PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
1. Mahasiswa dapat menjelaskan terminologi dari skenario
2. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan merokok dengan keluhan pasien.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan pekerjaan dengan keluhan pasien.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab sesak sering terjadi di malam hari.
5. Mahasiswa dapat menjelaskan interpretasi dari hasil pemeriksaan skenario.
6. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosa banding dari skenario.
7. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosis kerja pada skenario.
1.3 MANFAAT
Manfaat dari penyusunan laporan pleno LBM IV yang berjudul “NAFASKU
BERAT” agar mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar mampu
memahami dan menjelaskan mekanisme keluhan pada skenario bisa terjadi, apa diagnosis
banding, diagnosis kasus pada skenario dan penatalaksanaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
e. Metered dose inhaler (MDI) adalah alat terapi inhalasi dengan dosis yang
terukur yang disemprotkan dalam bentuk gas ke dalam mulut dan dihirup.
2. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah ada hubungan pasien yang merokok dengan keluhan sesak nafas?
Jelaskan!
3. Mengapa sesak nafas pada skenario sering kambuh pada malam hari?
4. Interpretasi pemeriksaan pada skenario !
5. Sebutkan jenis-jenis bronkodilator !
6. Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
pada skenario?
3. BRAINSTORMING
1. Apakah ada hubungan pasien yang merokok dengan keluhan sesak nafas?
Jelaskan!
2. Apakah ada hubungan pekerjaan pasien sebagai karyawan pabrik thiner dengan
keluhan sesak nafas? Jelaskan!
3. Mengapa sesak nafas pada skenario sering kambuh pada malam hari?
Sesak nafas pada malam hari terjadi karena seseorang terkena alergi
pada sore harinya dan dampaknya terasa pada malam hari. Ada juga Ritme
Sirkadian merupakan perubahan fungsi tubuh yang terjadi secara berulang.
Misalnya pada malam hari aktifitas organ tubuh akan berkurang karena
biasanya pada malam hari lebih sering digunakan untuk beristirahat. Pada
masa ini tubuh lebih rentan terserang sesak nafas.
b. Dada empisematous merupakan dada tong, dada yang bulat dan menonjol
(barel cheast)
c. Sela iga melebar
a. Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari)
b. Golongan agonisbeta-2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatam jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebulizer dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dinjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasiantikolinergik dan agonis beta-2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
d. Golongan xantin
dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
6. Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis pada
skenario?
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
• Uji bronkodilator
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi Foto toraks PA dan lateral
Berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema
terlihat gambaran : - Hiperinflasi - Hiperlusen - Ruang retrosternal melebar -
Diafragma mendatar Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di
Indonesia 6 - Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
• Radiologi Normal
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus.
4. RANGKUMAN PERMASALAHAN
Merokok sejak Demam sub Dada
Sesak nafas SMP febril empisematous
Terdapat tanda-tanda
obstruksi pada saluran nafas
Bronchitis
PPOK emfisema asma
kronis
Etiologi
Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari
tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa
pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi
adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi
terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas.
Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah
kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan
parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1), dan rasio
volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(FEV1/FVC).
Manifestasi klinis
a. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3
bulan dalam 2 tahun terakhir yang tidak hilang dengan
pengobatan yang diberikan. Batuk dapat terjadi sepanjang hari
atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
b. Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi
sputum. Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak
terus menerustanpa disertai batuk. Karakterisktik batuk dan
dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.\
c. Sesak napas
B. EMFISEMA
Definisi
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
udra distalbronkiolus terminal, disertaikerusakan dinding alveoli.
Etiologi
Patofiosologi
Manifestasi klinis
a. Sesak nafas
b. Mengi
c. Batuk kronis
d. Hilangnya berat badan
C. BRONKITIS KRONIS
Definisi
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua
tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Etiologi
a) Panjanan unsur iritan
b) Kebiasaan merokok
c) Predisposisi genetik
Patofisiologi
Bronkitis kronis terjadi ketika unsur-unsur iritan
dinding bronkus.
Manifestasi klinis
a) Sputum yang banyak dan berwarna kelabu, putih, ataupun
kuning
b) Batuk produktif
c) Dispnea
d) Sianosis
f) Edema pedis
h) Wheezing
j) Ronkhi
D. ASMA
Definisi
Asma suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan)
kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan
rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari
yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan.
Etiologi
Etiologi asma masih menjadi perdebatan di kalangan
para ahli, namun secara umum terjadinya asma dipengaruhi
oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik
diantaranya riwayat atopi, pada penderita asma biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga memiliki alergi.
Hipereaktivitas bronkus ditandai dengan saluran napas yang
sangat sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen atau
iritan. Jenis kelamin, pada pria merupakan faktor risiko asma
pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak
laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan.
Menjelang dewasa perbandingan tersebut kurang lebih
berjumlah sama dan bertambah banyak pada perempuan usia
menopause. Obesitas, ditandai dengan peningkatan Body
Mass Index (BMI) > 30kg/m2. Mekanismenya belum
diketahui pasti, namun diketahui penurunan berat badan
penderita obesitas dengan asma dapat memperbaiki gejala
fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
Alergen dalam lingkungan tempat tinggal seperti
tungau, debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit
binatang seperti anjing, kucing, dll adalah faktor lingkungan
yang dapat mencetuskan terjadinya asma. Begitu pula dengan
serbuk sari dan spora jamur yang terdapat di luar rumah.
Faktor lainnya yang berpengaruh diantaranya alergen
makanan (susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah,
coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap, pengawet, dan pewarna
makanan), bahan iritan (parfum, household spray, asap rokok,
cat, sulfur,dll), obat-obatan tertentu (golongan beta blocker
seperti aspirin), stress/gangguan emosi, polusi udara, cuaca,
dan aktivitas fisik.
Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos
bronkiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang
umum adalah hipersensitivitas bronkioulus terhadap benda-
benda asing di udara. Pada Asma, antibody Ig E umumnya
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru,
yang berhubungan erat dengan brokiolus dan bronkus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan edema lokal pada dinding bronkioulus kecil
maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkioulus
dan spasme otot polos bronkiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang
selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan
tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian
luar bronkiolus. Bronkiolus yang sudah tersumbat sebagian
selanjutnya akan mengalami obstruksi berat akibat dari
tekanan eksternal. Penderita asma biasanya dapat melakukan
inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sulit melakukan
ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan Asma akibat kesukaran mengeluarkan udara
ekspirasi dari paru. Keadaan ini bisa menyebabkan terjadinya
barrel chest.
Manifestasi klinis
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma,
tergantung dari episode gejala dan derajat obstruksi saluran
napas. Melalui pemeriksaan fisik pasien asma, tampak adanya
perubahan bentuk anatomi thoraks dan ditemukan perubahan
cara bernapas. Pada pemeriksaan inpeksi dapat ditemukan
pasien menggunakan otot napas tambahan di leher, perut, dan
dada, napas cepat hingga sianosis, juga kesulitan bernapas.
Ekspirasi memanjang dan mengi dapat ditemukan saat
dilakukan auskultasi pada pasien asma.
Tatalaksana
Terapi farmakologi
A. Bronkodilator
Antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah
ipratropium, oxitropium dan tiopropium bromide. Efek
utamanya adalah memblokade efek asetilkolin pada reseptor
muskarinik. Efek bronkodilator dari short acing
anticholinergic inhalasi lebih lama dibanding short acting β2
agonist. Tiopropium memiliki waktu kerja lebih dari 24 jam.
Aksi kerjanya dapat mengurangi eksaserbasi dan hospitalisasi,
memperbaiki gejala dan status kesehatan (Evidence A), serta
memperbaiki efektivitas rehabilitasi pulmonal (Evidence B).
Efek samping yang bisa timbul akibat penggunaan
antikolinergik adalah mulut kering. Meskipun bisa
menimbulkan gejala pada prostat tapi tidak ada data yang
dapat membuktikan hubungan kausatif antara gejala prostat
dan penggunaan obat tersebut.
B. Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin.
Obat ini dilaporkan berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi.
Namun obat ini tidak direkomendasikan jika obat lain tersedia.
C. Kortikosteroid
Kortikosteroid inhalasi yang diberikan secara regular dapat
memperbaiki gejala, fungsi paru, kualitas hidup serta mengurangi
frekuensi eksaserbasi pada pasien dengan FEV1<60% prediksi.
D. Phosphodiesterase-4 inhibitor
1. Rehabilitasi
2. Konseling nutrisi
3. Edukasi
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, diagnosis kerja pada scenario LBM IV ini
adalah PPOK, PPOK merupakan penyakit paru obtruktif kronis yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau
reversibel parsial.penyebabnya adalah emfisema, bronchitis kronis, atau keduanya.
Dengan manifestasi klinis batuk kronik, berdahak kronik, dan Sesak napas.
Penatalkasanaannya ada yang secara farmakologi dan non farmakalogi.
DAFTAR PUSTAKA
Crit Chest Ina J.dkk. 2014. Cronic Obstructive Pulmonary Disease.( Vol 1 no 2). Hal 83-87.
Djojodibroto, R A. 2009. Emfisema. Dalam: Respirologi. Jakarta: EGC. Hal: 116-118.
Goldman, L., & Ausiello, D. (2012). Cecil Medicine (Vol. 24th). Philadelphia: Saunders
Elsevier.
Hall, J. E., & Guyton, A. C. (2011). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (12th
ed.). New York: Saunders Elsevier.
Price AS, Wilson ML.,2006. Pola Obstruktif pada Penyakit Pernapasan. Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. EGC. 784-5.
Rab, Tabrani H., 2010. Asma Bronkiale. Dalam: Ilmu penyakit Paru. Trans Info Media,
jakarta.