Anda di halaman 1dari 21

KECERDASAN BUATAN

“SISTEM INFERENSI FUZZY (METODE TSUKAMOTO) UNTUK


PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI HARIAN”

OLEH

AMARILIS ARI SADELA (E1E1 10 086)


SITI MUTHMAINNAH (E1E1 10 082)
SAMSUL (E1E1 10 091)
NUR IMRAN RUSLAN (E1E1 10 097)
EDWIN SAPUTRA (E1E1 10 085)

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) merupakan suatu inovasi baru
dalam ilmu pengetahuan. Adanya kecerdasan buatan dimulai sejak munculnya
komputer modern pada tahun 1940 dan tahun 1950. Ini merupakan
kemampuan mesin-mesin elektronika baru untuk menyimpan sejumlah besar
info dan memprosesnya dengan kecepatan yang sangat tinggi menandingi
kemampuan manusia. Mulai dari sinilah telah banyak realisasi yang terjadi. Hal
ini terbukti dengan adanya sistem komputer yang menyusut dalam ukuran.
Selain itu pertambahan memori dalam kapasitas penyimpanan secara langsung
yang mana semua itu sama dengan kapasitas penyimpanan pada otak manusia.
Beberapa macam bidang yang menggunakan kecerdasan buatan antara lain
sistem pakar, permainan komputer (games), jaringan syaraf tiruan, robotika dan
logika fuzzy.
Logika Fuzzy merupakan suatu logika yang memiliki nilai kekaburan atau
kesamaran (fuzzyness) antara benar atau salah. Dalam logika klasik dinyatakan
bahwa segala hal dapat diekspresikan dalam istilah binary (0 atau 1, hitam atau
putih, ya atau tidak), sedangkan logika fuzzy memungkinkan nilai keanggotaan
antara 0 dan 1, tingkat keabuan dan juga hitam dan putih, dan dalam bentuk
linguistik, konsep tidak pasti seperti "sedikit", "lumayan" dan "sangat". Logika ini
berhubungan dengan himpunan fuzzy dan teori kemungkinan. Logika fuzzy ini
diperkenalkan oleh Dr. Lotfi Zadeh dari Universitas California, Berkeley pada
1965. Logika fuzzy dapat digunakan dalam bidang teori kontrol, teori keputusan,
dan beberapa bagian dalam managemen sains. Selain itu, kelebihan dari logika
fuzzy adalah kemampuan dalam proses penalaran secara bahasa (linguistic
reasoning), sehingga dalam perancangannya tidak memerlukan persamaan
matematik dari objek yang dikendalikan. Adapun salah satu contoh aplikasi
logika fuzzy dalam dalam bidang kesehatan adalah Aplikasi Fuzzy Inference
System (FIS) Tsukamoto untuk menentukan kebutuhan kalori harian.
Pada Metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk IF-
Then harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi
keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-
tiap aturan diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan α- predikat (fire strength).
Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot.
Metode ini nantinya akan digunakan untuk membangun sebuah sistem
inferenzy fuzzy yang bertujuan untuk melakukan perhitungan terhadap
kebutuhan energi harian bagi seorang pasien.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya,
permasalahan yang akan di bahas yaitu bagaimana menentukan kebutuhan
kalori harian dengan menggunakan sistem inferensi fuzzy (Metode Tsukamoto).

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah menerapkan metode FIS
Tsukamoto dalam menentukan kebutuhan kalori harian.

1.4 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan studi


penerapkan metode FIS Tsukamoto dalam menentukan kebutuhan kalori harian.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Dari Himpunan Klasik ke Himpunan Samar (fuzzy)


Misalkan U sebagai semesta pembicaraan (himpunan semesta) yang
berisi semua anggota yang mungkin dalam setiap pembicaraan atau aplikasi.
Misalkan himpunan tegas A dalam semesta pembicaraan U. Dalam matematika
ada tiga metode atau bentuk untuk menyatakan himpunan, yaitu metode
pencacahan, metode pencirian dan metode keanggotaan. Metode pencacahan
digunakan apabila suatu himpunan didefinisikan dengan mancacah atau
mendaftar anggotaanggotanya. Sedangkan metode pencirian, digunakan apabila
suatu himpunan didefinisikan dengan menyatakan sifat anggota-anggotanya.
(Setiadji, 2009: 8).
Dalam kenyataannya, cara pencirian lebih umum digunakan, kemudian
setiap
himpunan A ditampilkan dengan cara pencirian sebagai berikut:
A={x∈U| x memenuhi suatu kondisi} (2.1)

Metode ketiga adalah metode keanggotaan yang mempergunakan fungsi


keanggotaan nol-satu untuk setiap himpunan A yang dinyatakan sebagai μA(x).

(2.2)

Menurut Nguyen dkk (2003: 86) fungsi pada persamaan (2.2) disebut
fungsi karakteristik atau fungsi indikator. Suatu himpunan fuzzy A di dalam
semesta pembicaraan U didefinisikan sebagai himpunan yang bercirikan suatu
fungsi keanggotaan μA, yang mengawankan setiap x∈U dengan bilangan real di
dalam interval [0,1], dengan nilai μA(x) menyatakan derajat keanggotaan x di
dalam A. Dengan kata lain jika A adalah himpunan tegas, maka nilai
keanggotaannya hanya terdiri dari dua nilai yaitu 0 dan 1. Sedangkan nilai
keanggotaan di himpunan fuzzy adalah interval tertutup [0,1].

2.2 Atribut
Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004:
6), yaitu:
2.2.1 Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu
keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa
alami, seperti: Muda, Parobaya, Tua.
2.2.2 Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari
suatu variabel seperti: 40, 25, 50, dsb.

2.3 Istilah-istilah dalam logika fuzzy


Ada beberapa istilah yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu:
2.3.1 Variabel fuzzy
Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu
sistem fuzzy (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004: 6). Contoh: Umur,
Temperatur, Permintaan, Persediaan, Produksi, dan sebagainya.
2.3.2 Himpunan fuzzy
Misalkan X semesta pembicaraan, terdapat A di dalam X sedemikian
sehingga:
A={ x,μA[x] | x ∈ X , μA : x→[0,1] } (2.3)
Suatu himpunan fuzzy A di dalam semesta pembicaraan X didefinisikan
sebagai himpunan yang bercirikan suatu fungsi keanggotaan μA, yang
mengawankan setiap x∈X dengan bilangan real di dalam interval [0,1], dengan
nilai μA(x) menyatakan derajat keanggotaan x di dalam A (Athia Saelan, 2009: 2).
Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau
keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Misalkan X=Umur adalah variabel
fuzzy. Maka dapat didefinisikan himpunan “Muda”, “Parobaya”, dan “Tua” (Jang
dkk ,1997:17).
2.3.3 Semesta Pembicaraan
Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk
dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan
himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari
kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun
negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi batas atasnya.
Contoh: semesta pembicaraan untuk variabel umur: *0,+∞). (Sri Kusumadewi
dan Hari Purnomo,2004:7). Sehingga semesta pembicaraan dari variable umur
adalah 0 ≤ umur < +∞. Dalam hal ini, nilai yang diperbolehkan untuk
dioperasikan dalam variable umur adalah lebih besar dari atau sama dengan 0,
atau kurang dari positif tak hingga.
2.3.4 Domain
Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam
semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
Seperti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan bilangan
real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai
domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Contoh domain himpunan
fuzzy:
Muda =[0,45] (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004: 8).
2.3.5 Fungsi Keanggotaan
Jika X adalah himpunan objek-objek yang secara umum dinotasikan dengan x,
maka himpunan fuzzy A di dalam X didefinisikan sebagai himpunan pasangan
berurutan (Jang dkk ,1997:14):
A={(x, μA(x)) | x∈X} (2.4)
μA(x) disebut derajat keanggotaan dari x dalam A, yang mengindikasikan derajat
x berada di dalam A (Lin dan Lee,1996: 10). Dalam himpunan fuzzy terdapat
beberapa representasi dari fungsi keanggotaan, salah satunya yaitu representasi
linear. Pada representasi linear, pemetaan input ke derajat keanggotaannya
digambarkan sebagai suatu garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi
pilihan yang baik untuk mendekati suatu konsep yang kurang jelas. Ada 2
keadaan himpunan fuzzy yang linear, yaitu representasi linear naik dan
representasi linear turun.
2.3.6 Representasi linear NAIK
Pada representasi linear NAIK, kenaikan nilai derajat keanggotaan
himpunan fuzzy (μ*x+) dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat
keanggotaan nol [0] bergerak ke kanan menuju ke nilai domain yang memiliki
derajat keanggotaan lebih tinggi. Fungsi keanggotaan representasi linear naik
dapat dicari dengan cara sebagai berikut:
Himpunan fuzzy pada representasi linear NAIK memiliki domain (-∞,∞) terbagi
menjadi tiga selang, yaitu: *0,a+ , *a, b+, dan *b,∞).
a) Selang [0,a]
Fungsi keanggotaan himpunan fuzzy pada representasi linear NAIK pada
selang [0,a] memiliki nilai keanggotaan=0
b) Selang [a, b]
Pada selang [a,b], fungsi keanggotaan himpunan fuzzy pada representasi
linear NAIK direpresentasikan dengan garis lurus yang melalui dua titik, yaitu
dengan koordinat (a,0) dan (b,1). Misalkan fungsi keanggotaan fuzzy NAIK dari x
disimbolkan dengan μ*x+, maka persamaan garis lurus tersebut adalah:

(2.5)
c) Selang [b,∞)
Fungsi keanggotaan himpunan fuzzy pada representasi linear NAIK pada
selang *xmax, ∞) memiliki nilai keanggotaan=0. Dari uraian di atas, fungsi
keanggotaan himpunan fuzzy pada representasi linear NAIK, dengan domain (-
∞,∞) adalah:

(2.6)
Himpunan fuzzy pada representasi linear NAIK direpresentasikan pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Grafik representasi linear naik (Sri Kusumadewi dan Hari
Purnomo, 2004:9)

2.3.7 Representasi linear TURUN


Sedangkan pada representasi linear TURUN, garis lurus dimulai dari nilai
domain dengan derajat keanggotaan himpunan fuzzy (μ*x+) tertinggi pada sisi
kiri, kemudian bergerak menurun ke nilai domain yang memiliki derajat
keanggotaan himpunan fuzzy lebih rendah. Fungsi keanggotaan representasi
linear TURUN dapat dicari dengan cara sebagai berikut:
Himpunan fuzzy pada representasi linear TURUN memiliki domain (-∞,∞) terbagi
menjadi tiga selang, yaitu: *0,a+ , *a, b+, dan *b,∞).
a) Selang [0,a]
Fungsi keanggotaan himpunan fuzzy pada representasi linear TURUN
pada selang [0,a] memiliki nilai keanggotaan=0
b) Selang [a, b]
Pada selang [a,b], fungsi keanggotaan himpunan fuzzy pada representasi
linear TURUN direpresentasikan dengan garis lurus yang melalui dua titik, yaitu
dengan koordinat (a,1) dan (b,0). Misalkan fungsi keanggotaan fuzzy TURUN dari
x disimbolkan dengan μ*x+, maka persamaan garis lurus tersebut adalah:

Karena pada selang [a,b], gradien garis lurus=-1, maka persamaan garis
lurus tersebut menjadi:

c) Selang [b,∞)
Fungsi keanggotaan himpunan fuzzy pada representasi linear TURUN pada selang
[b, ∞] memiliki nilai keanggotaan=0 Dari uraian di atas, fungsi keanggotaan
himpunan fuzzy pada representasi linear TURUN, dengan domain (-∞,∞) adalah:

(2.7)

Himpunan fuzzy pada representasi linear turun direpresentasikan pada


Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Grafik representasi linear turun (Sri Kusumadewi dan Hari
Purnomo, 2004: 10)

2.4 Teori Operasi Himpunan


Menurut Lin dan Lee (1996: 27) Ada dua operasi pokok dalam himpunan
fuzzy, yaitu:
2.4.1 Konjungsi fuzzy
Konjungsi fuzzy dari A dan B dilambangkan dengan A∧B dan didefinisikan
oleh:
μ A∧B=μ A(x) ∩ μB(y)= min(μA(x), μB(y)) (2.7)
2.4.2 Disjungsi fuzzy
Disjungsi fuzzy dari A dan B dilambangkan dengan A∨B dan didefinisikan
oleh:
μ A∨B=μ A(x) ∪ μB(y)= max(μA(x), μB(y)) (2.8)
2.5 Metode Fuzzy Inference System (FIS) Tsukamoto
Inferensi adalah proses penggabungan banyak aturan berdasarkan data
yang tersedia. Komponen yang melakukan inferensi dalam sistem pakar disebut
mesin inferensi. Dua pendekatan untuk menarik kesimpulan pada IF-THEN rule
(aturan jika-maka) adalah forward chaining dan backward chaining (Turban dkk,
2005:726).
2.5.1 Forward chaining
Forward chaining mencari bagian JIKA terlebih dahulu. Setelah semua kondisi
dipenuhi, aturan dipilih untuk mendapatkan kesimpulan. Jika kesimpulan yang
diambil dari keadaan pertama, bukan dari keadaan yang terakhir, maka ia akan
digunakan sebagai fakta untuk disesuaikan dengan kondisi JIKA aturan yang lain
untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih baik. Proses ini berlanjut hingga
dicapai kesimpulan akhir .
2.5.2 Backward chaining
Backward chaining adalah kebalikan dari forward chaining. Pendekatan
ini dimulai dari kesimpulan dan hipotesis bahwa kesimpulan adalah benar. Mesin
inferensi kemudian mengidentifikasi kondisi JIKA yang diperlukan untuk
membuat kesimpulan benar dan mencari fakta untuk menguji apakah kondisi
JIKA adalah benar. Jika semua kondisi JIKA adalah benar, maka aturan dipilih dan
kesimpulan dicapai. Jika beberapa kondisi salah, maka aturan dibuang dan aturan
berikutnya digunakan sebagai hipotesis kedua. Jika tidak ada fakta yang
membuktikan bahwa semua kondisi JIKA adalah benar atau salah, maka mesin
inferensi terus mencari aturan yang kesimpulannya sesuai dengan kondisi JIKA
yang tidak diputuskan untuk bergerak satu langkah ke depan memeriksa kondisi
tersebut. Proses ini berlanjut hingga suatu set aturan didapat untuk mencapai
kesimpulan atau untuk membuktikan tidak dapat mencapai kesimpulan.
Menurut Sri Kusumadewi dan Sri Hartati (2006:34) sistem inferensi fuzzy
merupakan suatu kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan
fuzzy, aturan fuzzy yang berbentuk IF-THEN, dan penalaran fuzzy. Secara garis
besar, diagram blok proses inferensi fuzzy terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Diagram Blok Sistem Inferensi Fuzzy (Sri Kusumadewi dan Sri
Hartati, 2006: 34)
Sistem inferensi fuzzy menerima input crisp. Input ini kemudian dikirim ke
basis pengetahuan yang berisi n aturan fuzzy dalam bentuk IF-THEN. Fire
strength (nilai keanggotaan anteseden atau α) akan dicari pada setiap aturan.
Apabila aturan lebih dari satu, maka akan dilakukan agregasi semua aturan.
Selanjutnya pada hasil agregasi akan dilakukan defuzzy untuk mendapatkan nilai
crisp sebagai output sistem. Salah satu metode FIS yang dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan adalah metode Tsukamoto. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai metode FIS Tsukamoto. Pada metode Tsukamoto, implikasi setiap
aturan berbentuk implikasi “Sebab-Akibat”/Implikasi “Input-Output” dimana
antara anteseden dan konsekuen harus ada hubungannya. Setiap aturan
direpresentasikan menggunakan himpunan-himpunan fuzzy, dengan fungsi
keanggotaan yang monoton. Kemudian untuk menentukan hasil tegas (Crisp
Solution) digunakan rumus penegasan (defuzifikasi) yang disebut “Metode rata-
rata terpusat” atau “Metode defuzifikasi rata-rata terpusat (Center Average
Deffuzzyfier) (Setiadji, 2009: 200).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Algoritma Aplikasi Perhitungan Kalori Harian :

1. Start

2. Masukkan aturan fuzzy berdasarkan kebutuhan

3. Masukkan batas bawah & batas atas masing-masing himpunan (Muda,


Tua, Ringan, Berat, Tnggi, Rendah)

4. Masukkan Input :

• Usia (Input x)

• Berat badan (input y)

5. Hitung derajat keanggotaan masing-masing himpunan

6. Hitung z1-z4

7. Hitung rata-rata terbobot (z)

3.2 Variabel dan himpunan fuzzy

Sistem telah dibangun menggunakan VB6, dengan variabel-variabel input


fuzzy yaitu: umur, dan berat badan. Tabel dibawah menunjukkan himpunan fuzzy
untuk setiap variabel fuzzy beserta himpunannya.

Fungsi Variabel Himpunan Rentang


Muda
Usia [20-60]
Tua
INPUT
Berat
Berat Badan [40-80]
Ringan
Tinggi
OUTPUT Kalori [2500-6000]
Rendah

Studi Permasalahan:

Seorang laki-laki berusia 30 tahun dengan berat badan 50 kg, ingin menentukan
berapa banyak kebutuhan kalori hariannya digunakan pendekatan fuzzy.

Solusi:

Untuk menyelesaian permasalahan tersebut digunakan 4 aturan sbb:

[R1] IF Usia MUDA And Berat Badan RINGAN THEN Kalori


RENDAH;

[R2] IF Usia MUDA And Berat Badan BERAT THEN Kalori


RENDAH;

[R3] IF Usia TUA And Berat Badan RINGAN Kalori TINGGI;

[R4] IF Usia TUA And Berat Badan BERAT THEN Kalori


TINGGI;

3.2.1 Memodelkan variabel fuzzy (Fuzzifikasi)

Ada 3 variabel fuzzy yang akan dimodelkan, yaitu: Usia, Berat badan, dan Kalori.

1. Usia; terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu Tua dan Muda. Fungsi
keanggotaan Permintaan direpresentasikan pada Gambar.
MUDA TUA
1
0,75

0,25
0
20 30 60
Fungsi Keanggotaan Himpunan Muda, dan Tua dari variabel Usia:

1, X ≤ 20

µUsiaMuda[x] = 60 − 𝑥 , 20 ≤ x ≤ 60
40
0, x ≥ 60
0, X ≤ 20

µUsiaTua[x] = ,𝑥 − 20 20 ≤ x ≤ 60
40
1, x ≥ 60

Nilai keanggotaan himpunan Muda dan Tua dari variabel Usia bisa dicari dengan:

µUsiaMuda[30] = (60-30)/40

= 0,75

µUsiaTua[30] = (30-20)/40

= 0,25

2. Berat Badan; terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu Berat dan Ringan. Fungsi
keanggotaan Berat Badan direpresentasikan pada Gambar.

RINGAN BERAT
1
0,75

0,25
0
40 50 80
Fungsi Keanggotaan Himpunan Ringan dan Berat dari variabel Berat Badan:

1, y ≤ 40

µbbRingan[y] = 80 − 𝑦 , 40 ≤ y ≤ 80
40
0, y ≥ 80
0, y ≤ 40
𝑦 − 40
µbbBerat[y] = 40 ≤ y ≤ 80
40
1, y ≥ 80

Nilai keanggotaan himpunan Ringan dan Berat dari variabel Berat Badan bisa
dicari dengan:

µbbRingan[50] = (80-50)/40

= 0,75

µbbBerat[50] = (50-40)/40

= 0,25

1. Kalori; terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu Rendah dan Tinggi. Fungsi
keanggotaan Tips direpresentasikan pada Gambar.

RENDAH TINGGI
1

0
2500 6000
Fungsi Keanggotaan Himpunan Rendah dan Tinggi dari variabel Kalori:

1, z ≤ 2500
6000 − 𝑧 2500 ≤ z ≤ 6000
µkaloriRendah[z] = ,
3500
0, z ≥ 6000

0, z ≤ 2500
𝑧 − 2500
µkaloriTinggi[z] = , 2500 ≤ z ≤ 6000
3500
1, z ≥ 6000

3.2.2 Cari nilai z untuk setiap aturan dengan menggunakan fungsi MIN pada
aplikasi fungsi implikasinya :

[R1] IF Usia MUDA And Berat Badan RINGAN THEN Kalori


RENDAH;
Nilai keanggotaan anteseden untuk aturan fuzzy [R1] yang
dinotasikan dengan α1 diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

α1 = μ usiaMUDA ᴖ bbRINGAN
= min(μ usiaMUDA [30+, μ bbRINGAN [50])
= min (0,75 : 0,75)
= 0,75

Menurut fungsi keanggotaan himpunan Kalori RENDAH dalam


aturan fuzzy [R1], maka nilai z1 adalah:
(6000 – z) / (6000 – 2500) = 0,75
6000 – z = 2625
z = 3375
[R2] IF Usia MUDA And Berat Badan BERAT THEN Kalori
RENDAH;
Nilai keanggotaan anteseden untuk aturan fuzzy [R2] yang
dinotasikan dengan α2 diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
α2 = μ usiaMUDA ᴖ bbBERAT
= min(μ usiaMUDA [30+, μ bbBERAT [50])
= min (0,75 : 0,25)
= 0,25

Menurut fungsi keanggotaan himpunan Kalori RENDAH dalam


aturan fuzzy [R2], maka nilai z2 adalah:
(6000 – z) / (6000 – 2500) = 0,25
6000 – z = 875
z = 5125

[R3] IF Usia TUA And Berat Badan RINGAN Kalori TINGGI;


Nilai keanggotaan anteseden untuk aturan fuzzy [R3] yang
dinotasikan dengan α3 diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
α3 = μ usiaTUA ᴖ bbRINGAN
= min(μ usiaTUA [30+, μ bbRINGAN [50])
= min (0,25 : 0,75)
= 0,25

Menurut fungsi keanggotaan himpunan Tips Banyak dalam aturan


fuzzy [R3], maka nilai z3 adalah:
(z – 2.500) / (6000 – 2500) = 0,25
z – 2.500 = 875
z = 3375
[R4] IF Usia TUA And Berat Badan BERAT THEN Kalori
TINGGI;
Nilai keanggotaan anteseden untuk aturan fuzzy [R4] yang
dinotasikan dengan α4 diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
α4 = μ usiaTUA ᴖ bbBERAT
= min(μ usiaTUA [30+, μ bbBERAT [50])
= min (0,25, 0,25)
= 0,25
Menurut fungsi keanggotaan himpunan Tips Banyak dalam aturan fuzzy
[R4], maka nilai z4 adalah:
(z – 2.500) / (6000 – 2500) = 0,25
z – 2.500 = 875
z = 3375

3.2.3 Menentukan Output Crisp (Deffuzzyfikasi)


Pada metode Tsukamoto, untuk menentukan output crisp digunakan
defuzifikasi rata-rata terpusat, yaitu:

α1 ∗ z1+ α2 ∗ z2+α3 ∗ z3 +α4 ∗ z4


z=
α1+ α2+ α3 + α4

z = (0,75 * 3375) + (0,25 * 5125) + (0,25 * 3375) + (0,25 * 3375)


1,5
z = 2531, 25 + 1281,25 + 843, 75 + 843, 75
1,5
z= 5500
1,5
= 3666,6

Jadi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh orang tersebut yaitu 3667 Kal perhari.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
Dengan mengacu kepada solusi yang diberikan oleh metode Fuzzy Tsukamoto
dalam membantu membuat keputusan. Salah satunya pengambilan
keputusan dalam memberikan jumlah kalori yang dibutuhkan manusia sehari
yang diperoleh berdasarkan variabel usia dan berat badan orang tersebut.
Menentukan perkiraan besaran kalori yang diberikan kepada pengguna
aplikasi bisa dilakukan secara mudah dan tepat dengan menggunakan Metode
Fuzzy Tsukamoto.

4.2 Saran
Untuk pembuatan aplikasi selanjutnya yang menggunakan metode Fuzzy
Tsukamoto agar mendapatkan output kalori lebih tepat dan akurat sebaiknya
menambahkan variabel input fuzzy yang lain seperti tinggi badan, suhu tubuh,
aktivitas, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Yogyakarta :


Graha Ilmu.
Abdurrahman, Ginanjar.2011. Penerapan Metode Tsukamoto (Logika Fuzzy)
Dalam Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menentukan Jumlah Produksi
Barang Berdasarkan Data Persediaan Dan Jumlah Permintaan.Yogyakarta.

http://mfaridblog.blogspot.com/2012/04/makalah-ai.html

http://dinyistyanto.blogspot.com/2013/02/makalah-ai.html

http://www.yulyantari.com/tutorial/media.php?mod=detailsub&sub=18&bab=4
&mat=14

Anda mungkin juga menyukai