e-ISSN:et2406-9337
al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan
Jurnal IlmuTropis 6(2):138-145
dan Teknologi Peternakan Tropis,
Mei 2019, 6(2):138-145
Terakreditasi
Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti DOI: http://dx.doi.org/10.33772/jitro.v6i2.5571
Keputusan No: 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018 http://ojs.uho.ac.id/index.php/peternakan-tropis
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui peramalan populasi sapi potong, diversifikasi produk
daging sapi potong, dan strategi pengembangan sapi potong di Jawa Timur. Penelitian dilakukan di Jawa
Timur. Metode yang dipergunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif dan korelasional. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan melakukan wawancara langsung
dan FGD dan data sekunder yang diambil dari BPS, dinas terkait, buku-buku referensi, dan internet.
Metode analisis data menggunakan analisis time series menggunakan metode Box-Jenkins (ARIMA)
dengan Eviews, analisis nilai tambah dan analisis SWOT. Hasil yang diperoleh dari peramalan produksi
sapi potong pada tahun 2017 hingga 2022 cenderung meningkat. Diversifikasi produk pengolahan sapi
potong yaitu bakso dan abon daging. Hasil analisis nilai tambah, margin untuk keuntungan usaha bakso
yaitu 22,18%, lebih kecil daripada marjin pendapatan atau imbalan tenaga kerja yaitu 32,73%. Margin
untuk keuntungan industri usaha abon daging yaitu 23,12%, lebih besar daripada marjin pendapatan atau
imbalan tenaga kerja yaitu 18,29%. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa posisi kompetitif relatif dan
berada pada kuadran SPEKULATIF dengan nilai IFAS 1,99 dan EFAS 3,72. Pengembangan sapi potong
di Jawa Timur memiliki peluang yang prospektif akan tetapi produsen belum mampu
mengembangkannya.
Kata Kunci : diversifikasi, populasi, spi potong, strategi pengembangan
ABSTRACT
The purpose of this research was to forecast beef cattle population, diversification of beef
products, and strategies of developing beef cattle in East Java. The study was conducted in East Java. The
method used in this study was descriptive and co-relational methods. The data used in this study are
primary data obtained by conducting direct interviews and FGDs; and secondary data taken from BPS,
related agencies, reference books and the internet. The method of data analysis used was time series
analysis using the Box-Jenkins (ARIMA) method with Eviews, value added analysis, and SWOT analysis.
The results obtained from forecasting beef cattle production in 2017 to 2022 show increased trend.
Diversification of beef processed products are meatballs (bakso) and meat floss (abon). The results of
value added analysis showed the margin for the profit of the meatball business was 22.18%, relatively
smaller than the income margin or labor benefits, which was 32.73%. The margin for the industrial profits
of the shredded meat business was 23.12%, which was greater than the income margin or labor benefit
(18.29%). The results of the SWOT analysis indicated that the relative competitive position is in the
SPECULATIVE quadrant with IFAS value of 1.99 and EFAS 3.72. This means that beef cattle
development in East Java has a prospective opportunity but producers have not been able to develop it.
Keywords: beef, diversification, development strategy, population
138
Soetriono et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 6(2):138-145
139
Soetriono et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 6(2):138-145
140
Soetriono et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 6(2):138-145
Tabel 4. Hasil peramalan produksi sapi potong di meningkat. Populasi sapi potong di Jawa Timur
Jawa Timur tahun 2017-2022 tahun 2017 adalah 4.549.619 ekor meningkat di
Tahun Produksi (ekor) tahun 2018 menjadi 4.691.394 ekor. Kenaikan
2017 4.549.619 populasi kembali terjadi pada tahun 2019 dan
2018 4.691.394 2020 berturut-turut 4.833.168 ekor dan 4.974.943
2019 4.833.168 ekor. Pada tahun 2021 dan tahun 2022 juga
2020 4.974.943 mengalami peningkatan populasi menjadi
2021 5.116.717 5.116.717 ekor dan 5.258.492 ekor.
2022 5.258.492
Perkembangan populasi sapi potong di Jawa
Sumber: Data sekunder diolah, 2017
Timur dapat dilihat dari hasil grafik forecasting
Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa dari tahun 2012 hingga 2022 pada Gambar 1.
hasil peramalan populasi sapi potong di Jawa
Timur tahun 2017 hingga 2022 cenderung
5,400,000
Forecast: SAPIF
5,200,000 Actual: SAPI
Forecast sample: 2012 2022
5,000,000 Adjusted sample: 2014 2022
Included observations: 3
4,800,000 Root Mean Squared Error 742.5023
Mean Absolute Error 453.5245
4,600,000 Mean Abs. Percent Error 0.010628
Theil Inequality Coefficient 8.70E-05
4,400,000 Bias Proportion 0.332093
Variance Proportion 0.001698
4,200,000 Covariance Proportion 0.666209
4,000,000
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
SAPIF ± 2 S.E.
Analisis Nilai Tambah Sapi Potong kebutuhan daging sapi bagi masyarakat di daerah
Peternakan sapi potong di Jawa Timur ini, namun jumlah sapi yang dipotong masih
didominasi oleh peternakan rakyat.Sebagian besar rendah. Banyak cara yang dikembangkan untuk
peternak hanya memiliki sapi potong sebesar 1-4 meningkatkan nilai guna dan daya simpan daging
ekor. Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, segar seperti diolah menjadi sosis, bakso, dan abon
Sapi Perah dan Kerbau (PSPK 2011), populasi sapi yang dapat dilihat pada Gambar 2.
potong di Jawa Timur sudah mampu memenuhi
141
Soetriono et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 6(2):138-145
142
Soetriono et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 6(2):138-145
Hasil analisis nilai tambah pengolahan imbalan tenaga kerja dari pada perusahaan atau
komoditas sapi potong menjadi bakso dan abon industrinya.
daging dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil analisa Abon Sapi. Bahan baku pembuatan abon
bentuk olahan sapi potong dapat dijelaskan di terdiri dari daging sebagai bahan baku utama dan
bawah ini. minyak goreng, bawang merah, bawang putih,
Bakso. Bahan baku pembuatan bakso terdiri jahe, garam, gula, kunyit, kencur, penyedap,
dari daging sebagai bahan baku utama dan bawang lombok besar serta plastik untuk label sebagai
goreng, bawang putih, telur, garam, masako, bahan penunjang yang digunakan untuk mengolah
merica, pengenyal, tapioka, penyedap, es batu, abon. Daging yang diolah untuk satu kali proses
serta plastik untuk label sebagai bahan penunjang produksi adalah sebanyak 5 kg yang dibeli dengan
yang digunakan untuk mengolah bakso. Daging harga Rp 95.000,00 per kilogram. Pengolahan
yang diolah untuk satu kali proses produksi
daging menjadi abon memberikan nilai tambah
sebanyak 50 kg yang dibeli dengan harga Rp
yang positif dengan ditunjukkan dari nilai tambah
95.000,00 per kilogram. Pengolahan daging
menjadi bakso memberikan nilai tambah yang yang lebih dari satu yaitu Rp 14.491,53 per
positif dengan ditunjukkan dari nilai tambah yang kilogram bahan baku, artinya penerimaan
lebih dari satu yaitu sebesar Rp 30.198,27 per pengusaha setiap mengolah satu kilogram daging
kilogram bahan baku, artinya penerimaan menjadi abon sebesar Rp 14.491,53. Sedangkan
pengusaha setiap mengolah satu kilogram daging keuntungan yang didapatkan ketika abon sudah
menjadi bakso sebesar Rp 30.198,27. Sedangkan terjual dipasaran sebesar Rp 8.091,53 per kilogram
keuntungan yang didapatkan ketika bakso sudah bahan baku, yang artinya dengan keseluruhan
terjual dipasaran adalah sebesar Rp 12.198,27 per biaya yang dikeluarkan selama proses produksi
kilogram bahan baku, yang artinya dengan pemanfaatan daging dalam pembuatan abon adalah
keseluruhan biaya yang dikeluarkan selama proses menguntungkan.
produksi pemanfaatan daging dalam pembuatan Berdasarkan analisis nilai tambah ini
bakso adalah menguntungkan. diperoleh marjin dari pengolahan abon sebesar Rp
Berdasarkan analisis nilai tambah, diperoleh 35.000,00 per kilogram. Marjin ini merupakan
marjin dari pengolahan bakso sebesar Rp selisih harga atau nilai produksi sebesar Rp
55.000,00 per kilogram. Marjin ini merupakan 130.000,00 per kilogram dengan nilai input atau
selisih harga atau nilai produksi sebesar Rp harga bahan baku sebesar Rp 95.000,00 per
150.000,00 per kilogram dengan nilai input atau kilogram, marjin ini kemudian didistribusikan
harga bahan baku sebesar Rp 95.000,00 per menjadi imbalan tenaga kerja, sumbangan input
kilogram. Marjin ini kemudian didistribusikan lain, dan juga keuntungan perusahaan atau industri.
menjadi imbalan tenaga kerja, sumbangan input Marjin yang didistribusikan untuk tenaga kerja
lain, dan juga keuntungan perusahaan atau industri. sebesar Rp 6.400,00 per kilogram atau 18,29
Marjin yang didistribusikan untuk tenaga kerja persen. Marjin untuk sumbangan input lain sebesar
adalah sebesar Rp 18.000,00 per kilogram atau Rp 20.508,47 per kilogram atau 58,60 persen.
sebesar 32,73 persen. Marjin untuk sumbangan Sedangkan marjin untuk keuntungan perusahaan
input lain sebesar Rp 24.801,73 per kilogram atau atau industri sebesar Rp 8.091,53 per kilogram
45,09 persen. Sedangkan marjin untuk keuntungan atau 223,12 persen, yang merupakan imbalan bagi
perusahaan atau industri sebesar Rp 12.198,27 per perusahaan atau industri atas penggunaan modal,
kilogram atau 22,18 persen, yang merupakan aktiva dan manajemen. Dari hasil distribusi marjin
imbalan bagi perusahaan atau industri atas keuntungan perusahaan atau industri tersebut
penggunaan modal, aktiva dan manajemen. didapatkan kesimpulan bahwa margin untuk
Berdasarkan distribusi marjin keuntungan keuntungan perusahaan atau industri lebih besar
perusahaan atau industri tersebut didapatkan daripada marjin pendapatan atau imbalan tenaga
kesimpulan bahwa margin untuk keuntungan kerja, dalam hal ini pengusaha abon lebih
perusahaan atau industri lebih kecil daripada mementingkan keuntungan perusahaan atau
marjin pendapatan atau imbalan tenaga kerja. industrinya daripada pendapatan atau imbalan
Dalam hal ini pengusaha bakso lebih tenaga kerja.
mementingkan keuntungan pendapatan atau
143
Soetriono et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 6(2):138-145
Strategi Pengembangan Sapi Potong di Jawa penguatan kelompok; (2) penegakan aturan main;
Timur (3) melakukan proteksi terhadap kawasan sentra
Hasil Analisis SWOT terhadap Kekuatan, pengembangan; dan (4) mengembangkan industri
Kelemahan, Peluang dan Ancaman Pengembangan melalui regulasi pemerintah.
sapi potong di Jawa Timur, nilai IFAS pada faktor Tahapan pengembangan sapi potong di Jawa
kekuatan didapatkan nilai tertinggi sebesar 0,18 Timur mulai dari hulu sampai hilir dan
yaitu faktor setiap wilayah memiliki Rumah pendukungnya yang dapat dilakukan untuk 5 tahun
Pemotongan Hewan (RPH) dan Tempat kedepan yaitu antara lain:
Pemotongan Hewan (TPH). Sementara itu, faktor 1. Tahun pertama dilakukan penyediaan bibit
kelemahan diperoleh nilai tertinggi sebesar 0,24 pejantan sapi terseleksi dan induk yang
yaitu faktor ternak sebagai usaha sambilan dan terstandirisasi khas sapi Jawa Timur dan
kondisi kandang ternak sapi belum dikelola dengan penyediaan bahan dan alat gertak birahi dan
baik. Nilai EFAS pada faktor peluang diperoleh inseminasi buatan;
nilai tertinggi sebesar 0,32 yaitu faktor permintaan 2. Tahun kedua dilakukan optimalisasi lahan
dan kebutuhan daging meningkat. Faktor ancaman, sumber pakan (sawah, tegal, kebun, ladang, dll
didapatkan nilai tertinggi sebesar 0,32 yaitu faktor dan tersedianya bibit rumput unggul dan lahan
data riil populasi ternak belum akurat, masuknya tempat produksi pakan ternak serta membangun
produk daging secara illegal dan jumlah RPH insfrastruktur pengairan untuk hijauan makanan
terstandarisasi sedikit. Hasil diagram matrik ternak;
analisis SWOT menunjukkan bahwa posisi 3. Tahun ketiga peningkatan kapasitas dan
kompetitif relatif dan berada pada kuadran produktifitas (anak sapi lahir hasil IB)
SPEKULATIF dengan nilai IFAS 1,99 dan EFAS inseminator dari rata-rata 50 ekor menjadi
3,72. Hal ini berarti Pengembangan Sapi Potong di minimal 500 ekor per inseminator dan
Jawa Timur memiliki peluang yang prospektif sertifikasi ternak untuk menjamin kemanan
akan tetapi produsen belum mampu mengembang- ternak;
kannya. Berdasarkan matrik SWOT, diperoleh 4. Tahun keempat dilakukan Sertifikasi ternak
beberapa alternatif strategi antara lain: untuk menjamin keamanan ternak dam
1. Fasilitasi pembiayaan dengan pendampingan mengoptimalkan fungsi RPH untuk
yang ketat dan terarah; memproduksi daging sapi yang ASUH;
2. Peningkatan kualitas lahan guna menjamin 5. Tahun kelima dilakukan Mengoptimalkan
ketersediaan pakan; fungsi RPH untuk memproduksi daging sapi
3. Melakukan pemetaan potensi ternak dan yang ASUH dan mendorong tumbuhnya
kondisi RPH dan fasilitas pendukung lainnya; industry pengolahan daging serta membentuk
4. Mendorong pengusa-haan ternak sapi secara sentra-sentra peternakan rakyat (SPR) pada
terintegrasi guna mene-kan biaya produksi me- kawasan-kawasan pengembangan yang telah
lalui penguatan kelompok; ditetapkan.
5. Penegakan aturan main; Tahapan tersebut harus didukung dengan
6. Melakukan proteksi terhadap kawasan sentra peningkatan kualitas sumberdaya manusia,
pengembangan; pengembangan kelembagaan pelayanan
7. Mengembangkan industri melalui regulasi peternakan, penguatan pemasaran hasil sapi potong
pemerintah; tersbeut dan peningkatan kemitraan dengan
8. Pelaku agribisnis perlu menentukan perusahaan pemerintah maupun swasta.
keseimbangan permintaan dan penawaran;
9. Perketat pemeriksaan teknis terhadap produk KESIMPULAN
daging yang masuk; Peramalan produksi sapi potong pada tahun
10. Menetapkan kuota impor daging sapi secara 2017 hingga 2022 cenderung meningkat.
kontinyu. Diversifikasi produk sapi potong menjadi bakso
Berdasarkan beberapa pilihan alternatif dan abon memberikan keuntungan berupa: (a)
tersebut, ditentukan prioritas strategi yaitu (1) margin untuk keuntungan usaha bakso adalah
mendorong pengusahaan ternak sapi secara
22,18%, lebih kecil dari pada marjin pendapatan
terintegrasi guna menekan biaya produksi melalui
144
Soetriono et al./Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 6(2):138-145
atau imbalan tenaga kerja yaitu 32,73%, (b) margin Dharmasraya. Jurnal Peternakan Indonesia
untuk keuntungan industri usaha abon daging 17(3):187-194.
adalah 23,12%, lebih besar dari pada margin Kusriatmi, R. Oktaviani, Y. Syaukat, & A. Said.
pendapatan atau imbalan tenaga kerja yaitu 2014. Peranan teknologi inseminasi buatan
18,29%. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa (IB) pada produksi sapi potong di Indonesia.
posisi kompetitif relatif dan berada pada kuadran Jurnal Agro Ekonomi 32(1):57-74.
SPEKULATIF dengan nilai IFAS 1,99 dan EFAS
3,72. Pengembangan sapi potong di Jawa Timur Malotes, J. 2016. Strategi .pengembangan usaha
peternakan sapi potong di Kecamatan
memiliki peluang yang prospektif akan tetapi
Tinakung Utara Kabupaten Banggai
produsen belum mampu mengembangkannya.
Kepulauan. Jurnal Agroland 23(3):198-207.
DAFTAR PUSTAKA Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Rosdakarya. Bandung
Abdullah, A. & H. Ibrahim. 2014. Persepsi
peternakan terhadap kinerja penyuluhan Nurjayanti, E. Dewi, Darsono, & S. Supardi. 2012.
dalam pengembangan teknologi pengolahan Dinamika dan model ARIMA penawaran
jerami padi dan limbah ternak sapi potong. beras di Kabupaten Sukoharjo sebelum dan
JITRO 1(1):99-107. selama pPelaksanaan otonomi daerah.
MEDIAGRO 8(1):61-71.
Ananta, A., H. Hafid, & L.O.A. Sani. 2015.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Otoluwa, M.A., A.H.S. Salendu, A.K. Rintjap, &
produktivitas usaha ternak sapi bali pada M.T. Massie. 2016. Prospek pengembangan
peternak transmigran dan non transmigran di usaha ternak sapi potong di Kecamatan
Pulau Kabaena Kabupaten Bombana. JITRO Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang
2(3):52-67. Mongodow Utara. Jurnal Zootek 36(1):191-
197.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan. 2016. Laporan Tahunan DITJEN Rangkuti, F. 2013. SWOT Balanced Scorecard.
PKH 2016. Direktorat Jenderal Peternakan Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
dan Kesehatan Hewan. Jakarta. Rosita, F., H. Hafid, & R. Aka. 2015. Susut Masak
Habib S. 2008. Strategi Pengembangan Usaha dan Kualitas Organoleptik Bakseo Daging
Bakso. Rajawali Press. Jakarta. Sapi dengan penambahan Tepung Sagu pada
Level yang Berbeda. JITRO 2(1):7-14.
Hasiruddin, H. Hafid & L. Malesi. 2015. Potensi
dan kelayakan finansial usaha peternakan Siregar & N. Ilham. 2013. Upamya Peningkatan
sapi potong di Desa Alebo Kecamatan Efisiensi Usaha Ternak Ditinjau dari Aspek
Konda Kabupaten Konawa Selatan. JITRO 2 Agribisnis yang Berdaya Saing. Forum
(3):88-105. Penelitian Agro Ekonomi 21(1):57-66.
Indrayani, I. & J. Hellyward. 2015. Optimalisasi Yusuf, A., H. Hafid, & A.M. Tasse. 2016. Analisis
produksi dan maksimalisasi keuntungan pendapatan pedagang bakso sapi di
usaha ternak sapi potong dengan sistem Kabupaten Kolaka. JITRO 3(3):57-66.
integrasi sapi-sawit di Kabupaten
145