Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat
upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan
banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya
korupsi.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti
dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga
sistem- sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan
sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai
disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat
disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan
secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.
Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak
dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi
banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara
preventif maupun
1. Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang
keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatan
netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai
pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup
layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila
semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak
tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana
perlu dijatuhi hukuman mati.
2. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu
adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti
korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu
bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari
partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan
sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai
politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan
sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
3. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (KPK, Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki
komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status
sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi
sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu
dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian
menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi
tersebut.
4. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui
gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat
menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung,
dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui
lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi
muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral
korup.
Pemerintah setiap negara pada umumnya pasti telah melakukan langkah-langkah untuk
memberantas korupsi dengan membuat undang-undang. Indonesia juga membuat undang-
undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan mengalami perubahan yaitu
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
1. Pidana Mati
Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.
1. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi
setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara
atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara (Pasal 3)
3. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan
sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak
langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap
tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
4. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,
termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu
pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada
terpidana.
5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu)
bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut.
6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar
uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi
ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31
tahun 1999 undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan
pengadilan.
Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal
ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat
(1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah
sebagai berikut:
1. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka
tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau
pengurusnya.
2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun
bersama-sama.
3. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada
orang lain.
4. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding
pengadilan.
5. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus
di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
2. Perbuatan melawan hukum;
3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena
jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Dalam makalah ini saya mencoba menghadirkan satu contoh kasus yaitu kasus yang
dialami oleh Angelina Patricia Pingkan Sondakh atau yang lebih dikenal dengan Angelina
Sondakh. Motivasi Angelina Sondakh melakukan korupsi yaitu kesempatan ada, yaitu adanya
proyek Wisma Atlet SEA Games Palembang dan Kemendikbud yang melibatkan dirinya atau
status kekuasaannya dalam pengambilan keputusan dan menjalankan proyek tersebut. Selain
itu kondisi keluarga yang sedang bersedih atas kepergian suaminya dan dia menjadi orang tua
tunggal ketiga anaknya, tentu ini menyangkut ekonomi keluarga. Lingkungan kerja juga
mempengaruhi Angelina dalam melakukan korupsi ini.
Mantan politikus Partai Demokrat telah dinyatakan secara sah terbukti melakukan
tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima hadiah atau janji terkait dengan
jabatannya dengan terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi junto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Atas putusannya /ini, KPK mengajukan kasasi
karena tidak sesuai dengan tuntutannya yang meminta agar Angie dihukum 12 tahun penjara
ditambah denda Rp.500juta subsider enam bulan kurungan.
Saya akan menganalisa kasus korupsi Angelina Sondakh. Kasus korupsi yang
melibatkan Angelina Sondakh ini termasuk pengertian korupsi menurut Wertheim, “yang
menggunakan pengertian yang lebih spesifik. Menurutnya, seorang pejabat dikatakan
melakukan tindak pidana korupsi, adalah apabila ia menerima hadiah dari seseorang yang
bertujuan memengaruhinya agar mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si
pemberi hadiah. Kadang-kadang pengertian ini juga mencakup perbuata menawarkan hadiah,
atau bentuk balas jasa yang lain.”
Kasus korupsi ini termasuk jenis korupsi menurut Piers Beirne dan James
Messerschmidt, yaitu “Political Kickbacks adalah kegiatan korupsi yang berkaitan dengan
sistem kontrak pekerjaan borongan antara pejabat pelaksana atau pejabat terkait dengan
pengusaha yang memberikan kesempatan atau peluang untuk mendapatkan banyak uang bagi
kedua belah pihak.” Karena didalam kasus disebutkan bahwa “Direktur PT Duta Graha
Indah(DGI), Mhuhammad El Idrus dan seorang penghubung bernama Mindo Rosalinda
Manulang (Rosa). Menyerahkan uang suap dalam bentuk 3 lembar cek senilai Rp.3,2 miliar
kepada Wafid muharam, Sekretaris Kementrian Pemuda dan Olahraga (Seskemenpora), yang
juga langsung ikut ditangkap di kantornya. Suap tersebut merupakan uang balas jasa dari PT
DGI karena telah memenangi tender proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang,
Sumatera Selatan. Kasus ini menyeret nama Muhammad Nazarudin, karena Rosa sebagai
bawahan Nazar di PT Anak Negeri, bahkan Rosa pernah menjabat Direktur Pemasaran
perusahaan yang dibentuk oleh mantan Bendahara Partai Demokrat itu. Nazarudin dan Rosa
juga kemudian menyeret nama Angie sebagai salah satu tersangka, lantaran disebut menerima
uang darinya terkait proyek pembangunan wisma Atlet SEA Games di Palembang. PT Anak
Negeri mengeluarkan Rp.10 miliar melalui Angie. Sebanyak Rp.5 miliar untuk Angie, Rp.5
miliar sisanya tidak diketahui, namun diduga digunakan sebagai pelicin ke Badan Anggaran
DPR agar anggaran segera turun.” Dan untuk tipe korupsinya, menurut saya kasus ini
mengarah kepada tipe korupsi menurut Vito Tanzi, “Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang
terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai
orang dalam (insiders information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya
dirahasiakan.” Menurut saya, Angie adalah orang dalam, karena pada saat itu ia menjabat
sebagai anggota Badan Anggaran DPR. Ia pasti berperan dalam kasus korupsi ini, karena ia
menerima uang atas balas jasa dari PT DGI karena telah memenangi tender proyek Wisma
Atlet SEA Games dan sebagian uang tersebut diduga digunakan sebagai pelicin ke Badan
Anggaran DPR agar anggaran tersebut segera turun.
Memurut pandangan para ahli, ciri – ciri, jenis dan faktor penyebab terkait kasus korupsi
tesebut adalah sebagai berikut :
1. Menurut pandangan David H Baley kasus yang melibatkan mantan menpora ini adalah kasus
penyuapan yang mana penyuapan adalah suatu istilah umum yang meliputi penyalahgunaan
wewenang sebagai akibat pertimbangan keuntungan pribadi yang tidak selalu berupa uang.
Batasan yang luas dengan titik berat pada penyalahgunaan wewenang memungkinkan
dimasukkannya penyuapan, pemerasan, penggelapan, pemanfaatan sumber dan fasilitas yang
bukan milik sendiri untuk mencapai tujuan – tujuan pribadi dan nepotisme ke dalam korupsi.
Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut :
Sebab hakim ketua menilai Andi dengan sengaja telah menyalahgunakan kewenangannya
sebagai Menpora dalam pengurusan proyek Hambalang.Dimana sebagai Menpora, Andi
adalah pengguna anggaran sekaligus pemegang otoritas kekuasaan pengelolaan keuangan
negara di Kemenpora serta memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan pelaksanaan
anggaran.
Andi Mallarangeng, telah memberi keleluasaan terhadap adiknya Choel Mallarangeng
untuk berhubungan dengan pejabat Kemenpora.Sehingga Choel ikut terlibat dalam
pengurusan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON).
Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka ciri – ciri korupsi yang
terkait dengan kasus korupsi tersebut adalah sebagai berikut :
Menurut Syed Hussein Alatas mengungkapkan bahwa ciri – ciri yang terkait dengan kasus
ini berbentuk Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan. Seseorang yang diberikan amanah
seperti seorang pemimpin yang menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi,
golongan, atau kelompoknya.
Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka jenis korupsi ini
tergolong kepada jenis :
Mercenery corruption, yakni jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh
keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan (Benveniste).
Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka tipe korupsi yang
tergolong adalah sebagai berikut :
Menurut Syed Hussein Alatas adalah Korupsi transaktif (transactive corruption) yaitu
menunjukkan kepada adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pembeli dan pihak
penerima, demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya
keuntungan ini oleh kedua – duanya. Hal ini terbukti :
Dengan terjadinya hubungan timbal balik menguntungkan pihak lain dan dia sendiri dengan
merugikan keuangan negara sebesar Rp 464,391 miliar.
Menurut Vito Tanzi adalah Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang
pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders
information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan. Hal ini
terbukti:
Dalam hal ini Andi sebagai pejabat memegang kekuasaan otoritas pengelolaan keuangan
negara serta sebagai pengguna anggaran sehingga sebagai pejabat yang terkait dalam hal ini
Andi memiliki pengetahuan tentang bagaimana anggaran yang digunakan sehingga
menguntungkan pihak lain dan dirinya sendiri dengan merugikan keuangan negara sebesar
Rp 464,391 miliar, seperti yang telah diuraikan pada pokok pembahasan masalah pada 2.2.
Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan menpora ini maka faktor penyebab yang
terkait dengan kasus ini adalah sebagai berikut :
GONE Theory yang dikemukakan oleh Jack Boulogne dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada
di dalam diri setiap orang.
3. Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor – faktor yang dibutuhkan oleh individu –
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
4. Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh
pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan kecurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Andi. 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
https://aafadill702.wordpress.com/2014/06/25/masalah-korupsi/