Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

PPOK/PPOM/COPD (Cronic Obstruction Pulmonary Disease) merupakan istilah yang


sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price,
Sylvia Anderson : 2005).PPOK atau penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang
merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar Paru.
Gangguan yang paling sering adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkial.
(Suraditya, 2009).
Pemakaian istilah penyakit obstruktif kronik (CPOD) menunjukkan dua gangguan yang
secara umum terjadi bersamaan− bronkitis kronik dan emfisema.Walaupun asma bronkial
termasuk dalam bagian ini karena komponen asma seringkali terdapat dua gangguan
tersebut,namun asma biasanya dibicarakan sebagai penyakit tersendiri karena dapat timbul
sendiri.
COPD adalah penyebab kematian keempat di Amerika Serikat.Merokok sigaret adalah
faktor risiko yang paling penting.COPD kira-kira dua kali lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan,namun angka kejadian pada perempuan cepat meningkat karena kebiasaaan
merokok.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020
prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya
meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya
jugameningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat
pada negara-negara Eropa Barat sepert Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-
negara Eropa Selatan seperti Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki
kejadian terendah PPOK, dengan jarak antara angka kejadian terendah dan tertinggi mencapai
empat kali lipat.
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat
pada usia 30 tahun keatas, dengan tingkat sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura
dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%. Indonesia sendiri
belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan Rumah
Tangga Depkes RI 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronchial
menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.
Makalah ini akan membahas Asuhan Keperawatan dari PPOK (Penyakit Pernafasan
Obstruksi Kronik) beserta klasifikasi penyakit yang termasuk PPOK itu secara singkat dan padat
yang di ringkas berdasarkan referensi buku kesehatan yang membahas tentang PPOK secara
lengkap.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ,maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa itu PPOK (Penyakit pernafasan Obstruksi Kronik)?
2. Bagaimana dengan klasifikasi dari PPOK?
3. Apa Saja Etiologi PPOK secara umum?
4. Bagaimana dengan patofisiologi dan WOC dari PPOK?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang PPOK?
6. Bagaimana dengan penatalaksanaan PPOK?
7. Bagaimana Format Askep Teoritis PPOK?
8. Bagaimana contok kasus PPOK?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian PPOK.
2. Memahami klasifikasi dari PPOK.
3. Mengetahui dan memahami apa saja etiologi secara umumdari
PPOK.
4. Memahami patofisiologi dan WOC dari PPOK.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari PPOK.
6. Mengetahui penatalaksanaan PPOK.
7. Memahami format Askep teoritis PPOK.
8. Dapat mengaplikasi format askep PPOK ke dalam kasus.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian PPOK (Penyakit Pernafasan Obstruksi Kronik)

PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronkial (S
Meltzer, 2001).

Gangguan paru umum didiskusikan sebelumnya adalah potensial penyebab yang tak
pulih kembali dari gangguan pernafasan ,tetapi banyak penyakit menyebabkan PPOK,yaitu
meliputi Bronkitis kronik,emfisema,asma bronkial,dan bronkoekstasis.Hal penting utama untuk
tim kesehatan adalah kenyataan bahwa PPOK adalah penyebab utama dan umun dari kegagalan
pernafasan.

B. KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Bronkitis kronik dan Emfisema

1.   Bronkitis Kronis

a.   Definisi

Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus


yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk
sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner &
Suddarth, 2002).

b.   Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronkitis yaitu:


1)      Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, Pneumokokus spp., Haemophilus influenzae.
2)      Alergi
3)      Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c.    Manifestasi klinis
1)      Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan
meningkatkan produksi mukus.
2)      Mukus lebih kental
3)      Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh
karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
4)      Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal)
dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh
saluran nafas akan terkena.
5)      Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari
paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6)      Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
7)      Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonary.
8)      Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC.
Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF.
2.   Emfisema

a.   Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
Emfisema diklasifikasikan sebagai :
 Panlobular (panasinar) : ditandai dengan destruksi bronkiole pernafasan,duktus
alveolar,dan alveoli ;spasium udara di dalam lobules lebih atau kurang
membesar ,dengan sedikit penyakit inflasi.Sering disebut sebagai “pink puffer”’.
 Sentrilobular (sentriasinar) : menyebabkan kelainan patologis dalam
bronkiolus,menghasilkan hipoksia kronis,hiperkapnea,positemia, dan episode
gagal jantung sebelah kanan.Seringkali disebut “blue bloater” .
b.   Etiologi
1)      Faktor tidak diketahui
2)      Predisposisi genetik
3)      Merokok
4)      Polusi udara

c.    Manifestasi klinis


1)      Dispnea
2)      Takipnea
3)      Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4)      Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5)      Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6)      Hipoksemia
7)      Hiperkapnia
8)      Anoreksia
9)      Penurunan BB
10)  Kelemahan

3.   Asma Bronkial

a.   Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas
yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth,
2002).
b.   Etiologi
1)      Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2)      Infeksi saluran  nafas
3)      Stress
4)      Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5)      Obat-obatan
6)      Polusi udara
7)      Lingkungan kerja
8)      Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c.    Manifestasi Klinis
1)      Dispnea
2)      Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3)      wheezing,
4)      batuk non produktif
5)      takikardi
6)      takipnea

C. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup  oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1.    asap rokok 
a.    perokok aktif 
b.   perokok pasif 
2.   polusi udara
a.    polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b.   polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3.    polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
a.    infeksi saluran nafas bawah berulang

D. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk
dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan
pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan
obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk
melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi
paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada
sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan
sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps
(GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan
adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya
inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
Gambar 3. Patofosiologi PPOK

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1.      Pemeriksaan radiologi
a.       Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1)      Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2)      Corak paru yang bertambah
b.      Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1)      Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
2)      Corakan paru yang bertambah.
3)      Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan
arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
2.      Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.
3.      Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase
QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
4.      Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5.      Laboratorium darah lengkap
F. KOMPLIKASI
1.     Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai
saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2.      Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3.       Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4.      Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5.      Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6.      Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi
yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1.      Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2.      Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3.      Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1.      Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2.      Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3.      Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi
yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4.      Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
5.      Pengobatan simtomatik.
6.      Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7.      Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1.      Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2.      Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif.
3.      Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4.      Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1.      Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2.      Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a.   Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya disebabkan
oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau
eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase
Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat
infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b.   Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c.    Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d.   Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan
adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV
secara perlahan.
3.      Terapi jangka panjang di lakukan :
a.    Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b.   Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c.    Fisioterapi
4.      Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5.      Mukolitik dan ekspektoran
6.      Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan
PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk
itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PPOK

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1.      Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien,
dan nama penanggungjawab.
2.      Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik
(PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas.
b.      Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu
juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

c.       Riwayat Penyakit Dahulu


Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang
sama.

d.      Riwayat Penyakit Keluarga


Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
sama.

     Riwayat Psikososial


Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
3.      Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

1.      Aktivitas dan Istirahat


Gejala :
·         Keletihan, kelelahan, malaise,
·         Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
·         Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
·         Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
·         Keletihan
·         Gelisah, insomnia
·         Kelemahan umum/kehilangan massa otot
2.      Sirkulasi
Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
·         Peningkatan tekanan darah
·         Peningkatan frekuensi jantung
·         Distensi vena leher 
·         Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
·         Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAPdada)
·         Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dansianosis perifer 
·         Pucat dapat menunjukkan anemia.
3.      Integritas Ego
Gejala :
·         Peningkatan factor resiko
·         Perubahan pola hidup
Tanda :
·         Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4.      Makanan/ cairan
Gejala :
·         Mual/muntah
·          Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
·         ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
·          penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan
edema (bronchitis)
Tanda :
·         Turgor kulit buruk 
·         Edema dependen
·         Berkeringat
5.      Hyigene
Gejala :
- Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitassehari-hari
Tanda :
·         Kebersihan buruk, bau badan
6.      Pernafasan
Gejala :
·         Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada
tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas(asma)
·         Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau
kuning) dapat banyak sekali(bronchitis kronis)
·         Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dinimeskipun dapat
menjadi produktif (emfisema)
·         Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasandalam jangka
panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk
gergaji
·         Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
·         Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjangdengan mendengkur,
nafas bibir (emfisema)
·         Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung.
·         Dada: gerakan diafragma minimal.
·         Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar, lembut atau
krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)
·         Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara denganemfisema); bunyi pekak
pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
·         Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
·         Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abukeseluruhan; warna merah
(bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasiendengan emfisema sedang sering disebut “pink
puffer” karena warna kulitnormal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi
pernafasancepat.
·         Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7.      Keamanan
Gejala :
·         Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
·         Adanya/berulang infeksi
·         Kemerahan/berkeringat (asma)
8.      Seksualitas
Gejala :
·         penurunan libido
9.      Interaksi Sosial
Gejala :
·         Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
·         Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
·         Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
·         Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena distress pernafasan
·         Keterbatasan mobilitas fisik 
·         Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.   Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2.   Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi
dan iritan jalan napas.
3.   Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6.   Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan
upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

C. RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA NOC NIC
O KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas NOC : 1.      Beri pasien 6


tidak efektif b.d sampai 8 gelas cairan/hari
 Respiratory status :
bronkokontriksi, kecuali terdapat kor
Ventilation
peningkatan produksi
sputum, batuk tidak  Respiratory status : pulmonal.
efektif, Airway patency
2.      Ajarkan dan
kelelahan/berkurangnya  Aspiration Control
berikan dorongan
tenaga dan infeksi
Kriteria Hasil : penggunaan teknik
bronkopulmonal.
pernapasan diafragmatik
 Mendemonstrasikan
dan batuk.
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak 3.      Bantu dalam
ada sianosis dan pemberian tindakan
dyspneu (mampu nebuliser, inhaler dosis
mengeluarkan sputum, terukur
mampu bernafas dengan
4.      Lakukan drainage
mudah, tidak ada pursed
postural dengan perkusi
lips)
dan vibrasi pada pagi hari
 Menunjukkan jalan dan malam hari sesuai
nafas yang paten (klien yang diharuskan.
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi 5.      Instruksikan pasien

pernafasan dalam untuk menghindari iritan

rentang normal, tidak seperti asap rokok,

ada suara nafas aerosol, suhu yang

abnormal) ekstrim, dan asap.

 Mampu 6.      Ajarkan tentang


mengidentifikasikan dan tanda-tanda dini infeksi
mencegah factor yang yang harus dilaporkan
dapat menghambat jalan pada dokter dengan
nafas segera: peningkatan
sputum, perubahan warna
sputum, kekentalan
sputum, peningkatan
napas pendek, rasa sesak
didada, keletihan.

7.      Berikan antibiotik


sesuai yang diharuskan.

8.      Berikan dorongan


pada pasien untuk
melakukan imunisasi
terhadap influenzae dan
streptococcus
pneumoniae.

2. Pola napas tidak NOC : 1.       Ajarkan klien


efektifberhubungan latihan bernapas
 Respiratory status :
dengan napas pendek, diafragmatik dan
Ventilation
mukus, bronkokontriksi pernapasan bibir
 Respiratory status :
dan iritan jalan napas dirapatkan.
Airway patency
 2.       Berikan dorongan

 Vital sign Status untuk menyelingi


aktivitas dengan periode
Kriteria Hasil :
istirahat.

 Mendemonstrasikan 3.       Biarkan pasien


batuk efektif dan suara membuat keputusan
nafas yang bersih, tidak tentang perawatannya
ada sianosis dan dyspneu berdasarkan tingkat
(mampu mengeluarkan toleransi pasien.
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada 4.       Berikan dorongan

pursed lips) penggunaan latihan otot-

 Menunjukkan jalan nafas otot pernapasan jika


yang paten (klien tidak diharuskan.

merasa tercekik, irama


nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
  Tanda Tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah (sistole
110-130mmHg dan
diastole 70-90mmHg),
nad (60-100x/menit)i,
pernafasan (18-
24x/menit))

3. Gangguan pertukaran  Respiratory status : 1.      Deteksi


gasberhubungan dengan Ventilation bronkospasme
ketidaksamaan ventilasi saatauskultasi .
Kriteria Hasil :
perfusi
2.      Pantau klien
 Frkuensi nafas normal
terhadap dispnea dan
(16-24x/menit)
hipoksia.
 Itmia
 Tidak terdapat disritmia 3.      Berikan obat-obatan
 Melaporkan penurunan bronkodialtor dan
dyspnea kortikosteroid dengan
tepat dan waspada
 Menunjukkan perbaikan
kemungkinan efek
dalam laju aliran
sampingnya.
ekspirasi

4.      Berikan terapi


aerosol sebelum waktu
makan, untuk membantu
mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi paru
mengalami perbaikan.

5.      Pantau pemberian


oksigen

4. Intoleransi NOC : 1.      Kaji respon


aktivitasberhubungan individu terhadap
 Energy conservation
dengan aktivitas; nadi, tekanan
 Self Care : ADLs
ketidakseimbangan antara darah, pernapasan
suplai dengan kebutuhan Kriteria Hasil :
2.      Ukur tanda-tanda
oksigen
 Berpartisipasi dalam vital segera setelah
aktivitas fisik tanpa aktivitas, istirahatkan
disertai peningkatan klien selama 3 menit
tekanan darah, nadi dan kemudian ukur lagi
RR tanda-tanda vital.

 Mampu melakukan
3.      Dukung pasien
aktivitas sehari hari
dalam menegakkan
(ADLs) secara mandiri
latihan teratur dengan
menggunakan treadmill
dan exercycle, berjalan
atau latihan lainnya yang
sesuai, seperti berjalan
perlahan.

4.      Kaji tingkat fungsi


pasien yang terakhir dan
kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada
status fungsi dasar.

5.      Sarankan konsultasi


dengan ahli terapi fisik
untuk menentukan
program latihan spesifik
terhadap kemampuan
pasien.

6.      Sediakan oksigen


sebagaiman diperlukan
sebelum dan selama
menjalankan aktivitas
untuk berjaga-jaga.

7.      Tingkatkan
aktivitas secara bertahap;
klien yang sedang atau
tirah baring lama mulai
melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.

8.      Tingkatkan
toleransi terhadap
aktivitas dengan
mendorong klien
melakukan aktivitas lebih
lambat, atau waktu yang
lebih singkat, dengan
istirahat yang lebih
banyak atau dengan
banyak bantuan.

9.      Secara bertahap


tingkatkan toleransi
latihan dengan
meningkatkan waktu
diluar tempat tidur
sampai 15 menit tiap hari
sebanyak 3 kali sehari.

5. Perubahan nutrisi kurang NOC : 1.      Kaji kebiasaan diet,


dari kebutuhan masukan makanan saat
 Nutritional Status : food
tubuhberhubungan ini. Catat derajat
and Fluid Intake
dengan dispnea, kesulitan makan.
kelamahan, efek samping Kriteria Hasil : Evaluasi berat badan dan
obat, produksi sputum ukuran tubuh.
 Adanya peningkatan
dan anoreksia, mual
berat badan sesuai 2.      Auskultasi bunyi
muntah.
dengan tujuan usus
   Berat badan ideal
3.      Berikan perawatan
sesuai dengan tinggi
oral sering, buang sekret.
badan
 Mampu 4.      Dorong periode

mengidentifikasi istirahat I jam sebelum

kebutuhan nutrisi dan sesudah makan.

 Tidak ada tanda tanda 5.      Pesankan diet


malnutrisi lunak, porsi kecil sering,
 Tidak terjadi penurunan tidak perlu dikunyah
berat badan yang berarti lama.

6.      Hindari makanan


yang diperkirakan dapat
menghasilkan gas.

7.      Timbang berat


badan tiap hari sesuai
indikasi.

6. Kurang perawatan diri NOC : 1.      Ajarkan


berhubungan dengan mengkoordinasikan
keletihan sekunder akibat pernapasan diafragmatik
peningkatan upaya  Self care : Activity of dengan aktivitas seperti
pernapasan dan insufisiensi Daily Living (ADLs) berjalan, mandi,
ventilasi dan oksigenasi membungkuk, atau menaiki
Kriteria Hasil :
tangga
 Klien terbebas dari bau
2.      Dorong klien untuk
badan
mandi, berpakaian, dan
 Menyatakan kenyamanan
berjalan dalam jarak dekat,
terhadap kemampuan istirahat sesuai kebutuhan
untuk melakukan ADLs untuk menghindari
 Dapat melakukan ADLS keletihan dan dispnea
dengan bantuan berlebihan. Bahas tindakan
penghematan energi.

3.      Ajarkan tentang


postural drainage bila
memungkinkan.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
(Budianna Keliat, 1994,4).

E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota
tim kesehatan lainnya, Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
1989).

Anda mungkin juga menyukai