pada Agro-ekowisata. SWP V Dampit Turen dan skitarnya dan SWP
VI Sumbermanjing Wetan cocok dikembangkan sebagai wilayah mina politan,
perkebunan, dan pertanian. Utamanya urutan prioritas pengembangan untuk
mendukung SIDa Agro-Ekowisata saat ini sudah sesuai dengan program SIDa
yaitu di wilayah Tumpang dan sekitarnya atau dikenl dengan kawasan Agro-
Ekowisata Ponco-Wismo-Jatu.
2. Berdasarkan hasil kajian terkait dengan aspek tata ruang yang berwawasan
lingkungan, Kabupaten Malang sebagai penopang Kota Malang dan memiliki
kawasan konservasi /hutan lindung harus menegakkan konsep pengembangan
kawasan industri yang ramah lingkungan. Industri yang boleh berkembang
diarahkan pada industri yang mengarah pada agroindustri dalam menopang
sektor pertanian. Kemudian harus menegakkan luasan wilayah pertanian dan
perumahan dengan menggariskan secara tegas melalui pelayanan dan perijinan
satu pintu.
3. Perlunya indikator pertumbuhan ekonomi kedalam 9 (sembilan) sektor
pembangunan dan indek pembangunan manusia pendidikan dan kesehatan
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Serta meningkatkan infrastruktur
jalan dan irigasi dan fasilitas pasar dalam mendukung sektor pertanian sebagai
potensi yang dimiliki Kabupaten Malang
4. Upaya untuk meningkatkan daya saing Industri dan peningkatan Investasi di
Kabupaten Malang perlu mengarahkan pada kawasan industri yang terkait
dengan bidang agroindustri, kemudian melakukan pembangunan berdasarkan
skala prioritas melalui Penguatan Sistem Inovasi Daerah yang saat ini sudah
berlangsung adalah di Kawasan Agro-Ekowisata Ponco-Wismo-Jatu.
5. Berdasarkan hasil identifikasi kawasan industri yang mengarah pada tiga sektor
wilayah pengembangan dapat dijadikan dasar pijakan penentuan kebijakan
wilayah industri dan investasi yaitu untuk industri olahan makanan dan
minuman, perdagangan hotel dan restoran termasuk Ruko, perumahan
pemukiman penduduk dapat diarahkan pada SWP I dan SWP II. (Lingkar Kota
Malang dan Lingkar Kepanjen Ibuko Kabupaten Malang). Sedangkan untuk arah
industri dan investasi bagi agroindustri seperti industri olahan makan dan
minuman, pebrik gula, kerajinan rakyat, serta hasil-hasil pertanian termasuk
peternakan sapi perah yang dikemas terintegrasi dengan ekowisata dapat
diarahkan di SWP III (Ngantang dan sekitarnya) dan SWP IV (Tumpang dan
sekitarnya), sedangkan pusat industri yang terkait dengan minapolitan
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Berdasarkan hasil kajian kawasan industri ini, dapat direkomendasikan
beberapa poin penting yang mengarah pada rencana aksi program-program
pembangunan terkait dengan sekala prioritas penentuan program kebijakan
pembangunan di Kabupaten Malang yaitu:
1. Peta pengembangan yang terbagi kedalam 3 (tiga) konsentrasi sektor industri
dan investasi dapat dijadikan dasar penentuan perencanaan jangka mengengah
dan panjang dan bisa dimasukkan dalam RPJMD yakni Zonasi Ekonomi I
koridor SWP I dan SWP II sebagai kawasan industri olahan makanan dan
minuman, perdagangan hotel dan restoran, serta pengembangan perumahan,
pendidikan dan kesehatan. Kemudian Zonasi Ekonomi II SWP III dan IV
diarahkan pada agro-ekowisata, dan Zonasi Ekonomi III SWP V Dampin Turen
dan SWP VI Sumbermanjing Wetan dapat dikembangkan sebagai
pengembangan industri perkebunan, perikanan, dan agro-ecowisata bahari.
Pengembangan industri lebih ditekankan untuk industri yang mengarah pada
agribisnis.
2. Penentuan skala prioritas program pembangunan dalam mencapai daya saing
industri difokuskan pada SIDa Agro-Ekowisata di kawasan SWP IV Tumpang
dan sekitarnya atau disebut Ponco-Wismo-Jatu. Program-program
pengembangan masing-masing SKPD yang relevan seharusnya diarahkan pada
program pengembangan SIDa Agro-Ekowisata.
3. Pelayanan dan perijinan harus mampu menegakkan secara tegas tentang batas
wilayah pengembangan industri pada daerah-daerah yang secara tingkat
kesuburan tanah jangan sampai mengurngi lahan pertanian produktif sebagai
potensi unggulan Kabupaten Malang.
4. Pengembangan kawasan industri diarahkan jangan
industri yang bersifat polotif, dan tidak mendukung potensi pertanian sebagai
pemasok bahan baku utama industri, sehingga terjadi sinergi yang saling
menguntungkan dengan tetap memperhatikan pelestarian lingkungan.
5. Pusat data informasi paket wisata termasuk situs-situs wisata penting di
Kabupaten Malang perlu dibuatkan data base yang terintegrasi sebagai
pelengkap konsep pengembangan Agro-Ekowisata dan wisata sejarah &
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adam Smith (1776), "An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of
Nations", Invisible Hand. Ditulis oleh Helen Joyce, is one of the assistant
editors on Plus magazine. Submitted by plusadmin on March 1, 2001,
Ida Nuraini, (2007), Analisis Potensi Sektor Industri Manufaktur Di Kabupaten
Malang,
MoU antara Pemerintah Kabupaten Malang dengan BPPT tanggal 17 Januari 2012
Nomor: 119/351/421.022/2012 dan Nomor: 05/KB/BPPT-Pemkab.
Malang/01/2012 tentang Pengkajian, Penerapan dan Pemasyarakatan
Abstraksi
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan permasalahan penelitian di atas maka, yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi potensi bio-gas dari kotoran hewan (sapi) dikasawan SWP IV
Tumpang dan sekitarnya.
2. Mengidentifikasi potensi bio-elektrik dari kotoran hewan (sapi) dikasawan SWP
IV Tumpang dan sekitarnya.
3. Mengidentifikasi potensi bio-gas dari sampah di Pusat Pengeolahan Sampah
Terpadu dikasawan SWP IV Tumpang dan sekitarnya.
4. Mengidentifikasi seberapa besar potensi bio-elektrik dari sampah di Pusat
Pengeolahan Sampah Terpadu dikasawan SWP IV Tumpang dan sekitarnya.
5. Untuk melihat dampak pemanfatan bio-gas dan bio-elektrik terhadap nilai
tambah sosial ekonomi masyarakat?
Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai dalam pelaksanaan kegiatan identifikasi
Potensi Bio-gas dan Bio-elektrik menggunakan Kotoran hewan dan sampah di
SWP IV Tumpang ini adalah tersusunnya laporan identifikasi Potensi Bio-gas dan
Bio-elektrik yang dapat digunakan sebagai bahan acuan, pedoman dalam
penyusunan dokumen pengembangan energi alternatif terbarukan yang ramah
lingkungan untuk dapat dikembangkan di SWP lainnya di Kabupaten Malang, dan
siap untuk dijadikan dasar pengembangan dan implementasi teknologi tepat guna
bio-gas dan bio-elektrik sebagai energi alternatif terbarukan yang berkelanjutan.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan disesuaikan dengan tahapan dan lingkup pekerjaan
dan tugas-tugas yang akan dilaksanakan yaitu, mulai mengidentifikasi jumlah
ternak dan jumlah kotoran sapi yang dihasilkan dimasing-masing desa dalam satu
kecamatan meliputi Kawasan Kecamatan Poncokusumo, Wajak, Pakis, Jabung dan
Kecamatan Tumpang (Ponco-Wismo-Jatu) Kabupaten Malang, kemudian dilakukan
analisis hitungan potensi biogas dan bioelektrik yang akan dihasilkan dari potensi
limbah tersebut.
KESIMPULAN
Pengembangan biogas dan bioelektrik di Kabupaten Malang telah
berkembang sejak lama, berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat
disimpulkan beberapa poin penting terkait dengan hasil identifikasi potensi biogas
dan bioelektrik di Kabupaten Malang yaitu:
1. Berdasarkan identifikasi potensi biogas dan bioelektrik di
lima kecamatan di kawasan Ponco-Wismo-Jatu (Poncokusumo, Wajak, Pakis,
Bromo, Jabung dan Tumpang), menunjukkan bahwa potensi biogas dan
bioelektrik memeiliki potensi yang cukup besar yang menyebar diseluruh
kecamatan. Dan model peternakan secara mayoritas bersifat tradisional untuk
masing-masing Kepala Keluarga, hal ini secara linier jumlah penduduk yang
semakin besar diikuti jumlah ternak yang semakin besar pula. Artinya
peternakan menyebar untuk sebagian besar penduduk.
2. Hasil pemetaan potensi biogas dan bioelektrik ini dapat
dijadikan dasar penentuan penerapan teknologi biogas dan bioelektrik untuk
mendukung efisiensi dan produktifitas peternakan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
3. Berdasarkan karakteristik sosial budaya masyarakat, di
lima kecamatan yang menjadi sasaran penelitian ini, memiliki budaya peternak
yang cukup merata dimasing-masing Kecamatan, dengan demikian bagi
pemerintah dapat dijadikan strategi kebijakan pembangunan di bidang
peternakan, dengan meningkatkan fasilitas infrastruktur jalan dan irigasi untuk
menjangkau daerah-daerah terpencil diluar jangkauan masyarakat.
4. Kondisi potensi biogas dan bioelektrik dari tempat
pengolahan sampah akhir di TPA Paras Poncokusumo, cukup memiliki potensi
yang besar untuk menghasilkan biogas dan kompos, dalam kerangka peduli
terhadap pelestarian lingkungan.
5. Kondisi Biogas dan bioelektrik selain untuk
mensejahterakan masyarakat, juga dapat didesain sebagai atraksi wisata
pendidikan, disinergikan dengan pertanian organic dan TPA Hijau, serta
menanggulangi pencemaran lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Aldrich, R.J., (1984). Weed Crop Ecology: Principles in Weed Management Breton
Publiser North Scituate. P. 464.
Didik, 2011, Penentuan Bio-Elektrik menggunakan system bio-digester studi di TPA
Kota Semarang
Eko, Didik, Budi Santoso dan Gunawan, (2011), Studi Perencanaan Pembangkit
Listrik Tenaga Sampah Dengan Teknologi Dry Anaerobic Convertion,
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi ke-2, Fakultas Teknik
Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Gibson G. Taroreh (2010), Pemanfaatan Limbah Bio Gas Sebagai Substitusi
Pupuk Pada Tanaman Kedelai Di Kabupaten Bolaang Mongondow, Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara, Jl Kampus
Pertanian Kalasey, Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian,
mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara.
Muhamad Umar Dani (2009), Menyelesaikan Krisis Listrik, Sampah, Dan
Penerangan Dalam Sebuah Solusi. 28 Sep 2010
Nugroho, Eko, (2011), Status Sosial Ekonomi Peternak Sapi Perah Di Kecamatan
Poncokusumo Kabupaten Malang, J. Ternak Tropika Vol. 12, No.2: 47-51.
Sitompul, S.M. dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Abstraksi
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) hakekatnya adalah program
negara yang dimaksudkan untuk menjamin kepastian perlindungan sosial bagi
seluruh warganegara. Program ini memiliki tujuan bahwa seluruh rakyat Indonesia
dapat menunaikan kebutuhan dasar hidup yang layak. Dengan jaminan ini
diharapkan siapapun warga di negeri ini akan mendapatkan jaminan resiko
pembiayaan pada saat sakit, tertimpa musibah kecelakaan, kehilangan pekerjaan,
memasuki usia lanjut atau pensiun.
Sistem Jaminan Sosial Nasional meliputi jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua dan jaminan kematian bagi
seluruh penduduk melalui iuran wajib peserta. Program-program jaminan sosial
tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Badan Penyelenggara ini merupakan transformasi dari Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk
badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan jaminan
sosial. Untuk kelompok buruh dan karyawan mereka mendapatkan pertanggungan
dengan cara menjadi anggota JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja).
Sementara itu bagi TNI-Polri mereka mendapatkan jaminan melalui ASABRI
(Asuransi Sosial ABRI). Adapun bagi pegawai negeri mereka bisa mendapatkan
jaminan sosial melalui ASKES (Asuransi Kesehatan) dan TASPEN (Dana
Tabungan Sosial Pewagai Negeri).
PENDAHULUAN
Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka sistem jaminan sosial termasuk
dibidang kesehatan akan diintegrasikan menjadi satu melalui Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang ini merupakan
pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan
pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan transformasi
kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero)
dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan
liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban. Undang-Undang ini membentuk 2
(dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun dan jaminan kematian. Terbentuknya dua BPJS ini diharapkan secara
bertahap akan memperluas jangkauan kepesertaan progam jaminan sosial.
Terintergrasinya sistem jaminan sosial ini tentu saja tidak bisa diwujudkan
secara langsung. Pemerintah menyadari betul bahwa perlu proses bertahap dan
gradual dalam menunaikan kebijakan ini. Proses intergrasi dan manajemen
kepesertaan yang membutuhkan waktu, sistem ini juga memerlukan kesiapan
infrastuktur, perangkat kebijakan daerah, SDM. Itulah mengapa penerapan sistem
ini juga perlu mendapatkan masukan dari semua pihak, terutama publik sebagai
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui impelentasi pelaksanaan jaminan kesehatan oleh BPJS di
Kabupaten Malang di tahun 2014
2. Mengukur dan mendapatkan gambaran tentang tingkat kepuasan masyarakat
terhadap layanan kesehatan dan rekomendasi publik untuk perbaikan kualitas
layanan kesehatan khususnya bagi masyarakat miskin di Kabupaten Malang.
3. Untuk merumuskan rekomendasi kebijakan bagi perbaikan pelaksanaan
sistem BPJS di Kabupaten Malang di masa mendatang.
Metode Penelitian
Studi ini merupakan jenis penelitian bertajuk evaluasi kebijakan berbasis
persepsi masyarakat. Dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan
gambaran tentang Implementasi BPJS kesehatan di Kabupaten Malang sekaligus
penilaian dan rekomendasi dari publik tentang jaminan kesehatan melalui BPJS.
Studi ini menggunakan pendekatan riset kuantitatif. Riset dilakukan dengan
menggunakan metode survei dengan metode stratified random sampling.
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) kategori data, yakni data penelitian dan
KESIMPULAN
1. Secara Umum, implementasi BPJS di Kabupaten Malang Sudah berjalan dan
mendapatkan respon yang baik dari publik
2. Publik masih merasa sosialisasi BPJS ke bawah masih kurang. Selama ini
sosialisasi bertumpu pada Dinkes dan unit-unit Jasa Pelayanan Kesehatan
(JPK). Sosialisasi ke bawah oleh BPJS Malang sendiri masih minim.
3. Meski demikian, progress peserta BPJS Mandiri terus meningkat, khususnya
bagi mereka yang yang tiba-tiba sakit dan menginginkan keringanan biaya
SARAN
1. Perlu melakukan sosialisasi secara masif karena Potensi partisipasi publik
masih cukup besar. Sosialisasi tersebut perlu dilakukan dengan turun ke
bawah, melalu forum-forum formal maupun informal, misalnya dengan
memanfaatkan forum-forum warga dan majlis taklim yang sudah ada di
masyarakat
2. Perlu ada transparansi dalam pengelolaan Dana Kapitasi demi mendapatkan
kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas
3. Perlu segera mempersiapan sosialisasi terkait penyesuaian BPJS dengan
program KIS (Kartu Indonesia Sehat)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta
: Bina aksara
Bessant, Judith, Rob Watts, Tony Dalton dan Paul Smith (2006), ”Talking Policy:
How Social Policy in Made”, Crows Nest: Allen and Unwin
Benda-Beckmann, F.v. and Benda-Beckmann, K.v. 1994. "Coping with insecurity",
Focaal, 22(23): 7-31.
Benda-Beckmann, F.v. & Benda-Beckmann, K.v. 1995. "Ruralpopulation, social
security and legal pluralism in the central moluccas of Eastern Indonesia",
in Dixon, J. & Scheurell, R.P. eds., Social security programs: a cross-
cultural comparative perspective. London: Greenwood Press.
Benda-Beckmann, F.v., et al. 1988. “Between kinship and The State”. Dordrech:
Foris Publications.Engbersen, G. et al. 1993. Cultures of unemployment.
Boulder: Westview Press.
Abstraksi
PENDAHULUAN
Pengesahan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2014 menunjukkan
komitmen negara untuk memberdayakan desa. Hal ini dapat dibuktikan dengan
alokasi anggaran dari APBN ke desa. Kebijakan ini tertuang dalam pasal 71, setiap
desa akan menerima dana dari APBN sebesar sepuluh persen dari dana
perimbangan yang diterima dari kabupaten/Kota setelah dikurangi dana alokasi
khusus (DAK).
Desa menghadapi banyak masalah, seperti kemiskinan, derajat kesehatan
dan pendidikan masyarakat yang rendah, pengangguran yang tinggi, rendahnya
kapasitas administrasi pemerintahan, kerusakan infrastruktur dll. Penambahan
anggaran desa yang signifikan diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah
tersebut sesuai dengan prioritas perencanaan yang dilakukan oleh desa secara
mandiri. Konsekuensi dari penyerahan dan pendelegasian pengelolaan keuangan
harus diikuti dengan kesiapan kapasitas pemerintah dan masyarakat desa,
Tujuan Penelitian
Berdasarkan paparan yang disampaikan di latar belakang, maka tujuan yang
akan dicapai dalam kajian ini adalah untuk mengetahui kesiapan, Kapasitas dan
tata kelola pemerintahan desa di Kabupaten Malang dalam rangka
mempersiapkan Implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dengan
rincian sebagai berikut :
1. Menganalisis dan mendeskripsikan kesiapan kapasitas sumber daya manusia
aparatur desa dalam menghadapi implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa?
2. Menganalisis dan mendeskripsikan kesiapan kapasitas organisasi desa dalam
menghadapi implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa?
3. Menganalisis dan mendeskripsikan kesiapan kapasitas dimensi sistem desa
dalam menghadapi implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa?
4. Menganalisis dan mendeskripsikan pelaksanaan tata kelola pemerintahan
desa?
HASIL PENELITIAN
Pada aspek kapasitas sumber daya manusia aparatur desa, beberapa hal
yang telah menjadi nilai positif desa-desa di Kabupaten Malang menjelang
implementasi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa diantaranya
adalah : sudah banyak desa yang telah mendapatkan sosialisasi mengenai UU
Desa, desa sudah mempersiapkan diri dengan berbagai cara dan upaya masing-
masing, motivasi aparat desa untuk meningkatkan kemampuan yang tinggi.
Namun demikian dalam aspek ini terdapat beberapa titik lemah yang harus segera
ditindaklanjuti diantaranya adalah : belum diketahuinya rincian hak dan
kewenangan yang diamanatkan oleh UU Desa.
Pada dimensi organisasi, beberapa temuan positif yang mendukung
pengembangan desa adalah : terpenuhinya berbagai dokumen yang wajib dimiliki
desa dan sistem pengambilan keputusan melalui musyawarah yang masih
terpelihara. Adapun temuan yang kurang baik dalam dimensi ini diantaranya
adalah: belum banyak desa yang memiliki berbagai SOP penyelenggaraan
pemerintahan desa, hanya sebagian kecil desa yang memiliki BUMDes, kondisi
BUMDes yang tidak berjalan dengan baik (merugi) serta lemahnya keterbukaan
informasi keuangan dan kebijakan desa.
Pada aspek dimensi sistem baik sistem internal maupun eksternal
ditemukan dukungan lingkungan yang positif, dukungan dalam bentuk keterlibatan
berbagai kelompok masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan cukup
tinggi, keaktifan berbagai kelompok di bidang masing-masing juga tinggi serta
regulasi pemerintah kabupaten yang dinilai oleh masyarakat maupun aparat desa
tidak menghambat bahkan sangat mendukung proses pembangunan desa.
Penilaian masyarakat terhadap kinerja tata kelola pemerintahan desa yang
bernilai positif diantaranya adalah: ketanggapan, ketepatan waktu aparat desa,
kesiap-sediaan melayani dalam kurun waktu 24 jam, keadilan pelayanan, peran
REKOMENDASI
Untuk menguatkan kapasitas desa dalam menghadapi implementasi
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa perlu memanfaatkan hal-hal
positif yang sudah dimiliki desa dalam mengatasi beberapa masalah negatif.
Beberapa rekomendasi dari penelitian ini adalah:
1. Pemerintah desa masih perlu diberikan pemahaman (sosialisasi) yang lebih
terperinci mengenai rincian hak dan kewajiban yang diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Selain itu perlu
peningkatan kemampuan di bidang teknologi informasi dan legal drafting,
2. Pemerintah kabupaten melalui Bagian Tata Pemerintahan Desa hendaknya
membuat aturan yang mensyaratkan pelibatan berbagai unsur masyarakat
dalam forum-forum, musyawarah dan pengambilan keputusan desa,
3. Pemerintah kabupaten melalui Bagian Tata Pemerintahan Desa perlu
mendorong agar desa memiliki Standar Operasional Prosedur, informasi
pelayanan publik desa yang mudah diakses oleh masyarakat dan indeks
kepuasan masyarakat desa dengan cara memberikan pelatihan dan regulasi
yang mewajibkannya,
4. Badan Pemberdayaan Masyarakat perlu mendidik pemerintah desa agar bisa
menggali potensi desanya sendiri sehingga dapat didorong untuk mendirikan
BUMDes sebagai salah satu sumber pendapatan desa. Diperlukan juga
pelatihan manajemen BUMDes agar tidak terjadi kerugian yang dialami
BUMDes,
5. Perlu penguatan kapasitas serta pendanaan kepada kelompok-kelompok
masyarakat yang selama ini sudah aktif di bidang masing-masing agar tumbuh
inovasi dan cakupan kegiatan yang lebih luas sehingga dukungan terhadap
pembangunan desa semakin masif,
6. Perlu revitalisasi fungsi BPD sebagai lembaga penampung dan penyalur
aspirasi masyarakat. BPD harus lebih proaktif dalam menyerap keluhan, kritik
dan saran dari masyarakat,
7. Dalam hal perencanaan dan evaluasi pembangunan, perlu adanya
peningkatan kemampuan dalam membuat perencanaan yang sustainable dan
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, E.D. dan Ted K. Bradshaw. 2000. Planning Local Economic Development:
Theory and Practice. Thousand Oaks, CA: Sage.
Delacroix, Jacques. 1977. The Export of Raw Materials and Economic Growth: A
Cross National Study. American Sociological Review 42, 5: 795-808
Friedmann, John Planning in The Public Domain, From Knowledge to Action,
Princeton University Press, New Jersey. 1987 Lokakarya Evaluasi Sistem
Perencanaan. Makalah
Mulyana, Deddy. 1996. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung :
Remaja Rosda Karya.
Portes, Alejandro. 1976. On the Sociology of National Development: Theories and
Issues American Journal of Sociology 82: 68-74.
Robbin, Stephen P. 2001. Organization Theory: Structure, Design and Applications,
(Terjemahan Hadyana Pujaatmaka, Benyamin Molan.2006) Jakarta :
Prenhallindo.
Samsura, Adriansyah. Participatory Planning, Good Governance, dan Civil
Society”. Artikel. 9 Januari 2003.
Sudijono, Anas, 1987, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers.
Abstraksi
Pembangunan ekonomi masyarakat desa merupakan salah satu pilar
pembangunan nasional dalam upaya pengentasan kemiskinan dan mendorong
pertumbuhan pendapatan ekonomi masyarakat desa. Berbagai data dan fakta
benyak menyatakan bahwa kantong-kantong kemiskinan banya tersebar di daerah
perdesaan. Dengan pembangunan dan pemerataan perekonomian di desa
diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi pemerintah terutama
mengurangi angka kemiskinan, pengangguran dan berbagai masalah sosial
lainnya.
Untuk mewujudkan itu semua, maka program pengembangan ekonomi
masyarakat akan secara konsisten diarahkan kepada pola pengembangan dan
pengelolaan sumberdaya yang meliputi: (1) Sumberdaya alam; (2) Sumberdaya
Manusia (SDM); serta (3) Sumberdaya Ekonomi (SDE) yang dikelola secara
mandiri, terpadu dan berkelanjutan.
Desa Ngadas yang berada di wilayah administratif Kecamatan
Poncokusumo Kabupaten Malang memiliki cukup banyak potensi sumberdaya,
baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia (SDM), dan sumberdaya ekonomi
(SDE). Selain sektor pertanian, sektor unggulan lain yang dapat dikembangkan
adalah sektor pariwisata. Berdasarkan letak geografis yang berada di kawasan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Desa Ngadas memiliki
keunikan dari segi budaya dan panorama alam yang dapat diangkat sebagai paket
sebuah wisata.
PENDAHULUAN
Besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki Kabupaten Malang, dalam
kenyataannya belum diikuti dengan terjaminnya kesejahteraan masyarakatnya.
Berdasarkan Data BPS, jumlah rumah tangga miskin pada sebesar 155.745 KK
atau 610.605 jiwa (24,95%) dari total jumlah penduduk 2.447.051 jiwa dengan
jumlah pengangguran sebesar 59.000 jiwa (2,41%). Dari data kemiskinan tersebut
sebagian besar penduduk miskin berada di wilayah perdesaan yang
menggantungkan hidupnya pada pemanfaatan sumberdaya alam dalam kegiatan
ekonominya sebagai petani.
Program pengembangan ekonomi masyarakat akan secara konsisten
diarahkan kepada pola pengembangan dan pengelolaan sumberdaya yang
meliputi: (1) Sumberdaya alam; (2) Sumberdaya Manusia (SDM); serta (3)
Sumberdaya Ekonomi (SDE) yang dikelola secara mandiri, terpadu dan
berkelanjutan. Tiga variabel dalam pengembangan ekonomi yang dipersyaratkan
tersebut, akan memberi kontribusi besar dalam merumuskan rencana strategis
pengembangan ekonomi, sedapat mungkin menumbuhkembangkan
pengintegrasian kerjasama SDM antar desa, kelurahan, atau kecamatan secara
Tujuan Penelitian
Sesuai permasalahan di atas, agar penelitian ini dapat dilaksanakan dan
dibahas secara kronologis dan terarah maka dapat ditentukan tujuan penelitian
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung pengembangan ekonomi di Desa
Ngadas.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat pengembangan ekonomi di Desa
Ngadas.
c. Mengidentifikasi faktor-faktor peluang pengembangan ekonomi di Desa
Ngadas.
d. Mengidentifikasi faktor-faktor tantangan pengembangan ekonomi di Desa
Ngadas.
e. Mengidentifikasi produk-produk unggulan Desa Ngadas sebagai desa wisata
yang berbasis pertanian dan budaya.
f. Pengembangan Model Pembangunan Ekonomi di Desa Ngadas.
Metode Penelitian
Jenis/Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai jenis penelitian deskriptif kualitatif dan
kuantitatif (Mix Methode) bersifat eksploratori untuk mengungkap berbagai faktor
terkait potensi sumberdaya Desa Ngadas, kegiatan ekonomi masyarakat Desa
Ngadas, faktor penghambat, dan faktor pendukung yang ada. Mix Methode
menurut Creswell (2009) adalah sebuah pendekatan penelitian yang
menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan ini lebih dari
sekadar mengumpulkan dan menganalisis kedua jenis data, tetapi juga melibatkan
penggunaan kedua pendekatan bersamaan sehingga kekuatan keseluruhan studi
lebih besar daripada penelitian kualitatif atau kuantitatif. Penelitian ini menyangkut
peristiwa yang sudah terjadi yang berhubungan dengan kondisi sekarang. Secara
kualitatif penelitian akan menggali data sedalam mungkin termasuk harapan yang
diinginkan masyarakat serta gambaran pengembangan ke depan dengan jalan
melakukan wawancara dan Focus Group Discussion (FGD). Adapun faktor-faktor
ekonomi yang dimaksud meliputi, potensi pertanian di Desa Ngadas,
perkembangan industri pengolahan pasca panen, kondisi sarana dan prasarana
jaringan pasar, potensi tenaga kerja di Bidang pertanian masyarakat Ngadas,
potensi akses permodalan, data demografi Desa Ngadas terkait jumlah penduduk,
pendidikan (ketrampilan) tenaga kerja, dan tingkat pendapatan masyarakat, serta
potensi pariwisata meliputi sarana-prasarana pendukung, akses transoprtasi,
kebijakan daerah, dan kearifan lokal yang ada.
HASIL PENELITIAN
Pengembangan Model Pembangunan Ekonomi di Desa Ngadas
Model “Pengembangan Ekonomi Kawasan Desa Ngadas” yang diperoleh dari
hasil uji lapang dan setelah melalui pendalaman dan penyesuaian, maka dapat
dengan tegas memposisikan tiga hal penting antara lain:
1) Terdapatnya ruang publik Pemegang Otoritas yang di dalamnya terdiri dari
unsur Pemerintah, BUMN/BUMD dan Institusi Swasta Mapan (Pelaku Bisnis
Mapan) yang berperan sebagai Penggerak Utama (prime mover) dalam
melakukan perubahan melalui program pembangunan terpusat maupun
sektoral bersifat sustainable.
2) Berkembangnya ruang publik Mediator Otoritas yang didalamnya terdiri dari
Komunitas Intelektual, Lembaga Non-Pemerintah, dan LSM (Lembaga Sosial)
yang berperan sebagai Dinamisator Program (social agent) untuk
mempercepat proses pelaksanaan program pembangunan yang bertumpu
pada kearifan local.
3) Menguatnya ruang publik Pelaku Otoritas yang di dalamnya beraktivitas para
pelaku usaha dan berperan sebagai Aktor Perubahan (the actor of changes)
yang berjuang secara berkesadaran untuk memajukan usaha bersama-sama
dengan pelaku usaha lain dalam rangka mencapai kesejahteraan.
NN
Bantuan CSR
Bimbingan Teknis
Modal
Tim
Tim Teknis
Teknis
Paguyuban
Paguyuban //
Daerah
Daerah Fasilitasi, Asosiasi
Asosiasi
(Dinas
(Dinas Terkait)
Terkait) Capacity
Building,
Konsultasi,
Bimbingan
Konsultasi,
Teknis,
Monev
Motivasi
PEMERINTAH
DESA NGADAS
Di samping itu Perguruan Tinggi sebagai lembaga yang bersifat social agent
dimana Perguruan Tinggi dituntut untuk mengimplementasikan Tri Dharma
Perguruan Tinggi maka lembaga Perguruan Tinggi tersebut harus mampu
melaksanakan dharma pengabdian kepada masyarakat serta LSM yang
memiliki misi yang sama akan membangun dan memberdayakan masyarakat
perdesaan melalui berbagai bentuk fasilitasi, bimbingan teknis, konsultasi,
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1) Faktor-faktor pendukung pengembangan ekonomi di Desa Ngadas antara lain
adalah Sikap Mental Masyarakat yang positip (sadar potensi, ramah dan
bersikap terbuka, percaya diri dengan kemampuan mereka, mampu
memanfaatkan peluang), nilai-nilai sosial, beberapa anggota kelompok
memiliki akses ke pengusaha travel, kekayaan seni dan budaya, faktor
sumberdaya alam (lingkungan fisik) berupa keindahan alam dan kesuburan
tanah, faktor Lokasi yang terletak di area Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TNBTS), serta faktor keamanan lingkungan yang kondusif.
2) Faktor-faktor penghambat pengembangan ekonomi di Desa Ngadas antara
lain adalah kualitas Sumberdaya Manusia (Kurangnya Kreatifitas dan Inovasi,
Tingkat Pendidikan rendah, Kurangnya Kemampuan Teknis dan Penguasaan
Teknologi, Kurangnya Kemampuan Penguasaan Bahasa Asing, Rendahnya
Pemanfaatan Potensi Wisata), Infrastuktur dan Aksesibilitas (infrastruktur jalan
rusak, keterbatasan sarana transportasi, telekomunikasi, pengelolaan sampah
yang masih belum teroganisir, tidak ada akses informasi melalui internet, serta
kurangnya fasilitas toilet), Kurangnya Promosi dan belum ada Layanan
informasi kepariwisataan yang terintegrasi, Sarana dan prasarana yang kurang
memadai, belum optimalnya Pengelolaan Kepariwisataan, Penataan
REKOMENDASI
Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan berdasarkan kesimpulan penelitian
antara lain adalah sebagai berikut:
1) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi: memberikan pelatihan usaha,
meningkatkan penguasaan bahasa asing melalui pelatihan-pelatihan atau
kursus bahasa bagi para penyedia jasa pemandu wisata, meningkatkan
ketrampilan masyarakat. Kurangnya ketrampilan menyebabkan masyarakat
Desa Ngadas tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan produk-produk
khas selain produk pertanian. Maka dari itu perlu ditingkatkan kemampuan
penguasaan teknologi, khususnya teknologi tepat guna untuk pengolahan hasil
pertanian untuk meningkatkan nilai tambah.
2) Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika: melengkapi sarana
telekomunikasi yang saat ini hanya bisa dijangkau melalui satu operator
telepon seluler CERIA, meningkatkan promosi wisata melalui pemanfaatan
teknologi informasi.
3) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata: Pengembangan Sarana dan Prasarana
Wisata seperti rest area, area parkir, fasilitas toilet, rumah makan, homestay
dan penginapan, menjalin kerjasama yang lebih luas dengan usaha jasa
DAFTAR PUSTAKA
Abstraksi
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Objek masalah dalam Penelitian Pemetaan Kesiapan Organisasi
Kecamatan dalam Pelaksanaan Pelayanan Adminsitrasi Terpadu Kecamatan
(PATEN) di Kabupaten Malang adalah.
a) Bagaimana peta potensi organisasi kecamatan dalam menyongsong
pelaksanaan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di
Kabupaten Malang?
b) Bagaimana permasalahan organisasi kecamatan dalam menyongsong
pelaksanaan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di
Kabupaten Malang?
c) Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan dalam organisasi
kecamatan dalam menyongsong pelaksanaan Pelayanan Administrasi Terpadu
Kecamatan (PATEN) di Kabupaten Malang?
d) Bagaimana strategi implementasi Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan
(PATEN) di Kabupaten Malang?
Tujuan Kajian
Adapun tujuan dari Penelitian Pemetaan Kesiapan Organisasi Kecamatan
dalam Pelaksanaan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di
Kabupaten Malang adalah:
a) Mengidentifikasi peta potensi organisasi kecamatan dalam menyongsong
pelaksanaan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di
Kabupaten Malang.
b) Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan dalam organisasi kecamatan
dalam menyongsong pelaksanaan Pelayanan Administrasi Terpadu
Kecamatan (PATEN) di Kabupaten Malang.
Manfaat Kajian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian Pemetaan Kesiapan Organisasi
Kecamatan dalam Menyongsong Pelaksanaan Pelayanan Adminsitrasi Terpadu
Kecamatan (PATEN) di Kabupaten Malang adalah:
a) Tersedianya data tentang kondisi objektif organisasi kecamatan di Kabupaten
Malang, berikut peta potensi dan permasalahannya, sehingga dapat menjadi
acuan bagi pihak-pihak terkait dalam merumuskan kebijakan yang
berhubungan dengan optimalisasi pelayanan publik, khususnya
penyelenggaraan PATEN.
b) Tersedianya informasi tentang berbagai kebutuhan institusi kecamatan dan
SKPD terkait di Kabupaten Malang sehingga dapat menjadi acuan bagi
perumusan kebijakan PATEN di kabupaten Malang.
c) Terumuskannya konsepsi dan strategi implementasi PATEN bagi organisasi
pemerintahan kecamatan di Kabupaten Malang.
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini terumuskan dalam 3 hal, yaitu ;
1. Bagaimana eksistensi organisasi sosial wanita di Kabupaten Malang?
2. Bagaimana pola pembinaan wanita pemimpin kegiatan sosial di Kabupaten
Malang?
3. Bagaimana model pemberdayaan yang sesuai untuk mengoptimalkan peran
dan potensi organisasi wanita pemimpin kegiatan sosial di Kabupaten
Malang?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini, adalah ;
1. Mengetahui eksistensi organisasi sosial wanita di Kabupaten Malang.
2. Mengetahui pola pembinaan wanita pemimpin kegiatan sosial di Kabupaten
Malang.
3. Mengetahui model pemberdayaan yang sesuai untuk mengoptimalkan peran
dan potensi organisasi wanita pemimpin kegiatan sosial di Kabupaten Malang.
Ada dua hal yang dapat diambil sebagai suatu kemanfaatan dari penelitian
tentang Peningkatan Pembinaan Wanita Pemimpin Kegiatan Sosial, yakni manfaat
teoritis dan praktis.
Secara teoritik, bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada pemahaman kontruksi organisasi sosial wanita, panduan
pemberdayaan dan pola pembinaan wanita pemimpinkegiatan social dan
optimalisasi peran dan potensi organisasinya.
Secara praktis dan administratif, hasil penelitian ini diharapkan
memberikan kontribusi pada berbagai kalangan dan institusi yang berkepentingan,
antara lain:
1. Organisasi sosial wanita Kabupaten Malang diharapkan dapat menjadi
salah satu rujukanbagi berbagai organisasi sosial wanita di daerah-daerah
dalam mengembangkan sumber daya manusianya, terutama sebagai profil
organisasi yang mandiri dan otonom. Masukan ini juga diharapkan bisa
menjadi pedoman bagi fungsionaris organisasi sosial wanita dalam menyusun
KESIMPULAN
Dari pemaparan hasil penelitian dan analisis data, sesuai dengan rumusan
penelitian yang diajukan, penelitian ini menarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Eksistensi Organisasi Sosial Perempuan di Kabupaten Malang
Eksistensi Organisasi Sosial Perempuan di Kabupaten Malang terbentuk atas
interaksi program kegiatan yang tersusun dengan frekuensi implementasi
progam organisasi sosial wanita yang didasarkan pemetaan situasi dan kondisi
masyarakat Kabupaten Malang. Bentuk Eksistensi diwujudkan dalam peran
kepemimpinan dalam pemberdayaan masyarakat dan aktualisasi diri, bermitra
dengan stakeholder pembangunan dalam memberdayakan masyarakat
kabupaten Malang, kapasitas kelembagaan dan kader yang ditinjau dari tingkat
pendidikan, tingkat ekonomi, tingkat kesehatan para anggota dan pengurus.
Pola Pengembangan Pembinaan Wanita Pemimpin Kegiatan Sosial di
Kabupaten Malang
Setelah dikemukakan bahwa eksistensi memiliki hubungan interaksi
program kegiatan yang tersusun dengan frekuensi implementasi progam
organisasi serta dengan kapasistas kelembagaa dan kader itu sendiri, maka
pola pengembangan pembinaan wanita pemimpin kegiatan sosial di Kabupaten
Malang dapat diilustrasikan dalam gambar berikut:
REKOMENDASI
1. Organisasi Sosial Perempuan Kabupaten Malang
a. Ketua organisasi sosial perempuan perlu memberikan perhatian dalam
pengembangan sumber daya manusia secara terorganisir dan
berkesinambungan di organisasinya masing-masing
b. Program dan kegiatan yang mendorong terjadinya eksistensi dan aktualisasi
perlu dilakukan sosialisasi dan implementasi baik yang sifatnya jangka
panjang, tahunan dan insidental.
c. Perlu dikembangkan nilai-nilai kepemimpinan secara masif sebagai
pembentukan budaya organisasi sosial perempuan profesional.
2. Pemerintah Kabupaten Malang
a. Pemerintah Kabupaten Malang hendaknya mendorong terciptanya sistem
kelembagaan secara profesional pada organisasi sosial perempuan di
Kabupaten Malang. Oleh sebab itu temuan penelitian ini menjadi sangat
berharga digunakan acuan awal untuk melakukan pengembangan dan
DAFTAR RUJUKAN
Abstraksi
DPRD
FORMAL NON /IN
FORMAL
MASYARAKAT/KO
NSTITUEN IMPLEMENTASI
Reses merupakan bentuk kegiatan yang secara legal formal telah diatur
dalam tata tertib DPRD yang harus dilakukan di masing-masing Daerah
Pemilihannya MONITORING
(Dapil) - untuk
EVALUASI
memperoleh aspirasi konstituen. Di Kabupaten
Malang reses telah diatur dalam dalam peraturan DPRD Nomor 10 Tahun 2010
tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Malang Bab IX, Persidangan, Rapat, dan
Pengambilan Keputusan bagian kesatu Persidangan Pasal 69, yaitu :
(1) Pada awal masa jabatan keanggotaan, tahun sidang DPRD dimulai pada
saat pengucapan sumpah/janji Anggota.
(2) Tahun sidang dibagi dalam 3 (tiga) masa Persidangan
(3) Masa Persidangan meliputi masa sidang dan masa Reses, kecuali pada
persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD, masa reses
ditiadakan.
(4) Masa reses dilaksanakan tiga kali dalam satu tahun paling lama enam hari
kerja dalam satu kali reses;
(5) Reses dipergunakan untuk mengunjungi daerah pemilihan Anggota yang
bersangkutan dan menyerap aspirasi masyarakat;
(6) Setiap melaksanakan tugas reses sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), Anggota DPRD secara perorangan atau kelompok wajib membuat
RESES
TAHAP I TAHAP II
MASYARAKAT
PROGRAM
Perwujudan Partisipasi
Grass Goverment
root
Partisipasi melalui swakelola, swadaya Partisipasi masyarakat sangat terbatas, melihat
masyarakat yang berasal dari inisisatif jenis pembangunan yang dilaksanakan.
masyarakat itu sendiri berupa ide, material, Misalkan yang dikerjakan oleh PT, CV.
uang, makanan,tenaga, dll
MASYARAKAT
KESIMPULAN
REKOMENDASI
Ada beberapa saran yang dapat dijadikan rekomendasi bagi pihak-pihak
pemangku kepentingan (stakeholders) mengenai komunikasi politik, yaitu :
1. Bagi Pemerintah Kabupaten Malang, diharapkan dapat mensupport
kebutuhan reses secara penuh, dengan harapan reses dapat dilaksanakan
secara efektif dan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal Budianto. 2010. Pemimpin Politik dan Kualitas Demokrasi. ITS Pres.
Surabaya.
Bellah, Robert N, 1970, Beyond Bellief, Bantam Books, New York
Bogdan, R.C., & Biklen, S.K.B. 1998. Qualitative Research for Education : An
Introduction to Theory and Methods. Boston. Allyn and Bacon, Inc.
Bogdan, R., &Taylor, S.J. 1993. Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian. Penterjemah : A.
Khozin Afandi. Surabaya : Usana Offset Printing.
Dan Nimmo. 2005. Komunikasi Politik; Komunikator, Pesan, dan Media. Remaja
Rosda Karya. Bandung.
Dryden, Gordon and Jeannette Vos, The Learning Revolution, Auckland: Profile Books,
1993.
Fauzie Ridjal dan M. Rusli Karim. 1991. Dinamika Budaya dan Politik dalam
Pembangunan. Tiara Wacana. Yogyakarta.
Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik; Komunikasi dan Psitioning Ideologi Politik di
Era Demokrasi. Yayasan Obor. Jakarta.
Friedmann, John, 1992, Empowerment, The Politics of Alternative Development,
Blackwell Publisher, Cambridge-Oxford.
Hodgson, Marshall G. S, 1974, The Venture of Islam, Conscience and History in a
World Civilization, University of Chicago Press, Chicago – Ilinois
Lincoln, Yvonna S. and Guba, Egon G. 1985.Naturalistic Inquiry.SAGE Publication,
Inc. India.
Miles. B Matthew dan A. Michael Huberman 1992.Analisis Data Kualitatif.Buku
Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Penerbit Universitas Indonesia
Jakarta.
Mohtar Mas’oed. 1999. Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan. UII Pres.
yogyakarta.
_____________.2003. Politik, Birokrasi dan Pembangunan. Pustaka Pelajar.
Yogakarta.
Moleong, L. J. l991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.
Nasution, S.1988. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif.Penerbit Tarsito
Bandung.
Nasution, S.1988. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif.Penerbit Tarsito
Bandung.
Patton, M.Q. 1980. Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills: SAGE
Publications, Inc.
Rahmat, Jalaludin, 1997, Generasi Muda di Tangah Arus Perkembangan
Informasi, dalam Idy Subandi Ibrahim, Ecstacy Gaya Hidup, Kebudayaan
Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Penerbit MIZAN, Bandung.