Definisi
Peluang (probability) suatu kejadian E adalah hasil bagi dari banyaknya kemungkinan cara terjadinya
kejadian E dengan banyaknya seluruh kemungkinan kejadian di sekitar kejadian E.
n(E)
P ( E )=
n( S)
dengan:
Contoh kasus:
1. Di dalam suatu wadah terdapat 10 butir kelereng yang terdiri atas 5 kelereng merah (M), 3 kele-
reng kuning (K) dan 2 kelereng hijau (H). Jika diambil 1 butir secara acak, maka hitunglah:
a. Peluang terambilnya kelereng M, yaitu P( M )=?
b. Peluang terambilnya kelereng K, yaitu P( K )=?
c. Peluang terambilnya kelereng H, yaitu P(H )=?
Jawab:
n( M ) 5
a. P ( M )= =
n (S) 10
n(K) 3
b. P ( K )= =
n (S) 10
n (H ) 2
c. P ( H )= =
n(S) 10
2. Dua butir dadu dilempar (di”toss”) secara acak sekaligus. Jika X menyatakan jumlah mata dari
kedua sisi dadu yang muncul, maka:
a. Dapatkanlah seluruh kemungkinan kejadian (dari sisi pandang nilai X)
b. Hitunglah P ( X=7 ), P ( 3< X ≤7 ) dan P ( 9 ≤ X< 17 )
Jawab:
0 1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6 7
2 3 4 5 6 7 8
3 4 5 6 7 8 9
4 5 6 7 8 9 10
5 6 7 8 9 10 11
6 7 8 9 10 11 12
Rangkuman:
Contoh:
Suatu acara kunjungan perusahaan diikuti oleh 125 mahasiswa peserta. Kunjungan dilakukan ke dua
perusahaan, sebut saja perusahaan A dan perusahaan B. Peserta ke perusahaan A ada 75 mahasiswa
dan ke perusahaan B ada 83 mahasiswa. Jika kepada setiap mahasiswa dipersyaratkan harus ikut
minimal ke salah satu dari dua perusahaan tersebut, maka hitunglah:
Jawab:
Dengan membuat terlebih dahulu Diagram Venn dari kejadian di atas, maka dapat dihitung dengan
relatif mudah:
a. n ( A ∪ B )=n ( A ) +n ( B )−n( A ∩B) , sehingga
n ( A ∩ B )=n ( A ) + n ( B )−n ( A ∪ B )=75+ 83−125=33
b. n ( A−B )=n ( A )−n ( A ∩ B ) =75−33=42
n( A ∩ B) 33
c. P ( A ∩ B )= =
n ( A ∪B ) 125
n(B−A ) 50
d. P ( B− A )= =
n ( A ∪B ) 125
P( A ∩B) n( A ∩ B)
P ( A|B )= =
P( B) n(B)
Notasi: P ( A|B ) : peluang A syarat B, maksudnya adalah peluang terjadinya kejadian A seandainya
kejadian B sudah terjadi
Contoh:
Suatu tes penerimaan pegawai diikuti oleh 200 peserta dengan komposisi tingkat pendidikan (TP)
dan jenis kelamin (JK) sebagai berikut:
Tingkat Pendidikan
Jenis Kelamin Total baris
A D S
L 25 35 27 87
P 20 36 57 113
Total kolom 45 71 84 200
Dengan: A=tamatan SLTA, D=tamatan diploma, S=tamatan sarjana, L=laki-laki, dan P=perempuan
Jawab:
n(S ∩ P) 57
a. P ( S|P )= =
n(P) 113
n( A ∩ L) 25
b. P ( A|L )= =
n (L) 87
n(L ∩S ) 27
c. P ( L|S )= =
n(S) 84
Hukum Bayes:
Sebagai kelanjutan dari hukum peluang total beserta kejadian-kejadian seperti yang disebutkan di
atas, seandainya suatu ketika kejadian A diketahui sudah terjadi, maka peluang terjadinya kejadian
Bi, dengan i=1 , 2, … , k , adalah:
P ( B i ) . P ( A|Bi )
P ( B i| A )=
P(A)
dengan P ( A ) adalah peluang total terjadinya kejadian A yang diperoleh dari hukum peluang total
di atas.
Contoh:
Pada suatu pilgub (pemilihan gubernur) ada tiga pasangan calon, misalnya pasangan-pasangan
B1 , B2 dan B3, dengan peluang terpilihnya masing-masing P ( B 1 )=0,27 , P ( B 2 )=0,42 , dan
P ( B 3 )=0,31. Peluang terjadinya pembangunan baru kantor gubernur ( A) jika terpilih pasangan B1
adalah P ( A|B1 )=0,15, jika terpilih pasangan B2 adalah P ( A|B2 )=0,25 dan jika terpih pasangan
B3 adalah P ( A|B3 )=0,36.
Peubah Acak¿
Koin ke
Hasil ke X
1 2 3
1 G G G 0
2 A G G 1
3 G A G 1
4 G G A 1
5 A A G 2
6 A G A 2
7 G A A 2
8 A A A 3
Distribusi peluang peubah acak kontinyu X dinyatakan dengan suatu fungsi yang disebut fungsi ke-
pekatan peluang (probability density function).
Syarat-syarat fungsi kepekatan peluang, f (x):
1. f ( x ) ≥0 , artinya kurvanya tidak di bawah sumbu X
2. Luas daerah yang dibatasi kurva dengan sumbu X pada daerah definisinya menyatakan pe-
luang didapatkannya X pada suatu selang nilai, dan luasnya adalah 1.
Contoh Soal:
Diberikan suatu peubah acak X yang mempunyai daerah definisi 2 ≤ x ≤ 4, dengan fungsi kepekatan
peluangnya adalah:
1
{
f ( X )= 8
( x+ 1 ) ; untuk 2 ≤ x ≤ 4
0 ; untuk x lainnya
a. Buktikan bahwa P ( 2≤ x ≤ 4 )=1
b. Hitung P(2,5 ≤ x ≤ 3,5)
Jawab:
4 4
1 1 1 2 1
a. P ( 2≤ x ≤ 4 )=∫ ( x +1 ) dx=
2 8 8 2 [ 2 8 ]
x + x = [ ( 8+4 )−(2+2) ]=1, terbukti
3,5 3,5
1 1 1 2 1 49 28 25 20 32
b. P ( 2,5≤ x ≤ 3,5 )=∫ ( x +1 ) dx=
2,5 8 8 2 [
x +x ] [(
2,5
=
8
+
8 8)(− +
8 8 )]
= =0,5
64
Distribusi Teoritis
Distribusi teoritis adalah distribusi dari suatu peubah acak yang didefinisikan dari suatu kejadian/
peristiwa yang jika kejadian/peristiwanya memenuhi syarat-syarat tertentu secara teoritis, maka
bentuk persamaan distribusi peluangnya dapat ditentukan.
Ada beberapa macam bentuk distribusi teoritis, namun yang akan dibahas pada bagian berikut
hanya tiga macam, yaitu:
1. Distribusi Binomial
2. Distribusi Multinomial
3. Distribusi Hipergeometrik
Ad 1. Distribusi Binomial
Syarat-syarat:
Perumusan:
Jika terdapat n ulangan yang “bebas”dengan tiap ulangan memberikan hasil “sukses” dengan pelu-
ang p dan hasil “gagal” dengan peluang q=1− p , maka peluang terjadinya x yaitu banyaknya hasil
“sukses” yang terjadi di antara n ulangan yang “bebas” tersebut adalah terdistribusi Binom dengan
persamaan:
P ( X=x )=b ( x ; n , p )= n px q(n−x)
()
x
Contoh 1:
Suatu ujian yang bersifat pilihan berganda (multiple choice) menyediakan 25 soal dimana tiap soal
menyediakan 5 pilihan jawaban dengan yang benar hanya 1. Setelah seseorang mengerjakan
limabelas nomor di antaranya, maka sepuluh nomor sisanya dijawab dengan cara murni menebak.
Dari nomor yang ditebak (10 nomor), hitunglah peluang bahwa ia akan tertebak jawaban:
a. Benar semuanya
b. Separuh benar dan separuh salah
c. Salah semuanya
Jawab:
( nx) p q
b ( x ; n , p) =
x ( n− x )
= (1010 )( 0,2) 10
( 0,8 )(10−10)=0,0000001024
( nx) p q
b ( x ; n , p) =
x (n− x)
= ( 105 )(0,2) (0,8)
5 (10−5 )
=252.0,00032.0,32768=0,0241
Ad 2. Distribusi Multinom
Syarat-syarat:
Perumusan:
Jika terdapat n ulangan yang “bebas”dengan tiap ulangan memberikan hasil E1 , E2 ,… , E k dengan
pe-luang terjadinya masing-masing p1 , p2 , … , p k maka peluang terjadinya x 1 , x 2 , … , x k yaitu
banyaknya hasil E1 , E2 ,… , E kyang terjadi di antara n ulangan yang “bebas” tersebut adalah
terdistribusi Multi-nom dengan persamaan:
P ( X 1=x 1 , X 2=x 2 ,… , X k =x k )=
( x , x n, … , x ) p
1 2 k
1
x1 x2
. p2 . … . pk
xk
❑
Dengan: ( x , x n, … , x )= x ! xn!!… x
1 2 k 1 2 k!
Contoh 2:
Menurut teori genetika, suatu persilangan kelinci percobaan akan menghasilkan keturunan
berwarna merah, hitam dan putih dalam perbandingan 8:4:4. Hitunglah peluang bahwa di antara 8
ekor keturunan semacam ini akan terdapat 5 ekor berwarna merah, 2 hitam dan 1 putih.
Jawab:
Peluang akan didapatkannya keturunan berwarna merah sebanyak 5 ekor, berwarna hitam
sebanyak 2 ekor, dan berwarna putih sebanyak 1 ekor adalah:
8!
P ( X 1=5 , X 2=2 , X 3=1 )=
( x , xn , x ) p
1 2 3
1
x1 x2 x3
. p2 . p 3 =
5 ! .2! .1 !
¿
Ad 3. Distribusi Hipergeometrik
Syarat-syarat:
Perumusan:
Jika dari suatu populasi berukuran N yang memuat k unsur “sukses” dan N−k unsur “gagal” diam-
bil sampel acak berukuran n , maka peluang terambilnya x unsur “sukses”dan n−x unsur “gagal”
adalah terdistribusi hipergeometrik dengan distribusi peluang mengikuti persamaan:
k N −k
P ( X=x )=h ( N ; n , k )=
( x ) ( n−x )
( Nn )
k k!
Dengan: ( )=k kombinasi x=
x x ! ( k −x ) !
k !=k . ( k −1 ) . ( k −2 ) …2
Contoh 3:
Dari 12 peluru kendali, 5 diambil secara acak dan ditembakkan. Bila di antara 12 peluru itu terdapat
3 peluru yang rusak sehingga macet bila ditembakkan, berapa peluang bahwa:
a. Kelima-limanya berhasil ditembakkan
b. Sebanyak-banyaknya 2 yang macet
Jawab:
Peluru yang tersedia ada 12, maka ukuran populasi N=12.
Peluru yang diambil secara acak sekaligus (=tanpa pengembalian) ada 5, maka ukuran sampel n=5.
Misalkan k =¿banyaknya peluru yang bagus dari seluruh peluru¿ 9, sehingga
N−k=¿ banyaknya peluru yang rusak dari seluruh peluru ¿ 3
a. Peluang bahwa kelima-limanya berhasil ditembakkan adalah:
k N−k 9 3
P ( X=5 )=h ( N=12 ; n=5 , k=9 )=
( x ) ( n−x ) ( 5 ) ( 0) 126.1
= = =0,1590
N 12 792
(n) ( 5)
b. Peluang bahwa sebanyak-banyaknya 2 yang macet adalah:
P ( X ≥3 )=P ( X=3 )+ P ( X =4 ) + P ( X=5 )=0,9545
9 3
P ( X=3 )=
( 3 ) ( 2)
=0,3182
12
(5)
9 3
P ( X=4 )=
( 4 ) (1 )
=0,4773
12
(5)
9 3
P ( X=5 )=
( 5 ) ( 0)
=¿ 0,1590
12
(5)
Distribusi Normal
Distribusi Normal tergolong kepada ditribusi teoritis yang termasuk peubah acak kontinyu.
Bila X adalah suatu peubah acak yang terdistribusi normal dengan rata-rata μdan deviasi standar σ ,maka
persamaan kurva normal adalah:
2
−1 x− μ
1 2
(
σ
)
; untuk −∞< x <∞
n ( x ; μ , σ )= e
√2 π σ
Sedangkan π=3,14159 … dan e=2,71828 …=¿ bilangan natural
Persamaan kurva normal di atas tidak akan digunakan secara langsung dalam perhitungan-perhitungan
peluang yang menerapkan distribusi normal.
Yang akan digunakan secara langsung ada 2 (dua) instrumen sebagai berikut:
Ciri-ciri:
Contoh 1:
Hitunglah P ( Z <1,65 )=?
Jawab:
Contoh 2:
Hitunglah P ( Z >1,65 )=?
Jawab:
Contoh 3:
Hitunglah P ( 1,65<Z <1,96 )=?
Jawab:
Jika suatu peubah acak X terdistribusi normal dengan rata-rata populasi μ (baca: miu) dan
deviasi standar σ (baca: sigma) maka untuk mengitung peluang didapatkannya X dalam
suatu selang nilai, misalnya P( x 1 < X < x 2) perlu dilakukan transformasi (perubahan bentuk)
dari X menjadi Z dengan bentuk hubungan:
X−μ
Z=
σ
Contoh 1:
Tinggi badan (X ) dari mahasiswa baru suatu jurusan dimisalkan terdistribusi normal dengan
rata-rata (μ) 162,5 cm dan deviasi standar (σ ) 12, 3 cm. Hitunglah peluang bahwa seorang
mahasiswa baru jurusan tersebut mempunyai tinggi badan (X ):
a. 156,5< X < 180,0 cm
b. X >182,5 cm
Jawab:
a.
b. P ( Z < z 2 )=0,1500
Nilai z 2 yang paling mendekati dapat dilihat di Tabel Normal yaitu -1,04 karena nilai
P ( Z ←1,04 ) =0,1492 yang lebih dekat ke 0,1500 bukan 0,1515.
x −μ
Dengan demikian z 2= 2 sehingga x 2−μ=z 2 σ ,
σ
x 2=z 2 σ + μ=−1,04 ( 0,32 )+1,85=1,5172 juta