SKENARIO
dr. Fazri
Dimana di laporkan pasien tidak responsif dan membutuhkan bantuan ventilasi pasca
benturan di kepalanya. Kelainan apa yang diperkirakan didapat pada survei primer?
Bagaimana menilai kondisinya dengan cepat?
Setelah selesai survei primer, pasien terpasang definitif airway dan chest tube.
Pertimbangkan transfer ke pusat trauma untuk mendapatkan perawatan definitif,
meskipun ditemukan keadaan abnormal yang memerlukan pemeriksaan tambahan dan
survei sekunder.
Pasien menjadi takikardi dan hipotensi, nadi 120x/menit , tekanan sistolik 90 mmHg.
Apa yang harus dilakukan?
Kesimpulan : Pasien 44 tahun yang mengalami kecelakaan mobil dan di TKP pasien
tersebut tidak responsif. Di RS dilakukan intubasi dan pemasangan chest tube untuk
atasi pneumothorax kiri. Posisi chest tube dikontrol dengan foto thorax. Pada foto pelvis
ditemukan fraktur pelvis. Pasien diberi 2 unit darah untuk atasi takikardi dan hipotensi,
sekarang normotensi. Pemeriksaan GCS adalah 6T, masih dipasang cervical collar.
Pasien memerlukan evaluasi untuk kemungkinan trauma kapitis dan trauma abdomen.
Sewaktu melakukan intubasi dengan laringoskopi direct, pita suara tidak terlihat.
Sesudah dilakukan suction, aritenoid posterior terlihat dan usaha intubasi dilanjutkan.
Dengan konfirmasi CO2, tidak terlihat perubahan warna yang menujukkan intubasi
trakea berhasil.
Saudara berhasil melakukan intubasi menggunakan GEB (Gum Elastic Bougie). Posisi
tube dikonfirmasi benar dengan kolometrik CO2 dan suara napas bilateral, kemudian
meminta dilakukan foto thoraks.
Saudara menaikkan saturasi O2 ke 92% dengan ventilasi bag mask. Teknik advanced
airway apakah yang akan saudara terapkan?
Rontgen thoraks menunjukkan adanya pelebaran mediastinum dan fraktur beberapa iga
pada sisi kiri. Foto pelvis normal. Pemeriksaan FAST menunjukkan tidak ada kelainan
jantung. Terdapat cairan di Morisson’s puch (Hepatorenal Fossa). Frekuensi napas
36x/menit, nadi 140 dan tekanan darah 80/palpasi. S
Pasien segera dibawa ke ruang operasi untuk operasi penghentian darah. Darah dan
plasma diberikan dan protokol transfusi masif dilakukan.
Pada pasien didapatkan adanya distensi vena leher dan deviasi trakea serta suara
nafas menghilang di hemitoraks kanan.
Telah dilakukan pemasangan chest tube pada sela iga kedua, sejajar midclavicular
hemitoraks kanan. Kondisi pasien saat ini dengan pernapasan 28x/menit, nadi
110x/menit dan tekanan darah 110/70 mmHg.
Foto rontgen thoraks didapatkan pelebaran mediastinum dan multiple fraktur kosta
pada hemitoraks kanan disertai kontusio paru.
Pasien menderita fraktur kosta kiri bawah, yang dapat dilihat pada foto toraks dan
fraktur rami superior dan inferior pelvis yang terlihat pada foto pelvis. Karena temuan
tersebut, juga karena disertai nyeri tekan abdomen, pasien menjalani CT
abdominopelvik.
CT scan selain memperlihatkan adanya fraktur kosta dan pelvis, juga memperlihatkan
cedera limfa derajat III (moderae severe) dengan sejumlah kecil cairan bebasa
intraperitoneal. Tekanan darah pasien tetap normal, denyut nadi 110, dengan defisit
basa 3,2 dan laktat 1,7 mmol/L. Pasien dirawat di ICU untuk dimonitor, kontrol nyeri dan
perawatan napas, hemodinamik tetap normal selama 24 jam sehingga akhirnya
dtransfer ke ruang perawatan biasa. Pada hari ke 5, pasien dipulangkan.
Pasien diintubasi dan mendapat 1000 cc kedua normal saline. Denyut jantung menjadi
100 dan saturasi O2 meningkat menjadi 94%. Tekanan darah tetap 100/70 mmHg.
Setelah tanda-tanda vital mengalami perbaikan, pasien menjalani pemeriksaan CT scan
kepala dan abdomen. CT scan kepala menunjukkan hematoma subdural dengan
midline shift / pergeseran garis tengah sejauh 1 cm dan 2 area kontusio di lobus frontal.
CT scan abdomen tidak menunjukkan adanya kelainan. Karena adanya lesi intrakranial
dan penurunan skor GCS, dia dibawa ke ruang operasi untuk tindakan dekompresi
segera karena adanya hematoma subdural.
Radiologi tulang cervikal memperlihatkan fraktur korpus vertebra C6. Kemudian ada
fraktur stabil T6 tanpa cedera tulang yang lain. Foto abdomen memperlihatkan adanya
dcedera limpa derajat II.
Kesimpulan : Pasien dimasukkan ke ICU dan menjalani operasi fiksasi untuk tulang
servikal dan disarankan untuk dipindahkan ke pusat rehabilitasi tulang belakang.
Tidak ditemukan adanya kelainan pada survei primer dan terus mengeluh nyeri pada
tungkainya. Nadi distal teraba normal. Dia bisa menggerakkan jari-jari kakinya,
sensibilitas normal. Dilakukan pemeriksaan rontgen tungkai bawah bersamaan dengan
evaluasi radiografik terhadap vertebra servikal karena trauma distraksi.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan fraktur femur kominutif.
Pasien diintubasi dan akses vena yang didapatkan fossa antecubiti yang mengalami
luka bakar.
Penghitungan volume cairan yang dibutuhkan 12, 6 L dalam 24 jam. Pusat Trauma
Luka Bakar dihubungi untuk menyiapkan proses transfer dan tubuh pasien ditutupi
dengan kain bersih.
Resusitasi cairan dimulai dan produksi urin yang dihasilkan minimal, jumlah tetesan
ditingkatkan dan dilakukan evaluasi danya trauma yang lain.
Produksi urin pasien meningkat menjadi 0,5 ml/kg dengan penambahan jumlah volume
cairan , pada pemeriksaaan foto thoraks ditemukan fraktur iga multipel dan kontusio
paru. Setelah berdiskusi dengan dokter yang bertugas, pasien ditransfer ke pusat luka
bakar tingkat regional.
Kesimpulan : Pasien mendapat jumlah volume total cairan resusitasi sebanyak 20L
dalam 24 jam pertama dan ditemukan juga fraktur femur selai fraktur iga multipel.
Pasien menjalani beberapa kali skin graft dan akhirnya sembuh beberapa bulan
kemudian.
Pasien ditransfer ke trauma center terdekat setelah dilakukan intubasi dan stabilisasi
hemodinamik. Rontgen thoraks menunjukkan adanya kontusio paru dan rontgen pelvis
normal.
Penderita tersebut dalam pengobatan warfarin dan beta blocker untuk hipertensinya.
Foto thoraks memperlihatkan adanya fraktur multipel iga, CT scan kepala menunjukkan
hematoma subdural dengan kontusio intraserebral minimal.
Penderita diberikan fresh frozen plasma untuk menetralkan efek koantigulan warfarin,
dirawat di ICU untuk perawatan dan monitor keadaan parunya. Narkotik diberikan untuk
mengontrol nyeri dan setelah status koagulasi normal, dipasang kateter epidural.
Pasien sembuh setelah dirawat 10 hari dan dilakukan rehabilitasi singkat, dipulangkan
ke rumah. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan keselamatan rumah dengan titik
perhatian pada pencegahan jatuh dari ketinggian.
Pasien diberikan oksigen tekanan tinggi. Ia tidak dapat merespon pertanyaan yang
diajukan, frekuensi pernapasan 28x/menit, denyut nadi 130, GCS 7 (E=1 M= 2 M=4).
Dilakukan intubasi cepat pada pasien dikarenakan nilai GCSnya. Denyut nadi 130 dan
tekanan darah 90/60 mmHg. Dipasang akses intravena dan diberikan cairan kristaloid
sebanyak 1 L.
Uterus diposisikan ke kiri. Pasien tidak berespon terhadap resusitasi kristaloid dan
denyut nadi meningkat sampai 140. Pemeriksaan FAST dilakukan. Ditemukan cairan
intraabdomen. Pasien diberikan terapi Rh imunoglobulin antiobiotik dan segera dikirim
ke kamar operasi.
Pasien telah diintubasi, dipasang akses vena dan resusitasi cairan dengan kristaloid
dimulai. Posisi ETT baik setelah dikonfirmasi dengan foto rontgen. Pelvis tidak
menunjukkan adanya fraktur. Deformitas pada paha kanan diperiksa saat survei
sekunder. Telah dihubungi RS terdekat yang merupakan pusat trauma level 1.
Saat tiba, dilakukan reevaluasi kondisi pasien sbb: airway lancar, suara napas
terdengar di kedua paru, nadi 110, tekanan darah 100/60, GCS 3T. Hasil CT scan
terdapat subdural hematoma dan ruptur limpa. Pemeriksaan foto rontgen ekstremitas
ditemukan fraktur femur dekstra.