Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Hukum
Kesehatan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Kami sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak.
PENDAHULUAN
Dalam pandangan yang lebih luas sebagaimana dikatakan oleh cicero, yaitu dimana
setiap masyarakat disitu ada hukum (ibi societas ibi ius) telah mengindikasikan bahwa setiap
aktivitas masyarakat pasti ada hukumnya. Demikian halnya dengan praktek penyelenggaraan
kesehatan, yang tentunya pada setiap kegiatannya memerlukan pranata hukum yang dapat
menjamin terselengaranya penyelenggaraan kesehatan. Pranata hukum yang mengatur
penyelenggaraan kesehatan adalah perangkat hukum kesehatan. Adanya perangkat hukum
kesehatan secara mendasar bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan
yang menyeluruh baik bagi penyelenggara kesehatan maupun masyarakat penerima
pelayanan kesehatan.
Salah satu tujuan dari hukum, peraturan, deklarasi ataupun kode etik kesehatan adalah
untuk melindungi kepentingan pasien disamping mengembangkan kualitas profesi dokter
atau tenaga kesehatan. Keserasian antara kepentingan pasien dan kepentingan tenaga
kesehatan merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan sistem kesehatan.
Oleh karena itu hukum kesehatan yang mengatur pelayanan kesehatan terhadap pasien sangat
erat hubungannya dengan masalah-masalah yang akan timbul diantara hubungan perikatan
antara dokter dan pasien, dan atau kelalaian serta kesalahan yang dilakukan oleh dokter, yang
berakibat hukum entah itu hukum perdata maupun pidana. Hukum kesehatan pada saat ini
dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu hukum kesehatan public (public health law) dan
Hukum Kedokteran (medical law). Hukum kesehatan public lebih menitikberatkan pada
pelayanan kesehatan masyarakat atau mencakup pelayanan kesehatan rumah sakit, sedangkan
untuk hukum kedokteran, lebih memilih atau mengatur tentang pelayanan kesehatan pada
individual atau seorang saja, akan tetapi semua menyangkut tentang pelayanan kesehatan.
1.2 Tujuan
1. Dapat menjelaskan kasus hukum yang terjadi dalam tenaga kesehatan.
2. Dapat menjelaskan konsep dasar mediasi sebagai alternative penyelesaian sengketa
kesehatan.
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
BAB III
PEMBAHASAN
Kelalaian Medik dan Malpraktek Kedokteran Kelalaian medik adalah salah satu
bentuk dari malpraktek medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling
sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang
seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh
orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama.
Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah
merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang
seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan
kerugian atau cedera bagi orang lain.
"Pasal 190 UU Kesehatan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di
Mapolda Metro Jaya, Jl Sudirman, Jakarta (12/9/2017).
Dalam Pasal 190 UU Kesehatan tersebut, ada dua ayat yang menyatakan terkait
sanksi pidana bagi pihak rumah sakit yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan
pertama pada pasien dalam keadaan darurat. Ada hukuman penjara dan denda bagi pihak
yang melanggar ketentuan dalam UU tersebut.
Pasal 190
(1). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan
praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
(2). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya
kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).