Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN OBSERVASI / PRAKTIK

UJI SERTIFIKASI
BIDANG: DISTRIBUSI
PELAKSANA MADYA PEMELIHARAAN DISTRIBUSI
TEGANGAN MENENGAH
(F.43.135.01.KUALIFIKASI.2.DISTEM)
PERIODE: 13-15 MARET 2023

OLEH:

RIKI PUJIANTO

PT. SENTRA TEKNOLOGI TERAPAN

JAKARTA
2023
Kode dan Nama Okupasi Jabatan

Bidang : Distribusi

Nama Jabatan
No Nama Kode Okupasi Jabatan
Okupasi
Pelaksana Madya
Riki Pujianto Pemeliharaan
1 F.43.135.01.KUALIFIKASI.2.DISTEM
Distribusi Tegangan
Menengah

STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN (SKTTK)

Kompetensi
No. Kode Unit Nama Unit
Inti / Pilihan

1 F.43.135.00.011.1 Melaksanakan Pemeliharaan Jaringan


Kompetensi Inti Tegangan Menengah

F.43.135.01.012.1 Melaksanakan Pemeliharaan Saluran


1 Udara Tegangan Menengah

Kompetensi
Pilihan

F.43.135.00.002.1
2 Melaksanakan Pemeliharaan Sistem
Pembumian

i
DAFTAR ISI

STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN


(SKTTK)............................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
BAB II FAKTOR K2/K3....................................................................................... 3
2.1 Keselamatan Ketenagalistrikan (K2)....................................................... 3
2.1.1 Tujuan keselamatan ketenagalistrikan................................................................3
2.1.2 Upaya untuk mewujudkan K2............................................................................3
2.1.3 Keselamatan ketenagalistrikan...........................................................................3
2.1.4 Keselamatan ketenagalistrikan...........................................................................4
2.1.5 Standarisasi sebagai pegangan awal melaksanakan kegiatan berpotensi
berbahaya........................................................................................................................4
2.1.6 Empat pilar keselamatan ketenagalistrikan.........................................................4
2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)................................................. 4
2.2.1 Pengertian K3.....................................................................................................4
2.2.2 Tujuan K3...........................................................................................................5
2.2.3 Sasaran K3..........................................................................................................5
2.2.4 Norma K3...........................................................................................................5
2.2.5 Dasar hukum K3.................................................................................................5
2.2.6 Jenis bahaya dalam K3.......................................................................................6
2.2.7 Istilah bahaya dalam lingkungan kerja...............................................................6
2.2.8 Standar keselamatan kerja..................................................................................6
2.2.9 Alat pelindung diri (APD)..................................................................................7
BAB III DAFTAR KERJA / ALAT UJI / BAHAN................................................. 9
3.1 Persyaratan Teknis Pada Alat Kerja dan Alat Ukur............................... 9
3.2 Macam-macam Alat Kerja dan Penggunaannya................................... 10
BAB IV KAJIAN TEORI.................................................................................... 13
4.1 Konsep Teori........................................................................................... 13
4.2 Jaringan Tegangan Menengah (JTM).................................................... 13
4.3 Gardu Distribusi...................................................................................... 15
4.4 Perangkat Hubung Bagi Tegangan Menengah..................................... 17

ii
4.5 Sistem pembumian................................................................................. 18
BAB V LANGKAH KERJA................................................................................ 19
5.1 Pemeliharaan Peralatan Hubung Bagi Tegangan Rendah (PHB TR) 19
5.2 Pemeliharaan Sistem Pembumian......................................................... 22
BAB VI KESIMPULAN...................................................................................... 24
LAMPIRAN.......................................................................................................... 3

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Listrik sangat dibutuhkan di dalam kehidupan sehari hari dan banyak dimanfaatkan
dalam kehidupan manusia, baik dalam rumah tangga, usaha, industri, sosial, peribadatan
dan lain lain. Demikian pentingnya energi listrik sehinga harus dijaga mutu dan
keandalannya. Untuk operasional yang handal dan kualitas yang prima, maka kualitas dan
kuantitas peralatan pembangkit, transmisi maupun distribusi harus terjamin adanya. Energi
listrik harus dibangkitkan pada saat dibutuhkan dikarenakan listrik sulit disimpan. Maka
dari itu kontinuitas suplai listrik merupakan masalah utama untuk manajemen kelistrikan
baik dari segi operasi maupun dari segi perencanaan. Peranan SDM merupakan faktor
yang penting dari aspek penggelolaan kelistrikan khususnya dalam menjamin kestabilan
atau kontinuitas suplai energi listrik dari proses pembangkitan, transmisi, distribusi sampai
ke konsumen.
Bidang ketenagalistrikan diatur sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2009 pasal 44 tentang ketenagalistrikan menyakatan bahwa setiap tenaga teknik dalam
usaha ketenagalistrikan wajib memiliki Sertifikat Kompetensi, untuk memenuhi ketentuan
keselamatan ketenagalistrikan guna mewujudkan kondisi instalasi tenaga listrik yang
aman, andal dan ramah lingkungan.
Untuk menjaga keandalan sistem jaringan distribusi tenaga listrik dalam
menyalurkan tenaga listrik yang baik ke konsumen, maka dilakukan inspeksi jaringan atau
pemeliharaan pada jaringan distribusi.

4
BAB II
FAKTOR K2/K3

2.1 Keselamatan Ketenagalistrikan (K2)


Keselamatan ketenagalistrikan adalah segala upaya atau langkah-langkah pengaman
instalasi penyediaan tenaga listrik dan pengaman pemanfaat tenaga listrik untuk
mewujudkan kondisi andal dan aman bagi instalasi dan kondisi aman dari bahaya bagi
manusia dan makhluk hidup lainnya, serta kondisi ramah lingkungan, di sekitar instalasi
tenaga listrik.

2.1.1 Tujuan keselamatan ketenagalistrikan


Untuk mewujudkan :
a. Andal dan aman bagi instalasi
b. Aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya
c. Ramah lingkungan

2.1.2 Upaya untuk mewujudkan K2


a. Standarisasi
b. Penerapan 4 pilar K2
c. Sertifikasi
d. Penerapan SOP
e. Adanya pengawas pekerjaan

2.1.3 Keselamatan ketenagalistrikan


Dasar hukum :
a. UU No.1 / 1970 ttg Keselamatan Kerja
b. UU No. 30 / 2009 ttg Ketenagalistrikan
c. PP No.3 / 2005 ttg Instalasi Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik
d. Keppres No.22 / 1993 ttg Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja
e. Kep Menaker No.5/Men/1996 ttg Sistem Manajemen K3 (SMK3)
f. Kep Direksi No.090.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Instalasi
g. Kep Direksi No.091.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Umum
h. Kep Direksi No.092.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Kerja

5
2.1.4 Keselamatan ketenagalistrikan
a. Setiap usaha ketenagalistrikan wajib memnuhi ketentuan keselamatan
ketenagalistrikan.
b. Keselamatan ketenagalistrikan meliputi:
 Standarisasi
 Pengamanan instalasi dan pemanfaat TL untuk mewujudkan kondisi:
c. Andal dan aman bagi instalasi (Keselamatan Instalasi)
d. Aman dari bahaya bagi manusia
e. Akrab lingkungan (Keselamatan Lingkungan)

2.1.5 Standarisasi sebagai pegangan awal melaksanakan kegiatan


berpotensi berbahaya
a. Standarisasi Proses (Pemasangan dsb)
b. Standarisasi Uji (Performance Test, Komisioning, dsb)
c. Standarisasi Produk (Spesifikasi dsb)

2.1.6 Empat pilar keselamatan ketenagalistrikan


a. Keselamatan Kerja : perlindungan terhadap pegawai
b. Keselamatan Umum: perlindungan terhadap masyarakat, instalansi
c. Keselamatan Lingkungan : perlindungan terhadap lingkungan instalansi
d. Keselamatan Instalansi : perlindungan terhadap instalasi penyediaan tenaga
listrik

2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


K3 merupakan suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya terhadap hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.

2.2.1 Pengertian K3
a. Pengertian secara filosofis
K3 merupakan suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya terhadap hasil karya dan

6
budaya menuju masyarakat adil dan makmur
b. Pengertian secara keilmuan
Dalam ilmu pengetahuan dan penerapannya, K3 adalah usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran,
peledakan dan pencemaran lingkungan.
c. Pengertian secara OHSAS 18001:2007 (Occupational Health and Safety
Assessment Series)
K3 adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan
dan kesehatan kerja dari tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok,
pengunjung dan tamu) di tempat kerja.

2.2.2 Tujuan K3
K3 bertujuan untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari
pencemaran lingkungan dengan memelihara dan melindungi kesehatan, keamanan dan
keselamatan tenaga kerja sehingga dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan pada akhirnya dapat meningkatkan sistem
efisiensi dan produktivitas kerja.

2.2.3 Sasaran K3
a. Menjamin keselamatan pekerja dan orang lain
b. Menjamin keamanan peralatan yang digunakan
c. Menjamin proses produksi yang aman dan lancar

2.2.4 Norma K3
a. Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja
b. Diterapkan untuk melindungi tenaga kerja
c. Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja

2.2.5 Dasar hukum K3


a. UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
b. UU No.21 tahun 2003 tentang pengesahan konvensi ILO
c. UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.PER-5/MEN/1996

7
2.2.6 Jenis bahaya dalam K3
a. Bahaya jenis kimia
Bahaya akibat terhirupnya atau terjadinya kontak antara manusia dengan bahan
kimia berbahaya. Contoh jenis kimia: abu sisa pembakaran bahan kimia, uap
bahan kimia dan gas bahan kimia.
b. Bahaya jenis fisika
Bahaya akibat suatu temperatur udara yang terlalu panas maupun terlalu dingin
serta keadaan udara yang tidak normal yang menyebabkan terjadinya
perubahan atau mengalami suhu tubuh yang tidak normal. Bahaya akibat
keadaan yang sangat bising yang menyebabkan terjadi kerusakan pendengaran.
c. Bahaya jenis proyek/pekerjaan
Bahaya akibat pencahayaan atau penerangan yang kurang menyebabkan
kerusakan penglihatan. Bahaya dari pengangkutan barang serta penggunaan
peralatan yang kurang lengkap dan aman yang mengakibatkan cedera pada
pekerja dan orang lain.

2.2.7 Istilah bahaya dalam lingkungan kerja


a. Hazard adalah suatu keadaan yang memungkinkan / dapat menimbulkan
kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan pekerja yang
ada.
b. Danger adalah tingkat bahaya akan suatu kondisi yang sudah menunjukkan
peluang bahaya sehingga mengakibatkan suatu tindakan pencegahan.
c. Risk adalah prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus
tertentu.
d. Incident adalah munculnya kejadian bahaya yang dapat atau telah
mengadakan kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas
normal.
e. Accident adalah kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan/atau
kerugian baik manusian maupun benda.

2.2.8 Standar keselamatan kerja


a. Perlindungan badan yang meliputi seluruh badan
b. Perlindungan mesin

8
c. Pengamanan listrik yang harus dicek secara berkala
d. Pengamanan ruangan, meliputi sistem alarm, alat pemadam kebakaran,
penerangan yang cukup, ventilasi yang baik dan jalur evakuasi khusus yang
memadai

2.2.9 Alat pelindung diri (APD)


APD merupakan perlengkapan wajib yang digunakan saat bekerja sesuai bahaya
dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja dan orang disekitarnya. Alat
pelindung diri meliputi:
a. Alat Pelindung Kepala
1. Safety Helmet atau helm pelindung untuk melindungi kepala dari benda-
benda yang dapat melukai kepala.
2. Safety Goggles atau kacamata pengamanan untuk melindungi mata dari
paparan partikel yang melayang di udara, percikan benda kecil, benda
panas ataupun uap panas.
3. Hearing Protection atau penutup telinga untuk melindungi dari
kebisingan ataupun tekanan.
4. Safety Mask atau masker yang berfungsi sebagai alat pelindung
pernafasan saat berada di area yang kualitas udaranya tidak baik.
5. Face Shield atau pelindung wajah untuk melindungi wajah dari paparan
bahan kimia, percikan benda kecil, benda panas ataupun uap panas,
benturan atau pukulan benda keras dan tajam.
b. Alat Pelindung Tubuh
1. Apron atau celemek untuk melindungi tubuh dari percikan bahan kimia
dan suhu panas.
2. Safety Vest atau rompi keselamatan kerja yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya kontak atau kecelakaan.
3. Safety Clothing atau alat pelindung tubuh untuk melindungi dari hal- hal
yang membahayakan saat bekerja, mengurangi resiko terluka dan juga
digunakan sebagai identitas pekerja.

c. Alat Pelindung Anggota Tubuh


1. Safety Gloves atau sarung tangan yang berfungsi melindungi jari-jari dan
tangan dari api,suhu panas, suhu dingin, radiasi, bahan kimia,

9
arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan, dan goresan benda tajam.
2. Safety Belt atau sabuk pengaman yang dipakai saat menggunakan alat
transportasi serta untuk membatasi ruang gerak pekerja agar tidak terjatuh.
3. Safety Boot/Shoes adalah sepatu boot atau sepatu pelindung untuk
melindungi kaki dari benturan, tertimpa benda berat, tertusuk benda tajam,
terkena cairan panas atau dingin, uap panas, bahan kimia berbahaya
ataupun permukaan licin.

1
0
BAB III
DAFTAR KERJA / ALAT UJI / BAHAN

3.1 Persyaratan Teknis Pada Alat Kerja dan Alat Ukur


Alat kerja dan alat ukur pada pekerjaan Pemeliharaan Gardu Distribusi biasanya
untuk pemeriksaan atau pengujian kelayakan peralatan sebelum dioperasikan. Terutama
untuk alat ukur diperlukan mempunyai kelas akurasi yang tinggi agar hasil yang
didapatkan benar-benar valid, sehingga dapat menjamin Pemeliharaan Saluran Udara
Tegangan Menengah dengan aman.

Ketelitian hasil ukur ditentukan oleh 2 ( dua ) hal, yaitu :


1. Kondisi alat ukur, yaitu ketelitiannya harus sesuai. Ketelitian alat ukur dapat
berkurang disebabkan antara lain, umur alat ukur yang memang sudah melebihi
yang direncanakan sehingga mengalami kerusakan atau sumber listrik yang
harusnya terpasang dengan kondisi tertentu, sudah tidak memenuhi seperti yang
dipersyaratkan.
2. Operator atau pengguna alat ukur tidak memahami cara yang benar, sehingga
terjadi kesalahan pemakaian atau cara membaca skala salah padahal alat ukur pada
kondisi yang baik. Alat ukur yang dimaksud disini selain merupakan alat yang
menghasilkan nilai dengan satuan listrik maupun mekanik, ada alat yang hanya
menunjukkan indikasi benar atau tidaknya suatu rangkaian atau sirkit. Alat seperti
ini disebut dengan indikator. Yang perlu diperhatikan pada alat ukur adalah
kesesuaian batas ukur alat ukurdan batas kapasitas atau kemampuan peralatan
yang akan diuji.

11
3.2 Macam-macam Alat Kerja dan Penggunaannya
Dalam pemeliharaan ditribusi tegangan rendah, peralatan yang digunakan
diantaranya:
1. Perlengkapan APD
a. Helm pelindung, berfungsi untuk melindungi kepala terhadap bahaya listrik,
mekanik, atau kimia panas. Terbuat dari bahan polyethylene, plastik, katun,
alumunium, dan bahan sistetis lainnya.

b. Wearpack, berfungsi untuk melindungi badan terhadap bahaya listrik, panas,


dan lainnya.

c. Sarung tangan, berfungsi untuk melindungi tangan dan lengan terhadap bahaya
listrik, mekanik, kimia, panas, dan lainnya.

12
d. Sepatu Safety, berfungsi untuk melindungi kaki terhadap bahaya listrik,
mekanik, kimia, dan panas.

e. Tongkat tester tegangan 20 kV, berfungsi untuk memeriksa adanya


tegangan pada kabel masuk atau keluar.

2. Peralatan Kerja
a. Toolkit, berfungsi untuk membuka atau mengencangkan baut,
memotong peralatan, seperti kabel, dan mengukur diameter peralatan.

b. Tang Ampere, berfungsi untuk mengukur besarnya arus listrik.

c. Megger isolasi 5000 Volt, berfungsi untuk mengukur tahanan isolasi


instalasi tegangan menengah ataupun tegangan rendah.

13
d. Earth tester, berfungsi untuk mengukur tahanan pentanahan kerangka kabel
dan pentanahan kabel.

e. Alat pembersih (sapu ijuk, kain lap, kuas)


f. Alat tulis

14
BAB IV
KAJIAN TEORI

4.1 Konsep Teori


Sistem distribusi merupakan penyaluran energi listrik dari ke konsumen. Perlu
diketahui bahwa sistem pendistribusian tenaga listrik terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
distribusi primer dan distribusi sekunder. Pertama, distribusi primer merupakan penyaluran
yang dimulai dari gardu induk (dari sisi sekunder trafo daya) menuju gardu distribusi (sisi
primer trafo distribusi) atau dari gardu induk langsung ke konsumen tegangan menengah
20 kV. Dimana tegangan tinggi tersebut terlebih dahulu diturunkan menjadi tegangan
menengah sebesar 20kV melalui transformator step down. Kedua, distribusi sekunder
merupakan penyalurannya dimulai dari gardu distribusi (sisi sekunder trafo distribusi)
kepada konsumen – konsumen tegangan rendah. Energi tenaga listrik disalurkan melalui
penyulang – penyulang yang berupa saluran udara ataupun dapat saluran kabel bawah
tanah. Penyulang distribusi tersebut terletak di gardu distribusi. Fungsi gardu distribusi
tersebut yang sering ditemui di jalanan adalah untuk menurunkan tegangan primer menjadi
tegangan rendah atau tegangan distribusi sekunder yaitu sebesar 220/380V.

4.2 Jaringan Tegangan Menengah (JTM)


Sistem distribusi tenaga listrik didefinisikan sebagai bagian dari sistem tenaga listrik
yang menghubungkan gardu induk, atau pusat pembangkit listrik dengan konsumen.
Sedangkan jaringan distribusi adalah sarana dari sistem distribusi tenaga listrik di dalam
menyalurkan energi ke konsumen. Dalam menyalurkan tenaga listrik ke pusat beban, suatu
sistem distribusi harus disesuaikan dengan kondisi setempat dengan memperhatikan faktor
beban, lokasi beban, perkembangan dimasa mendatang, keandalan serta nilai ekonomisnya.
Sebelum menuju ke bahasan Jaringan Distribusi Listrik Tegangan Menengah, disini saya
akan membagi berbagai istilah dan penjelasan tentang distribusi tenaga listrik. Yang
pertama adalah pembagian jaringan distribusi berdasarkan tegangan pengenalnya.
Berdasarkan tegangan pengenalnya sistem jaringan distribusi dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :

15
a. Sistem jaringan tegangan primer atau Jaringan Tegangan Menengah (JTM), yaitu
berupa Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) atau Saluran Udara Tegangan
Menengah (SUTM). Jaringan ini menghubungkan sisi sekunder trafo daya di Gardu
Induk menuju ke Gardu Distribusi, besar tegangan yang disalurkan adalah 6 kV, 12
kV atau 20 kV.
b. Jaringan tegangan distribusi sekunder atau Jaringan Tegangan Rendah (JTR),
salurannya bisa berupa SKTM atau SUTM yang menghubungkan Gardu
Distribusi/sisi sekunder trafo distribusi ke konsumen. Tegangan sistem yang
digunakan adalah 220 Volt dan 380 Volt.

Berdasarkan penjelasan diatas ternyata sistem jaringan listrik distribusi dibagi


menjadi tiga, yaitu : JTM, SKTM, SUTM. Itulah yang disebut Jaringan Distribusi Listrik
Tegangan Menengah, lalu jaringan tersebut diatas, masuk ke dalam jaringan distribusi
primer. Konfigurasi jaringan distribusi primer pada suatu sistem jaringan distribusi sangat
menentukan mutu pelayanan yang akan diperoleh khususnya mengenai kontinyuitas
pelayanannya. Adapun jenis jaringan primer yang biasa digunakan adalah:
1. Jaringan distribusi pola radial
Pola radial adalah jaringan yang setiap saluran primernya hanya mampu menyalurkan
daya dalam satu arah aliran daya. Jaringan ini biasa dipakai untuk melayani daerah
dengan tingkat kerapatan beban yang rendah. Keuntungannya ada pada
kesederhanaan dari segi teknis dan biaya investasi yang rendah. Adapun kerugiannya
apabila terjadi gangguan dekat dengan sumber, maka semua beban saluran tersebut
akan ikut padam sampai gangguan tersebut dapat diatasi.
2. Jaringan distribusi pola loop
Jaringan pola loop adalah jaringan yang dimulai dari suatu titik pada rel daya yang
berkeliling di daerah beban kemudian kembali ke titik rel daya semula. Pola ini
ditandai pula dengan adanya dua sumber pengisian yaitu sumber utama dan sebuah
sumber cadangan. Jika salah satu sumber pengisian (saluran utama) mengalami
gangguan, akan dapat digantikan oleh sumber pengisian yang lain (saluran cadangan).
Jaringan dengan pola ini biasa dipakai pada sistem distribusi yang melayani beban
dengan kebutuhan kontinyuitas pelayanan yang baik (lebih baik dari pola radial).

16
3. Jaringan distribusi pola grid
Pola jaringan ini mempunyai beberapa rel daya dan antara rel-rel tersebut
dihubungkan oleh saluran penghubung yang disebut tie feeder. Dengan demikian
setiap gardu distribusi dapat menerima atau mengirim daya dari atau ke rel lain.
4. Jaringan distribusi pola spindel
Jaringan primer pola spindel merupakan pengembangan dari pola radial dan loop
terpisah. Beberapa saluran yang keluar dari gardu induk diarahkan menuju suatu
tempat yang disebut gardu hubung (GH), kemudian antara GI dan GH tersebut
dihubungkan dengan satu saluran yang disebut express feeder. Sistem gardu
distribusi ini terdapat disepanjang saluran kerja dan terhubung secara seri.

Saluran kerja yang masuk ke gardu dihubungkan oleh saklar pemisah, sedangkan
saluran yang keluar dari gardu dihubungkan oleh sebuah saklar beban. Jadi sistem ini
dalam keadaan normal bekerja secara radial dan dalam keadaan darurat bekerja secara loop
melalui saluran cadangan dan GH.

4.3 Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)

Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) merupakan jaringan kawat tanpa isolasi
yang terentang diudara yang disangga oleh tiang penyangga. Secara umum SUTM
digunakan pada daerah dengan kepadatan beban rendah seperti pedesaan san di kota-kota
kecil.

17
4.4 Sistem pembumian
Sistem pembumian terhadap instalasi merupakan suatu keharusan, hal ini bertujuan
agar tidak ada kesalahan karena impedansi yang diabaikan bagi logam yang ditanahkan.
Untuk menghindari bahaya terhadap peralatan dan manusia pada titik suplai, netral
dihubungkan ke tanah. Di setiap instalasi yang bekerja di atas tegangan yang sangat
rendah harus tersedia suatu penghantar pelindung rangkaian. Mungkin seluruhnya atau
sebagian berupa pipa saluran dari logam. Semua instalasi pengerjaan logam harus
dihubungkan ke penghantar kontinuitas tanah, yang pada gilirannya dihubungkan ke
suatu terminal pentanahan. Terminal pentanahan pemakai harus berdekatan dengan
terminal - terminal suplai pemakai. Di setiap titik lampu dan tempat sakelar rangkaian
tambahan akhir dari penghantar tanah perlu dihubungkan ke suatu terminal tanah.
Adapun lokasi - lokasi peletakan pantekan pentanahan Ada tujuh (7) lokasi peletakan
pantekan pentanahan yaitu:
a. Trafo 1
b. Trafo 2
c. Panel Panel
d. MVDP
e. Ruang Kontrol
f. LVDP
g. CPGS

18
BAB V
LANGKAH KERJA
Kordinasi :
1. Koordinator Perencanaan Pemeliharaan
2. Koordinator Pemeliharaan Gardu Distribusi
3. Koordinator Logistik / Perbekalan
4. Asman Pemeliharaan
5. Pelanggan

Peralatan Kerja :
1. Radio Komunikasi (HT)
2. Tang Kombinasi
3. Tespen
4. Kunci pas-ring (12-13 mm)
5. Cangkul
6. Linggis
7. Ember Plastik
8. Earth Tester
9. Alat Tulis

Perlengkapan K3 :
1. Pakaian Kerja
2. Helm Safety
3. Sarung Tangan Kulit
4. Sepatu Safety
5. Rambu Peringatan

19
Material :
1. Pasak
2. BC 50 atau A3C 70 mm2
3. Konector 50/70

Langkah Kerja:
1. Berdasarkan PK yang diterima, pemeliharaan melakukan :
a. Menyiapkan material
b. Menyiapkan peralatan kerja dan peralatan K3 yang diperlukan untuk
perbaikan pembumian
2. Menuju ke lokasi kerja sesuai intruksi kerja / PK
3. Lapor ke piket setempat untuk menginformasikan pekerjaan perbaikan
pentanahan sudah siap
4. Mengukur nilai pembumiannya dengan mengunakan alat eath tester, dengan cara
kabel probe hijau disambung ke gardu, probe kuning dipasang pada pasak diluar
gardu yang akan diukur pembumiannya dan kabel probe merah lebih jauh lagi
dipasang pada pasak dari tempat kabel probe kuning dipasang. Dimana pasak
kabel probe kuning dan pasak kabel probe merah ditancapkan di tanah secara
sejajar dari arah gardu.
5. Dari hasil pengukuran pembumian, sesuai standar bila lebih besar dari 5 ohm
harus dilakukan perbaikan
6. Perbaikan nilai pembumian dengan cara menambahkan ground rod
7. Membereskan peralatan kerja dan peralatan K3 serta pengecekan ulang
peralatan kerja dan peralatan K3
8. Lapor ke piket setempat bahwa pekerjaan telah selesai
9. Kembali ke kantor dan membuat laporan.

20
BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan pemeliharaan distribusi tegangan menengah dapat


disimpulkan:
Permasalahan gangguan hubung singkat pada jaringan Saluran Udara
Tegangan Menengah (SUTM) dapat diselesaikan dengan beberapa alternatif
pemecahan, diantaranya adalah: Pemeliharaan kabel Saluran Udara Tegangan
Menengah (SUTM) feeder mata air secara berkala dengan memangkas ranting
pohon atau batang pohon yang hampir atau sudah mengenai kabel Saluran Udara
Tegangan Menengah (SUTM) feeder mata air, membersihkan kabel Saluran Udara
Tegangan Menengah (SUTM) feeder mata air dari benang-benang atau rangka
layang-layang yang menempel atau melilit pada kabel dan melakukan penarikan
kabel.

21
Lampiran Job Safety Analyst (JSA)

22
Lampiran 4 SOP / IK Pemeliharaan Sistem Pembumian

23
24
Lampiran 5 Dokumentasi

25

Anda mungkin juga menyukai