Anda di halaman 1dari 97

ANALISA NILAI KEKASARAN PERMUKAAN MAGNESIUM AZ31

YANG DIBUBUT MENGGUNAKAN PAHAT PUTAR DAN UDARA


DINGIN

(Skripsi)

Oleh :
BAGUS PURNOMO

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK

ANALISA NILAI KEKASARAN PERMUKAAN MAGNESIUM


AZ31 YANG DIBUBUT MENGGUNAKAN PAHAT PUTAR DAN UDARA
DINGIN
Oleh
BAGUS PURNOMO

Magnesium merupakan logam ringan yang banyak digunakan sebagai bahan


alternatif pengganti besi dan baja. Magnesium telah diaplikasikan di industri
otomotif untuk menurunkan berat suatu komponen, akan tetapi proses pemesinan
magnesium memiliki kekurangan yaitu sangat mudah terbakar karena memiliki
titik nyala yang rendah. Suhu pemotongan yang tinggi dapat menyebabkan
keausan pahat dan berkontribusi terhadap kualitas kekasaran permukaan. Tujuan
dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai kekasaran permukaan dan
mengimplementasikan metode pahat potong berputar (rotary tool) dan udara
pendingin (air cooling) keluaran vortex tube cooler untuk meminimumkan nilai
kekasaran permukaan. Parameter pemesinan bubut menggunakan pahat putar pada
kondisi kecepatan benda kerja (Vw) 50, 120, 160 m/min, kecepatan potong pahat
putar (Vt) 25, 50, 75 m/min, gerak makan (f) 0.1, 0.15, 0.2 mm/rev, dan
kedalaman potong 0.3 mm. Jenis pahat yang digunakan adalah pahat karbida
berdiameter 16 mm dan udara dingin bertekanan 6 bar. Hasil pengujian
menunjukkan nilai rata-rata kekasaran permukaan terendah pada kecepatan benda
kerja 80 m/min, kecepatan potong pahat putar 50 m/min, gerak makan 0.2
mm/rev, dan kedalaman potong 0.3 mm. Sedangkan nilai rata-rata kekasaran
permukaan tertinggi pada kecepatan benda kerja 160 m/min, kecepatan potong
pahat putar 50 m/min, gerak makan 0.2 mm/rev, dan kedalaman potong 0.3 mm.
Pengaruh parameter pemesinan menyimpulkan semakin tinggi kecepatan benda
kerja maka nilai kekasaran permukaan semakin tinggi. Sebaliknya semakin tinggi
kecepatan potong pahat putar maka nilai kekasaran permukaan semakin rendah.
Hasil pengamatan pada permukaan pada pahat putar, ditemukan keausan pahat
yang tidak seragam yang menyebabkan kekasaran permukaan yang tidak seragam.
Penggunaan pahat putar berkontribusi untuk menurunkan nilai kekasaran
permukaan yang dihasilkan.

Kata Kunci : Magnesium AZ31, pemesinan, pahat putar, udara dingin,


kekasaran permukaan.
ABSTRACT

ANALYSIS OF SURFACE ROUGHNESS VALUES OF MAGNESIUM


AZ31 THAT IS TURNING USING ROTARY CUTTING TOOL AND AIR
COOLING

By

BAGUS PURNOMO

Magnesium is a lightweight metal that is widely used as an alternative to


iron and steel. Magnesium has been applied in the automotive industry to reduce
the weight of a component, but the machining process has the disadvantage that
magnesium is highly flammable because it has a low flash point. High
temperature can cause the cutting tool wear and contributes to the quality of the
surface roughness. The purpose of this study is to obtain the value of surface
roughness and implement methods of rotary cutting tool and air cooling output
vortex tube cooler to minimize the surface roughness values. Machining
parameters that is turning using rotary cutting tool at speed the workpiece of (Vw)
50, 120, 160 m/min, cutting speed of rotary tool of (Vt) 25, 50, 75 m/min, feed
rate of (f) 0.1, 0.15, 0.2 mm/rev, and depth of cut of 0.3 mm. Type of tool used is
a carbide tool diameter of 16 mm and air cooling pressure of 6 bar. The results
show the average value of the lowest surface roughness on the workpiece speed of
80 m/min, cutting speed of rotary tool of 50 m/min, feed rate of 0.2 mm/rev, and
depth of cut of 0.3 mm. While the average value of the highest surface roughness
on the workpiece speed of 160 m/min, cutting speed of rotary tool of 50 m/min,
feed rate of 0.2 mm/rev, and depth of cut of 0.3 mm. The influence of machining
parameters concluded the higher the speed of the workpiece the surface roughness
value higher. Otherwisw the higher cutting speed of rotary tool then the lower the
surface roughness value. The observation on the surface of the rotary tool, it was
found that no uniform tool wear which causes non-uniform surface roughness.
The use of rotary cutting tool contributing to lower surface roughness values
generated.

Keywords: Magnesium AZ31, machining, rotary tool, air cooling, surface


roughness.
ANALISA NILAI KEKASARAN PERMUKAAN MAGNESIUM AZ 31
YANG DIBUBUT MENGGUNAKAN PAHAT PUTAR DAN UDARA
DINGIN

Oleh
BAGUS PURNOMO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar


SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Karang Endah Kecamatan

Terbanggi Besar Lampung Tengah pada tanggal 22

Agustus 1993, sebagai anak ke empat dari empat

bersaudara pasangan Bapak Tujiman dan Ibu Gariyanti.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD

Negeri 1 Karang Endah pada tahun 2006, pendidikan

Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 5 Terbanggi Besar pada tahun 2009

dan Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan di SMK N 2 Terbanggi Besar pada

tahun 2012.

Dan pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam

organisasi internal kampus, yaitu sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik

Mesin (HIMATEM) sebagai Kepala Divisi Penerbitan periode 2014 - 2015. Pada

bidang akademik, pada tahun 2015 penulis melaksanakan kerja praktek di PT.

KRAKATAU STEEL Tbk di Cilegon. Kemudian penulis pernah menjadi asisten

kegiatan praktikum Proses Produksi pada tahun ajaran 2016/2017. Dan pada tahun

2016 penulis melakukan penelitian pada bidang kosentrasi Produksi sebagai

Tugas Akhir “Analisa Nilai Kekasaran Permukaan Magnesium AZ31 Yang

Dibubut Menggunakan Pahat Putar dan Udara Dingin“ dibawah Bimbingan

Bapak Dr. Gusri Akhyar Ibrahim S.T.,M.T. dan Bapak Achmad Yahya TP,

S.T.,M.T.
MOTTO

“Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain


apa yang telah diusahakannya”
(QS. An-Najm [53]: 39)

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang


beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan
surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”
(QS. Al-Baqarah [2]: 25)

“Keberhasilan bukanlah milik orang pintar. Keberhasilan adalah


kepunyaan mereka yang senantiasa berusaha”
(B.J. Habibie)

“Semua orang itu jenius. Tapi jika kau menilai seekor ikan dari
kemampuannya memanjat pohon, maka itu akan membuatnya
merasa bodoh seumur hidupnya”
(Albert Einsten)

“Jangan menunda kesuksesan anda dengan terus bermalas-


malasan, anda lupa bahwa orang tua anda semakin tua”
(Bagus Purnomo)
KUPERSEMBAHAKAN KARYA SEDERHANA INI KEPADA

IBU dan BAPAK Tercinta

Semua pengorbanan, keringat kerja keras dan kasih sayang yang selalu
kalian berikan menjadikanku lebih kuat dalam melangkah dan mampu pada
kalianlan aku memandang marah adalah nasehat yang berguna

Kakak dan Adikku Tercinta

Teringat ketika kita bermain tertawa bersama, walau terkadang


ada pertengkaran namun selalu penuh kehangatan kasih
sayang dan kebersamaan

Dosenku yang sangat berjasa


Kalian ibarat sebuah lilin yang menghabiskan dirinya untuk mencerahkan
kehidupan orang lain, selalu membagi ilmu dan wawasannya tanpa
kenal lelah

Calon Pendamping Hidupku


Senan tiasa selalu memberi motivasi dan semangat dalam belajar,
berbagi waktu suka maupun duka

Sahabat Mesin ‘12


Yang selalu memberi semangat dan berdiri tegap disampingku saat suka
maupun duka, berbagi nasihat dan keceriaan

Almamater kebanggaanku Fakultas Teknik Universitas Lampung

Republik Indonesia
x

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT yang selalu

memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis. Sehingga penulis selalu

mendapat kelancaran dan kemudahan dalam penulisan skripsi ini. Shalawat serta

salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW,

serta para keluarga dan sahabat Nya hingga akhir zaman.

Alhamdulillahirabbilalamin, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

penulisan ini sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar sarjana teknik pada

jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung. Skripsi ini berjudul

“ANALISA NILAI KEKASARAN PERMUKAAN MAGNESIUM AZ31 YANG

DIBUBUT MENGGUNAKAN PAHAT PUTAR DAN UDARA DINGIN”.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan,

motivasi dan bantuan baik secara moral maupun materil oleh banyak pihak. Untuk

itu dengan sepenuh ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Lampung.

2. Bapak Ahmad Su’udi, S.T.,M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin

Universitas Lampung, yang telah membantu kelancaran selama penyelesaian

tugas akhir penulis.


xi

3. Bapak Dr. Gusri Akhyar Ibrahim, S.T.,M.T. selaku pembimbing utama tugas

akhir, terima kasih atas semua arahan, bimbingan, segala nasehat dan juga

motivasinya terhadap penulis serta ilmu yang diberikan selama penyelesaian

tugas akhir penulis.

4. Bapak Achmad Yahya TP, S.T.,M.T. selaku dosen pembimbing pendamping

tugas akhir, terima kasih atas semua saran-saran, bimbingan, dan juga atas

segala kelancaran selama penyelesaian tugas akhir penulis.

5. Bapak Dr. Eng. Suryadiwansa Harun, S.T.,M.T. selaku dosen pembahas tugas

akhir, terima kasih atas semua saran-saran, perbaikan yang sangat

membangun.

6. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Tujiman dan Ibu Gariyanti yang selalu

memberikan kasih sayang, sabar menunggu dan mendoakan atas harapan akan

kesuksesan penulis hingga dapat menyelesaikan studi S-1.

7. Kepada Kakakku : Sulisno, S.pd.,M.M., Anita Junaini, S.St., Dwi Anggoro

S., Sriminarni, dan Fita Kurniasih, A.md.,Keb. terima kasih atas dukungan,

motivasi, pengertian, doa dan kasih sayangnya.

8. Kepada Okni Winda Artanti, S.Pt. yang selalu sabar dan selalu memberikan

semangat pada penulis agar tidak bermalas-malasan dalam mngerjakan

skripsi ini.

9. Bapak Harnowo Supriadi, S.T.,M.T selaku dosen kordinator Tugas Akhir

yang selalu membantu dan memotivasi penulis agar dapat menyelesaikan

skripsi ini.

10. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Mesinatas ilmu yang diberikan selama penulis

melaksanakan studi, baik materi akademik maupun teladan dan motivasi

untuk masa yang akan datang.


xii

11. Rekan satu penelitian Tugas Akhir saya : Dhika Arifian, Opi Sumardi, dan

Wafda Nadhira yang selalu menemani dan saling membantu dalam

melakukan penelitian.

12. Rekan-rekan sahabat terbaik : Nur Wakhid, Ajito Surancoyo, Muhammad

Ikbal, Zaenal Arifin, Ahmad Alfian, Andika Sofyan, Farid Nanda Syanur,

Ahmad Gustiawan S, dan Rajiz Arif Wibowo semoga rasa kebersamaan dan

kekeluargaan ini akan selalu ada untuk selamanya.

13. Rekan-rekan Teknik Mesin 2012 semua yang tidak bisa disebut namanya satu

persatu. Semoga kebersamaan ini tetap terjaga hingga akhir hayat,

“SOLIDARITY FOREVER”.

14. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini

yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Terimakasih penulis ucapkan atas bantuan yang diberikan sehingga

terselesaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Bandar Lampung, Juli 2017

Penulis

Bagus Purnomo
xiii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ..................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v

PERNYATAAN PENULIS ............................................................................ vi

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii

HALAMAN MOTTO ..................................................................................... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... ix

SANWACANA ............................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xxiii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2. Tujuan ................................................................................................. 4

1.3. Batasan Masalah ................................................................................. 5

1.4. Sistematika Penulisan ......................................................................... 5


xiv

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Magnesium (Mg) ................................................................................ 8

2.1.1. Sifat-sifat Magnesium ............................................................... 9

2.1.2. Karakteristik Magnesium .......................................................... 12

2.1.3. Penandaan Magnesium .............................................................. 13

2.2. Proses Pemesinan ................................................................................ 14

2.2.1. Proses Bubut (turning)............................................................... 15

2.2.2. Jenis Operasi Bubut ................................................................... 18

2.2.3. Parameter Proses Bubut ............................................................. 18

2.3. Pemesinan Magnesium ....................................................................... 21

2.4. Kekasaran Permukaan ........................................................................ 23

2.5. Pemesinan Kecepatan Tinggi dengan Pahat Putar .............................. 29

2.6. Suhu Pemotongan Dalam Proses Pemesinan dengan Pahat

Berputar ............................................................................................... 30

2.7. Proses Pendingin Menggunakan Vortex Tube .................................... 32

2.7.1. Cara Kerja Vortex Tube ............................................................. 34

2.7.2. Keuntungan Sistem Refrigerasi Tabung Vortex ........................ 36

2.7.3. Kerugian Dari Sistem Refrigerasi Tabung Vortex ..................... 37

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 38

3.2. Alur Penelitian .................................................................................... 39

3.3. Alat dan Bahan .................................................................................... 40

3.3.1. Material Magnesium AZ31 ....................................................... 40

3.3.2. Mesin Bubut .............................................................................. 42


xv

3.3.3. Pahat Putar (Rotary Tool) ......................................................... 43

3.3.4. Vortex Tube ............................................................................... 45

3.3.5. Stopwatch .................................................................................. 46

3.3.6. Termometer Inframerah ............................................................ 46

3.3.7.Pahat Putar ................................................................................. 47

3.3.8. Kompresor ................................................................................. 48

3.3.9. Surface Tester ........................................................................... 49

3.3.10. Kamera Mikroskop USB ......................................................... 50

3.3.11. Jangka Sorong ......................................................................... 51

3.4. Prosedur Penelitian ............................................................................. 52

3.4.1. Persiapan Bahan ........................................................................ 52

3.4.2. Set-up Pemesinan ...................................................................... 54

3.4.3. Proses Pembubutan Spesimen ................................................... 55

3.4.4. Cara Pengukuran Kekasaran menggunakan Surface Tester ..... 60

3.4.5. Cara Pengambilan Gambar Profil Permukaan Magnesium

Menggunakan Mikroskop USB . .............................................. 61

3.4.6. Pengambilan Data ..................................................................... 62

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian ................................................................................... 64

4.2. Pembahasan Nilai Kekasaran Permukaan Hasil Pemotongan ............ 77

4.2.1. Pembahasan Perbandingan Gerak Makan (F) Terhadap Nilai

Kekasaran Permukaan .............................................................. 77

4.2.2. Pembahasan Perbandingan Kecepatan Potong Pahat Putar (Vt)

Terhadap Nilai Kekasaran Permukaan ..................................... 91


xvi

4.2.3. Pembahasan Perbandingan Kecepatan Benda Kerja (Vw)

Terhadap Nilai Kekasaran Permukaan ..................................... 100

4.3. Pembahasan Perbandingan Nilai Kekasaran Permukaan Antara Pahat

Diam dan pahat Putar pada Parameter Yang Sama ............................ 108

BAB IV. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan ............................................................................................. 115

5.2. Saran .................................................................................................... 116

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Prinsip bidang dan arah pada elemen magnesium ................... 12

Gambar 2.2. Penamaan paduan magnesium ................................................. 13

Gambar 2.3. Beberapa proses pemesinan : Bubut (Turning/Lathe),

Frais (Milling), Sekrap (Planning, Shaping), Gurdi (Drilling),

Gerinda (Grinding), Bor (Boring), Pelubang (Punching Press),

Gerinda Permukaan (Surface Grinding) ................................... 15

Gambar 2.4. Mesin bubut ............................................................................. 17

Gambar 2.5. Proses pada mesin bubut .......................................................... 18

Gambar 2.6. Skematis proses bubut .............................................................. 19

Gambar 2.7. Profil kekasaran permukaan ..................................................... 25

Gambar 2.8. Ilustrasi proses pemesinan bubut dengan pahat berputar ......... 30

Gambar 2.9. Aliran panas selama proses pemesinan bubut dengan pahat

berputar ..................................................................................... 30

Gambar 2.10. Sistem kerja vortex tube ......................................................... 36

Gambar 3.1. Flowchart penelitian ................................................................ 40

Gambar 3.2. Material magnesium AZ31 ....................................................... 40

Gambar 3.3. Mesin bubut konvensional ....................................................... 43


xviii

Gambar 3.4. Pahat putar (Rotary tool) .......................................................... 44

Gambar 3.5. Vortex tube .............................................................................. 45

Gambar 3.6. Stopwatch ................................................................................. 46

Gambar 3.7. Termometer infremerah ............................................................ 47

Gambar 3.8. Pahat putar carbide .................................................................. 36

Gambar 3.9. Kompresor ................................................................................ 49

Gambar 3.10. Surface tester .......................................................................... 50

Gambar 3.11. Mikroskop USB ...................................................................... 51

Gambar 3.12. Jangka sorong ........................................................................ 52

Gambar 3.13. Material magnesium (A) sebelum pembubutan,

(B) setelah pembubutan .......................................................... 53

Gambar 3.14. Pengukuran pada magnesium ................................................. 53

Gambar 3.15. Set-up pemesinan magnesium ................................................ 54

Gambar 3.16. Instalasi vortex tube ................................................................ 55

Gamabr 3.17. Pengoperasian pada kompresor .............................................. 56

Gambar 3.18. Pengukuran temperatur keluaran vortex tube ......................... 56

Gambar 3.19. Ilustrasi proses pemesinan bubut menggunakan pahat

putar ....................................................................................... 57

Gambar 3.20. Dimensi pembubutan pada setiap pemakanan ....................... 59

Gambar 3.21. Cara pengambilan nilai kekasaran menggunakan

surface tester .......................................................................... 60

Gambar. 3.22. Cara pengambilan gambar profil permukaan magnesium

menggunakan mikroskop USB ............................................. 62


xix

Gambar 4.1. Grafik perbandingan gerak makan (f) 0,1 dan 0,2 mm/rev

terhadap nilai kekasaran permukaan ......................................... 77

Gambar 4.2. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara gerak

makan gerak makan (f) 0,1 dan 0,2 mm/rev pada kecepatan

benda kerja (Vw) 80 m/min, kecepatan potong pahat putar

(Vt) 50 m/min, dan kedalaman potong 0,3 mm ........................ 79

Gambar 4.3. Grafik perbandingan gerak makan (f) 0,1 dan 0,2 mm/rev

terhadap nilai kekasaran permukaan ......................................... 79

Gambar 4.4. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara gerak

makan gerak makan (f) 0,1 dan 0,2 mm/rev pada kecepatan

putaran benda kerja (Vw) 120 m/min, kecepatan potong pahat

putar (Vt) 25 m/min, dan kedalaman potong 0,3 mm ............... 81

Gambar 4.5. Grafik perbandingan gerak makan (f) 0,1 dan 0,2 mm/rev

terhadap nilai kekasaran permukaan ......................................... 81

Gambar 4.6. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara gerak

makan gerak makan (f) 0,1 dan 0,2 mm/rev pada kecepatan

benda kerja (Vw) 120 m/min, kecepatan potong pahat putar

(Vt) 75 m/min, dan kedalaman potong 0,3 mm ........................ 83

Gambar 4.7. Grafik perbandingan gerak makan (f) 0,1 dan 0,2 mm/rev

terhadap nilai kekasaran permukaan ......................................... 85

Gambar 4.8. Pengukuran nilai feed mark pada profil permukaan

hasil pemotongan antara gerak makan 0,1 mm/rev dan

0,2 mm/rev ................................................................................ 86


xx

Gambar 4.9. Grafik perbandingan gerak makan (f) 0,1 dan 0,2 mm/rev

terhadap nilai kekasaran permukaan ........................................ 87

Gambar 4.10. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara gerak

makan gerak makan (f) 0,1 dan 0,2 mm/rev pada kecepatan

benda kerja (Vw)160 m/min, kecepatan potong pahat putar

(Vt) 50 m/min, dan kedalaman potong 0,3 mm ...................... 90

Gambar 4.11. Pengukuran nilai feed mark pada profil permukaan

hasil pemotongan antara gerak makan 0,1 mm/rev dan

0,2 mm/rev .............................................................................. 90

Gambar 4.12. Grafik perbandingan kecepatan potong pahat putar (Vt) 25

m/min dan 75 m/min terhadap nilai kekasaran permukaan .... 91

Gambar 4.13. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara kecepatan

potong pahat putar (Vt) 25 m/min dan 75 m/min pada

kecepatan benda kerja (Vw) 80 m/min, gerak makan

(f) 0,15 mm/rev dan kedalaman potong 0,3 mm ..................... 93

Gambar 4.14. Grafik perbandingan kecepatan potong pahat putar (Vt) 25

m/min dan 75 m/min terhadap nilai kekasaran permukaan .... 93

Gambar 4.15. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara kecepatan

potong pahat putar (Vt) 25 m/min dan 75 m/min pada

kecepatan benda kerja (Vw) 160 m/min, gerak makan

(f) 0,15 mm/rev dan kedalaman potong 0,3 mm ..................... 95

Gambar 4.16. Grafik perbandingan kecepatan potong pahat putar (Vt) 25

m/min dan 75 m/min terhadap nilai kekasaran permukaan .... 95


xxi

Gambar 4.17. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara kecepatan

potong pahat putar (Vt) 25 m/min dan 75 m/min pada

kecepatan benda kerja (Vw) 120 m/min, gerak makan

(f) 0,1 mm/rev dan kedalaman potong 0,3 mm ....................... 97

Gambar 4.18. Grafik perbandingan kecepatan potong pahat putar (Vt) 25

m/min dan 75 m/min terhadap nilai kekasaran permukaan .... 97

Gambar 4.19. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara kecepatan

potong pahat putar (Vt) 25 m/min dan 75 m/min pada

kecepatan benda kerja (Vw) 120 m/min, gerak makan

(f) 0,2 mm/rev dan kedalaman potong 0,3 mm ...................... 99

Gambar 4.20. Grafik perbandingan kecepatan benda kerja (Vw) 80 m/min

dan 160 m/min terhadap nilai kekasaran permukaan ............. 100

Gambar 4.21. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara kecepatan

benda kerja (Vw) 80 m/min dan 160 m/min pada gerak makan

(f) 0,15 mm/rev, kedalaman potong 0,3 mm, dan kecepatan

potong pahat putar 25 m/min .................................................. 102

Gambar 4.22. Grafik perbandingan kecepatan benda kerja (Vw) 80 m/min

dan 160 m/min terhadap nilai kekasaran permukaan .............. 102

Gambar 4.23. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara kecepatan

benda kerja (Vw) 80 m/min dan 160 m/min pada gerak makan

gerak makan (f) 0,1 mm/rev, kedalaman potong 0,3 mm,

dan kecepatan potong pahat putar 50 m/min .......................... 104

Gambar 4.24. Grafik perbandingan kecepatan benda kerja (Vw) 80 m/min

dan 160 m/min terhadap nilai kekasaran permukaan .............. 104


xxii

Gambar 4.25. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara kecepatan

benda kerja (Vw) 80 m/min dan 160 m/min pada gerak makan

gerak makan (f) 0,2 mm/rev, kedalaman potong 0,3 mm,

dan kecepatan potong pahat putar 50 m/min ...........................106

Gambar 4.26. Grafik perbandingan kecepatan benda kerja (Vw) 80 m/min

dan 160 m/min terhadap nilai kekasaran permukaan .............. 106

Gambar 4.27. Perbandingan profil permukaan benda kerja antara kecepatan

benda kerja (Vw) 80 m/min dan 160 m/min pada gerak makan

gerak makan (f) 0,15 mm/rev, kedalaman potong 0,3 mm,

dan kecepatan potong pahat putar 75 m/min ...........................108

Gambar 4.28. Perbandingan sisi pemakanan pahat diam dan pahat putar ..... 111

Gambar 4.29. Fenomena keausan yang terjadi pada pahat putar ................... 113

Gambar 4.30. Perbandingan profil permukaan magnesium AZ31 dengan

menggunakan pahat putar dan pahat diam .............................. 114


xxiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Sifat atom magnesium ................................................................... 9

Tabel 2.2. Sifat fisik magnesium ................................................................... 13

Tabel 2.3. Toleransi harga kekasaran rata-rata Ra ......................................... 28

Tabel 2.4. Tingkat kekasaran rata-rata permukaan menurut proses

pengerjaannya .............................................................................. 29

Tabel 3.1. Rencana kegiatan penelitian ......................................................... 38

Tabel 3.2. Karakteristik fisik dan termal paduan magnesium AZ31 ............. 41

Tabel 3.3. Sifat fisik magnesium ................................................................... 41

Tabel 3.4. Spesifikasi msin bubut konvensional ............................................ 30

Tabel 3.5. Spesifikasi rotary tool ................................................................... 44

Tabel 3.6. Spesifikasi termometer inframerah ............................................... 47

Tabel 3.7. Spesifikasi pahat putar .................................................................. 48

Tabel 3.8. Spesifikasi kompresor ................................................................... 49

Tabel 3.9. Spesifikasi surface tester .............................................................. 50

Tabel 3.10. Spesifikasi mikroskop USB ........................................................ 51

Tabel 3.11. Spesifikasi jangka sorong ........................................................... 52

Tabel 3.12. Parameter pemotongan ................................................................ 58


xxiv

Tabel 3.13. Disain penelitian dan jumlah sampel yang diperoleh untuk

tipe Box Behnken ........................................................................ 59

Tabel 3.14. Data pengujian ............................................................................ 63

Tabel 4.1. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan kecepatan

benda kerja 80 m/min, kedalaman potong 0,3 mm, dan kecepatan

potong pahat putar 50 m/min ........................................................ 65

Tabel 4.2. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan kecepatan

benda kerja 120 m/min, kedalaman potong 0,3 mm, dan kecepatan

potong pahat putar 25 m/min ........................................................ 66

Tabel 4.3. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan kecepatan

benda kerja 120 m/min, kedalaman potong 0,3 mm, dan kecepatan

potong pahat putar 75 m/min ........................................................ 67

Tabel 4.4. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan kecepatan

benda kerja 160 m/min, kedalaman potong 0,3 mm, dan kecepatan

potong pahat putar 50 m/min ........................................................ 68

Tabel 4.5. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan kecepatan

benda kerja 80 m/min, gerak makan 0,15 mm/rev, dan kedalaman

potong 0,3 mm .............................................................................. 69

Tabel 4.6. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan kecepatan

benda kerja 160 m/min, gerak makan 0,15 mm/rev, dan kedalaman

potong 0,3 mm .............................................................................. 70

Tabel 4.7. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan kecepatan

benda kerja 120 m/min, gerak makan 0,1 mm/rev, dan kedalaman

potong 0,3 mm .............................................................................. 71


xxv

Tabel 4.8. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan kecepatan

benda kerja 120 m/min, gerak makan 0,2 mm/rev, dan kedalaman

potong 0,3 mm .............................................................................. 72

Tabel 4.9. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan gerak

makan 0,15 mm/rev, kedalaman potong 0,3 mm, dan kecepatan

potong pahat putar 25 m/min ........................................................ 73

Tabel 4.10. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan gerak

makan 0,1 mm/rev, kedalaman potong 0,3 mm, dan kecepatan

potong pahat putar 50 m/min ...................................................... 74

Tabel 4.11. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan gerak

makan 0,2 mm/rev, kedalaman potong 0,3 mm, dan kecepatan

potong pahat putar 50 m/min ...................................................... 75

Tabel 4.12. Data hasil pengukuran nilai kekasaran dengan keadaan gerak

makan 0,15 mm/rev, kedalaman potong 0,3 mm, dan kecepatan

potong pahat putar 75 m/min ...................................................... 76

Tabel 4.13. Data hasil pengukuran nilai kekasaran pada pengujian kedua

yang mengacu parameter pada tabel 4.2 ..................................... 84

Tabel 4.14. Data hasil pengukuran nilai kekasaran pada pengujian dengan

menggunakan pahat diam ........................................................... 109

Tabel 4.15. Data hasil pengukuran nilai kekasaran pada pengujian dengan

menggunakan pahat putar ........................................................... 110


1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Magnesium merupakan logam yang ringan dan memiliki karakteristik

yang hampir sama dengan aluminium, akan tetapi magnesium memiliki titik

cair yang lebih rendah dibandingkan dengan aluminium. Magnesium dapat

digunakan sebagai bahan alternatif pengganti besi dan baja karena

magnesium memiliki kelebihan. Salah satunya adalah magnesium merupakan

unsur yang berlimpah dan elemen terbanyak kedelapan yang membentuk 2 %

berat kulit bumi, serta merupakan unsur terlarut ketiga terbanyak pada air laut

(Ansyori, 2015 ; Ibrahim, 2014 ; Mahrudi dan Burhanuddin, 2013 ;

Padmanaban et al., 2011).

Pada perkembangannya, magnesium atau paduannya sudah banyak

diaplikasikan di industri otomotif di antaranya untuk menurunkan berat suatu

komponen karena merupakan logam yang ringan (Ibrahim, 2014 ; Blawert et

al., 2004). Dalam aplikasi otomotif penurunan berat ini akan meningkatkan

kinerja kendaraan dengan mengurangi rolling resistance dan energi

percepatan, sehingga mampu mengurangi jumlah konsumsi bahan bakar

(Blawert et al., 2004). Pada proses pemesinan magnesium dikenal memiliki

karakteristik pemotongan yang sangat baik karena memiliki kekuatan potong


2

spesifik yang rendah, potongan geram yang pendek, keausan pahat yang

relatif rendah, kualitas permukaan yang tinggi serta dapat dipotong pada

kecepatan pemotongan dan pemakanan yang tinggi (Riyadi, 2015 ; Harun,

2012). Meskipun magnesium memiliki banyak kelebihan, akan tetapi

magnesium memiliki kekurangan yaitu sangat mudah terbakar karena

memiliki titik nyala yang rendah. Pada titik nyala yang rendah tersebut geram

akan terbakar, di mana suhu pemotongan melebihi titik cair bahan yaitu

(400°C - 600°C) (Mahrudi dan Burhanuddin, 2013).

Dalam mengatasi permasalahan ini, banyak penelitian yang telah

dilakukan untuk mencari metode yang efektif guna menurunkan suhu

pemotongan. Sebagaimana dinyatakan oleh peneliti sebelumnya bahwa suhu

pemotongan yang tinggi akan menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang

tinggi (Bruni et al., 2004). Karena proses pemesinan dengan suhu tinggi akan

menyembabkan terjadinya keausan pada pahat sehingga dapat menurunkan

kualitas kekasaran permukaan benda kerja (Su, et al., 2006 ; Paryanto et al.,

2012). Kekasaran permukaan merupakan salah satu karakteristik yang

menunjukkan kualitas kritis permukaan pada proses pemesinan. Kekasaran

permukaan memiliki peranan penting karena dapat mempengaruhi koefisien

gesek dari suatu komponen apabila komponen tersebut dipasangkan dengan

komponen lainnya (Ibrahim et al., 2015)

Pada proses pemesinan, umumnya metode yang banyak digunakan

untuk menurunkan suhu pemotongan adalah dengan menggunakan cairan

(baik berupa pelumas maupun pendingin). Namun pada perkembangannya

penggunaannya cairan ini mulai dinimalisir karena sangat berbahaya bagi


3

kesehatan dan lingkungan (Doni, 2015 ; Harun, 2009 ; Kuuppinen, 2002).

Selain itu pembuangan limbah dari cairan ini harus melalui beberapa proses

pengolahan terlebih dahulu agar komposisi limbah tidak melebihi batas

ambang yang diijinkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan

cairan ini memerlukan biaya produksi yang mahal (Doni, 2015 ; Kuuppinen,

2002).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Doni (2015) yang bertujuan

untuk menganalisa nilai kekasaran permukaan dengan menurunkan suhu

pemotongan. Pada penelitiannya, metode yang dipilih adalah menggunakan

pahat potong berputar pada proses pemesinan bubut tanpa cairan pendingin

dan menggunakan sudut kemiringan pahat putar sebesar 0° terhadap benda

kerja. Metode pahat putar yang digunakan berhasil mendapatkan nilai

kekasaran permukaan minimum sebesar 0,62 µm dan nilai kekasaran

permukaan maksimum sebesar 2,86 μm. Dalam penelitiannya, Doni (2015)

merekomendasikan untuk menggunakan gerak makan rendah, karena gerak

makan yang besar akan menghasilkan nilai kekasaran yang besar pula.

Penelitian mengenai pemesinan magnesium juga dilakukan oleh

Andriyansyah (2013) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh parameter

pemotongan terhadap nilai kekasaran permukaan magnesium menggunakan

udara dingin (air cooling) keluaran vortex tube cooler dengan suhu 15 °C.

Proses pemesinan yang digunakan adalah pemesinan milling. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa nilai kekasaran permukaan minimum

sebesar 0,35 µm dan nilai kekasaran maksimum sebesar 1,50 µm. Dalam

penelitiannya Andriyansyah (2015) merekomendasikan agar menggunakan


4

kompresor dengan tekanan yang lebih tinggi untuk menghasilkan laju udara

yang lebih tinggi.

Hasil penelitian yang telah diuraikan di atas menyimpulkan bahwa

nilai kekasaran permukaan magnesium selain dipengaruhi oleh parameter

pemotongan, di antaranya gerak makan (feed rate) dan kecepatan potong

(cutting speed), juga dipengaruhi oleh suhu pemotongan. Untuk itu pada

penelitian ini akan dilakukan analisa nilai kekasaran permukaan pada proses

pemesinan bubut menggunakan pahat putar dengan sudut kemiringan sebesar

10°. Pada penelitian sebelumnya sudut ini difungsikan untuk mereduksi daya

sebesar 30% dari daya total yang digunakan dan mengurangi besarnya gaya

pemotongan (Stejernstoft, 2004 ; Novriadi, 2016).

Kemudian proses pemotongan akan diberi udara pendingin (air

cooling) keluaran vortex tube cooler secara konstan. Dengan menggunakan

udara dingin keluaran vortex tube cooler pada proses pemesinan akan dapat

mengurangi temperatur pemotongan sehingga mampu untuk mengurangi laju

keausan pahat dan meningkatkan umur pahat (Pulungan, 2013 ; Paryanto et

al., 2012). Jika ditinjau dari nilai kekasaran permukaan akan lebih baik jika

dibandingkan dengan pemesinan kering (Paryanto et al., 2012). Sehingga

metode ini diharapkan dapat menghasilkan nilai kekasaran yang lebih baik

dan dapat dijadikan inovasi dalam proses pemesinan pengganti cairan.


5

1.2. Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka tujuan

yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan nilai kekasaran dari pemesinan bubut menggunakan pahat

potong berputar (rotary tool) dan udara pendingin (air cooling) keluaran

vortex tube cooler.

2. Mengimplementasikan metode pahat potong berputar (rotary tool) dan

udara pendingin (air cooling) untuk meminimumkan nilai kekasaran

permukaan benda kerja.

1.3. Batasan Masalah

Penelitian ini memerlukan batasan-batasan tertentu agar

pelaksanaannya lebih terarah. Batasan-batsan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Material yang diuji pada penelitian ini adalah paduan magnesium tipe

AZ31 (Kandungan Al 3 % dan Zn 1%).

2. Pahat yang dipakai adalah pahat putar jenis insert material carbide merk

Sumimoto diameter 16 mm.

3. Pahat putar pada pemesinan bubut yang digunakan adalah pahat putar

modular (modular rotary tool system) merk VEXTA tipe AXU590C-A.

4. Mesin bubut yang digunakan adalah jenis mesin konvensional merk

PINACHO tipe S-90/200.

5. Menggunakan udara pendingin melalui alat air cooling tipe vortex tube

cooler bertekanan 6 bar (konstan).


6

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang terdapat pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Bab I. Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang perlunya kajian nilai

kekasaran permukaan dan permasalahan yang ingin dikaji menggunakan

metode penurunan suhu pemotongan, tujuan yang ingin dicapai untuk

mendapatkan nilai kekasaran permukaan dengan metode yang digunakan dan

mengimplementasikan metode yang digunakan untuk meminimumkan nilai

kekasaran permukaan, batasan masalah yang diberikan menggunakan

magnesium AZ31, menggunakan pahat putar (rotary tool), menggunakan

mesin bubut konvensional, dan menggunakan udara pendingin (air cooling),

dan sistematika penulisan berisikan latar belakang permasalahan, tinjauan

pustaka, metode penelitian yang digunakan, data dan pembahasan yang

didapat, penutup, daftar pustaka yang dijadikan kajian, dan lampiran dari

penelitian.

Bab II. Tinjauan Pustaka berisikan teori mengenai magnesium dan

penggunaannya, proses pemesinan, parameter pemesinan, pemesinan

magnesium, kekasaran permukaan, pemesinan kecepatan tinggi dengan pahat

putar (rotary tool), proses pendingin menggunakan vortex tube.

Bab III. Metode Penelitian menerangkan tentang hal-hal yang berhubungan

dengan penelitian, yaitu waktu dan tempat penelitian dilaksanakan, alur

penelitian, bahan dan alat penelitian yang digunakan dalam penelitian, dan

prosedur penelitian mulai dari mempersiapkan bahan, proses pembubutan,

pengambilan data nilai kekasaran menggunakan surface tester, pengambilan


7

gambar profil permukaan menggunakan microskop USB, dan menganalisa

nilai kekasaran.

Bab IV. Data dan Pembahasan berisikan hasil dari pengujian yang telah

dilakukan, berupa hasil pengukuran nilai kekasaran permukaan, perbandingan

nilai kekasaran permukaan dengan parameter yang digunakan, dan

perbandingan profil permukaan benda kerja terhadap parameter yang

digunakan.

Bab V. Simpulan dan Saran berisikan mengenai kesimpulan dari hasil analisa

yang diperoleh berdasarkan nilai kekasaran permukaan yang dibandingkan

dengan parameter yang digunakan, hasil perbandingan mengenai profil

permukaan benda kerja terhadap parameter yang digunakan, dan saran yang

disampaikan dengan harapan agar mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

Daftar Pustaka memuat referensi yang digunakan penulis untuk

menyelesaikan laporan tugas akhir.

Lampiran berisikan perlengkapan laporan penelitian.


8

BAB II . TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Magnesium (Mg)

Magnesium ditemukan oleh Sir Humphrey pada tahun 1808. Butuh

waktu sekitar 100 tahun sebelum permintaan kebutuhan untuk magnesium

dikembangkan. Penggunaan magnesium mulai digunakan secara masal

sebagai unsur paduan pada paduan aluminium (Albright dan Haagensen,

1997). Magnesium merupakan suatu logam yang mempunyai sifat-sifat sama

dengan aluminium. Logam ini diperoleh dengan cara elektrolisis dari

magnesit (MgCO3), dolomit (MgCO3 x CaCO3) atau karnalit (MgCl2 x KCl).

Magnesium terutama dipakai sebagai bagian campuran untuk aluminium.

Akan tetapi ada pula paduan kepal magnesium atau paduan tuang magnesium,

dengan Al (sampai 11 %), Zn (sampai 4,5 %), dan Si (sampai 2 %).

Magnesium tidak tahan terhadap asam, tetapi berlawanan dengan aluminium.

Magnesium tahan terhadap alkali dan tahan pula terhadap kebanyakan zat

organik, jadi terutama dipakai di industri kimia (Amanto dan Daryanto,

2003).

Magnesium merupakan logam yang paling ringan dari semua logam

yang umum digunakan sebagai logam struktural, dengan kepadatan sekitar

dua pertiga dari aluminium dan seperempat dari baja. Magnesium merupakan
9

elemen berlimpah, yang terdiri dari 2 % dari kerak bumi, dan tersedia secara

komersial dengan kemurnian melebihi 99,8 %. Magnesium memiliki

temperatur leleh yang relatif rendah dan spesifik panas yang tinggi. Oleh

karena itu, magnesium dan paduannya dapat dengah mudah dibentuk dengan

metode pengecoran konvensional (Nie, 2012).

Paduan magnesium sering digunakan terutama untuk bahan yang

memerlukan massa yang ringan namun juga tetap memiliki kekuatan yang

baik. Magnesium biasa dicampur dengan bahan lain sepeti alumunium,

mangan, dan juga zinc untuk meningkatkan sifat fisik, namun dengan

beberapa persentase yang berbeda (Buldum, 2011).

2.1.1. Sifat-sifat Magnesium

2.1.1.1. Sifat Murni Magnesium

Magnesium diklasifikasikan sebagai logam alkali tanah.

Hal ini dapat dapat dilihat dalam tabel periodik yang

ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sifat atom magnesium

Simbol Unsur Mg

Nomor Atom 12

Berat Atom 24,3050

Diameter Atom 0,320

Volume Atom 14,0 cm3 / mol

(Sumber : Friedrich dan Mordike, 2006)


10

Logam alkali tanah ini terutama digunakan sebagai zat

campuran (alloy) untuk membuat campuran alumunium-

magnesium yang sering disebut "magnalium" atau

"magnelium".

Seperti halnya pada aluminium, magnesium juga sangat

mudah bersenyawa dengan udara (Oksigen). Dibanding

dengan aluminium, magnesium memiliki permukaan yang

keropos, ini disebabkan oleh kelembaban udara karena oxid

film. Terbentuknya oxid film pada permukaan magnesium

hanya mampu melindungi dari udara yang kering. Ketahanan

lapisan oxid pada magnesium dalam melindunginya dari

gangguan korosi dipengaruhi oleh unsur air dan garam pada

kelembaban udara. Untuk itu benda kerja yang menggunakan

bahan magnesium ini diperlukan lapisan tambahan

perlindungan seperti cat atau meni.

Kekuatan tarik magnesium murni adalah sebesar 110

N/mm2 dalam bentuk hasil pengecoran (Casting). Untuk

meningkatkan angka kekuatan tarik ini dapat dilakukan

melalui proses pengerjaan. Magnesium memiliki modulus

elastis yang sangat rendah dan bersifat lembut. Dalam sifat

pengerjaannya magnesium memiliki struktur yang berada di

dalam kisi hexagonal sehingga tidak mudah terjadi slip.

Disamping itu, presentase perpanjangannya hanya mencapai 5


11

% dan hanya mungkin dicapai melalui pengerjaan panas

(Andriyansyah, 2013).

2.1.1.2. Sifat Fisik Magnesium

Daftar keterangan sifat fisik magnesium ditunjukkan

pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sifat fisik magnesium

Sifat Fisik Magnesium Paduan

Titik cair, K 922 K

Titik didih, K 1380 K

Energi ionisasi 1 738 kJ/mol

Energi ionisasi 11 1450 kJ/mol

Kerapatan massa (ρ) 1,74 g/cm3

Jari-jari atom 1,60 A

Kapasitas panas 1,02 J/gK

Potensian ionisasi 7,646 Volt

Konduktifitas kalor 156 W/mK

Entalpi penguapan 127,6 kJ/mol

Entalpi pembentukan 8,95 kJ/mol

(Sumber : Doni, 2015 : Andriyansyah, 2013)


12

2.1.2. Karakteristik Magnesium

Magnesium memiliki struktur kristal heksagonal (Gambar 2.1)

(Polmer, 1994). Karena faktor ukuran yang baik (diameter atom 0.320

nm), karakteristik paduan ditandai oleh kemampuan untuk membentuk

larutan padat dengan berbagai elemen, termasuk Al, Zn, Li, Ce, Ag,

Zr, dan Th.

Struktur heksagonal yang rapat, besar dan variabel ukuran butir

telah menyebabkan kurang dari sifat mekanik optimum.

Pengembangan paduan untuk lebih efektif bersaing dengan paduan

aluminium tempa tahan dari perbedaan substansial dalam pemahaman

tentang fase transformasi yang terjadi di paduan magnesium

dibandingkan dengan paduan-aluminium akibat langsung dari jumlah

penelitian yang telah dilakukan pada paduan magnesium. Sementara

paduan magnesium umumnya menunjukkan korosi yang baik saat

terpapar atmosfer, memilik kerentanan terhadap korosi di lingkungan

klorida menjadi batasan praktis untuk diaplikasikan menjadi lebih luas

(Froes, 1998).

Gambar 2.1. Prinsip bidang dan arah pada elemen magnesium


(Sumber : Polmer,1994).
13

2.1.3. Penandaan Paduan Magnesium

Paduan magnesium ditetapkan sebagai berikut :

a. Satu atau dua huruf awalan, menunjukkan elemen paduan utama.

b. Dua atau tiga angka, menunjukkan persentase unsur paduan utama

dan dibulatkan ke desimal terdekat.

c. Huruf abjad (kecuali huruf I dan O) menunjukkan standar paduan

dengan variasi kecil dalam komposisi.

d. Simbol untuk sifat material, mengikuti sistem yang digunakan

untuk paduan aluminium.

e. Sebagai contoh, ambil paduan AZ91C-T6 :

1. Unsur-unsur paduan utama adalah aluminium (A sebesar 9%,

dibulatkan) dan seng (Z sebesar 1%).

Gambar 2.2. Penamaan paduan magnesium (Sumber : (Riyadi,


2015 : Buldum, 2011)

2. Huruf C, huruf ketiga dari alfabet, menunjukkan bahwa paduan

ini adalah yang ketiga dari satu standar (kemudian dari A dan B,
14

yang merupakan paduan pertama dan kedua yang standar,

berturut-turut).

3. T6 paduan menunjukkan bahwa larutan ini telah direaksikan dan

masa artifiasial.

2.2. Proses Pemesinan

Pemesinan adalah suatu proses produksi dengan menggunakan mesin

perkakas dengan memanfaatkan gerakan relatif antara pahat dengan benda

kerja sehingga menghasilkan suatu produk sesuai dengan hasil geometri yang

diinginkan. Pada proses ini tentu terdapat sisa dari pengerjaan produk yang

biasa disebut geram. Pahat dapat diklasifikasikan sebagai pahat bermata

potong tunggal (single point cutting tool) dan pahat bermata potong jamak

(multiple point cutting tool). Pahat dapat melakukan gerak potong (cutting)

dan gerak makan (feeding).

Proses pemesinan dapat diklasifikasikan dalam dua klasifikasi besar

yaitu proses pemesinan untuk membentuk benda kerja silindris atau konis

dengan benda kerja atau pahat berputar, dan proses pemesinan untuk

membentuk benda kerja permukaan datar tanpa memutar benda kerja.

Klasifikasi yang pertama meliputi proses bubut dan variasi proses yang

dilakukan dengan menggunakan mesin bubut, mesin gurdi (drilling machine),

mesin frais (milling machine), mesin gerinda (grinding machine). Klasifikasi

kedua meliputi proses sekrap (shaping planing), proses slot (sloting), proses

menggergaji (sawing), dan proses pemotongan roda gigi (gear cutting)

(Widarto, 2008).
15

Manufaktur dengan pemisahan beberapa bagian bahan dikenal sebagai

pemesinan. Material dalam bentuk chip dipisahkan dari bahan benda kerja

secara mekanik, menggunakan satu (bubut), dua (milling), atau beberapa

(pengikisan) mata potong. Jumlah pemotongan tepi, bentuk lekuk mata

potong, dan posisi pemakanan untuk benda kerja diketahui pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Beberapa proses pemesinan : Bubut (Turning/Lathe),


Frais (Milling), Sekrap (Planning, Shaping), Gurdi (Drilling), Gerinda
(Grinding), Bor (Boring), Pelubang (Punching Press), Gerinda Permukaan
(Surface Grinding) (Sumber : Sudianto, 2015).

2.2.1. Proses Bubut (Turning)

Mesin bubut dapat digunakan untuk memproduksi material

berbentuk konis maupun silindrik. Jenis mesin bubut yang paling umum
16

adalah mesin bubut (lathe) yang melepas bahan dengan memutar benda

kerja terhadap pemotong mata tunggal.

Pada proses bubut benda kerja dipegang oleh pencekam yang

dipasang di ujung poros utama spindel. Dengan mengatur lengan

pengatur yang terdapat pada kepala diam, putaran poros utama (n) dapat

dipilih sesuai dengan spesifikasi pahat yang dipilih. Harga putaran

poros utama umumnya dibuat bertingkat dengan aturan yang telah

distandarkan, misalnya : 83, 155, 275, 550, 1020 dan 1800 rpm. Pada

mesin bubut gerak potong dilakukan oleh benda kerja yang melakukan

gerak rotasi sedangkan gerak makan dilakukan oleh pahat yang

melakukan gerak translasi. Pahat dipasangkan pada dudukan pahat dan

kedalaman potong (d) diatur dengan menggeserkan peluncur silang

melalui roda pemutar (skala pada pemutar menunjukkan selisih harga

diameter) dengan demikian kedalaman gerak translasi dan gerak

makannya diatur dengan lengan pengatur pada rumah roda gigi. Gerak

makan (f) yang tersedia pada mesin bubut dibuat bertingkat dengan

aturan yang telah distandarkan. Mesin bubut beserta bagian bagiannya

dapat kita lihat pada Gambar 2.4.


17

Gambar 2.4. Mesin bubut (Sumber : Widarto, 2008)

Proses bubut sesuai dengan definisi ASM International adalah

proses pemesinan konvensional untuk membentuk permukaan yang

dilakukan oleh pahat terhadap benda kerja yang berputar, penggunaan

ini dirancang untuk memotong bagian material yang tidak diinginkan

sehingga benda kerja mencapai dimensi, toleransi dan tingkat

penyelesaian yang sesuai dengan rancangan teknisnya. Selain itu juga

fungsi mesin bubut adalah membentuk benda kerja sesuai dengan

spesifikasi geometri yang ditentukan, biasanya berpenampang silinder

dan umumnya terbuat dari bahan logam, sesuai bentuk dan ukuran yang

diinginkan dengan cara memotong atau membuang (removal) bagian

dari benda kerja menjadi geram dengan menggunakan pahat potong


18

yang jenisnya lebih keras dari benda kerja yang dipotong (Setiawan,

2014).

2.2.2. Jenis Operasi Bubut

Berdasarkan posisi benda kerja yang ingin dibuat pada mesin

bubut, ada beberapa proses bubut yaitu : Pembubutan silindris

(turning), Pengerjaan tepi/bubut muka (facing), Bubut Alur (grooving),

Bubut Ulir (threading), Pemotongan (Cut-off), Meluaskan lubang

(boring), Bubut bentuk (Forming), Bubut inti (trepanning), dan Bubut

konis.

Gambar 2.5. Proses pada mesin bubut (Sumber : Hariyanto, 2015)

2.2.3. Parameter Proses Bubut

Ada beberapa parameter utama yang perlu diperhatikan pada

proses pemesinan, terutama pada proses bubut. Dengan menggunakan

persamaan berikut kita dapat menetukan beberapa parameter utama dan

Gambar 2.6. menunjukkan skema proses bubut.


19

Gambar 2.6. Skematis proses bubut (Sumber: Kalpakjian, 1995)

Keterangan :

1. Benda kerja :

Do = Diameter mula (mm)

Df = Diameter akhir (mm)

lt = Panjang pemotongan (mm)

2. Mesin bubut :

d = Kedalaman potong (mm)

f = Gerak makan (mm/putaran)

N = Putaran poros utama (putaran/menit)

2.2.3.1. Kecepatan potong

Kecepatan potong untuk proses bubut dapat didefinisikan

sebagai kerja rata-rata pada sebuah titik lingkaran pada pahat

potong dalam satu menit. Kecepatan putar (speed), selalu

dihubungkan dengan sumbu utama (spindle) dan benda kerja.

Secara sederhana kecepatan potong diasumsikan sebagai


20

keliling benda kerja dikalikan dengan kecepatan putar.

Kecepatan potong biasanya dinyatakan dalam unit satuan

m/menit (Widarto, 2008). Kecepatan potong ditentukan oleh

diameter benda dan putaran poros utama.

; m/menit ........................................................... (2.1)

2.2.3.2. Kecepatan makan

Gerak makan, f (feeding) adalah jarak yang ditempuh

oleh pahat setiap benda kerja berputar satu kali sehingga

satuan f adalah mm/rev. Gerak makan pula ditentukan oleh

kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat, bentuk

pahat, dan terutama kehalusan yang diinginkan. Sehingga

kecepatan makan didefinisikan sebagai jarak dari pergerakan

pahat potong sepanjang jarak kerja untuk setiap putaran dari

spindel (Widarto, 2008).

; mm/menit .................................................... (2.2)

2.2.3.3. Waktu pemotongan

Waktu pemotongan adalah waktu yang dibutuhkan untuk

menghasilkan suatu produk (Rochim, 1993). Rumus waktu

pemotongan adalah :

; menit .............................................................. (2.3)


21

2.2.3.4. Kedalaman potong

Kedalaman potong didefinisikan sebagai kedalaman

geram yang diambil oleh pahat potong. Dalam pembubutan

kasar, kedalaman potong maksimum tergantung pada kondisi

dari mesin, tipe pahat potong yang digunakan, dan

ketermesinan dari benda kerja (Rochim, 1993). Rumus

kedalaman potong adalah :

; mm ....................................................................... (2.4)

2.2.3.5. Kecepatan penghasilan geram

Geram adalah potongan dari material yang terlepas dari

benda kerja oleh pahat potong.

; cm3/menit ................................................... (2.5)

; (mm)

2.3. Pemesinan Magnesium

Ada dua perhatian utama dalam pemesinan magnesium yaitu resiko

kebakaran dan pembentukan Built-up Edge (BUE). Magnesium terbakar jika

dipanaskan sampai suhu lelehnya. Dalam pemesinan magnesium, api sangat

mungkin terjadi jika geram tipis atau halus dengan perbandingan luas permukaan

terhadap volume yang tinggi dihasilkan dan dibiarkan menumpuk. Sumber

penyalaan mungkin juga pemanasan gesekan disebabkan pahat tumpul, rusak,


22

diasah secara salah atau dibiarkan berhenti sebentar pada akhir pemotongan.

Untuk meminimumkan resiko kebakaran, praktek-praktek berikut harus

diperhatikan :

a. Pahat yang tajam dengan sudut relief sebesar mungkin.

b. Kecepatan makan yang besar harus digunakan.

c. Secepatnya pahat dijauhkan dari benda kerja jika pemotongan berakhir

d. Geram-geram harus sering dikumpulkan dan dibuang.

e. Menggunakan pendingin yang tepat pada pemesinan kecepatan makan

dan kedalaman potong sangat kecil.

Karena geram magnesium bereaksi dengan air dan membentuk

magnesium hidroksida dan gas hidrogen bebas, pendingin berbasis air harus

dihindarkan. Praktek yang diterima adalah pemotongan kering bila mungkin

dan menggunakan pendingin minyak mineral bila perlu. Pemesinan kering

komponen magnesium dalam volume besar menimbulkan masalah

pemeliharaan kebersihan terutama untuk proses gurdi dan pengetapan yang

menghasilkan geram halus (Harun, 2012)

Sekarang ini pendingin berbasis air yang menghasilkan sedikit hidrogen

ketika bereaksi dengan magnesium telah digunakan dalam produksi.

Dilaporkan juga pendingin ini dapat meningkatkan umur pahat dan

mengurangi resiko kebakaran dibandingkan pemesinan kering. Namun

masalah pembuangan limbah cairan pendingin tetap menjadi masalah. Bila

dibuang begitu saja jelas dapat mencemari lingkungan. Sebaliknya bila

limbah diolah sebelum dibuang jelas akan memerlukan biaya yang cukup

besar.
23

Pembentukan BUE diamati ketika pemesinan kering paduan

magnesium-aluminium cor dengan pahat Baja Kecepatan Tinggi (HSS) atau

Karbida. Pembentukan BUE dapat dikurangi atau dihilangkan dengan

pemakaian pendingin minyak mineral atau penggantian dengan pahat intan.

Jelas pemakaian pendingin minyak mineral akan mencemari lingkungan

sedangkan pemakaian pahat intan akan menaikkan biaya produksi (Tonnessen

et al., 1992).

2.4. Kekasaran Permukaan

Hasil proses produksi yang terkait dengan proses permesinan

ditentukan oleh kondisi penyayatan/pemotongan. Untuk itu F.W.Taylor

seorang peneliti dibidang operasi mesin perkakas pada awal abad 19 telah

melakukan eksperimen selama 26 tahun yang menghasilkan lebih dari 30.000

eksperimen dan menghasilkan 400 ton geram (Jerard et al., 2001).

Tujuan utamanya adalah menghasilkan solusi sederhana tentang

permasalahan dalam menentukan kondisi pemotongan yang aman dan

efesien. Yang dan Chen (2001), menggunakan metode Taguchi untuk

merancang prosedur sistematis agar diperoleh parameter yang menghasilkan

performa pemesinan optimal serta proses kendali mutu operasi mesin frais.

Mesin yang digunakan Fadal VMC-14.

Vertical Milling dengan pahat HSS empat flute dan bahan ujinya jenis

Alumunium 6061. Parameter optimum yang dihasilkan berupa depth of cut

0,2 inch, spindle speed 5000 rpm, feed rate 10 inch/menit dan tool diameter
24

0,75 inch dengan interval keyakinan 95 % serta rata-rata kekasaran

permukaan 23 μinch. Lebih efisien pada topik operasi surface finish.

Lou et al., (1998) membuat prediksi atas kekasaran permukaan

alumunium 6061. Mesin yang digunakan Fadal CNC End Milling, hasil

prediksinya benda pada akurasi 90,29% untuk training data dan 90,03 %

untuk testing data. Ditinjau dari parameter pemesinan, diketahui lewat uji

statistik bahwa feed rate memegang peranan penting dalam menghasilkan

kekasaran permukaan pada operasi endmilling yang diteliti. Taylor percaya

bahwa solusi tersebut secara empiris dapat diselesaikan dalam waktu kurang

dari setengah menit oleh mekanik/operator yang handal lewat pengalaman

mereka. Permasalahannya adalah para mekanik/operator yang handal tersebut

mengalami kesulitan dalam penularan pengetahuannya secara sistematis

kepada mekanik/operator yang lain.

Hingga saat ini kebanyakan mekanik/operator ketika mengoperasikan

mesin-mesin perkakas seringkali hanya menggunakan trial and error dalam

memilih besaran cutting speed, feed rate dan depth of cut, padahal besaran-

besaran tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil pemesinan serta

produktifitas. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk menganalisa

parameter kekasaran permukaan dalam pemesinan alumunium, magnesium,

dan bahan-bahan lainnya.

Permukaan adalah batas yang memisahkan antara benda padat dengan

sekelilingnya. Jika ditinjau skala kecil pada dasarnya konfigurasi permukaan

merupakan suatu karakteristik geometri golongan mikrogeometri, yang

termasuk golongan makrogeometri adalah merupakan permukaan secara


25

keseluruhan yang membuat bentuk atau rupa yang spesifik, misalnya

permukaan lubang, permukaan poros, permukaan sisi dan lain-lain yang

tercakup pada elemen geometri ukuran, bentuk dan posisi (Chang Xue, 2002).

Kekasaran permukaan dibedakan menjadi dua bentuk, di antaranya :

1. Ideal Surface Roughness, yaitu : kekasaran ideal yang dapat dicapai dalam

suatu proses permesinan dengan kondisi ideal.

2. Natural Surface Roughness, yaitu : kekasaran alamiah yang terbentuk

dalam proses permesinan karena adanya beberapa faktor yang

mempengaruhi proses permesinan diantaranya :

a. Keahlian operator.

b. Getaran yang terjadi pada mesin.

c. Ketidakteraturan feed mechanisme.

d. Adanya cacat pada material.

Gambar 2.7. Profil kekasaran permukaan (Sumber : Doni, 2015

: Saputro et al., 2014)


26

Profil kekasaran permukaan terdiri dari :

a. Profil geometrik ideal

Merupakan permukaan yang sempurna dapat berupa garis lurus, lengkung

atau busur.

b. Profil terukur (measured profil)

Profil terukur merupakan profil permukaan terukur.

c. Profil referensi

Merupakan profil yang digunakan sebagai acuan untuk menganalisa

ketidakteraturan konfigurasi permukaan.

d. Profil akar / alas

Yaitu profil referensi yang digeserkan ke bawah sehingga menyinggung

titik terendah profil terukur.

e. Profil tengah

Profil tengah adalah profil yang digeserkan ke bawah sedemikian rupa

sehingga jumlah luas bagi daerah-daerah diatas profil tengah sampai profil

terukur adalah sama dengan jumlah luas daerah-daerah di bawah profil

tengah sampai ke profil terukur.

Berdasarkan profil-profil di Gambar 2.7 di atas, dapat didefinisikan

beberapa parameter permukaan, yaitu yang berhubungan dengan dimensi

pada arah tegak dan arah memanjang. Untuk dimensi arah tegak dikenal

beberapa parameter, yaitu :

1. Kekasaran total (peak to valley height/total height), Rt (μm) adalah jarak

antara profil referensi dengan profil alas.


27

2. Kekasaran perataan (depth of surface smoothness/peak to mean line), Rp

(μm) adalah jarak rata-rata antara profil referensi dengan profil terukur.

3. Kekasaran rata-rata aritmetik (mean roughness index/center line average,

CLA). Ra (μm) adalah harga rata-rata aritmetik dibagi harga absolutnya

jarak antara profil terukur dengan profil tengah.

; (µm) .......................................................... (2.6)

4. Kekasaran rata-rata kuadratik (root mean square height), Rq (μm) adalah

akar bagi jarak kuadrat rata-rata antara profil terukur dengan profil tengah.

; (µm) ....................................................... (2.7)

5. Kekasaran total rata-rata, Rz (μm) merupakan jarak rata-rata profil alas ke

profil terukur pada lima puncak tertinggi dikurangi jarak rata-rata profil

alas ke profil terukur pada lima lembah terendah.

; (µm) ................................ (2.8)

Parameter kekasaran yang biasa dipakai dalam proses produksi untuk

mengukur kekasaran permukaan benda adalah kekasaran rata-rata (Ra). Harga

Ra lebih sensitif terhadap perubahan atau penyimpangan yang terjadi pada

proses pemesinan. Toleransi harga Ra, seperti halnya toleransi ukuran (lubang

dan poros) harga kekasaran rata-rata aritmetis Ra juga mempunyai harga


28

toleransi kekasaran. Harga toleransi kekasaran Ra ditunjukkan pada Tabel

2.3.

Tabel 2.3. Toleransi harga kekasaran rata-rata Ra

(Sumber : Saputro et al., 2014)

Toleransi harga kekasaran rata-rata, Ra dari suatu permukaan

tergantung pada proses pengerjaannya. Hasil penyelesaian permukaan dengan

menggunakan mesin gerinda sudah tentu lebih halus dari pada dengan

menggunakan mesin bubut. Tabel 2.4 berikut ini memberikan contoh harga

kelas kekasaran rata-rata menurut proses pengerjaannya.


29

Tabel 2.4. Tingkat kekasaran rata-rata permukaan menurut proses


pengerjaannya

(Sumber : Saputro et al., 2014)

2.5. Pemesinan Kecepatan Tinggi dengan Pahat Berputar

Pada Gambar 2.8 mengilustrasikan prinsip dari proses pemesinan

kecepatan tinggi dengan pahat putar. Seperti terlihat pada gambar, dalam

metode pemotongan ini, dengan pahat potong yang berputar maka mata pisau

(cutting edge) akan didinginkan selama periode tanpa pemotongan (non

cutting period) dalam satu putaran pahat potong. Hal ini diharapkan bahwa

suhu pahat potong akan menurun dibandingkan dengan proses pemesinan

bubut konvensional (pahat potong diam). Selain itu juga diharapkan bahwa

proses pemesinan dengan pahat berputar ini dapat digunakan untuk

pemotongan kecepatan tinggi (high speed cutting) untuk material Magnesium

(Magnesium Alloy) dan material yang sulit dipotong (difficult to-cut

materials) seperti paduan Nikel (Nickel Alloy), Titanium (Titanium Alloy).


30

Gambar 2.8. Ilustrasi proses pemesinan bubut dengan pahat berputar


(Riyadi, 2015 : Harun, 2012).

2.6. Suhu Pemotongan Dalam Proses Pemesinan Dengan Pahat Berputar

Panas yang dihasilkan akibat deformasi geram selama proses

pemesinan bubut dengan pahat berputar berpotensi dihasilkan dari empat

sumber panas (heat source). Sumber panas ini terdiri atas tiga zona deformasi

yang dekat dengan mata pisau pahat (tool cutting edge) seperti terlihat pada

Gambar 2.9. Dimana biasanya disebut masing-masing dengan zona deformasi

utama (primary), kedua (secondary), dan ketiga (tertiary). Selain itu, sumber

panas yang lain adalah akibat akumulasi panas pada mata pisau pahat.

Chip Tool

Workpiece
Cutting egge
Heat sources :
Cutting period 1: Primary deformation zone (work
plastic deformation)
2: Secondary deformation zone (friction
Cutting direction energy between the chip and tool)
3: Tertiary deformation zone (friction
energy between the tool and workpiece)

Gambar 2.9. Aliran panas selama proses pemesinan bubut dengan pahat
berputar (Riyadi, 2015 : Harun, 2012).
31

Pada daerah deformasi plastik (primary deformation zone), mata pisau

(cutting edge) pahat berbentuk lingkaran berputar dan secara kontinyu

memotong material benda kerja sehingga menyebabkan terjadinya deformasi

plastik material benda kerja menjadi geram (chip). Usaha untuk

mendeformasi material benda kerja menjadi geram membutuhkan deformasi

yang besar dengan laju regangan yang tinggi sehingga menyebabkan

timbulnya panas pada daerah deformasi geser (Trent et al., 2000). Eksperimen

terhadap pengaruh kecepatan putar pahat terhadap gaya potong pada

pemesinan bubut material baja S45C dengan pahat berputar yang telah

dilakukan oleh Harun (2008) diperoleh hasil yaitu peningkatan kecepatan

putar pahat menyebabkan suatu penurunan kecepatan potong. Sehingga

diharapkan dapat memicu reduksi daya geser dan hal ini dapat menyebabkan

penurunan energi geser spesifik dan selanjutnya penurunan panas yang

dihasilkan selama deformasi geser.

Tool Cutting edge Chip Work piece Cutting period Cutting direction

Heat sources : 1: Primary deformation zone (work plastic deformation) 2:

Secondary deformation zone (friction energy between the chip and tool) 3:

Tertiary deformation zone (friction energy between the tool and workpiece)

Gambar 2.9 Aliran panas selama proses pemesinan bubut. Material yang

digesek kemudian terdeformasi menjadi geram selanjutnya mengalir di atas

permukaan geram pahat pada daerah deformasi kedua (secondary

deformation zone). Panas yang timbul dari daerah deformasi kedua adalah

dihasilkan akibat deformasi plastik material benda kerja dan energi gesek
32

antara pahat potong dan geram. Oleh karena itu panas yang tinggi biasanya

terjadi pada daerah deformasi kedua ini (Dudzinski, 2004).

Panas yang timbul pada daerah deformasi ini dialirkan menuju geram

dan pahat potong. Selanjutnya pada daerah deformasi ketiga (tertiary

deformation zone), panas yang dihasilkan pada daerah antarmuka (interfece)

antara pahat dan benda kerja, dimana tepi pahat (flank tool) berputar sambil

bergerak sepanjang permukaan benda kerja dan menghasilkan panas melalui

energi gesek antara pahat dan benda kerja. Suhu yang meningkat akibat

pembentukan permukaan baru pada benda kerja di daerah deformasi ketiga

dialirkan kedalam benda kerja. Pada pemesinan bubut dengan pahat berputar,

periode tanpa pemotongan (non cutting period) menjadi pendek dengan

peningkatan kecepatan putar pahat, hal ini mengartikan bahwa periode

pendinginan pahat menjadi pendek. Oleh karena itu pada batas kecepatan

tertentu, suhu mata pisau pahat pada ujung periode pendinginan belum cukup

dingin ketika masuk kembali kedalam daerah pemotongan sehingga suhu

mata pisau pahat terus meningkat akibat akumulasi panas.

2.7. Proses Pendingin Menggunakan Vortex Tube

Vortex tube adalah suatu alat yang berfungsi sebagai pendingin tanpa

mengunakan refrigerant dan fenomena yang terjadi pada vortex tube sampai

saat ini belum dapat dijelaskan secara tepat, sehingga banyak ilmuwan yang

melakukan penelitian tentang alat ini. Sigh (2004) melakukan penelitian

tentang vortex tube dengan menggunakan dua jenis desain, pertama desain

vortex tube dengan penurunan temperatur maksimum untuk menghasilkan


33

jumlah udara kecil dengan temperatur yang sangat rendah. Kedua, desain

vortex tube dengan kapasitas pendinginan maksimum untuk menghasilkan

jumlah udara besar dengan temperatur yang sesuai. Parameter yang dipakai

dalam penelitian, digunakan untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya

terhadap performa vortex tube yang meliputi : diameter nosel, diameter cold

orifice, aliran massa udara dingin dan panas, panjang tabung dan luasan area

pada keluaran udara panas. Hasil penelitiannya diperoleh bahwa pengaruh

desain nosel lebih berpengaruh dibandingkan desain cold orifice dalam

memperoleh penurunan temperatur yang tinggi. Cold fraction seperti halnya

dengan efisiensi adiabatik sangat dipengaruhi oleh cold orifice dibanding

ukuran dari nosel. Panjang tabung tidak memberikan pengaruh terhadap

performa alat ketika panjang tabung bertambah dari 45/Dvt sampai 55/Dvt.

Dengan menggunakan vortex tube jenis counter flow dan variasi jumlah

inlet nosel, diameter cold orifice dan tabung isolasi pada penurunan

temperatur dan efisiensi adiabatik. Diperoleh kesimpulan bahwa dengan

bertambahnya jumlah inlet nosel maka pemisahan temperatur udara semakin

meningkat. dengan mengunakan tabung berisolasi dapat menurunkan energi

yang hilang ke lingkungan dan meningkatkan penurunan dan peningkatan

udara yang dihasilkan dibandingkan tabung tanpa isolasi sebesar 20 - 30 °C

untuk udara dingin dan 20 – 50 °C pada udara panas. Cold oriffice kecil

(d/Dvt = 0,4) memiliki backpressure lebih tinggi sedangkan cold oriffice

besar (d/Dvt = 0,7 ; 0,8 dan 0,9) nilainya mengikuti kecepatan tangensial

pada tabung dingin menghasilkan pemisahan termal yang lebih rendah

(Promvonge dan Eiamsa, 2005).


34

Gao (2005) juga melakukan penelitian tentang pengaruh dari pajang

tabung, jumlah inlet nosel, tekanan input, tekanan udara pada keluaran vortex

tube dan pembukaan pada slot ring terhadap temperatur yang dihasilkan dan

performa alat. Pada penelitian ini dipakai 3 variasi panjang tabung yaitu 318

mm, 1309 mm dan 2586 mm, jumlah inlet nosel dari 1, 2 dan 4, untuk

tekanan inlet sebesar 3,75 bar dan 5,75 bar. Sedangkan untuk hot end plug

digunakan tiga jenis yaitu spherical, plate shaped dan cone shaped. Dan

variasi slot ring digunakan sebanyak tiga macam yaitu 1 x 14 mm, 0,65 x 14

mm dan 0,4 x 14 mm. Semakin panjang tabung yang digunakan diperoleh

perbedaan temperatur yang tinggi sehingga performanya meningkat.

Bertambahnya jumlah inlet nosel maka akan dihasilkan perbedaan

temperatur yang semakin meningkat baik untuk udara dingin dan panas yang

dihasilkan. Begitu pula dengan pengaruh dari tekanan input, tekanan udara

pada keluaran vortex tube dan hot end plugs jenis spherical menghasilkan

semakin meningkat temperatur udara dingin dan panas. Semakin besar

pembukaan pada slot ring didapatkan perbedaan temperatur udara yang

menurun.

2.7.1. Cara Kerja Vortex Tube

Cara kerja dari sistem pendinginan udara ini adalah udara

bertekanan tinggi dimasukan ke pendistribusi udara tipe T, yang

kemudian udara akan keluar ke bagian keluar kedua hujungnya. Dari

sini udara akan mengalir hingga ke bagian ujung pipa, yang mana di

bagian ini, udara terbagi menjadi dua arah. Aliran udara pertama adalah
35

mengalir keluar melalui hujung pipa panas, sedangkan aliran kedua,

udara ditekan sehingga masuk ke orifis. Pengontrolan jumlah aliran

udara dikontrol melalui katub pengontrol. Udara ini akan mengalir

secara lambat bersamaan dengan terjadinya pertukaran panas dengan

udara berkecepatan tinggi di dalam pipa panas sehingga udara ini

menjadi lebih dingin. Udara yang telah dingin tersebutlah yang

kemudian dialirkan ke nozel untuk digunakan pada proses pemesinan

(Hellyar, 1979 : Yazid et al., 2010).

Salah satu teori tentang fenomena tersebut diatas adalah seperti

yang dikemukakan oleh Wood (1999) yang menyatakan bahwa

perbedaan temperatur antara kedua arus yang keluar bisa ditinjau

sebagai proses pemisahan energi yang dipengaruhi oleh gradien tekanan

dan viskositas fluida. Pengaruh gradien tekanan radial pada setiap

vortex yang disebabkan oleh gaya sentrifugal pada fluida yang berputar,

sehingga gas yang berada di dekat sumbu tekanannya lebih rendah

sementara gas yang berada di bagian dinding luar dimampatkan

sehingga tekanan menjadi lebih besar, sedangkan pengaruh viskositas

fluida adalah mencegah terjadinya vortex yang benar-benar bebas, di

mana dari 1 lapisan yang 2 melingkar ke lapisan berikutnya

perpindahan energi tidak terjadi. (viskositas fluida cenderung

menghasilkan vortex yang rapat atau yang dipaksa (forced) dimana

kemungkinkan terjadinya perpindahan energi dari lapisan dalam kearah

lapisan luar, karena lapisan luar ini menahan kecepatan tangensial

lapisan dalam).
36

Udara masuk bertekanan

Udara dingin Udara panas

Gambar 2.10. Sistem kerja vortex tube (Andriyansyah, 2013).

2.7.2. Keuntungan Sistem Refrigerasi Tabung Vortex

Keuntungan menggunakan sistem refrigerasi tabung vortex adalah

sebagai berikut :

a. Hanya menggunakan udara sebagai refrigerant, dan sifatnya adalah

sistem terbuka, sehingga tidak ada masalah kebocoran.

b. Murah pada biaya awal dan juga biaya operasional dimana udara

terkompresi sudah tersedia bebas. Perawatannya sangat sederhana

dan tidak dibutuhkan ahli untuk operasionalnya sehari-hari.

c. Tabung vortex sangat kecil dan menghasilkan udara panas sekaligus

udara dingin. Sangat berguna bagi industri-industri dimana

membutuhkan kedua-duanya secara simultan.

d. Temperatur – 50 °C dapat mudah dicapai dan lebih berguna dimana

udara kering terkompresi sudah tersedia bebas dan dimana

pendinginan setempat diperlukan seperti instrument elektronik.


37

2.7.3. Kerugian Dari Sistem Refrigerasi Tabung Vortex

Kerugian menggunakan sistem refrigerasi tabung vortex adalah

sebagai berikut :

a. Kapasitas terbatas, dan hanya sebagian kecil dari udara terkompresi

yang diubah menjadi udara dingin.

b. Karena udara meninggalkan tabung pada kecepatan tinggi, maka

tabung vortex beroperasi dengan suara mendesis ada kemungkinan

tersumbat oleh kumpulan-kumpulan salju tipis yang terbentuk akibat

udara mengandung uap air terutama pada aplikasi-aplikasi

temperatur sangat rendah.


38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan

November 2016 sampai dengan Februari 2017. Penelitian akan dilakukan di

Laboratorium Produksi dan Laboratorium CNC/CAM Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Lampung.

Tabel 3.1. Rencana kegiatan penelitian

November Desember Januari Februari


Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Studi
1
Literatur
Persiapan
Alat dan
2
Bahan
Pengujian
Pengujian dan
3 Pengambilan
Data
Pengolahan
4
Data
Pembuatan
5 Laporan
Akhir
39

3.2. Alur Penelitian

Secara garis besar, alur pelaksanaan penelitian ditunjukkan pada

Flowchart berikut ini :

Mulai

Studi literatur : a. Magnesium AZ31, b. Proses pemesinan,


c. Parameter pemesinan, d. Pemesinan magnesium,
e. Kekasaran permukaan, f. Pemesinan menggunakan pahat
putar, g. Pemesinan menggunakan udara pendingin, h. Analisa
nilai kekasaran.

Pemilihan bahan magnesium AZ31, pahat putar (rotary tool), udara pendingin
vortex tube dan setting mesin bubut, pahat putar (rotary tool) dan memasang
magnesium pada mesin.

Pemilihan parameter
pemotongan :
Vw = 80, 120, 160 m/min
Vt = 25, 50, 75 m/min
F = 0.10, 0.15, 0.20 mm/rev
d = 0.3 mm

Melakukan pemesinan bubut sebanyak 15


parameter pemotongan.

1. Mengukur nilai kekasaran permukaan menggunakan alat


surface tester.
2. Mengambil gambar profil permukaan menggunakan kamera
microskop USB.

Data hasil pengujian berupa nilai kekasaran permukaan dari setiap


parameter pemesinan yang disatukan dalam bentuk tabel untuk
mengetahui nilai kekasaran yang terendah dan tertinggi.

A
40

Analisa data dan pembahasan.

Kesimpulan dan saran

Penulisan laporan

Selesai

Gambar 3.1. Flowchart penelitian.

3.3. Bahan dan Alat Penelitian

Pada penelitian ini digunakan alat dan bahan guna berlangsungnya

proses penelitian . Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitan ini

adalah sebagai berikut :

3.3.1. Material Magnesium AZ31

Paduan magnesium AZ31 dengan diameter 110 mm dan panjang

380 mm. Dapat dilihat pada Gambar 3.2.

380 mm
110 mm

Gambar 3.2. Material magnesium AZ31.


41

Material Magnesium memiliki karakterisitik fisik dan thermal.

Karakteristik tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2. Karakteristik fisik dan thermal magnesium AZ31.

Density [kg/mm3] 1,77 x 10-6

Young’s Modulus [kN/mm2] 45,000

Possion’s ratio 0.35

Melting temperature [K] 891

Konduktifitas thermal [w/(mK)] 77 + 0.096T

Kapasitas Spesifik panas [J/(kgK)] 1000 + 0.666T

Koefisien muai panas[K-1] 2.48 x 10-5

(Sumber : Doni, 2015)

Tabel 3.3. Sifat fisik magnesium

Sifat Fisik Magnesium Paduan

Titik cair, K 922 K

Titik didih, K 1380 K

Energi ionisasi 1 738 kJ/mol

Energi ionisasi 11 1450 kJ/mol

Kerapatan massa (ρ) 1,74 g/cm3

Jari-jari atom 1,60 A

Kapasitas panas 1,02 J/gk

Potensial ionisasi 7,646 Volt

Konduktivitas kalor 156 W/mK


42

Entalpi penguapan 127,6 kJ/mol

Entalpi pembentukan 8,95 kJ/mol

(Sumber : Doni, 2015 : Andriyansyah, 2013)

3.3.2. Mesin bubut

Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan

bagian-bagian mesin berbentuk silindris. Prinsip dasarnya dapat

didefinisikan sebagai proses pemesinan permukaan luar benda silindris

atau bubut rata, dengan benda kerja yang berputar, satu pahat bermata

potong tunggal, dan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja

pada jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda

kerja (Widarto et al., 2008).

Dalam penelitian ini, mesin bubut digunakan untuk melakukan

pemesinan terhadap magnesium dengan menggunakan parameter-

parameter pengujian yang sudah ditentukan. Kemudian dari proses

pemesinan bubut ini hasilnya akan diambil dan diolah menggunakan

aplikasi lain. Mesin bubut yang digunakan memiliki spesifikasi seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 3.3 dan pada Tabel 3.3 berikut :

Spindel putaran benda kerja Cekam Dudukan rumah pahat

Tombol Start
Eretan atas
Eretan bawah

Gambar 3.3. Mesin bubut konvensional.


43

Tabel 3.3. Spesifikasi mesin bubut konvensional

Merk PHINACO

Type S-90/200

Motor Main Motor Power: 4 Kw

Central High 200 mm

Central Distance 750-1150 mm

Swing Over Bed 400 mm

Swing Over Grap 600 mm

Swing Over Carriage 370 mm

Swing Cross Slide 210 mm

(Sumber : Doni, 2015)

3.3.3. Pahat Putar (Rotary Tool)

Pada penelitian ini menggunakan metode pahat putar (rotary

tool), dimana dengan pahat potong yang berputar maka mata pisau

(cutting edge) akan didinginkan selama periode tanpa pemotongan (non

cutting period) dalam satu putaran pahat potong. Hal ini diharapkan

bahwa suhu pahat potong akan menurun dibandingkan dengan proses

pemesinan bubut konvensional (pahat potong diam) (Harun, 2012).

Pahat putar (rotary tool) spesifikasi dapat dilihat pada Gambar 3.4 dan

Tabel 3.4.
44

Eretan pahat

Motor listrik

Dudukan pahat

Gambar 3.4. Pahat putar (Rotary Tool).

Tabel 3.4. Spesifikasi rotary tool

Merk motor AXUM590-A

Jenis Pahat Insert-Propeller

Kecepatan putaran pahat 0-2000 rpm

Arah putaran spindel CW/CCW

Diameter insert 16 mm

3.3.4. Vortex tube

Vortex tube adalah suatu alat yang berfungsi sebagai pendingin

tanpa mengunakan refrigerant (Sigh, 2004). Digunakan untuk

menyuplai udara dingin pada pemesinan. Cara kerja dari sistem

pendinginan udara ini adalah udara bertekanan tinggi dimasukan ke

pendistribusi udara tipe T, yang kemudian udara akan keluar ke bagian


45

keluar kedua ujungnya. Dari sini udara akan mengalir hingga ke bagian

ujung pipa, yang mana di bagian ini, udara terbagi menjadi dua arah.

Aliran udara pertama adalah mengalir keluar melalui hujung pipa panas,

sedangkan aliran kedua, udara ditekan sehingga masuk ke orifis.

Pengontrolan jumlah aliran udara dikontrol melalui katub

pengontrol. Udara ini akan mengalir secara lambat bersamaan dengan

terjadinya pertukaran panas dengan udara berkecepatan tinggi di dalam

pipa panas sehingga udara ini menjadi lebih dingin. Udara yang telah

dingin tersebutlah yang kemudian dialirkan ke nozel untuk digunakan

pada proses pemesinan (Hellyar, 1979 : Yazid et al., 2010).

Selang udara
Lubang masuk selang kompresor

Pengukur tekanan
Lubang keluar udara dingin

Gambar 3.5. Vortex tube.

3.3.5. Stopwatch

Stopwatch digunakan untuk mengukur waktu pemesinan yang

dijalankan. Alat yang digunakan adalah aplikasi stopwatch bawaan dari

Handphone Zenfone Asus. Cara kerjanya adalah dengan dimulai

menekan tombol start, sehingga akan melakukan perhitungan waktu dan


46

menampilkannya dalam layar dalam bentuk angka. Dapat dilihat pada

Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Stopwatch.

3.3.6. Termometer inframerah

Alat digital ini digunakan untuk pengukur suhu yang keluar dari

vortex tube. Prinsip kerjanya adalah bahwa semua obyek memancarkan

energi infra merah. Semakin panas suatu benda, maka molekulnya

semakin aktif dan semakin banyak energi infra merah yang dipancarkan

(alatuji.com). Gambar dan spesifikasi alat dapat dilihat pada Gambar

3.7 dan Tabel 3.5.

Gambar 3.7. Termometer inframerah.


47

Tabel 3.5. Spesifikasi termometer inframerah

Merk Lutron

Jenis TM-2000

Tipe K.J.R.E.T

Pabrikasi Taiwan

3.3.7. Pahat putar

Pahat digunakan sebagai alat pembubutan pada proses pemesinan

magnesium menggunakan pahat putar insert dengan material carbide.

Gambar dan spesifikasi lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.8 dan

Tabel 3.6 berikut :

Gambar 3.8. Pahat putar insert.

Tabel 3.6. Spesifikasi pahat putar

Merk Sumimoto

Tipe RCMT

Seri 1606MON-RX
48

Jenis Insert

Material Carbide

Diameter 16 mm

Tebal pahat 6,35 mm

3.3.8. Kompresor

Kompresor digunakan untuk menyuplai tekanan udara masuk ke

vortex tube, sehingga menghasilkan udara dingin. Secara umum cara

kerja kompresor adalah dengan menghisap udara dari luar melalui katub

hisab. Kemudian udara dimampatkan sehingga volumenya menjadi

lebih kecil, atau udara mengalir menuju tempat yang memiliki tekanan

udara yang lebih rendah. Gambar dan spesifikasi dapat dilihat pada

Gambar 3.9 dan Tabel 3.7.

Gambar 3.9. Kompresor.


49

Tabel 3.7. Spesifikasi kompresor

Merk SWAN

Type SD-205

Motor power 10 HP

Working pressure 150 psi

Made in Taiwan

(Sumber : swanair.com.tw)

3.3.9. Surface tester

Alat ini berfungsi untuk mengukur kekasaran dari suatu

permukaan. Dengan standar propertis pengukuran Ra, Rz, Rq, dan

dengan ketelitian alat 0.01 µm. Pengukuran kekasaran permukaan

diperoleh dari sinyal pergerakan stylus berbentuk diamond untuk

bergerak sepanjang garis lurus pada permukaan sebagai indikator

pengukur kekasaran benda uji. Prinsip kerjannya adalah dengan

menggunakan transducer dan diolah dengan mikroprosesor

(alatuji.com). Gambar dan spesifikasi alat yang digunakan dapat dilihat

pada Gambar 3.10 dan Tabel 3.8.


50

Gambar 3.10. Surface tester

Tabel 3.8. Spesifikasi surface tester

Merk Mitutoyo SJ-210

Pabrikasi Japan

Ketelitian 0,01 mm

3.3.10. Kamera Mikroskop USB

Kamera Mikroskop USB digunakan untuk mengambil gambar

profil permukaan dari material magnesium yang sudah dilakukan

proses permesinan. Kamera Mikroskop USB ini memiliki pembesaran

hingga 1000 kali. Gambar dan spesifikasi alat dapat dilihat pada

Gambar 3.11 dan Tabel 3.9.


51

Tombol kamera

Pengatur fokus Pengatur ketinggian

Lensa mikroskop
Meja benda

Tiang penyangga

Gambar 3.11. Microskop USB

Tabel 3.9. Spesifikasi mikroskop USB

Merk OEM (Original Equipment

Manufacturing)

Image sensor 2.0 MP

Magnification 1000x

Focusing Manual dari 0 – 100 mm

Photo format JPEG atau BMP

Video format AVI

Light source 8 Led

3.3.11. Jangka Sorong

Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter benda kerja

sebelum dan setelah pemesinan. Gambar dan spesifikasi dapat dilihat

pada Gambar 3.12 dan Tabel 3.10.


52

Gambar 3.12. Jangka sorong.

Tabel 3.10. Spesifikasi jangka sorong

Merk Mitutoyo

Jenis ukuran Metrik (mm) dan inch

Akurasi +/- 0,05 mm

Made in Japan

3.4. Prosedur Penelitian

Prosedur dari penelitian memiliki beberapa tahapan. Tahapan-tahapan

tersebut diantaranya adalah :

3.4.1. Persiapan bahan

Paduan Magnesium AZ31 yang sebelumnya berbentuk balok

memanjang dilakukan pembubutan rata sehingga berubah bentuk

menjadi silinder. Setelah berbentuk silinder dilakukan pengukuran

didapat diameter 110 mm dan panjang 380 mm. Ketika akan melakukan

pengujian benda kerja menggunakan mesin bubut maka benda kerja

harus diberikan lubang center pada permukaan muka, centering


53

dimaksudkan agar pengujian yang akan berlangsung pada magnesium

menjadi lebih stabil. Material magnesium yang digunakan dapat dilihat

pada Gambar 3.13.

(A) (B)

Gambar 3.13. Material magnesium (A) sebelum pembubutan, (B)


sesudah pembubutan.

3.14. Pengukuran pada magnesium.


54

3.4.2. Set-up pemesinan

Pada tahapan ini dilakukan instalasi set-up mesin berupa

penempatan holder rotary yang diletakkan pada dudukan pahat diam

dengan cara melepaskannya dari eretan dengan melepas baut

pengikatnya dan menggantikannya dengan holder rotary dan mengatur

posisi dari holder rotary tersebut seperti tinggi pahat harus sejajar

dengan senter. Hal ini sangat perlu dilakukan agar pada saat proses

pemotongan pahat yang digunakan tidak cepat rusak. Set-up

ditunjukkan pada Gambar 3.15. Selanjutnya melakukan instalasi vortex

tube, pada tahapan ini dilakukan instalasi vortex tube berupa

penyambungan antara kompresor, pressure gauge valve dan vortex

chamber. Ditunjukkan pada Gambar 3.16.

Gambar 3.15. Set-up pemesinan magnesium.


55

Gambar 3.16. Instalasi vortex tube

3.4.3. Proses pembubutan spesimen

Setelah mesin di set-up, maka proses pembubutan material

magnesium AZ31 dilakukan menggunakan udara pendingin. Sebelum

proses pembubutan dimulai, kompresor dihidupkan hingga tekanan

pada tabung kompresor sampai angka 6,5 psi. Hal ini dilakukan agar

tekanan pada vortex tube bisa mencapai 6 bar. Untuk mengatur tekanan

pada kompresor agar konstan digunakan valve untuk mengatur aliran

udara. Dapat dilihat pada Gambar 3.17.

Selanjutnya temperatur keluaran vortex tube harus diperiksa

dengan menggunakan termometer inframerah hingga temperatur 0 °C

barulah proses pemesinan dimulai. Dapat dilihat pada Gambar 3.18.


56

Udara dari tabung

Udara ke vortex tube

Valve
Valvepengatur
pengaturaliran
aliran
udara
udara

Udara
Udarake
keluar
luar(bebas)
(bebas)

Gambar 3.17. Pengoperasian pada kompresor.

Gambar 3.18. Pengukuran temperatur keluaran vortex tube.


57

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan nilai

kekasaran pada permukaan benda kerja menggunakan surface tester.

Pada proses permesinan menggunakan pahat insert berdiameter 16 mm

untuk semua parameter pemesinan yang digunakan, dengan arah

putaran pahat yang digunakan adalah berlawanan dengan jarum jam /

CCW (Center Clock Wise). Berikut adalah ilustrasi proses pemesinan

bubut menggunakan pahat putar.

Gambar 3.19. Ilustrasi proses pemesinan bubut menggunakan


pahat putar.

Arah putaran pahat menggunakan CCW (Center Clock Wise)

dengan alasan getaran yang ditimbulkan oleh sistem ini lebih rendah

dibandingkan dengan getaran yang dihasilkan oleh putaran pahat

menggunakan sistem CW (Clock Wise) / searah jarum jam.

Adapun tahapan pelaksanaan awal untuk pemesinan sebagai

berikut :
58

a. Mengukur diameter awal benda untuk menetukan rpm yang akan

digunakan untuk pemesinan seperti pada Gambar 3.15.

b. Melakukan set-up mesin bubut seperti yang dilihatkan pada Gambar

3.16 dan 3.17.

c. Menentukan parameter pemotongan sebagai berikut :

Tabel 3.8. Parameter pemotongan.

Kecepatan Suhu
Kecepatan benda Kedalaman potong pahat pendingin
Kecepatan makan
kerja Makan d, putar votex tube
f, mm/ref
Vc, m/min mm Potong
m/menit
80 120 160 0,10 0,15 0,20 0,3 25 50 75 0 °C. 6 Bar

Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data dengan jumlah

sampel sebanyak 15 parameter dengan menggunakan disain penelitian

Box Behnken. Dapat dilihat pada Tabel 3.9. Pengambilan data pada

setiap parameter dilakukan sebanyak empat kali, dimana setiap

pembubutan dilakukan pemakanan sepanjang 190 mm kemudian

dilakukan pengambilan data. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan

hasil yang maksimal. Dapat dilihat pada Gambar 3.20.


59

Tabel 3.9. Disain penelitian dan jumlah sampel yang diperoleh

untuk tipe Box Behnken.

Kec.
Kec. Kadar Pahat Kedalaman
StdOrder RunOrder
Potong Pemakanan Putar Potong
(m/min) (m/rev) (m/min) (mm)
1 1 80 0,1 50 0,3
8 2 160 0,15 75 0,3
11 3 120 0,1 75 0,3
13 4 120 0,15 50 0,3
6 5 160 0,15 25 0,3
5 6 80 0,15 25 0,3
4 7 160 0,2 50 0,3
2 8 160 0,1 50 0,3
3 9 80 0,2 50 0,3
10 10 120 0,2 25 0,3
9 11 120 0,1 25 0,3
15 12 120 0,15 50 0,3
12 13 120 0,2 75 0,3
7 14 80 0,15 75 0,3
14 15 120 0,15 50 0,3

380 mm

190 mm 190 mm

Gambar 3.20. Dimensi pembubutan pada setiap pemakanan.


60

3.4.4. Cara penggukuran kekasaran menggunakan surface tester

Berikui ini adalah cara pengambilan nilai kekasaran menggunkan

surface tester:

Gambar 3.21. Cara pengambilan nilai kekasaran


menggunakan surface teester

Setelah proses pemesinan dilakukan surface tester diletakkan

pada permukaan benda uji kemudian stylus (berupa jarum) diatur

sehingga beradadalam posisi stabil pada pembacan skala tekanan

terhadap permukaan objek yang akan diukur, setelah posisi surface

tester sudah stabil barulah pengambilan nilai kekerasan dilakukan

dengan menekan tombol start pada alat dan stylus akan bergerak

dengan konstan sesuai dengan sumbu horizontal dan sejajar dengan

benda ujin (berada dalam garis lurus). Pengambilan nilai kekasaran

permukaan magnesium dilakukan sebanyak tiga titik dari setiap

pengujian, yaitu dititik awal, tengah, dan akhir.


61

3.4.5. Cara pengambilan gambar profil permukaan magnesium menggunakan

microskop USB

Adapun cara yang dilakukan untuk pengambilan gambar profil

permukaan benda kerja adalah kamera Mikroskop USB diletakkan

diatas permukaan benda kerja yang akan diambil gambar dengan

menggunakan holder (pegangan) yang dijepitkan pada permukaan

yang datar dan kuat, setelah itu menyambungkan kabel USB dari

mikroskop ke laptop, selanjutnya menyalakan mikroskop dan

mengatur pembesaran sesuai dengan yang digunakan. Kemudian

mengatur fokus kamera agar gambar terlihat jelas dan menjalankan

program software aplikasi mikroskop USB untuk mengambil gambar

permukaan benda kerja dan selanjutnya gambar disimpan.

Pengambilan profil permukaan magnesium dilakukan sebanyak satu

titik dari setiap pengujian, yaitu dititik tengah. Dapat dilihat pada

Gambar 3.22.
62

Gambar 3.22. Cara pengambilan gambar profil permukaan


magnesium menggunakan kamera mikroskop USB.

3.4.6. Pengambilan Data

Data yang telah didapatkan dengan menggunakan surface tester

menunjukkan nilai kekasaran tiap-tiap parameter yaitu Vw (80, 120,

dan 160 m/min); f (0,10, 0,15, dan 0,20 mm/rev); d (0,3mm); dan Vt

(25, 50, dan 75 m/menit) dimasukkan kedalam tabel perbandingan

acuan agar dapat dianalisa. Selanjutnya data yang telah dimasukkan

kedalam tabel ditampilkan dalam bentuk grafik untuk melihat

karakterisasi tiap faktor yaitu kecepatan potong terhadap nilai kekasaran

pada berbagai gerak makan, kecepatan potong pahat putar dan

kedalaman pemotongan.
63

data

Waktu (t) (Minute)


acuan pengambilan

Rata-rata (µm)
Ra
Nilai Kekasaran

3
(µm)

Ra
2
yang digunakan sebagai

Ra
1
Tabel 3.9. Data pengujian

Kec. Potong Pahat Putar


ditunjukkan pada Tabel 3.9.

(Vt) (m/min)
Kedalaman potong (d) (mm)
Gerak Makan (f) (mm/rev)
Tabel

Kec. Benda Kerja (Vw)


(m/min)

No

1
2
3
4
1
2
3
4
115

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Setelah melaksanakan seluruh tahapan dalam penelitian ini, dapat

beberapa kesimpulan yang dapat dipaparkan. Adapun kesimpulan tersebut

adalah :

1. Nilai rata-rata kekasaran permukaan terendah didapatkan pada kecepatan

benda kerja (Vw) 80 m/min, kecepatan potong pahat putar (Vt) 50 m/min

dengan gerak makan 0,2 mm/rev dan kedalaman potong 0,3 mm.

Sedangkan nilai rata-rata kekasaran permukaan tertinggi didapatkan pada

kecepatan benda kerja (Vw) 160 mm/min, kecepatan potong pahat putar

(Vt) 50 m/min dengan gerak makan 0,2 mm/rev dan kedalaman potong 0,3

mm.

2. Nilai kekasaran permukaan tidak seragam disepanjang proses pemesinan,

hal ini disebabkan oleh keausan pahat yang tidak seragam disepanjang tepi

pahat putar.

3. Nilai kekasaran permukaan lebih dipengaruhi oleh parameter kecepatan

benda kerja (Vw) dan kecepatan potong pahat putar (Vt). Semakin tinggi

kecepatan benda kerja (Vw) maka nilai kekasaran permukaan yang

dihasilkan semakin tinggi. Sebaliknya semakin tinggi kecepatan potong


116

pahat putar (Vt) maka nilai kekasaran permukaan yang dihasilkan semakin

rendah.

4. Proses pemesinan bubut dengan menggunakan pahat putar dan udara

dingin dapat diimplementasikan dalam proses pemesinan bubut material

magnesium AZ31 karena menghasilkan nilai kekasaran yang lebih rendah

dibandingkan dengan menggunakan pahat diam.

5.2. Saran

Dalam penelitian ini peneliti memasukkan beberapa saran yang

diberikan untuk dikembangkan dengan harapan mendapatkan hasil yang

maksimal. Saran tersebut diantaranya adalah :

1. Untuk penelitinan selanjutnya sebaiknya menggunakan variasi parameter

kecepatan benda kerja dan kecepatan potong pahat putar yang tinggi.

2. Dari pengamatan permukaan, didapat banyak serpihan yang melekat pada

permukaan benda kerja, oleh karena itu perlu dikaji tentang tekstur

permukaan.
DAFTAR PUSTAKA

Amanto, Hari dan Daryanto. 2003. Ilmu Bahan. Penerbit PT Bumi Aksara. Jakarta.

Indonesia.

Albright, D.A, dan Haagensen, J.O. 1997. Life cycle Inventory of Magnesium.

Andriyansyah. 2014. Pengaruh Parameter Pemotongan Terhadap Kekasaran

permukaan Dalam Pengefreisan Magnesium Tersuplai Udara Dingin. Tugas

Akhir. Universitas Lampung.

Ansyori, Anang. 2015. Pengaruh Kecepatan Potong dan Makan terhadap Umur

Pahat pada Pemesinan Freis Paduan Magnesium. Jurusan Teknik Mesin.

Universitas Malahayati. Bandar Lampung.

Benardos, P.G., dan Vosniakos, G.C. 2003. “Predicting surface roughness in

machining : a review, International Journal of Machine Tools &

Manufacture 43, 833 – 844.

Blawert, C., Hort, N., dan Kainer, K.U. 2004. Automotive Applications Of

Magnesium And Its Alloys. Trans. Indian Inst. Met. Vol.57, No. 4,

pp. 397- 408.

Bruni, C., Forcellese, A., Gabrielli, F., dan Simoncini, M. 2004. Effect Of

Temperature, Strain Rate And Fibre Orientation On The Plastic Flow

Behaviour And Formability Of AZ31 Magnesium Alloy. Department of


Mechanics, Università Politecnica delle Marche, Via Brecce Bianche,

Ancona 60131. Italy.

Buldum, Berat Baris., Aydin, SIK., dan Iskander, Ozkul. 2011. Infestigation of

Magnesium Alloys Machinability. International Journal of Electronics,

Mechanical and Mechatronic Engineering Vol 3 Num 3 (361-368).

Chang- Xue. 2002. Mean Flank Temperature Measurement In High Speeddry

Cutting Of Magnesium Alloy. Journal of Materials Processing Technology

167 (2005) 119–123.

Doni, A.R. 2015. Analisa Nilai Kekasaran Permukaan Paduan Magnesium AZ31

Yang Dibubut Menggunakan Pahat Potong Berputar. Tugas Akhir.

Universitas Lampung.

Fariza, Feri. 2016. Evaluasi Dan Analisa Kinerja Sistem Pahat Putar Modular

Untuk Pemesinan Peralatan Kesehatan Ortopedi Berbasis Material Titanium

6al-4v Eli. Tugas Akhir. Universitas Lampung.

Friedrich, H.E., dan Mordike, B.L. 2006. Magnesium Tecnology. Profesor Institut

für Werkstoffkunde und Werkstofftechnik TU Clausthal Agricolastrasse

638678 Clausthal-Zellerfeld Germany.

Froes, F.H., Eliezer, D., dan Aghion, E. 1998. The Science, Technology, and

Applications of Magnesium.

Gao, L.F. 2005. Introduction to Manufacturing Process. 3 rd Ed. Mc/ Graw – Hill

Book Co.

Hariyanto, Baron. 2015. Kajian Suhu Pemotongan Pemesinan Bubut Menggunakan

Pahat Potong Berputar pada Material Paduan Magnesium AZ31. Tugas

Akhir. Universitas Lampung.


Harun, Suryadiwansa. 2009. Cutting Temperature Measurement in Turning with

Actively Driven Rotary Tool. Key Engineering Materials. Vols. 389-390, pp.

138-14.

Harun, Suryadiwansa. 2012. Peningkatan Produktifitas dan Pengendalian Suhu

Pengapian Pemesinan Magnesium Dengan Sistem Pahat Putar (Rotary Tool

System) dan Pendingin Udara (Air Cooling). Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Ibrahim, G.A. 2014. Analisa Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Paduan

Magnesium. Jurusan Teknik Mesin. Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Ibrahim, G.A., Harun, S., dan Doni, A.R. 2015 Analisa Nilai Kekasaran Permukaan

Paduan Magnesium AZ31 Yang Dibubut Menggunakan Pahat Potong

Berputar. Jurusan Teknik Mesin. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Kalpakjian, S. 1995. Manufacturing Process for Engineering and Technology. 3th

Edition, Addison Wesley Publishing Company.

Kauppinen, V. 2002. Environmentally reducing of coolant in mtal cutting,

proceedings University’s Days 8th International Conference, Helsinki

University of Tchnology.

Lukman, 2008. Automotive Applications of Magnesium andIts Alloys, Trans. Indian

Inst.

Mahrudi, Haris dan Burhanuddin, Yanuar. 2013. Rancang Bangun Aplikasi

Thermovision Untuk Pemetaan Distribusi Suhu Dan Permulaan Penyalaan

Magnesium Pada Pembubutan Kecepatan Tinggi. Jurusan Teknik Mesin.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.


Nie, J.F. 2012. Precipitation and Hardening in Magnesium Alloys. Professor, is

with the Department of Materials Engineering, Monash University, Clayton,

VIC 3800, Australia.

Novriadi, Dwi. 2016. Rancang Bangun Sistem Pahat Putar Modular (Modular

Rptary Tool System) Untuk Pemesinan Alat Kesehatan Ortopedi.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nugroho, Sri., dan Senoaji, Hendrikus Kedo. 2010. Karakterisasi Pahat Bubut High

Speed Steel (Hss) Boehler Tipe Molibdenum (M2) Dan Tipe Cold Work Tool

Steel (A8). Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Diponegoro.

Padmanaban, G, Balasubramaniana, V, Madhusudhan R.G. 2011. Fatigue Crack

Growth Behaviour Of Pulsed Current Gas Tungsten Arc, Friction Stir And

Laser Beam Welded AZ31B Magnesium Alloy Joints. Centre for Materials

Joining & Research (CEMAJOR), Department of Manufacturing

Engineering, Annamalai University, Annamalai Nagar 608002, India.

Polmear, I.J. 1994. Materials Science and Technology.

Paryanto, Rusnaldy, dan Tony S. Utomo. 2012. Effect Of Air Jet Cooling On

Surface Roughness And Tool Wear. Jurnal Teknosains. Universitas

Diponegoro.

Pulungan, Akhmad Isnain, Ibrahim, Gusri Akhyar, dan Burhanuddin, Yanuar.

2013. Unjuk Kerja Vortex Tube Cooler Pada Pemesinan Baja St41. Jurnal

FEMA. Universitas Lampung.


Riyadi, P.M. 2015. Rancang Bangun Sistem Pahat Putar Aktif Tergerak (Active

Driven Rotary Tool) Untuk Aplikasi Pembubutan Material Magnesium.

Tugas Akhir. Universitas Lampung.

Rochim, Taufiq. 1993. Teori dan teknologi Proses Permesinan. ITB. Bandung.

Salgado, D.R., Alonso, F.J., Cambero, I., dan Marcelo, A. 2009. In-process surface

roughness prediction system using cutting vibrations in turning.

International Journal of Advance Manufacturing Technology 43, 40 – 51.

Saputro, Herman, et al. 2014. Karakteristik Tingkat Kekerasan Permukaan Baja ST

40 Hasil pemesinan CNC Milling Zk 7070 Efek dari Kecepatan Pemakanan

(Feed Rate) dan Awal Waktu Pemberian Pendingin. Pendidikan Teknik

Mesin UNS. Surakarta.

Schey, John A. 1999. Proses Manufaktur (Introduction to Manufacturing

Processes). Yogyakarta. Penerbit Andi. Indonesia.

Setiawan, Feny. 2014. Karakteristik Penyalaan Magnesium AZ31 pada Proses

Bubut Menggunakan Aplikasi Thermografi. Tugas Akhir. Universitas

Lampung.

Su, Y., He, H., Li, L., Iqbal, A., Xiao, M.H., Xu, S., Qiu, B.G., 2007. Refrigerated

Cooling Air Cutting Of Difficult-To-Cut Materials. International Journal of

Machine Tools & Manufacture 47, 927 – 933.

Stejernstoft, T. (2004). Machining of Some Difficult-to-Cut Materials with Rotary

Cutting Tools. Stockholm: The Royal Institute of Technology, KTH.

Sudianto, Bondan. 2015. Aus Pahat dan Struktur Mikro Magnesium pada Kondisi

Pengefraisan Kering. Tugas Akhir. Universitas Lampung.


Tonnesen, K., Tomac, N., dan Rasch, F.O. 1992. Machining Magnesium Alloys

With Use Of Oil-Water Emulsions. 8th Int. Colloquium, Tribology 2000.

Widarto. 2008. Teknik Pemesinan Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah

Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai