Pengenalan Proteksi Sistem Tenaga Listrik
Pengenalan Proteksi Sistem Tenaga Listrik
Jenjang I
i
TIM PENYUSUN
(Sesuai SK Manajer Udiklat Semarang)
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAB I. DASAR PROTEKSI
PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK 1
iii
2.5. PBO dan SSO 26
2.5.1. Penutup balik otomatis 26
2.5.2. Saklar seksi otomatis 28
2.6. Relai frekuensi kurang 30
iv
5.2. Diagram proteksi generator 59
5.2.1. Generator dengan kapasitas kecil 59
5.2.2. Pembangkit dengan kapasitas besar 59
5.2.2.1. Proteksi Generator PLTU 59
5.2.2.2. Proteksi Generator PLTG 63
5.2.2.3. Proteksi Generator PLTP 65
5.2.2.4. Proteksi Generator PLTA 67
5.2.2.5. Proteksi Generator PLTD 68
5.3. Prinsip kerja dan karakteristik relai proteksi Pembangkit 69
5.3.1. Relai Arus Lebih 69
5.3.2. Relai Diferensial 70
5.3.3. Relai stator hubung tanah 70
5.3.4. Proteksi rotor hubung tanah 71
5.3.5. Relai Arus Lebih Urutan negatip 71
5.3.6. Relai Fluksi Lebih 72
5.3.7. Relai Daya Balik 73
5.3.8. Relai kehilangan Penguat medan 75
5.3.9. Relai Lepas Sinkron 78
5.3.10. Relai tegangan seimbang 78
5.3.11. Relai tegangan Lebih dan tegangan kurang 80
5.3.12. Relai jarak 80
LAMPIRAN i
v
BAB I
DASAR PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK
LISTRIK
Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari rangkaian peralatan yang sangat
memungkinkan untuk mengalami gangguan, baik sebagai akibat dari faktor luar
maupun dari kerusakan peralatan itu sendiri. Untuk itulah diperlukan sistem
proteksi yang pada prinsipnya bertugas sebagai berikut :
1. Mendeteksi gangguan yang terjadi dengan cara mengenali gejala
gangguan yang dapat berupa perubahan besaran tegangan, arus, sudut
fasa maupun frekuensi.
2. Membebaskan (memisahkan) bagian sistem yang terganggu dari sistem
yang tidak terganggu.
1
4. Mengurangi stress pada peralatan yang tidak terganggu. Gejala gangguan
yang terjadi pada suatu tempat akan dirasakan oleh peralatan yang tidak
terganggua disekelilingnya. Misalnya gangguan hubung singkat maka
akan mengalirkan arus yang sangat besar yang melewati komponen
sistem (peralatan) disekitarnya dan ini menimbulkan stress pada peralatan
tersebut yang pada akhirnya bisa mengurangi umur (life time) peralatan.
Pemilik sistem tenaga listrik tentu berharap setiap saat proteksi yang terpasang
bisa bekerja normal sesuai yang diharapkan. Namun demikian perlu dimaklumi
bahwa proteksi itu sendiri merupakan rangkaian dari beberapa peralatan yang
masing-masing mempunyai kemungkinan rusak atau gagal beroperasi. Semakin
besar harapan yang diminta akan semakin besar pula sumber daya yang harus
diberikan pada sistem proteksi. Untuk itu diperlukan keputusan yang logis, yang
mempertimbangkan keseimbangan antara tingkat keperluan dan biaya yang
harus dikeluarkan. Sebagai contoh kompleksitas proteksi pada sistem tegangan
menengah tentu tidak perlu sama dengan proteksi pada sistem tegangan tinggi.
2
HV / MV
PMT PT
CT
Relai
Suplai DC
Gambar 1-
1-1 Fault Clearing System
3
nominalnya atau lebih. Dalam keadaan seperti ini, CT tidak boleh jenuh
karena kalau jenuh maka arus sekunder menjadi kecil sekali. CT
pengukuran dibuat cepat jenuh karena arus yang diukur besarnya hanya
sekitar arus nominalnya saja.
4. Burden, menyatakan kemampuan CT pada beban nominal dalam volt
amper (VA), perlu diperhatikan pada CT pengukuran. Burden 50 VA
dengan arus sekunder 5 amper, maka tegangan maksimum 50/5 atau 10
volt, jadi peralatan yang terrangkai dengan CT mempunyai impedansi
maksimum 10/5 atau 2 ohm.
Trafo tegangan berfungsi untuk mendeteksi tegangan pada sistem tenaga
kemudian mentransfer ke tegangan rendah (110/ 3 atau 100/ 3 volt) untuk
dipakai sebagai masukan Relai atau alat ukur. Dengan adanya trafo tegangan
maka terjadinya gangguan tegangan baik lebih atau kurang bisa dideteksi.
Gambar 1-
1-2. Konstruksi CT.
CT.
4
1.1.2.
1.1.2. Relai.
Merupakan peralatan pengambil keputusan dalam sistem proteksi. Dengan
melihat masukan dari trafo instrumen dan mempertimbangkan setting yang
diterapkan pada relai tersebut, maka relai dapat mengambil keputusan untuk
memberi order trip atau tidak kepada peralatan pemutus (PMT). Ada banyak
macam relai yang digunakan sesuai dengan keperluan peralatan yang diproteksi.
Relai harus mempunyai kecepatan kerja. Dari waktu ke waktu relai telah
berkembang dari sistem elektro mekanik menjadi sistem elektronik, kemudian
microprocessor. Relai
menjadi numerik dan saat ini sudah banyak yang berbasis microprocessor
pada generasi terakhir memberikan unjuk kerja yang lebih baik serta waktu kerja
yang lebih cepat daripada relai terdahulu. Gambar I-3 memberikan gambaran
cara kerja relai.
Gambar I-
I-3. Blok diagram Relai
5
status dari kontak output (misal dari terbuka menjadi tertutup) yang selanjutnya
bisa dimanfaatkan untuk mengerjakan pemutus tenaga, alarm, indikator dan
sejenisnya.
Gambar I-
I-4. Relai Numerik
6
Gambar 1-
1-5. PMT Tegangan tinggi
7
I.2. Persyaratan unjuk
unjuk kerja sistem proteksi.
Agar bisa memberikan manfaat yang maksimum, sesuai yang telah dibahas
didepan, suatu sistem proteksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai
berikut :
1. Sensitif. Sistem harus bisa mendeteksi gangguan terkecil yang ada pada
kawasan pengamanannya. Dengan sistem proteksi yang sensitif maka
seluruh gangguan yang ada pada kawasan pengamanannya akan dilihat
dan direspons. Kawasan pengamanan adalah bagian dari sistem tenaga
listrik dimana bila disitu ada gangguan, maka sistem proteksi yang terkait
harus bekerja. Gambar 1-6 merupakan contoh kawasan pengamanan.
DAERAH PENGAMANAN
GENERATOR
DAERAH PENGAMANAN
GENERATOR -TRAFO
DAERAH PENGAMANAN
BUSBAR
DAERAH PENGAMANAN
TRANSMISI
DAERAH PENGAMANAN
TRAFO TENAGA
DAERAH PENGAMANAN
BUSBAR
DAERAH PENGAMANAN
BUSBAR TM
DAERAH PENGAMANAN
JARINGAN TM
Gambar 1-
1-6. Kawasan Pengamanan
2. Selektif. Suatu
S sistem proteksi dikatakan selektif apabila bisa memilih
daerah yang terganggu saja yang dipisahkan. Pada prinsipnya sistem
proteksi hanya boleh bekerja bila ada gangguan pada kawasan
8
pengamannya. Bila gangguan terletak pada kawasan pengamanan utama
maka proteksi harus bekerja cepat. Bila gangguan terjadi diluar kawasan
pengamanannya maka sistem proteksi tidak boleh bekerja.
3. Cepat. Untuk mencapai manfaat yang maksimum (yang telah dibahas
didepan), sistem proteksi harus bekerja cepat dalam memisahkan
gangguan. Apabila pemisahan daerah yang terganggu tidak dilaksanakan
dengan cepat maka kerusakan peralatan akan berlanjut. Untuk proteksi
cadangan biasanya diberi tunda waktu untuk memberi kesempatan
proteksi utama bekerja terlebih dulu, namun tunda waktu ini hanya
seperlunya saja dan tidak boleh berlebihan. Kecepatan proteksi
memisahkan bagian yang terganggu dikenal sebagai ’Clearing Time’.
Clearing time merupakan penjumlahan seluruh waktu kerja peralatan
proteksi mulai dari relai, relai bantu dan PMT. Menurut standar PLN
(SPLN 52-1) clearing time untuk sistem 150 kV maksimum adalah 120
ms, sedangkan untuk sistem 70 kV maksimum 150 ms.
4. Andal. Sistem proteksi harus setiap saat siap melaksanakan fungsinya
dan tidak salah kerja. Keandalan pada prinsipnya mempunyai tiga aspek :
a. Dependability, yaitu tingkat kepastian bekerjanya.. Proteksi yang
mempunyai dependability tinggi dapat dipastikan selalu bekerja
apabila kondisi mengharuskan bekerja.
b. Security, yaitu tingkat kepastian untuk tidak salah kerja. Proteksi
yang mempunyai security tinggi menjamin untuk tidak salah kerja.
c. Availability, yaitu kesiapan beroperasinya. Angka availability
menunjukkan perbandingan antara waktu dimana proteksi dalam
keadaan siap dengan waktu total terpasangnya.
Salah satu contoh dalam mewujudkan keandalan sistem proteksi antara
lain dengan membuat sistem ganda, yaitu dua unit proteksi yang dipasang
untuk mengamankan satu kawasan. Proteksi ini hanya dipasang pada
sistem tenaga yang memerlukan proteksi yang sangat andal, misal sistem
500 kV. Contoh lain adalah penerapan proteksi dengan pola utama-
9
cadangan, dimana apabila proteksi utama gagal bekerja masih ada
proteksi cadangan meskipun dengan waktu kerja yang lebih tinggi.
10
Impedansi urutan positif, Z1
Impedansi urutan negatif, Z2
Impedansi urutan nol, Z0
Pengertian tentang impedansi urutan tersebut dibahas dalam analisa sistem
tenaga, namun pada setiap peralatan sistem data impedansi tersebut telah
tersedia.
Gangguan tiga fasa merupakan gangguan seimbang yang menimbulkan arus
gangguan (arus hubung singkat) terbesar. Besarnya gangguan hubung singkat
ini dapat dinyatakan dalam rumus berikut :
E
I= (1-1)
Z1
Dimana I adalah arus gangguan yang mengalir pada setiap fasa dan E adalah
tegangan fasa-fasa.
Adapun bila sistem mengalami gangguan fasa-fasa, maka arus gangguan
mengalir pada kedua fasa yang terganggu. Besarnya arus tersebut dapat
dinyatakan dengan rumus :
E
I= (1-2)
Z1 + Z 2
E 3
I= (1-3)
Z1 + Z 2 + Z 0
11
Dimana I adalah arus hubung singkat yang mengalir pada fasa yang terganggu
dan E adalah tegangan fasa-fasa.
1.3.2. Hal-
Hal-hal yang terkait dengan gangguan tanah.
Pada gangguan satu fasa ketanah, pentanahan sistem mempengaruhi besarnya
arus gangguan sedang hubungan belitan trafo menentukan apakah arus
gangguan tanah bisa lewat atau tidak. Pentanahan sistem (system grounding)
adalah sistem menghubungkan titik netral trafo ke tanah. Pada prinsipnya ada 3
macam sistem pentanahan :
1. Pentanahan solid /efektif/ langsung, yaitu netral trafo dihubungkan
ketanah secara langsung. Dalam hal ini arus gangguan tanah hanya
dibatasioleh impedansi sistem seperti rumus 1-3.
2. Pentanahan dengan impedansi, yaitu titik netral trafo dihubungkan ke
tanah dengan impedansi yang bisa berupa resistor maupun reaktor (misal
peterson coil). Dalam hal ini arus gangguan tanah dibatasi oleh besarnya
impedansi pentanahan, sehingga rumus 1-3 menjadi :
E 3
I= (1-4)
Z 1 + Z 2 + Z 0 + 3ZT
dimana ZT adalah nilai impedansi pentanahan.
3. Pentanahan mengambang, yaitu titik netral trafo tidak dihubungkan ke
tanah. Dalam hal ini bila terjadi gangguan satu fasa ketanah maka arus
gangguan tidak bisa mengalir.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan gangguan tanah
adalah hubungan belitan (vektor group) trafo. Arus gangguan tanah bisa
mengalir apabila pada trafo ada belitan delta atau pada sisi yang lain
diketanahkan juga.
12
BAB II
PROTEKSI SISTEM DISTRIBUSI
Gambar 2-
2-1 : Sistem Tenaga Listrik
Sistem Distribusi merupakan rangkaian komponen listrik mulai dari sisi sekunder
trafo gardu induk (sisi tegangan Menengah) hingga sisi tegangan rendah di
pelanggan/ konsumen (gambar 2-2).
Sekering T.M.
Trafo Distribusi
Rel T.R.
Sekering T.R.
Jaringan Tegangan Rendah (JTR)
Gardu Distribusi Tiang
Sambungan Rumah
Pelanggan
Gambar 2-
2-2 : Sistem Distribusi
13
Sesuai dengan gambar 2-2 maka bagian-bagian utama sistem distribusi adalah :
1. Jaringan Tegangan Menengah (JTM 20 KV)
2. Gardu Hubung
3. Gardu Distribusi (Trafo)
4. Jaringan Tegangan Rendah (JTR 220/380 V)
Selanjutnya berdasarkan konfigurasinya, jaringan distribusi tegangan menengah
dibedakan dalam tiga macam, yaitu:
1. Sistem Radial.
Radial.
GI
Gambar 2-
2-3 : Jaringan Distribusi Radial
2. Sistem Loop
GI
Gambar 2-
2-4: Jaringan
Jaringan Distribusi Loop
14
3. Sistem Spindle.
Gardu hubung
Gardu induk
Saluran cadangan
Gardu distribusi
Gambar 2-
2-5 : Jaringan Distribusi Spindle
2.2
2.2. Pengaman sistem distribusi
2.2.
2.2.1.
2.1. Pentanahan Sistem Distribusi
Ada empat pola pengaman sistem distribusi yang telah diterapkan di lingkungan
PLN. Perbedaan pola-pola tersebut didasarkan atas jenis pentanahan sistem
(pentanahan titik netral trafonya). Pada dasarnya ada 4 macam macam
pentanahan titik netral trafo yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pentanahan dengan Tahanan Tinggi (High Resistance), mengutamakan
keselamatan umum, sehingga meskipun dengan saluran udara masih
layak memasuki daerah perkotaan.
2. Pentanahan Langsung (Solid Grounding) yaitu sistem distribusi dengan
pentanahan secara langsung, mengutamakan faktor ekonomi, sehingga
dengan saluran udara elektrifikasi dapat dilaksanakan di luar kota sampai
ke daerah yang terpencil.
3. Pentanahan dengan Tahanan Rendah (Low Resistance), dimaksudkan
untuk memperoleh hasil optimum dari kombinasi antara faktor ekonomi
dan keselamatan umum, dan jaringan dapat mempergunakan saluran
udara bagi daerah luar kota maupun kabel bagi daerah padat dalam kota.
15
4. Pentanahan Mengambang / tidak ditanahkan /Floating, untuk saat ini
sudah tidak digunakan di PLN karena ketika terjadi gangguan tanah arus
gangguan terlalu kecil sehingga tidak terdeteksi oleh relai proteksi.
2.2.
2.2.2.
2.2. Pola Pengaman Sistem Distribusi
Pola I , untuk sistem distribusi dengan pentanahan tahanan tinggi :
Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 3 kawat dengan pentanahan Netral
melalui tahanan tinggi 500 ohm.
Karena tahanannya tinggi, maka arus gangguannya rendah.
Diperlukan rele yang sensitif untuk dapat mendeteksi arus gangguan yang
kecil.
Pola ini diterapkan di Jawa Timur.
Proteksi terpasang:
PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan :
o OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.
o Directional Ground Fault Relay (DGFR) untuk membebaskan
gangguan fasa-tanah.
PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL) jenis Fuse
Cut Out (FCO).
SSO
PL PL
Y OCR
NGR GFR
500 Ohm
16
Pola II , untuk sistem
sistem distribusi dengan Pentanahan Langsung :
Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 4 kawat dengan pentanahan Netral
secara langsung.
Kawat Netral ditanahkan di setiap tiang sepanjang JTM dan JTR,
dipergunakan sebagai netral bersama TM & TR (Common Neutral).
Karena tahanannya sangat kecil, maka arus gangguannya besar,
sehingga diperlukan rele yang dapat bekerja dengan cepat.
Pola ini diterapkan di Jawa Tengah dan DIY.
R
Gambar 2-
2-7 : Pentanahan Langsung pada Sistem Distribusi
Distribusi
Proteksi terpasang :
PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan :
o OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.
o GFR untuk membebaskan gangguan fasa-tanah.
PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL) jenis FCO
SSO
PL PL
Y OCR
GFR
Solid
Grounding
Gambar 2-
2-8 : Pengaman Sistem Distribusi Pola II
17
Pola III,
III, untuk sistem
sistem distribusi dengan Pentanahan Tahanan Rendah
Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 3 kawat dengan pentanahan Netral
melalui tahanan rendah 40 ohm untuk SUTM atau 12 Ohm untuk SKTM.
Pola ini diterapkan di Jawa Barat, DKI dan Luar Jawa.
Karena tahanannya relatif rendah, maka arus gangguannya relatif tinggi,
sehingga diperlukan rele yang dapat bekerja dengan cepat.
Proteksi terpasang:
PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan :
o OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.
o GFR untuk membebaskan gangguan fasa-tanah.
PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL) jenis Fuse
Cut Out (FCO).
Pada sistem Spindle dengan saluran kabel, pengamannya dengan rele
arus lebih tanpa penutup balik (atau di blok) dan atau pelebur.
SSO
PL PL
Y OCR
NGR
40 Ohm
GFR
Gambar 2-
2-9 : Pengaman Sistem Distribusi Pola III
18
Pola ini pernah ada dan terakhir diterapkan di Sulawesi dan Sumatera
Selatan/ Jambi. Karena sistem 6 KV telah diganti menjadi 20 KV, maka
pola IV ini sudah tidak dikembangkan lagi.
19
Gambar 2-
2-10 : Konstruksi Fuse Cut Out
20
Gambar 2-
2-11 a : Karakteristik Fuse Link Tipe K.
21
Gambar 2-
2-11 b : Karakteristik Fuse Link Tipe T.
22
2.4. Relai arus lebih / over current relay (OCR
(OCR)
OCR)
Pada sistem tenaga listrik Relai Arus Lebih pada umumnya digunakan sebagai :
Pengaman utama Jaringan Tegangan Menengah (Distribusi).
Pengaman utama untuk trafo tenaga kapasitas kecil.
Pengaman cadangan untuk trafo tenaga kapasitas besar.
Pengaman untuk generator dengan kapasitas kecil ( < 5 MW ).
Pengaman utama untuk motor.
OCR bekerja berdasarkan kenaikan arus yang terdeteksi oleh relai. Jika rele
dilewati arus yang melebihi nilai pengamanan tertentu (arus setting/ setelan
waktu tertentu), maka rele akan bekerja.
2.4.
2.4.1
4.1. Karakteristik Relai Arus Lebih
Karakteristik OCR memberikan hubungan antara arus input dengan waktu kerja
relai. Berdasarkan karakteristiknya, relai arus lebih diklasifikasikan sbb :
1. Relai arus lebih seketika.
2. Relai arus lebih dengan tunda waktu.
Selanjutnya relai arus lebih dengan tunda waktu dibedakan menjadi :
1. Relai arus lebih tunda waktu definite
2. Relai arus lebih tunda waktu invers
Relai Arus Lebih Seketika (disebut juga instant atau moment) mempunyai waktu
kerja (mulai kerja sampai selesainya kerja) sangat cepat / waktunya pendek (20–
100 milli detik), sedangkan untuk Relai Arus Lebih dengan tunda waktu (time
delayed), jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja diperpanjang
dengan nilai waktu tertentu.
23
3. Extremelly Inverse
4. Long Time Inverse
a) t b) t
t set
c) t d) t
Gambar 2-
2-12. Karakteristik Relai Arus Lebih :
a. instant, b.definite, c.invers, d kombinasi
24
2.4.2. Sambungan relai arus lebih
lebih (Gambar 2-13.a dan 2-13.b) :
Pada penyulang TM, relai arus lebih untuk pengaman gangguan antar fasa pada
umumnya dipasang pada fasa R dan T (gambar 2-13), namun bisa juga
dipasang pada ketiga fasa (R,S dan T). Untuk pengaman gangguan fase-tanah
dipasang satu relai setiap penyulang yaitu pada titik bintang CT dan biasa
disebut sebagai Ground Fault Relay (GFR).
Gambar 2-
2-13.Pemasangan OCR dan GFR
25
2.5. PBO dan SSO
2.5.1.
2.5.1. Penutup balik otomatis (PBO)
PBO (Recloser) adalah PMT yang dilengkapi dengan peralatan kontrol dan relai
penutup balik. Relai penutup balik adalah relai yang dapat mendeteksi arus
gangguan dan memerintahkan PMT membuka (trip) dan menutup kembali. PBO
dipasang pada SUTM yang sering mengalami gangguan hubung singkat fasa ke
tanah yang bersifat temporer. Fungsi PBO adalah :
Menormalkan kembali SUTM yang trip akibat gangguan temporer.
Pengaman seksi pada SUTM agar dapat melokalisir daerah yang
terganggu.
Jenis-
Jenis-jenis Reclosing relay.
Berdasarkan tipe perintahnya, reclosing relay dibedakan dalam dua jenis, yaitu :
1. Single-
Single-shot Reclosing Relay
Relai hanya dapat memberikan perintah reclosing ke PMT satu kali dan
baru dapat melakukan reclosing setelah blocking time terakhir.
Bila terjadi gangguan pada periode blocking time, PMT trip dan tidak bisa
reclose lagi (lock – out ).
Waktu Relai
Close
Look Out
Bloking Time
Trip
Dead Time
Gambar 2-
2-15 : Single shot reclosing relay
26
Bila terjadi gangguan , relai OCR/GFR memberikan perintah trip ke PMT.
Pada saat yang sama juga mengerjakan (mengenergizing) Reclosing
relay.
Setelah dead time t 1 yang sangat pendek ( kurang dari 0,6 detik), relai
memberi perintah reclose ke PMT .
Jika gangguan masih ada , PMT akan trip kembali dan reclosing relai
akan melakukan reclose yang kedua setelah dead time t 2 yang cukup
lama (antara 15- 60 detik).
Jika gangguan masih ada, maka PMT akan trip kembali dan reclosing
relai akan melakukan reclose yang ke tiga setelah dead time t 3 .
Bila gangguannya juga masih ada dalam periode blocking tR, maka PMT
akan trip dan lock out.
Penggunaan multi shot reclosing harus doisesuaikan dengan siklus kerja
(duty cycle) dari PMT.
Close
t1 t2 t3
Lock Out
Open
tR tR tR
Gambar 2-
2-16 : Diagram waktu kerja Multi Shot Reclosing Relai
Sifat-
Sifat-sifat PBO
PBO mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
27
Operasi cepat (fast tripping): untuk antisipasi gangguan temporer.
Operasi lambat (delayed tripping) : untuk koordinasi dengan pengaman di
hilir.
Bila gangguan telah hilang pada operasi cepat maka PBO akan reset
kembali ke status awal. Bila muncul gangguan setelah waktu reset, PBO
mulai menghitung dari awal.
Repetitive : reset otomatis setelah recloser success.
Non repetitive : memerlukan reset manual (bila terjadi gangguan
permanen dan bila gangguan sudah dibebaskan).
PBO atau Recloser adalah relai arus lebih sehingga karakteristik PBO dan
OCR adalah sama (lihat karakteristik OCR).
Klasifikasi SSO
Penginderaan : berdasarkan tegangan (AVS) atau berdasarkan Arus
(Sectionalizer).
Media Pemutus : Minyak, Vacum, Gas SF6.
Kontrol : Hidraulik atau Elektronik
Phase : Fasa tunggal atau Fasa tiga
28
Prinsip Kerja SSO
SSO bekerjanya dokoordinasikan dengan pengaman di sisi sumber (relai
recloser atau PBO) untuk mengisolir secara otomatis seksi SUTM yang
terganggu.
SSO pada pola ini membuka pada saat rangkaian tidak ada tegangan
tetapi dalam keadaan bertegangan harus mampu menutup rangkaian
dalam keadaan hubung singkat.
SSO ini dapat juga dipakai untuk membuka dan menutup rangkaian
berbeban. Saklar ini bekerja atas dasar penginderaan tegangan.
SSO dilengkapi dengan alat pengatur dan trafo tegangan sebagai sumber
tenaga penggerak dan pengindera.
Prinsip kerja SSO dengan sensor tegangan dijelaskan pada AVS di
bawah.
29
Prinsip operasi AVS :
Dalam hal terjadi gangguan pada seksi III maka PMT penyulang trip,
tegangan hilang. Setelah t3, semua AVS trip.
PMT masuk kembali (reclose pertama), seksi I bertegangan.
Setelah t1 menerima tegangan, AVS1 masuk, seksi II bertegangan.
Setelah t2 menerima tegangan, AVS2 masuk, seksi III bertegangan.
Apabila gangguan masih ada maka PMT trip kembali, AVS1 dan AVS2
lepas setelah t3.
PMT reclose yang kedua. AVS1 masuk setelah t1 sedangkan AVS2
sudah lock-out (karena pada saat masuk pertama AVS2 hanya
merasakan tegangan sebentar atau lebih kecil dari t2, sehingga
menyimpulkan gangguan ada pada seksi berikutnya atau seksi III).
30
BAB III
PROTEKSI TRANSFORMATOR DAN BUSBAR
Tabel 1-
1-1. Jenis Proteksi Trafo
31
150 kV 20 kV
CT 2
5 4 2 1
CTN 1 CTN 2
CTN 2
6
Gambar 3-
3-1. Proteksi elektrik trafo
Pengaman utama trafo pada prinsispnya adalah relai diferential yang bekerja bila
terjadi gangguan fasa-fasa maupun fasa-tanah. Diferential yang terpasang pada
trafo terdiri dari dua macam :
1. Terpasang antara sisi primer dan sekunder [3]
2. Terpasang antara netral dengan fasa, baik sisi primer [4] maupun sisi
sekunder [2], disebut restricted earth fault / REF.
Dalam hal terjadi gangguan pada kawasan pengamanannya (antara dua CT),
maka pengaman utama mentripkan PMT trafo disisi primer maupun sekunder.
Pengaman cadangan trafo adalah OCR untuk gangguan fasa-fasa dan GFR
untuk gangguan fasa-tanah disisi primer [5] yang mentripkan PMT sisi primer
saja. Adapun OCR/GFR sisi sekunder [1] merupakan pengaman cadangan jauh
(remote back-up) bagi penyulang keluar. Proteksi no [6] adalah stand by earth
fault, bekerja bila terjadi gangguan hubung singkat diluar trafo khususnya untuk
mengamankan peralatan pentanahan (NGR).
32
Selanjutnya dalam tabel 3-2 disampaikan beberapa kemungkinan gangguan
yang bisa terjadi pada trafo beserta pengaman apa yang bekerja dan bagaimana
akibatnya bila gangguan tidak segera diisolasi.
Tabel 3-
3-2. Gangguan dan proteksi trafo.
Utama Back up
33
gangguan di luar daerah yang diamankan, jumlah arus yang melalui daerah yang
diamankan sama dengan nol. Pada keadaan gangguan di dalam daerah yang
diamankan, jumlah arus yang melalui daerah yang diamankan tidak sama
dengan nol. Gambar 3-2 menunjukkan kondisi normal (tidak ada gangguan) atau
ada gangguan diluar kawasan pengamanannya. Dalam hal ini i1 = i2 dan
berlawanan arah, sehingga arus yang masuk relai nol, relai tidak bekerja.
Apabila terjadi gangguan dalam kawasan pengamanannya maka i2 berubah
arah sehingga arus yang masuk ke relai = i1+i2, tidak sama dengan nol sehingga
relai bekerja.
KAWASAN
PENGAMANAN
CT1 I1 CT2 I2
i1 i2
Gambar 3-
3-2. Prinsip pengaman diferensial
34
Permasalahan no.1 dan no.2 diatasi dengan penggunaan relai diferensial bias,
yaitu relai dengan kumparan penahan (restrain) sehingga tidak selalu bekerja
meskipun ada perbedaan antara i1 dan i2. Karakteristik relai diferensial bias
disampaikan pada gambar 3-3. Karakteristik tersebut menjelaskan hubungan
antara arus penahan (restrain) dengan arus operasi. Relai akan bekerja apabila
terletak pada daerah TRIP, sedangkan apabila pada posisi BLOK maka relai
tidak bekerja. Arus operasi IO = i1-i2 sedangkan arus restrain IR = (i1+i2)/2. Relai
disetting dengan Iomin yaitu arus minimum relai kerja dan slope V%.
Padaumumnya IO min diset 0,3 arus nominal relai sedangkan V% di set 30 %.
I0
SLOPE V%
I 02
TRIP ∆I 0 ∆I0
I 01 V % =
∆IR
∆I R
BLOK
I 0 min
g%
IR
Gambar 3-
3-3. Karakteristik diferensial bias.
3.1.3
3.1.3.
1.3. Wiring Diferensial.
Pada diferensial trafo daya ada dua variabel yang dibandingkan antara primer
dan sekunder yaitu besar arus dan arah atau sudut fasenya. Dalam keadaan
normal atau keadaan gangguan luar maka variabel sisi primer harus sama
dengan sisi sekunder. Untuk merealisasikan hal ini maka diperlukan
penyesuaian sudut fase denganwiring dan penyesuaian besarnya arus dengan
ACT. Syarat wiring dapat dilihat dalam tabel 3-3 berikut.
35
Tabel 3-
3-3. Syarat wiring diferensial trafo
Contoh penerapan wiring secara lengkap untuk trafo dengan hubungan belitan
Yy0 disampaikan dalam gambar 3-4. Dengan perkembangan teknologi
elektronika, relai diferensial sudah mampu mengakomodir segala kondisi CT
sehingga sangat mudah penerapannya.
IS Is
IT It
P1 Y0 Y0 P1
YD1 YD1
ACT1 ACT2
RELAI DIFERENSIAL
S1
S1
Gambar 3-
3-4. wiring diferensial trafo Yy0
36
3.1.4. Relai diferensial impedansi tinggi.
Pada relai diferensial dengan impedansi tinggi, besaran yang dilihat oleh relai
adalah tegangan yang timbul pada sekunder CT pada saat terjadi gangguan
internal, oleh karena itu setting relai ini adalah tegangan saja. Persyaratan
pemakaian relai ini adalah CT yang tersambung harus sama.
Relai diferensial impedansi tinggi biasa digunakan pada :
1. Proteksi generator
2. Proteksi REF pada trafo
3. Proteksi busbar.
37
Sektor 1 Sektor 2
d c
R1 a b e f R2
g h R3 j k
Check system
Gambar 3-
3-5. Proteksi busbar tunggal
Sedangkan kelompok CT ke-3 yaitu g,h,j dan k berfungsi sebagai check zone
yang berfungsi memastikan bahwa gangguan merupakan gangguan internal dan
untuk mencegah mal operasi jika ada kelainan pada proteksi busbar masing-
masing zone (misalnya ada wiring yang terbuka atau terhubung singkat). Jika
terjadi gangguan pada zone 1, maka jumlah arus dari CT a, b dan c tidak sama
dengan nol, akibatnya ada arus yang melalui relai R1. Hal ini juga dirasakan oleh
relai R3 yang akan menutup kontaknya untuk memberi tegangan positip, dan
dengan menutupnya kontak dari relai R1 maka sinyal trip akan dikirim ke PMT
yang dilingkupi CT a,b dan c. Dengan demikian zone 1 dapat diisolir dari sistem.
Jika ada rangkaian arus yang terbuka pada zone proteksi, maka pada saat
beban yang cukup besar atau pada saat ada gangguan eksternal, akan
menyebabkan proteksi busbar pada zone tersebut tidak stabil atau relai dari
busbar tersebut akan menutup kontaknya. Tetapi dengan adanya chek zone,
relai tersebut tidak mendapat tegangan positip sehingga mal operasi dapat
dicegah.
38
(DS) atau Pemisah (PMS). Dengan bantuan kontak bantu pada posisi masing-
masing DS maka secara otomatis zone dari relai busbar akan mengikuti posisi
dari DS.
1 2 3 4 5 6 7 8
1 2 3 4 5 6 7 8
1
2
R1 R2
39
BAB IV
PROTEKSI PENGHANTAR
Sistem 150 kV
40
4.1. Rele jarak (distance relay) (21)
Rele Jarak (Distance Relay) merupakan rele pengaman utama (Main Protection)
SUTT/SUTET yang fungsinya untuk mendeteksi gangguan phasa-phasa dan
phasa-tanah. Disamping sebagai pengaman utama, rele jarak juga berfungsi
sekaligus sebagai pengaman cadangan (Back Up) untuk seksi berikutnya.
BUS
PMT
CT
DIST
PT
Penghantar/Lin
e
Gambar 4-
4-1. Rangkaian Relai distans pada sistem 150 kV
Pada sistem 500 kV dengan konfigurasi busbar 11/2 CB terpasang dua unit
proteksi distans yang sama ( a dan b) yang dihubungkan pada CT yang berbeda.
Tujuan pemasangan dua unit ini adalah untuk keperluan keandalan.
41
LP-a-DEF LP-a-DEF
LP-b-DEF LP-b-DEF
CT CT
BUS-A BUS-B
PT PT
Gambar 4-
4-2. Rangkaian Relai distans pada sistem 500 kV
42
1. Karakteristik Impedance
2. Karakteristik Mho
3. Karakteristik Offset Mho
4. Karakteristik Reactance
5. Karakteristik Reactance dengan starting Mho
6. Karakteristik Quadrilateral
Karakteristik impedance.
ZL
Z1 Z2 Z3
R
Directional
Gambar 4-
4-3. Karakteristik Impedance.
43
Karakteristik Mho.
Mho. X
ZL
Z1 Z2 Z3
R
Gambar 4-
4-4. Karakteristik Mho.
Ciri-ciri karakteristik Mho :
Titik pusatnya bergeser sehingga mempunyai sifat directional.
Mempunyai keterbatasan untuk mengantisipasi gangguan tanah high
resistance.
Untuk SUTT yang panjang dipilih Zone-3 dengan karakteristik Mho lensa
geser.
X
ZL
Z3
Z2
Z1
Gambar 4-
4-5 Karakteristik Mho
Z1,Z2 parsial Cross-
Cross-polarise Mho, Z3 Lensa geser
44
Karakteristik Reaktance.
Reaktance.
X Z
Z3
Z2
Z1
Gambar 4-
4-6. Karakteristik Reaktance dengan Starting Mho
Karakteristik Quadrilateral
Quadrilateral
Ciri-ciri Karakteristik Quadrilateral :
Karateristik quadrilateral merupakan kombinasi dari 3 macam komponen
yaitu reactance, berarah dan resistif.
Dengan seting jangkauan resistif cukup besar maka karakteristik relai
quadrilateral dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi.
Umumnya kecepatan relai lebih lambat dari jenis mho.
45
X Z
Z3
Z2
Z1
Gambar 4-
4-7. Karakteristik Quadrilateral
Seperti telah disampaiakn pada bab 4.1.1. setting relai jarak terdiri dari tiga
daerah pengamanan yaitu Zone-1, Zone-2, Zone-3 yang masing-masing
mempunyai setelan impedansi Z1, Z2 Z3 dan mempunyai setelan waktu t1,t2,t3.
Setting (setelan) Zone-1 adalah 80% dari impedansi saluran atau :
Zone-1 = 0,8 x ZL1
Waktu t1 = 0 dt atau instant.
Setting Zone-2 :
Zone-2 min = 1,2 x ZL1 dan
Zone-2 mak = 0,8 (ZL1 + 0,8ZL2)
Waktu t2 = 0,4 dt.
Setting Zone-3 :
Zone-3 min = 1,2 (ZL1 + 0,8ZL2)
Zone-3 mak = 0,8 (ZL1 + 1,2ZL2)
Waktu t3 = 1,4 dt.
Gambar 4-8 menunjukkan jangkauan setting relai jarak yang terpasang di Gardu
Induk A untuk memproteksi saluran dari GI A ke arah GI B dan GI C.
46
Zone-3 (A)
Zone-2 (A)
Zone-1 (A)
L1 L2
A B C
Agar gangguan sepanjang SUTT dapat ditripkan dengan seketika pada kedua
sisi ujung saluran, maka relai jarak perlu dilengkapi fasilitas teleproteksi. Tele
proteksi pada dasarnya berfungsi sebagai sarana koordinasi antar dua relai jarak
yang terpasang pada gardu-gardu induk diujung saluran. Dari sisi penerapan
model teleproteksi, proteksi penghantar dibagi dalam empat pola yaitu :
1. Pola dasar (Basic)
2. Pola Permissive Under reach Transfer Trip (PUTT)
3. Pola Permissive Over reach Transfer Trip (POTT)
4. Pola Blocking
Pola Dasar
47
Pola Permissive Under reach Transfer Trip (PUTT).
Prinsip Kerja dari pola PUTT :
Pengiriman sinyal trip (carrier send) oleh rele jarak yang merasakan zone-1.
Untuk lokasi gangguan s.d 100 % panjang SUTT akan diclearkan oleh rele
dengan waktu Instant (sama dengan waktu Zone-1)
GI yang merasakan Zone-1 akan mengirim signal tripping ke GI di depannya
(yang merasakan Zone-2) agar GI di depannya tersebut trip dengan waktu
sama dengan Zone-1.(GI di depannya trip seketika bila merasa Zone-2 dan
terima signal teleproteksi/carrier receive).
Bila terjadi kegagalan sinyal PLC maka rele jarak kembali ke pola dasar .
Pengiriman sinyal trip (carrier send) oleh rele jarak merasakan zone-2.
GI yang merasakan Zone-2 akan mengirim signal tripping ke GI di depannya
(yang merasakan Zone-2) agar GI di depannya tersebut trip dengan waktu
sama dengan Zone-1.(GI di depannya trip seketika bila merasa Zone-2 dan
terima signal teleprteksi/cerrier receive).
Bila terjadi kegagalan sinyal PLC maka rele jarak kembali ke pola dasar
(Basic Scheme).
Pola Blocking
Pengiriman sinyal block (carrier send) oleh rele jarak merasakan zone-3
reverse (gangguan ada di belakang).
GI yang merasakan Zone-2 (setting t2 mendekati instant) akan trip seketika
bila tidak disertai terima signal bloking dari GI di depannya.
Bila terjadi kegagalan sinyal PLC maka rele jarak akan mengalami mala
kerja.
48
4.3. Pengaman Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT).
Pemakaian kabel tanah dapat dinyatakan sebagai standar yang berlaku umum di
dalam kota. Untuk saluran yang pendek sebaiknya digunakan relai differential
pilot, dengan menggunakan kabel pilot sebagai media sinyal.
Relai diferensial pilot saat ini paling banyak dipakai dan dianggap tepat sebagai
pengaman utama, baik bagi sistem dengan tahanan rendah maupun bagi sistem
dengan tahanan pentanahan tinggi. Rangkaian pemasangan relai diferensial pilot
kabel dijelaskan pada gambar 4-9 dibawah ini.
CT A CT B
Ra M Rp M Ra
R R
C C
Gambar 4-
4 -9 .
49
2) pengaman gangguan satu fasa ke tanah.
Untuk gangguan antar fasa dan tiga fasa, yang arus gangguannya besar
sebaiknya dipakai relai arus lebih waktu terbalik, sedang untuk gangguan satu-
fasa ke tanah, yang arus gangguannya kecil, sebaliknya dipakai relai arus lebih
waktu terbalik, atau relai daya urutan nol, yang lebih peka dari relai arus lebih
waktu terbalik. Dengan demikian untuk gangguan satu fasa ke tanah, relai arus
lebih waktu terbalik dipakai pada sistem dengan tahanan rendah, sedang relai
daya nol dipakai pada sistem dengan tahanan tinggi.
Oleh karena sistem pentanahan netral di 150 kV ini hanya menggunakan
pentanahan efektif maka pola pengaman untuk SKTT 150 kV-nya hanya
mengguanakan satu pola, yaitu relai diferensial longitudinal sebagai pengaman
utama untuk gangguan fasa-fasa dan fasa tanah. Sedangkan sebagai pengaman
cadangan lokalnya menggunakan relai aruslebih waktu terbalik. Secara umum,
Pola Pengaman Saluran Kabel Tegangan Tinggi, sesuai SPLN No. 52-1 tahun
1984 bagian A disampaikan dalam tabel 4-2 dibawah ini.
Tabel 4-
4-2. Pola Pengaman SKTT
50
Tabel 4-
4-3. Pola Pengaman Saluran Campuran
dengan Saluran Kabel Dominan
2). Pada saluran yang bercampur sehingga sulit ditetapkan saluran mana
(udara atau kabel tanah) yang dominan, ditetapkan berdasarkan
perhitungan-perhitungan sesuai dengan keadaan sirkit tersebut, sehingga
dapat diketahui saluran yang dominan.
Penutup balik (Recloser) adalah suatu alat yang fungsinya untuk memperbaiki
keandalan sistem dengan cara memasukan kembali PMT secara automatis
apabila terjadi gangguan yang bersifat temporer pada SUTT/SUTET. Gangguan
yang bersifat temporer sering terjadi pada gangguan hubung tanah. Prinsip kerja
recloser dapat dijelaskan sebagai berikut (gambar 4-10) :
1. Kondisi normal Switch S menutup. Bila terjadi gangguan fasa tanah
maka rele akan bekerja dan memberikan perintah trip ke PMT. Pada saat
itu juga recloser mulai bekerja (saat mendapat tegangan positip dari rele),
elemen yang start adalah elemen dead time (DT) dan block time (BT).
2. Setelah beberapa waktu (sesuai setting) elemen DT menutup kontaknya
dan memberi perintah PMT untuk masuk (reclose), bersamaan itu juga
mengenergise elemen BT.
51
3. Elemen BT ini segera membuka rangkaian closing coil PMT sehingga
PMT tidak akan bisa reclose lagi.
4. Setelah waktu elemen BT terlampaui sesuai settingnya maka elemen BT
akan reset kembali. Selanjutnya recloser siap kembali untuk melakukan
reclos PMT bila terjadi gangguan baru. Secara umum setelan DT adalah
1 detik dan BT adalah 40 detik.
BUS PMT
Beban
TC CC
RLY
S
C
DT
BT
recloser
+
Gambar 4-
4-10. Recloser.
52
2. TPAR (Three Pole Auto Reclose). Ketiga fasa mengalami reclose. Belum
digunakan di PLN.
BUS
PMT
Line
Line PMT PT
25
PT
Gambar 4-
4-11. Synchro check
53
BAB V
PROTEKSI GENERATOR
54
3. Hubung singkat 1 fasa ke tanah ( Stator Ground Fault )
Kerusakan akibat gangguan 2 fasa masih bisa diperbaiki atau mengganti
sebagian konduktor , tetapi kerusaka laminasi besi ( iron lamination ) akibat
gangguan 1 fasa ke tanah akan menimbulkan kerusakan serius yang
memerlukan perbaikan secara total . gangguan jenis ini harus segera
diproteksi.
4. Rotor hubung tanah ( Field ground )
Pada rotor generator yang belitannya tidak dihubungkan ke tanah
(Ungrounded system ), bila salah satu sisi tehubung ke tanah tidak
menimbulkan masalah , tetapi bila terjadi sisi lainnya terhubung ke tanah
maka akan terjadi kehilangan arus pada bagian yang terhubung singkat ke
tanah. Akibatnya terjadi ke tidak seimbangan fluksi yang menimbulkan vibrasi
yang berlebhan dan kerusakan pada rotor.
55
pada sudu sudu turbin uap , kavitasi pada sudu sudu turbin air dan ketidak
stabialan pada turbin gas.
3. Kesalahan paralel
Kesalahan dalam memaralel generator karena persyaratan sinkron tiadak
terpenuhi dapat mengakibatkan kerusakan pada bagian bagian poros dan
kopling generator dan penggerak utamanya karena terjadi moment puntir.
Kemungknana kerusakan yang laian adalah pada PMT nya , kerusakan pada
belitan stator akibat kenaikan tegangan sesaat.
56
peristiwa ini cukup lama dan melampaui batas kestabilan generator maka
maka generator akan kehilangan kondisi sinkron. Keadaan ini akan
menimbulkan arus puncak yang tinggi dan penyimpangan frekuensi operasi
sehingga akan menyebabkan terjadinya stres pad belitan generator, gaya
puntir yang berfluktuasi dan resonansi yang akan merusak turbin generator .
pada kondisi ini generator harus dilepas dari sistem.
3. Pengaman cadangan ( back up protection )
Kegagalan fungsi proteksi di depan generator pada saat terjadi gangguan di
system menyebabkan dirasakan oleh generator . Untuk ini perlu dipasang
pengaman cadangan.
4. Arus beban kumparan yang tak seimbang ( Unbalance Armature current )
Pembebana yang tidak seimbang pada sistem atau adanya gangguan 1 fasa
atau 2 fasa di sistem akan menyebabkan beban generator tak seimbang dan
menimbulkan arus urutan negatip . Arus ini akan menginduksikan arus medn
yang berfrekuensi rangkap dengan arah berlawanan dengan putaran rotor
dan akan menginduksikan arus pada rotor yang akan menyebabkan adanya
pemanasan lebih dan keruskan pada bagian bagin konstruksi rotor.
5.1
5.1.4 Jenis gangguan dan jenis relai proteksi generator
Tabel 5-1 dibawah ini menerangkan berbagai macam jenis gangguan yang
mungkin terjadi pada generator, penyebabnya dan jenis proteksi yang
menanganinya.
57
Tabel 5-
5-1. Macam-
Macam-macam gangguan pembangkit.
RELAI PROTEKSI
JENIS GANGGUAN PENYEBAB
(KODE ANSI )
DAYA GERAK
RELAI DAYA BALIK
DAYA BALIK PENGGERAK MULA
( 32 )
HILANG/BERKURANG
58
5.2. Diagram proteksi generator.
Jenis proteksi terpasang pada generator bervariasi tergantung pada ukuran
(kapasitas) pembangkit serta jenis pembangkit itu sendiri (Uap, Gas, Hidro,
Combine, Diesel).
5.2.1. Generator
Generator dengan kapasitas kecil.
kecil.
BUSBAR
CT
52
CT 51V 32 40 46
87
64F PT
KET.GAMBAR :
51V RELAI OCR DENGAN TEGANGAN
RESTRAINT / KONTROL
32 RELAI DAYA BALIK
FIELD GENERATOR 40 RELAI KEHILANGAN
PENGUAT MEDAN
CT 46 RELAI ARUS URUTAN NEGATIP
87 RELAI DIFERENSIAL
51N RELAI STATOR HUBUNG TANAH
51N 64F RELAI ROTOR HUBUNG TANAH
52 PMT
R
G
ambar 5-
5-1 diagram satu garis proteksi generator kecil.
5.2.2.1. Proteksi
Proteksi Generator PLTU (gambar 5-
5-2 dan 5-
5-3).
Pengaman Utama :
Bila salah satu atau lebih dari relai utama bekerja maka akan memberikan
perintah ke Generator lock out relay 86G untuk mentripkan PMT Generator ,
59
PMB Excitation , turbin dan Boiler serta Alarm. Untuk relai kehilangan penguat
medan ( 40 ) harus dikontrol oleh relai Voltage balance ( 60 ) .drngan
menggunakan gerbang And .
Pengaman back up :
Bila salah satu pengaman back up bekerja akan memerintahkan relai Generator
back up lock out ( 86GB ) untuk memberikan perintah alarm , trip PMT Generator
A dan AB di switch yard. Untuk relai Jarak 21GB dikontrol oleh relai Voltage
balance ( 60 ). Pengaman starting Transformer, bila salah satu dari pengaman
Trafo Starting bekerja , maka akan memberikan perintah ke relai Starting
Transformer Lock out ( 86RT ), untuk mmberikan perintah : alarm , trip PMT di
switch yard dan PMT switchgear. Bilamana salah satu dari relai ( 64F ) dan (60)
bekerja maka relai tersebut hanya memberi alarm.
60
32 46 40 37 21 62
PT
87 PLTU
TRAFO
DISTRIBUSI
60
G
PT
59/81
AVR 64F
59
•
SWITCH GEAR
87 M 87 M
87 96 51N
•
RAT
96
GT 96
86 G 51N 87
RT 86 51N
86 GB
A PMT AB B
Gambar 5-
5-2. Diaram garis tunggal proteksi PLTU
61
@ PENGAMAN UTAMA
32 A : ALARM
B : PMT GEN. TRIP
40 ( 52A DAN 52AB)
& C : PMB EKSITASI (41F)
60 D : TURBIN TRIP
E : BOILER TRIP
51N
59
87G A
B
87GT OR 86G C
D
87AT E
96GT
96AT
GENERATOR BACK UP
21GB
&
60 ALARM
A
OR 86GB
46 B PMT GEN.
TRIP A & AB
51N
AT
51N
A ALARM
87RT OR 86RT B PMT SWITCHYARD
C PMB SWITCHGEAR
96RT
60
OR Alarm
64F
62
5.2.2.2. Proteksi
Proteksi Generator PLTG
32 40 46 51V 27
87
PT PLTG
64G
60
G
PT
86
AVR 64F
N1.N2
86 SWITCH GEAR
G1.G2
52G
M M
GT
87T
T1.12
63X
86 64N
52L
SWITCH YARD
I
II
Gambar 5-
5-4. Diagram tunggal proteksi PLTG
63
@ PENGAMAN UTAMA GENERATOR
87G
A
60 B
& OR 86 C
40 G1/2 D
64G
A : ALARM
B : PMT GEN. TRIP
( 52G )
C : PMB EKSITASI TRIP
(41F)
D : UNIT TRIP
E ; PMT TRANSFO TRIP
(52L)
27
32 A
86
OR N1/2 B
51V
46
87T
A
86
63X OR B
T1/2
E
64N
64F A
64
5.2.2.3. Proteksi Generator PLTP
32 40 46 51V 59 81
PT
87
TRAFO
PLTP
DISTRIBUSI
60
G
PT
27
86
G2 AVR 64
GN
87
52G GT
M M
51N
86
T1/2 T2
86 T2
87
T1/2
87
T1
52L
SWITCH YARD
I
II
65
@ PENGAMAN UTAMA
64GN A
OR 86G B
87G C
32
40
&
60
A
46 OR 86G2 B
C
51V
59
81 A : ALARM
B : PMT GEN. TRIP
( 52G)
C : PMB EKSITASI (41F)
D : PMB GEN. TRAFO TRIP
( 52T1/T2 )
PENGAMAN TRAFO TI / T2
87GT
A
OR 86 B
87T1
T1 / T2 C
87T1/2 D
A
51NT2 86 B
OR T2 C
51T2 D
66
5.2.2.4. Proteksi Generator PLTA
27G 59G 81
64
G
PT 51E 40
AVR 64F
51S 87S
87S
M M
MAT
GT
51N
86
GB
A PMT AB B
@ PENGAMAN UTAMA
87G
40
&
60
ALARM
51G
86G TRIP PMT 52A,52AB
27G TRIP PMB EXC. 41F
50G
TRIP PMT 52A,52AB
81 OR
87MT
ALARM
51MT OR TRIP PMT 52A,52AB
86G
TRIP PMB EXC. 41F
51N
ALARM
51S
OR 86G
87S TRIP PMB EXC. 41F
TRIP PMT 52S
67
5.2.2.5. Proteksi Generator PLTD
87G G AVR
25 27 59 64
50/
51
49
87
GT TRAFO
GENERATOR
32
51
52L
20 KV
87G
87GT
32
49
ALARM
27
59
64
68
5.3. Prinsip kerja dan karakteristik relai proteksi Pembangkit
5.3.1. Relai Arus Lebih
Berfungsi sebagai pengaman stator untuk gangguan antar fasa dan fasa ke
tanah ,terutama untuk generator kapasitas kecil ( sampai dengan 500 KVA ).
Untuk kapasitas 5 MVA keatas digunakan relai arus lebih dengan tegangan
penahan / restaraint maupun dengan tegangan kontrol .
100
90
80
Arus dalam ( % ) harga Tap
70
60
50
40
30
20
10
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Tegangan penahan ( % )
Gambar 5-10.
10. Karakteristik kerja relai arus lebih dengan tegangan penahan.
69
5.3.2. Relai Diferensial
Relai diferensial merupakan pengaman utama pada generator dan trafo
generator. Prinsip kerja dan karakteristik diferensial telah dibahas dalam bab III
terdahulu.
STATOR STATOR
MENGGUNAKAN
CT REALAI STATOR 59 RELAI TEGANGAN
51N HUBUNG TANAH LEBIH
MENGGUNAKAN
RELAI ARUS
LEBIH
R
PENTANAHAN DENGAN PENTANAHAN DENGAN
TAHANAN TRAFO DISTRIBUSI
(a) (b)
Gambar 5-
5-11. Deteksi gangguan tanah stator
70
5.3.4. Proteksi rotor hubung tanah.
Terjadinya hubung tanah pada satu titik dari rotor generator tidak menimbulkan
pengaruh merusak. Tetapi kejadian ini harus segera diketahui dan diatasi,
karena bila terjadi hubung tanah pada titik yang lainnya akan berakibat hubung
singkat pada sebagian belitan rotor yang berakibat vibrasi yang merusak. Untuk
mendeteksi hubung tanah dapat digunakan metode arus searah ( jembatan
seimbang ) dan metode injeksi , dapat ditunjukan dalam gambar 3.7 a dan 3.7 b
.
+ +
- -
AC
v
64F
(a) (b)
71
Relai arus urutan negatip ini digunakan sebagai pengaman cadangan dari
generator. Pada dasarnya relai urutan negatip terdiri dari filter arus urutan
negatip dan relai arus lebih dengan tunda waktu inverse time.
DIAGRAM V / Hz
K = 2,5
140
K = 2,0
120 K = 1,8
100
VOLT 80
60
40
20
10 20 30 40 50 60 70 Hz
Gambar 5-
5-13. Kurva pick up tegangan fungsi
fungsi frekuensi
Relai Fluksi lebih.
72
Fluksi lebih dapat menimbulkan panas pada inti trafo , dan selanjutnya
mengakibatkan penurunan isolasi. Fluksi lebih diakibatkan oleh :
Tegangan sistem naik, karena lepasnya beban generator, atau efek firanti
transmisi ( beban rendah ).
Frekuensi sistem turun, eksitasi generator pada putaran rendah.
Kondisi fluksi lebih :
Transient ( sementara ) : maka relai stabiol.
Persistent ( berlanjut ) : maka relai trip.
Pemasangan relai fluksi lebih dijelaskan pada gambar 5-14.
TRAFO
GEN PMT
PT
TO OTHER RELAY
6 7
DIAGRAM EKSTERNAL
VHz LOGIC RELAI FLUXI LEBIH
VHz
+
48V 4 1
TSI
VHz 2
10 5
125V
SI TU
250V
3
TIMING
LOGIC
TU 41a
8
VHz ALARM 41TC
9
-
Gambar 5-
5-14. Diagram eksternal dari relai fluksi lebih.
73
terjadi gangguan pada penggerak mula ) generator. Bila input penggerak mula (
prime mover ) ini tidak dapat mengatasi rugi rugi yang ada, maka kekurangan
daya diperoleh dengan cara menyerap daya aktip dari sistem sehingga generator
akan menjadi motor. Selama penguatan medan masih ada , maka aliran daya
reaktip generator sama halnya seperti sebelum generator sebagai motor.
Peristiwa ini disebut motoring generator.
Pada turbin uap sebagai prime mover keadaan motoring dapat menyebabkan
pemanasan berkebihan karena terjadinya turbolensi dari uap yang terkurung
didalamnya. Oleh karena itu relai daya balik harus mempunyai respon yang
sensitip terhadap gejala awal dari daya balik. Relai daya balik yang terpasang
pada PLTG mempunyai dua fungsi yaitu untuk otomatik pelepasan beban dan
pengaman anti motoring.
Relai daya balik dipasang pada generator PLTU, PLTP, PLTA, dan PLTD untuk
pengaman utama ( main protection ). Saat generator menyerap daya aktip, maka
relai akan bekerja untuk melepas pemutus tenaga line dan PMB Eksitasi maupun
prime mover harus trip. Besarnya daya aktip yang diserap oleh generator dan
harus segera diamankan tergantung pada prime mover seperti tabel 5-2 dibawah
ini .
Tabel 5-
5-2. Batas daya aktif balik macam-
macam-macam pembangkit
74
Mendeteksi arah dan besarnya daya
Arah daya tergantung dari besarnya sudut fasa antara arus dan tegangan.
Relai akan menghailkan torsi untuk sambungan 90 o yaitu arus IA dan tegangan
VBC (gambar 5-15).
VA
DAERAH KERJA
IC IA
DIRECTIONAL
UNIT
VBC
TIMING UNIT
VC VB
IB
GARIS TORSI NOL
Gambar
Gambar 5-
5-15. Karakteristik daerah kerja relai daya balik.
Relai daya balik juga dilengkapai dengan timing unit untuk karakteristik Daya –
waktu.
75
menyerap daya reaktip dari sistem. Kehilangan penguat medan pada generator
yang paralel dengan sistem mengakibatkan :
Generator akan bekerja sebagai mesin induksi ( generator asinkron )
Fluks yang diberikan arus reaktip stator diambil dari sistem ( leading
power factor ).
Arus slip frekuensi diinduksikan pada rotor akan menimbulkan pemanasan
lebih.
Situasi ini tidak membutuhkan trip segera tetapi untuk mesin yang besar
mempunyai thermal time contant yang pendek.
Relai ini berperan sebagai pengaman utama pada generator. Relai ini perlu
dikontrol oleh relai tegangan seimbang ( 60 ) yang selanjutnya baru bisa
mentripkan PMT atau mengirim signal ke relai Lock out ( 86 ).
Ada 2 metode / pola pengamanan yaitu :
1. Pola pengaman yang sederhana, menggunakan Under current relay DC
seperti yang ditunjukan pada gambar 5-16.
2. Pola alternatip ( Loss of excitation Relay )
FIELD EXCITER
WINDING
SHUNT
I exct
DC RELAY
SET < Iexct MIN
SUPLAI BANTU R
T1
T2
0,2 – 1 det ALARM ATAU
TRIP
2 – 10 det
Gambar 5-
5-16. Pemgaman loss of excitation pola sederhana
76
Bila arus eksitasi turun dibawah batas minimum / setting maka relai arus
kurang R akan menutup kontaknya, T1 akan bekerja setelah waktu tundanya.
Selanjutnya kontak relai T1 menutup (mengerjakan T2) , setelah tunda waktu
dari T2 maka akan memberikan perintah trip dan alarm.
EG XG XT XS ES
Gambar 5-17.
17. Pemgaman loss of excitation pola
pola alternatif
Dengan memonitor impedansi pada terminal generator
Medan gagal , rasio E G /E S berkurang dan sudut rotor bertambah
Mesin start pada pole slip dengan GGL ( internal EMF ) turun
Impedansi dilihat oleh relai melewati impedansi locus.
+
X
D
ZC X Z
ICS
R V
DIRE X
CT IONA
L
ICS
R D = Directional
Z = Impedansi
V = Under
voltage
86
-X ZA _
Gambar 5-18.
18. Karakteristik relai loss of excitation
77
5.3.9. Relai Lepas Sink
Sinkron
inkron
Peristiwa lepas sinkron ( out of step ) pada generator yang sedang beroperasi
paralel terhadap system disebabkan generator beroperasi melampaui batas
stabilitasnya. Yang dimaksud dengan stabilitas dari sistem tenaga adalah
kemampuan untuk kembali bekerja normal setelah mengalami suatu gangguan,
seperti perubahan beban , switching , hubung singkat dan peristiwa lainnya. Ada
3 macam stabilitas yaitu stabilitas mantap ( steady state stability ), stabilitas
dinamis ( dinamic stability ), dan stabilitas transien ( transient tability).
Gangguan yang terjadi pada sistem akan mengakibatkan rotor generator
berosilasi sehingga terjadi perubahan parameter parameter arus ( I ), tegangan (
V ) dan power factor Cosϕ . Osilasi ini mungkin berlangsung sebentar, untuk
memberikan kesempatan kepada sistem kembali ke operasi normal ( dalam hal
ini relai tidak bekerja ). Perubahan parameter I, V dan Cosϕ (selama ayunan)
tersebut dirasakan oleh relai sebagai perubahan impedansi.
Prinsip kerja relai out of step sama seperti relai power swing pada relai jarak di
penghantar. Relai ini akan mengamankan generator dari peristiwa ayunan
apabila electrical centre memauki daerah impedansi generator.
78
+
3
KONTAK KONTAK
2 KIRI KANAN
1
TARGET
15 16 17
C1 C1
60 60
R4 R4
60
5
6 R3
7 52a
60 19
GEN
12 _
11 20
Gambar 5-
5-19.Diagram
.Diagram sambungan dan kontrol Relai
Relai tegangan seimbang
120
100
LEFT CONTACTS
CLOSED
80
BOTH CONTACTS
VOLTAGE ON STUDS 5 – 6 – 7
OPEN
60
40
RIGHT CONTACTS
20 CLOSED
VOLTAGE ON STUDS 15 – 16 – 17
0
0 20 40 60 80 100 120
Gambar 5-20.
20. Karakteristik Relai tegangan seimbang
79
5.3.11. Relai tegangan Lebih dan
dan tegangan kurang.
Relai tegangan lebih.
Relai tegangan lebih bekerja berdasarkan kenaikan tegangan yang melampaui
nilai settingnya. Relai tegangan lebih berfungsi :
Sebagai pengaman gangguan stator generator ketanah untuk sistem
pentanahan titik netral melalui trafo distribusi.
Sebagai pengaman over speed pada generator PLTA.
Relai tegangan kurang.
kurang.
Relai tegangan kurang bekerja berdasarkan turunnya tegangan yang mencapai
dibawah nilai setting nya. Relai tegangan kurang berfungsi untuk mendeteksi
besarnya tegangan terminal generator sampai dengan batas yang ditentukan.
80
Lampiran.
KODE STANDAR PERALATAN PROTEKSI
SESUAI ANSI / IEEE
1 - Master Element
2 - Time Delay Starting or Closing Relay
3 - Checking or Interlocking Relay
4 - Master Contactor
5 - Stopping Device
6 - Starting Circuit Breaker
7 - Anode Circuit Breaker
8 - Control Power Disconnecting Device
9 - Reversing Device
10 - Unit Sequence Switch
12 - Overspeed Device
13 - Synchronous-speed Device
14 - Underspeed Device
15 - Speed - or Frequency-Matching Device
20 - Elect. operated valve (solenoid valve)
21 - Distance Relay
23 - Temperature Control Device
25 - Synchronizing or Synchronism - Check Device
26 - Apparatus Thermal Device
27 - Undervoltage Relay
29 - Isolating Contactor
30 - Annunciator Relay
32 - Directional Power Relay
36 - Polarity or Polarizing Voltage Devices
37 - Undercurrent or Underpower Relay
38 - Bearing Protective Device
i
39 - Mechanical Conduction Monitor
40 – Loss of Field Relay
41 - Field Circuit Breaker
42 - Running Circuit Breaker
43 - Manual Transfer or Selector Device
46 - Reverse-phase or Phase-Balance Relay
47 - Phase-Sequence Voltage Relay
48 - Incomplete-Sequence Relay
49 - Machine or Transformer Thermal Relay
50 - Instantaneous Overcurrent Relay
51 - AC Time Overcurrent Relay
52 - AC Circuit Breaker
53 - Exciter or DC Generator Relay
54 - High-Speed DC Circuit Breaker
55 - Power Factor Relay
56 - Field Application Relay
59 - Overvoltage Relay
60 - Voltage or Current Balance Relay
61 - Machine Split Phase Current Balance
62 - Time-Delay Stopping or Opening Relay
63 - Pressure Switch
64 - Ground Detector Relay
65 - Governor
66 - Starts per Hour
67 - AC Directional Overcurrent Relay
68 - Blocking Relay
69 - Permissive Control Device
71 - Level Switch
72 - DC Circuit Breaker
74 - Alarm Relay
ii
75 - Position Changing Mechanism
76 - DC Overcurrent Relay
78 - Phase-Angle Measuring or Out-of-Step
Protective Relay
79 - AC-Reclosing Relay
81 - Frequency Relay
83 - Automatic Selective Control or Transfer Relay
84 - Operating Mechanism
85 - Carrier or Pilot-Wire Receiver Relay
86 - Lockout Relay
87 - Differential Protective Relay
89 - Line Switch
90 - Regulating Device
91 - Voltage Directional Relay
92 - Voltage and Power Directional Relay
94 - Tripping or Trip-Free Relay
95 - Reluctance Torque Synchrocheck
96 - Autoloading Relay
B – Bus
F - Field
G – Ground or generator
N – Neutral
T – Transformer
iii
DAFTAR PUSTAKA
iv