Anda di halaman 1dari 46

MATERI PERTEMUAN 9

TAM - (TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL)


& UTAUT (UNIFIED THEORY OF ACCEPTANCE AND USE OF
TECHNOLOGY)

Tim Dosen Pengajar

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


TA GENAP 2019 / 2020
9.1 Defenisi TAM
Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu model yang dibangun untuk
menganalisis dan memahami faktor‐faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi
komputer yang diperkenalkan pertama kali oleh Fred Davis pada tahun 1986. TAM merupakan hasil
pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA), yang lebih dahulu dikembangkan oleh Fishbein
dan Ajzen pada 1980.

TAM bertujuan untuk menjelaskan dan memperkirakan penerimaan (acceptance) pengguna terhadap
suatu sistem informasi. TAM menyediakan suatu basis teoritis untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan terhadap suatu tekhnologi dalam suatu organisasi. TAM menjelaskan
hubungan sebab akibat antara keyakinan (akan manfaat suatu sistem informasi dan kemudahan
penggunaannya) dan perilaku, tujuan/keperluan, dan penggunaan aktual dari pengguna/user suatu
sistem informasi.

Model TAM sebenarnya diadopsi dari model TRA (Theory of Reasoned Action) yaitu teori tindakan
yang beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan
menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Reaksi dan persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI)
akan  mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang
dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan penggunaan
TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi, sehingga alasan
seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan/perilaku orang
tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi.

9.2 Penerapan TAM


Technology Acceptance Model (TAM) adalah sebuah model yang biasa digunakan untuk
meneliti dan mengukur penerimaan pengguna terhadap teknologi yang diperkenalkan oleh Davis
(Davis 1985). Saat ini TAM sendiri telah mengalami beberapa perubahan seiring dengan
perkembangan teori mengenai model penerimaan, TAM2 (Venkatesh & Davis 2000). dan TAM3
(Venkatesh & Bala 2008). Ada banyak peneliti yang tertarik dan berminat untuk melakukan penelitian
di berbagai bidang dengan menggunakan TAM.

Hal ini terlihat dari banyaknya penelitian TAM diberbagai bidang seperti dalam penerapan ERP
(Enterprise Resource Planning) (Amoako-Gyampah & Salam 2004), investigasi efek dari norma dan
modernisasi sebuah meta-analisis (Schepers & Wetzels 2007). Dalam bidang pendidikan, khususnya e-
learning, penelitian yang menggunakan TAM juga sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti,
seperti faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan insinyur dari asynchronous elearning sistem di
perusahaan teknologi tinggi (Ong et al. 2004), juga dalam memverifikasi proses bagaimana mahasiswa
mengadopsi dan menggunakan elearning (Park 2009).

Hasil yang bisa didapat dari pengimplementasian TAM salah satunya adalah dapat mengetahui
aspek manakah pada sistem yang paling berpengaruh sehingga dapat memberi saran untuk
pengembangan dan perancangan pada versi berikutnya. Proses perancangan menjadi penting karena 2
dalam perancangan terdapat atribut-atribut dari sistem informasi, yang telah menentukan kesuksesan
dan kualitas sistem informasi. Perkembangan Sistem informasi dan Teknologi informasi yang sangat
pesat memberikan dampak yang signifikan dalam segala bidang. Meningkatnya penggunaan teknologi
terutama dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada dunia pendidikan tinggi sebagian besar
sudah dieksplorasi dalam hal yang berkaitan dengan pengalaman siswa kursus dan kehidupan kampus
sedangkan untuk kehidupan dan pengalaman siswa di luar universitas sebagian besar belum diselidiki
(Edmunds et al. 2012). Dengan perkembangan ICT yang semakin cepat dan harga teknologi yang
semakin murah, akan menimbulkan penemuanpenemuan baru baik secara teoritis maupun teknologi
dalam e-learning (Zhang et al. 2004).

Semakin kompleknya kegiatan bisnis dan operasional organisasi yang didukung sistem
informasi yang semakin cepat menuntut organisasi untuk merencanakan dan mengembangkan suatu
sistem yang dapat membantu kegiatan operasionalnya dengan efektif dan efesien. Teknologi informasi
bisa diartikan sebagai gabungan antara teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer juga dengan
teknologi yang lain misalkan perangkat lunak, perangkat keras, teknologi jaringan, database dan
peralatan teknologi lainnya (Maharsi 2004).

9. 3 Sejarahnya
Technology Accepted Model, atau yang lebih biasa disebut oleh TAM, ialah model yang pertama kali
dikembangkan oleh Davis (1986), dan kemudian dipakai dan dikembangkan lebih jauh oleh beberapa
peneliti sepert Adan et al. (1992), Szajna (1994), Igbaria et al. dan Ventakesh, serta dikembangkan lagi
oleh Davis (2000).
Modifikasi model TAM dilakukan oleh Venkantesh (2002) dengan menambahkan variable trust dengan
judul: Trust enhanced Technology Acceptance Model, yang meneliti tentang hubungan antar variabel
TAM dan trust. Modifikasi TAM lain yaitu Trust and Risk in Technology Acceptance Model
(TRITAM) yang menggunakan variabel kepercayaan dan resiko bersama variabel TAM (Lui and
Jamieson, 2003).
Model Penerimaan Teknologi (TAM) yang dikembangkan oleh Davis (1989) adalah model yang
berhasil dan sangat dapat diterima untuk memprediksi penerimaan terhadap suatu teknologi yang baru
diterapkan. Untuk saat ini, TAM merupakan salah satu kontribusi teoritis yang paling penting terhadap
penerimaan dan penggunaan suatu sistem informasi. Banyak penelitian telah meneliti ulang,
memperluas, dan menggunakan TAM.
Theory Acceptance Model (TAM) diadopsi dari model The Theory of Reasoned Action (TRA),
yaitu teori tindakan yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975), dengan satu premis
bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku
orang tersebut. TAM menunjukkan bahwa perilaku sosial didorong oleh sikap dan niat untuk
melakukan. Menurut TRA, individu seringkali bertindak karena mereka ingin melakukannya dalam
konteks dan waktu yang tersedia. Theory of Reasoned Action (TRA) dikembangkan oleh Icek Ajzen
dan Martin Fishbein. TRA merupakan derivasi penelitian sebelumnya yang dimulai dari teori sikap
(theory of attitude) yang mempelajari tentang sikap (attitude) dan perilaku (behavior).
Secara teoritis dan praktis TAM merupakan model yang dianggap paling tepat dalam menjelaskan
bagaimana user menerima sebuah sistem. TAM menyatakan bahwa behavioral intension to use
ditentukan oleh dua keyakinan yaitu: pertama, perceived usefulness yang didefinisikan sebagai sejauh
mana seseorang yakin bahwa menggunakan sistem akan meningkatkan kinerjanya. Kedua, perceived
ease of use yang didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang yakin bahwa penggunaan sistem adalah
mudah. TAM juga menyatakan bahwa dampak variabel-variabel eksternal terhadap intension to use
adalah dimediasi olehperceived of usefulness dan perceived ease of use. Konsep TAM juga
menyatakan bahwa perceived usefulness dipengaruhi oleh perceived ease of use. Model TAM secara
lebih terperinci menjelaskan penerimaan internet dengan dimensi dimensi tertentu yang dapat
mempengaruhi dengan mudah diterimanya internet oleh pengguna (user). Model ini menempatkan
faktor kepercayaan dari tiap-tiap perilaku pengguna dengan dua variabel yaitu kemanfaatan
(usefullness) dan kemudahan penggunaan (ease of use). Secara empiris model ini telah terbukti
memberikan gambaran pada aspek perilaku pengguna komputer, dimana banyak pengguna
komputer dapat dengan mudah mengoperasikan internet, karena sesuai dengan apa yang
diinginkannya (Iqbaria et al.,1997).
TAM berfokus pada faktor-faktor yang menentukan niat perilaku pengguna terhadap menerima
teknologi baru. Model ini menunjukkan bahwa faktor-faktor tertentu mempengaruhi keputusan
pengguna ketika mereka disajikan dengan teknologi baru tentang bagaimana dan mengapa mereka akan
menggunakannya.
TAM mengadopsi hubungan kausal TRA untuk menjelaskan bagaimana variabel eksternal
mempengaruhi keyakinan (belief/perceive), sikap (attitude), niat perilaku pengguna (behavioral
intention to use), dan penggunaan aktual dari teknologi (actual usage of technology).TAM mengadopsi
dua faktor persepsi, yaitu: Perceived usefulness and perceived ease of use (persepsi kegunaan yang
dirasakan dan persepsi atas kemudahan penggunaan yang dirasakan). Baik perceived usefulness
maupun perceived ease of use akan dipengaruhi oleh variabel eksternal. Variabel eksternal adalah
hubungan antara keyakinan dari dalam, sikap, niat, dan perbedaan-perbedaan pribadi, keadaan, dan
perilaku.TAM banyak digunakan oleh peneliti untuk memberikan penjelasan tentang perilaku
penggunaan teknologi informasi. TAM diimplementasikan dan diuji di perbankan online, belanja
online, e-government, imigrasi, e-commerce. Bagi TAM, kepercayaan pengguna menentukan sikap
terhadap penggunaan sistem. Niat perilaku, pada gilirannya, ditentukan oleh sikap terhadap
penggunaan sistem ini. Akhirnya, niat perilaku mengarah pada perilaku yang sebenarnya.
Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam
Jogiyanto (2007). Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak
(intention) dan perilaku (behavior). Kehendak merupakan prediktor terbaik perilaku, artinya jika ingin
mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik adalah mengetahui kehendak orang
tersebut.
Namun, seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama sekali berbeda
(tidak selalu berdasarkan kehendak). Konsep penting dalam teori ini adalah fokus perhatian (salience),
yaitu mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting. Kehendak (intetion) ditentukan oleh sikap
dan norma subyektif (Jogiyanto, 2007).
Ajzen (1991) yang mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan
keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal; Pertama, perilaku
tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua,
perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma objektif (subjective norms)
yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. Ketiga, sikap terhadap
10 suatu perilaku bersama norma- norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat berperilaku
tertentu. Teori perilaku beralasan diperluas dan dimodifikasi oleh (Ajzen dalam Jogiyanto 2007) dan
dinamai Teori Perilaku Terencana (theory of planned behavior).
Inti teori ini mencakup 3 hal yaitu;
- Keyakinan tentang kemungkinan hasil dan evaluasi dari perilaku tersebut (behavioral beliefs),
- Keyakinan tentang norma yang diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut
(normative beliefs),
- Serta keyakinan tentang adanya faktor yang dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan
kesadaran akan kekuatan faktor tersebut (control beliefs).
Jogiyanto (2007) berpendapat bahwa Intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan dasar,
yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap
tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut dengan norma
subyektif. Secara singkat, praktik atau perilaku menurut Theory of Reasoned Action (TRA)
dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri
dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh
keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut. Secara lebih
sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia
memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya
Menurut Davis perilaku menggunakan TI diawali oleh adanya persepsi mengenai manfaat (perceived of
usefulness) dan persepsi mengenai kemudahan menggunakan TI (ease of use). Kedua komponen ini
bila dikaitkan dengan TRA adalah bagian dari belief.
Davis mendefinisikan persepsi mengenai kegunaan (perceived of usefulness) ini berdasarkan definisi
dari kata useful yaitu capable of being used advantageously, atau dapat digunakan untuk tujuan yang
menguntungkan. Persepsi terhadap kegunaan adalah manfaat yang diyakini individu dapat
diperolehnya apabila menggunakan TI.
Pengguna yang potensial percaya bahwa aplikasi tertentu berguna, mungkin mereka, pada saat yang
sama, percaya bahwa sistem ini terlalu sulit untuk digunakan dan manfaat yang di dapat dari
penggunaan yang melebihi upaya menggunakan aplikasi. Artinya, di samping manfaat atau
kegunaannya, penerapan sistem teknologi informasi akan dipengaruhi juga oleh kemudahan yang
dirasa penggunaan (perceived ease of use). Oleh sebab itu Davis menambahkan dua komponen itu pada
model TAM.
Secara sederhana TAM dapat digambarkan dalam berikut:

Gambar 9.1 Bagan TAM menurut Davis


Manfaat yang dirasa terhadap manfaat teknologi dapat diukur dari beberapa faktor sebagai berikut
(Wijaya, 2006):
 Penggunaan teknologi dapat meningkatkan produktivitas pengguna.
 Penggunaan teknologi dapat meningkatkan kinerja pengguna.
 Penggunaan teknologi dapat meningkatkan efisiensi proses yang dilakukan pengguna.
Pada umumnya penguna teknologi akan memiliki persepsi positif terhadap teknologi yang disediakan,
persepsi negatif terjadi biasanya dikarenakan setelah pengguna mencoba teknologi tersebut atau
pengguna berpengalaman buruk terhadap penggunaan teknologi tersebut.
Faktor penyebab pengalaman sebenarnya berkaitan erat dengan faktor kedua dari TAM yaitu
kemudahan yang dirasa dalam menggunakan teknologi. Menurut Wijaya (2006), kemudahan yang
dirasa dalam menggunakan teknologi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor pertama berfokus pada teknologi itu sendiri misalnya pengalaman pengguna terhadap
penggunana teknologi yang sejenis. Pengalaman baik pengguna akan teknologi sejenis akan
mempengaruhi persepsi pengguna terhadap teknologi…
2. Faktor kedua adalah reputasi akan teknologi tersebut yang diperoleh oleh pengguna. Reputasi
yang baik yang didengar oleh pengguna akan mendorong keyakinan pengguna akan kemudahan
penggunaan teknologi tersebut, demikian pula sebaliknya.
3. Faktor ketiga yang mempengaruhi persepsi pengguna terhadap kemudahan menggunakan
teknologi adalah tersedianya mekanisme support yang handal.
Selain faktor diatas juga terdapat faktor lainnya yang menyebabkan Kemudahan yg dirasa dalam
penggunaan sistem:
1. Menyakinan pengguna bahwa tidak susah dalam menggunakan sistem.
2. Menyakikan pengguna bahwa dengan adanya system maka pekerjaan yang dilakukan akan
lebih mudah.
3. Menyakikan pengguna bahwa proses pembelajaran system tidaklah membutuhkan waktu yang
lama dan kerja keras.
Dalam konteks organisasi, kegunaan ini tentu saja dikaitkan dengan peningkatan kinerja individu yang
secara langsung atau tidak langsung. Sedikit berbeda dengan persepsi individu terhadap kegunaan TI,
variabel lain yang dikemukakan Davis mempengaruhi kecenderungan individu menggunakan TI adalah
persepsi terhadap kemudahan dalam menggunakan TI.
Kemudahan (ease) bermakna tanpa kesulitan atau terbebaskan dari kesulitan atau tidak perlu berusaha
keras. Dengan demikian persepsi mengenai kemudahan menggunakan ini merujuk pada keyakinan
individu bahwa sistem TI yang akan digunakan tidak merepotkan atau tidak membutuhkan usaha yang
besar, pada saat digunakan.
Apapun yang dirasa baik terhadap manfaat TI (Perceived usefulness) dan persepsi kemudahan
penggunaan TI (Perceived ease of use) mempengaruhi sikap (Attitude) individu terhadap penggunaan
TI, yang selanjutnya akan menentukan apakah orang berniat untuk menggunakan TI (Intention). Niat
untuk menggunakan TI akan menentukan apakah orang akan menggunakan TI (Behavior).
Dalam TAM, Davis (1986) menemukan bahwa persepsi terhadap manfaat TI juga mempengaruhi
persepsi kemudahan penggunaan TI tetapi tidak berlaku sebaliknya. Dengan demikian, selama individu
merasa bahwa TI bermanfaat dalam tugas-tugasnya, maka individu akan berniat untuk
menggunakannya terlepas apakah TI itu mudah atau tidak mudah digunakan. Untuk mengungkap lebih
jauh mengenai saling hubungan antara persepsi terhadap manfaat dan persepsi kemudahan
menggunakan TI ini.
Hoenig (1995) serta Lai (2016) mencatat bahwa tingkat di mana sistem pembayaran
mengembangkan sebagian besar tergantung pada perjuangan antara perubahan teknologi yang cepat
dan hambatan alamipenerimaan produk atau layanan baru. Sejumlah teori telah mengusulkan untuk
menjelaskan konsumen penerimaan teknologi baru dan niat mereka untuk menggunakannya. Ini
termasuk, tetapi tidak dibatasiuntuk, Teori Difusi Inovasi (DIT) (Rogers, 1995) yang dimulai pada
tahun 1960, Teoridari Task-technology fit (TTF) (Goodhue, dan Thompson, 1995), Theory of
Reasonable Action(TRA) (Fishbein dan Ajzen, 1975), Teori Perilaku Berencana (TPB) (Ajzen, 1985,
1991),The Decomposed Theory of Planned Behavior, (Taylor dan Todd, 1995), TeknologiAcceptance
Model (TAM) (Davis, Bogozzi dan Warshaw, 1989), versi Final Teknologi Acceptance Model (TAM)
Venkatesh dan Davis (1996), Technology Acceptance Model 2 (TAM2) Venkatesh dan Davis (2000),
Teori Kesatuan Penerimaan dan Penggunaan Teknologi (UTAUT), Venkatesh, Morris, Davis dan
Davis (2003) dan Technology Acceptance Model 3 (TAM3) Venkatesh dan Bala (2008).

Rogers (1995) mengusulkan bahwa teori 'difusi inovasi' adalah untuk menetapkanlandasan untuk
melakukan penelitian tentang penerimaan dan adopsi inovasi. Rogers disintesispenelitian dari lebih dari
508 studi difusi dan keluar dengan teori 'difusi inovasi’untuk adopsi inovasi di antara individu dan
organisasi. Teori ini menjelaskan "proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran
tertentu dari waktu ke waktu di antaraanggota sistem sosial ”(Rogers, 1995, hlm. 5).

Pada dasarnya, ini adalah proses dari anggota sistem sosial commmelalui saluran tertentu dari waktu ke
waktu dikenal sebagai difusi. The Rogers '(1995) difusiTeori inovasi menjelaskan bahwa inovasi dan
adopsi terjadibeberapa tahap termasuk pemahaman, persuasi, keputusantopi menyebabkan
perkembangan Rogers (1995) Spengadopsi, mayoritas awal, mayoritas akhir dan lamban. Pada
dasarnya, ini adalah proses dari anggota sistem sosial commmelalui saluran tertentu dari waktu ke
waktu dikenal sebagai difusi. The Rogers '(1995) difusiTeori inovasi menjelaskan bahwa inovasi dan
adopsi terjadibeberapa tahapan termasuk pemahaman, persuasi, keputusan, implementasi, dan
konfirmasiPada dasarnya, proses anggota sistem sosial mengkomunikasikan suatu inovasimelalui
saluran tertentu dari waktu ke waktu dikenal sebagai difusi. The Rogers '(1995)
difusiuntukpengembangan Rogers (1995) kurva adopsi berbentuk S inovator, awalpengadopsi,
mayoritas awal, mayoritas akhir dan lamban seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Kesiapan teknologi (TR) mengacu pada kecenderungan orang untuk merangkul dan menggunakan
teknologi yang baru untuk mencapai tujuan dalam kehidupan rumah tangga dan di tempat kerja
(Parasuraman dan Colby, 2001). Berdasarkan skor kesiapan teknologi individu dan kesiapan teknologi,
Parasuraman dan Colby (2001) selanjutnya mengklasifikasikan konsumen teknologi menjadi lima
segmen kesiapan teknologi penjelajah, perintis, skeptis, paranoid, dan lamban. Ini mirip dengan Rogers
(1995) teknologi untuk mencapai tujuan dalam kehidupan rumah tangga dan di tempat
kerja(Parasuraman dan Colby, 2001). Berdasarkan kesiapan teknologi individu Colby (2001)
selanjutnya mengklasifikasikan konsumen teknologi menjadi lima segmen kesiapan teknologi
penjelajah, perintis, skeptis, paranoid, dan lamban. Ini mirip dengan Rogers (1995) kurva adopsi
inovator, pengadopsi awal, mayoritas awal, mayoritas akhir dan lamban. Difusi inovasi atau kesiapan
Teknologi sangat penting untuk keberhasilan implementasi organisasi pada kurva inovator, pengadopsi
awal, mayoritas awal, mayoritas akhir dan lamban. Difusi inovasi atau kesiapan Teknologi sangat
penting untuk keberhasilan implementasi organisasi karena itu adalah fokus pasar.
Menurut Goodhue et al. (1995), Tugas Menurut Goodhue et al. (1995), Task-technology Fit (TTF)
menekankan dampak individu. Dampak individual mengacu pada peningkatan efisiensi, efektivitas,
dan / atau kualitas yang lebih tinggi. Goodhue et al. (1995) berasumsi bahwa kesesuaian yang baik
antara tugas dan teknologi adalah untuk meningkatkan dampak. Dampak individual mengacu pada
peningkatan efisiensi, efektivitas, dan / atau kualitas yang lebih tinggi. Goodhue et al. (1995)
mengasumsikan bahwa kesesuaian yang baik antara tugas dan teknologi adalah untuk meningkatkan
kemungkinan pemanfaatan dan juga untuk meningkatkan dampak kinerja sejak teknologi memenuhi
tugas yang dibutuhkan dan keinginan pengguna lebih dekat. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2,
model ini cocok untuk menyelidiki penggunaan teknologi yang sebenarnya, terutama pengujian
teknologi baru dan juga untuk meningkatkan dampak kinerja sejak teknologi bertemutugas yang
dibutuhkan dan keinginan pengguna lebih dekat. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, model ini
cocok untuk menyelidiki penggunaan teknologi yang sebenarnya terutama pengujian teknologi baru
technology Fit (TTF) menekankan dampak individu. Dampak individual mengacu pada peningkatan
efisiensi, efektivitas, dan / atau kualitas yang lebih tinggi. Goodhue et al. (1995) berasumsi bahwa
kesesuaian yang baik antara tugas dan teknologi adalah untuk meningkatkan dan juga untuk
meningkatkan dampak kinerja sejak teknologi bertemu tugas yang dibutuhkan dan keinginan pengguna
lebih dekat. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.2, model ini cocok untuk menyelidiki
penggunaan teknologi yang sebenarnya, terutama pengujian teknologi baru umpan balik. Tugas-
teknologi cocok baik untuk mengukur aplikasi teknologi yang sudah rilis di pasar seperti di aplikasi
google play store atau apple store (iTunes) dll.

Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1975) adalah salah satu teori paling populer yang
digunakan dan sekitar satu faktor yang menentukan niat perilaku dari sikap seseorang terhadap perilaku
itu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Fishbien dan Ajzen (1975) mendefinisikan “ sikap
"sebagai evaluasi individu terhadap suatu objek dan mendefinisikan" kepercayaan "sebagai
penghubung antara suatu objek dan beberapa atribut, dan mendefinisikan" perilaku "sebagai hasil atau
niat. Sikap afektif dan didasarkan pada serangkaian keyakinan tentang objek perilaku (mis: kartu kredit
mudah digunakan). Faktor kedua adalah norma subyektif orang tersebut tentang apa yang mereka
rasakan tentang sikap komunitas langsung mereka terhadap perilaku tertentu (mis: teman-teman saya
menggunakan kartu kredit dan status memilikinya).
Ajzen (1991) mengembangkan Theory of Planned Behavior yaitu sekitar satu faktor yang menentukan
niat perilaku dari sikap seseorang terhadap perilaku itu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Dua
faktor pertama sama dengan Theory of Reasonable Action (Fishbein dan Ajzen, 1975) . Faktor ketiga
yang dikenal sebagai perilaku kontrol yang dirasakan adalah kontrol yang dirasakan pengguna yang
dapat membatasi perilaku mereka (mis: Dapatkah saya mengajukan permohonan untuk kartu kredit dan
apa persyaratannya?).
Teori Dekomposisi Perilaku Terencana (Decomposed TPB) diperkenalkan oleh Taylor dan Todd
(1995). Dekomposisi TPB terdiri dari tiga faktor utama yang mempengaruhi niat perilaku dan adopsi
perilaku aktual yaitu sikap, norma subyektif dan kontrol perilaku yang dirasakan. Shih dan Fang (2004)
meneliti adopsi internet banking dengan menggunakan TPB serta TPB Terurai.
Telah ada banyak penelitian tentang Teori Tindakan Beralasan (Ajzen & Fishbein, 1980; Sheppard,
Hartwick, dan Warshaw, 1988) Teori Perilaku yang Direncanakan (Ajzen, 1991) dan Teori Perilaku
Perilaku Berencana Terperinci, (Taylor dan Todd) , 1995) tetapi sebagian besar digunakan untuk
produk yang sudah ada di pasar dan termasuk pandangan masyarakat (norma subyektif).
Technology Acceptance Model (TAM) diperkenalkan oleh Fred Davis pada tahun 1986 untuk proposal
doktornya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Sebuah adaptasi dari Theory of Reasonable
Action, TAM secara khusus dirancang untuk memodelkan penerimaan pengguna terhadap sistem atau
teknologi informasi.

Venkatesh dan Davis (2000) mengusulkan TAM 2 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Penelitian
ini memberikan penjelasan lebih rinci untuk alasan pengguna menemukan sistem yang diberikan
berguna pada tiga (3) titik waktu: pra-implementasi, satu bulan pasca-implementasi dan tiga bulan
pasca implementasi. TAM2 berteori bahwa penilaian mental pengguna tentang kecocokan antara tujuan
penting di tempat kerja dan konsekuensi dari melakukan tugas pekerjaan menggunakan sistem
berfungsi sebagai dasar untuk membentuk persepsi mengenai kegunaan sistem (Venkatesh dan Davis,
2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa TAM 2 tampil baik di lingkungan sukarela dan wajib.
Venkatesh dan Bala (2008) menggabungkan TAM2 (Venkatesh & Davis, 2000) dan model penentu
kemudahan penggunaan yang dirasakan (Venkatesh, 2000), dan mengembangkan model terintegrasi
penerimaan teknologi yang dikenal sebagai TAM3 yang ditunjukkan pada Gambar 9. Para penulis
mengembangkan TAM3 menggunakan empat jenis yang berbeda termasuk perbedaan individu,
karakteristik sistem, pengaruh sosial, dan kondisi memfasilitasi yang merupakan faktor penentu
kegunaan yang dirasakan dan kemudahan penggunaan yang dirasakan. Dalam model penelitian TAM3,
persepsi kemudahan penggunaan terhadap persepsi kegunaan, kecemasan komputer terhadap persepsi
kemudahan penggunaan dan persepsi kemudahan penggunaan terhadap niat perilaku dimoderasi oleh
pengalaman. Model penelitian TAM3 diuji dalam pengaturan dunia nyata implementasi TI.
9.3 TUJUAN PENERAPAN TAM
Tujuan utama TAM adalah memberikan penjelasan tentang penentuan penerimaan komputer secara
umum, memberikan penjelasan tentang perilaku atau sikap pengguna dalam suatu populasi
(Yosua, 2014).
TAM bertujuan untuk menjelaskan dan memperkirakan penerimaan (acceptance) pengguna terhadap
suatu sistem informasi. TAM menyediakan suatu basis teoritis untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan terhadap suatu tekhnologi dalam suatu organisasi. TAM menjelaskan
hubungan sebab akibat antara keyakinan (akan manfaat suatu sistem informasi dan kemudahan
penggunaannya) dan perilaku, tujuan/keperluan, dan penggunaan aktual dari pengguna/user suatu
sistem informasi.TAM adalah pengembangan TRA dan diyakini mampu meramalkan penerimaan
pemakai terhadap teknologi berdasarkan dampak dari dua faktor, yaitu perspektif kemanfaatan
(perceived usefulness) dan perspektif kemudahan pemakaian (perceived ease of use) (Davis, 1989).
Menurut Davis (1989)TAM adalah sebuah teori sistem informasi yang didesign guna menerangkan
bagaimana pengguna mengerti dan mengaplikasikan sebuah teknologi informasi.
TAM mengadopsi TRA dari Fishbein dan Ajzen (Fishbein, 1967) yang digunakan untuk melihat
tingkat penggunaan responden dalam menerima teknologi informasi. Konstruksi asli TAM sendiri yang
dirumuskan oleh Davis (1989), adalah persepsi kegunaan (perceived usefulness), persepsi kemudahan
pemakaian (perceived ease of use), sikap (attitude), niat perilaku (behavioral intention), penggunaan
sebenarnya (actual use) dan ditambahkan beberapa perspektif eksternal yaitu, pengalaman (experience)
serta kerumitan (complexity)

9.4 Analisis MODEL TRA, TAM, TPB


Perbedaan antara TRA dan TAM
Perbedaan antara TRA dan TAM dapat dilihat dari dimensi/indikator yang digunakan. Untuk model
TRA menggunakan dimensi/indikator: attitude toward behaviour, subjective norm, behavioral intention
dan actual behaviour. TAM sendiri tidak memiliki dimensi/ indikator attitude toward behaviour,
subjective norm namun menggunakan behavioral intention dan actual behaviour.
Kelebihan TAM dari TRA adalah memasukkan dimensi/indikator external variables, perceived
usefulness, perceived ease of use dan attitude toward using. Penambahan dimensi ini dilakukan untuk
mengakomodasi perilaku dalam menggunakan teknologi dan komunikasi.

Perbedaan Antara TAM dan TPB


Ada tiga perbedaan utama antara TAM dan TPB, yaitu: Pertama, terdapat beberapa variasi di antara
TMA dan TPB. Kedua, TAM tidak detail menjelaskan mengenai variabel sosial sedangkan TPB sangat
detail. Terakhir pada TAM dan TPB mengontrol perilaku dengan cara yang berbeda. Perbedaan
tersebut akan dijelaskan pada poin-poin di bawah.
Derajat Generalisasi
TAM diasumsikan bahwa kepercayaan mengenaikegunaan dan kerugian dari suatu produk selalu
merupakan faktor penentu yang utama dalammengambil keputusan pemakai untuk
menggunakanproduk tersebut. Definisi ini adalah suatu pilihanyang wajar menurut Davis [7], ‘a belief
set that …readily generalizes to different computer systemsand user populations’. Sedangkan, TPB
beranggapanbahwa kepercayaan pemakai bergantung pada situasimasing-masing. Karena itu model
TPB tidakberasumsibahwa kepercayaan itu yang berlaku pada satu konteksjuga akan berlaku pada
konteks yang lain. Walaupunbeberapa kepercayaan ada yang digeneralisasi dan adajuga yang
tidak.Perbedaan yang terdapat di atas akan menghasilkan3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Dalam beberapa situasi terdapat variabel kerugiandan kegunaan dari suatu produk dapat
mempredikasikeinginan dari pemakai. Sebagai contoh, kemudahandalam memperoleh
produk, boleh jadi suatu factorpenting bagi pemakai menentukan penggunaanproduk
tersebut. Mengidentifikasi kepercayaan inimenjadi bagian dari metodologi riset yang
bakuuntuk TPB. Sedangkan pada TAM hal tersebutbukanlah bagian penting dari model.

2) TPB lebih sulit untuk diterapkan pada konteks pemakai yang berbeda dibanding TAM
(TAMmemperhitungkan konstruk dengan cara yangsama untuk setiap situasi). Di sisi
lain, TPBmemerlukan suatu studi untuk mengidentifikasihasil relevan, kelompok acuan,
dan variablekendali di dalam tiap-tiap konteks yang digunakan.Hal Ini menjadi
kompleks jika pemakai berbedamenggolongkan hasil yang berbeda dari
pemakaiansistem yang sama. Sebagai contoh, para siswa yangmenggunakan suatu
pelajaran sistem teknologidapat memaksimalkan nilai ujian (prestasi),sedangkan guru
dapat akan menggunakan systemuntuk membuat lebih efisien waktu
mengajar.Instrumen TPB bisa dikhususkan untuk masingmasingkelompok.

3) Materi TPB memerlukan suatu alternatif perilakueksplisit jika ingin memperoleh hasil
yangsama. Sebagai contoh, jika bertanya padaseseorang mengenai penggunaan suatu
programuntuk memperhitungkan anggaran penjualansupaya menghemat waktu dan
ketepatan akurasipenghitungan dibandingkan menggunakankalkulator; Pertanyaan
dengan basis perbandinganyang diajukan harus jelas dan tegas agar perilakualternatif
dapat teridentifikasikan. Para pemakaipotensial boleh jadi diminta untuk bereaksi
terhadaphal yang berikut: ‘Penggunaan suatu programsebagai ganti suatu kalkulator
akan menghematwaktu dalam mengerjakan anggaran penjualan.(Setuju/Tidak Setuju)’
Jika menggunakan TAMakan berbeda karena tidak memerlukan identifikasisuatu
perilaku spesifik untuk perbandingan.

Kerugian dari pendekatan TPB, bahwa titikacuan ini tidak berlaku bagi semua individu. Sebagaicontoh,
menanyakan kepada orang-orang mengenaipenggunaan kalkulator tersebut, mengenai mana yanglebih
cepat dan lebih baik. Sebagian orang mungkinakan menggunakan suatu sistem bantu
pengambilankeputusan (Decision Support System/DSS) khusussebagai pengganti kalkulator, sehingga
pertanyaan tidak membuat suatu perbandingan.
PERBANDINGAN TAM,TRA, DAN TPB
Studi Davis, Bagozzi dan Warshaw (1989) membandingkan Technology Acceptance Model (TAM)
dengan Theory of Reasoned Action (TRA) dan menghasilkan konvergensi TAM dan TRA. Ini
mengarah pada model yang didasarkan pada tiga faktor penentu teoretis yaitu kegunaan yang
dirasakan, persepsi kemudahan penggunaan dan niat perilaku. Studi ini menemukan norma sosial (SN)
sebagai penentu penting dari niat perilaku menjadi lemah. TAM tidak memasukkan norma sosial (SN)
sebagai penentu niat perilaku (BI), yang merupakan penentu penting, diteorikan oleh Theory of
Reasoned Action TRA dan Theory of Planned Behavior (TPB).
Mathieson (1991) dan Yi, Jackson, Park, dan Probst (2006) berpendapat bahwa faktor manusia dan
sosial dapat berperan dalam adopsi teknologi menggunakan model TPB. Oleh karena itu, TAM dapat
diperpanjang dengan konstruksi dari TPB untuk memasukkan faktor sosial yang dapat menjelaskan
adopsi teknologi. Namun demikian, TPB dalam Chau dan Hu (2002) mencatat bahwa norma sosial dan
niat perilaku untuk menggunakan temuan adalah negatif dan tidak mendukung bahwa norma sosial
akan mempengaruhi niat perilaku. Shih dan Fang (2004) juga meneliti adopsi internet banking melalui
TPB serta TPB Terurai dan menemukan bahwa itu sejalan dengan temuan Venkatesh dan Davis (2000)
bahwa norma subyektif cenderung memiliki pengaruh yang signifikan. pada niat perilaku untuk
digunakan dalam lingkungan wajib, sementara efeknya bisa tidak signifikan dalam lingkungan
sukarela. Karena, penelitian ini bersifat sukarela; Oleh karena itu studi Shih dan Fang (2004) tidak akan
berlaku dalam teknologi novel Sistem pembayaran-E platform tunggal.
KRITIK DAN LIMITATION PADA TAM
Meskipun TAM tetap menjadi model yang paling populer dalam menganalisis penerimaan sistem
informasi, masih ada
kritik luas terhadapnya yang telah menyebabkan banyak perubahan pada model aslinya. Kritiknya
termasuk fakta yang banyakpeneliti merasa bahwa TAM hanyalah teori dengan nilai heuristik yang
dipertanyakan dan kekuatan penjelas dan prediksi yang terbatas,hal-hal sepele dan kurangnya nilai
praktis.Kritik yang terkait dengan TAM telah terutama di tiga bidang yang merupakan metode yang
digunakan untuk menguji reliabilitasTAM, variabel dan hubungan yang ada dan landasan teoritis.
Sebagian besar pengujian TAM telah dilakukan.
Dilaporkan sendiri menggunakan data yang sebagian besar peneliti merasa bersifat subjektif. Juga
variabel danhubungan yang telah diuji di bawah telah diubah berulang kali berdasarkan penelitian yang
sedang dilakukan. Banyakpeneliti seperti Bagozzi (2007) telah berulang kali mempertanyakan landasan
teoritis TAM dan telah merasakan bahwa ada modeltidak cocok untuk memutuskan kesesuaian atau
penerimaan suatu sistem informasi.Beberapa penelitian telah berulang kali mencoba mengubah atau
memperluas TAM untuk menyesuaikannya dengan TI yang terus berubahSkenario telah membuat
landasan teoretis sangat membingungkan. Secara umum TAM berfokus pada 'pengguna' individu
komputer,dengan konsep 'manfaat yang dirasakan', dengan ekstensi untuk membawa lebih banyak
faktor untuk menjelaskan bagaimana pengguna 'merasakan' manfaat ', dan mengabaikan proses sosial
dasarnya dari pengembangan dan implementasi IS, tanpa pertanyaan di mana lebihteknologi
sebenarnya lebih baik, dan konsekuensi sosial dari penggunaan.
MEREPLIKASI TAM DAN MENGUJI KEMUNGKINAN KETERBATASANNYA

Salah satu replikasi TIME yang paling awal dilakukan oleh Adams, Nelson dan Todd [1992]. Mereka
melakukan studi lapangan dan laboratorium untuk menguji variabel TAM, persepsi kemudahan
penggunaan dan manfaat yang dirasakan, untuk validitas dan keandalan mereka dalam menjelaskan
penggunaan lima aplikasi yang berbeda: email, pesan suara, perect kata, Lotus 123, dan grafis
Harvard . Peserta memberikan mahasiswa MBA, dan data penggunaan yang dilaporkan sendiri dari
lima aplikasi digunakan sebagai ukuran untuk ese yang sebenarnya. Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa model TAM mempertahankan konsistensinya dalam memprediksi dan
menjelaskan adopsi sistem.
Hendrickson, Massey, dan Cronan [1993] selanjutnya menguji reliabilitas item skala yang digunakan
untuk mengukur persepsi kemudahan penggunaan dan persepsi kegunaan dalam TAM. mereka
melakukan studi lapangan dengan 123 mahasiswa pascasarjana yang diperkenalkan ke database, dan
aplikasi spreadsheet, dan menggunakan data penggunaan yang dilaporkan sendiri dari kedua sistem
untuk melakukan analisis uji-retest. Hendrickson, Massey, dan Cronan menemukan bahwa untuk
kegunaan yang dirasakan dan kemudahan penggunaan yang dirasakan, item skala menunjukkan hasil
reliabilitas tes-tes ulang yang signifikan. Subramanian [1994] juga mereplikasi TAM dengan sistem
pesan suara dan dialup pelanggan dalam studi lapangan dengan 179 pekerja pengetahuan, dan
menemukan bukti untuk hasil sebelumnya yang dilaporkan dalam studi TAM.
Davis dan Venkatesh [1996] di sisi lain, mengkonfirmasi keandalan dan validitas persepsi manfaat dan
persepsi kemudahan penggunaan variabel dalam TAM dengan memverifikasi apakah pengelompokan
item skala menimbulkan kesalahan dalam memprediksi penggunaan. Mereka melakukan percobaan
lobaratory dengan 195 siswa dengan memaparkan permutasi dan kombinasi skala yang berbeda, yang
memiliki pernyataan yang dikelompokkan berdasarkan persepsi penggunaan atau persepsi kegunaan,
peserta diberi variasi yang berbeda dari dua skala, dengan pernyataan untuk kedua kemudahan yang
dirasakan. penggunaan dan manfaat yang dirasakan dicampur bersama. Setelah percobaan, Davis
menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara keandalan dan validitas skala ketika
pengelompokan pernyataan mereka diubah. Oleh karena itu, Daves dan Venkatesh menyimpulkan
bahwa pengukuran reliabilitas dan validitas yang diperoleh sebelumnya bukan karena pengelompokan
item. Namun, tanggapan dari protokol verbal yang dilakukan selama percobaan mengungkapkan bahwa
kegunaan dan persepsi kemudahan penggunaan dicampur bersama. Dengan demikian, Davis dan
Venkatesh merekomendasikan penggunaan skala pengukuran awal untuk TAM
9.5 Pengaruh Sosial
Perbedaan utama yang kedua antara TAMdan TPB adalah bahwa TAM secara eksplisitmemasukkan
variabel sosial. Hal ini menjadi pentingjika terdapat variasi yang tidak dijelaskan padamodel tersebut.
Davis [7] menjelaskan bahwa normanormasosial tidak memengaruhi hasil akhir. Sebagaicontoh,
seorang pegawai akan merasa tertekan jikapenyelia mengharuskan menggunakan sistem
tertentu,sehingga pegawai tersebut menghasilkan evaluasiperformansi yang rendah. Norma-norma
sosial akanmemperhitungkan sampai taraf tertentu di dalammengevaluasi hasil.Variabel sosial di dalam
TPB masih memilikiperbedaan unik yaitu terletak pada niat. Sedangkan efeksosial yang secara
langsung tidak dapat dihubungkandengan hasil dari pekerjaan adalah mengenaikegunaannya. Sebagai
contoh, beberapa individumungkin menggunakan suatu sistem sebab persepsinyateknologi yang sedang
digunakan merupakan teknologipaling mutakhir, sehingga akan lebih membantupekerjaan. Motivasi ini
lebih mungkin ditangkap olehTPB dibanding oleh TAM

9.6 Kontrol Perilaku


Perbedaan utama yang ketiga antara TAM danTPB adalah perlakuan terhadap kontrol perilaku
yangmengacu pada keterampilan, peluang, dan sumber dayadiperlukan menggunakan sistem tersebut.
Variabeltersebut tercakup di dalam TAM yaitu PEOU. UjiPEOU materi dilakukan Davis [7] di mana
PEOUmengacu pada hubungan antara kemampuan respondendan keterampilan yang diperlukan oleh
sistem.Walaupun kemampunan penguasaan keterampilanadalah penting, kadang-kadang kontrol lain
akanmuncul. Ajzen [5] membedakan antara factorpengawasan intern adalah karakteristik individu,
danfaktor eksternal yang tergantung pada situasi tersebut.Faktor internal meliputi keterampilan. Faktor
Kendalieksternal meliputi waktu, kesempatan, dan kerja samadari yang lain. Sebagai contoh, di mana
menghubungkanwaktu dan pemakaian CPU dibebankan ke departemenpemakai, sebagian orang tidak
boleh mempunyaisumber daya diperlukan untuk menggunakan suatusistem, sekalipun mereka
merasakan mereka biasbermanfaat dan mempunyai keterampilan tersebut.Dengan kata lain, mereka
menolak kesempatan untukmenggunakan sistem merupakan faktor eksternal.PEOU sesuai dengan
faktor keterampilan yanginternal. Bagaimanapun, isu kendali eksternal tidaklahdipertimbangkan TAM
dalam penjelasan manapun.Walaupun bisa menjadi argumentasi bahwa PEOUadalah ‘I would fi [the
system] easy to use’ [5]menyiratkan bahwa responden mempertimbangkankendali eksternal, tidak
secara eksplisit.Beberapa faktor kendali akan menjadi stabilpada beberapa situasi, sedangkan lainnya
tergantungdari konteks ke konteks [5]. Perorangan mengambilketerampilan yang sama dari situasi ke
situasi, dankepada tingkat keterampilan yang sama itu diperlukanuntuk tugas berbeda. Kemampuan
harus menjadisuatu faktor kendali yang stabil. Hill et al. (1987)menemukan bahwa ukuran keberhasilan
produksecara umum dapat memprediksi niat (intention) untukmenggunakan produk yang
mengedepankan teknologi.Isu mengenai faktor kendali akan menjadi idiosyncraticpada keadaan
tertentu. Sebagai contoh, ketersediaansuatu jaringan telepon adalah hal penting bagi unitpenjualan
dalam suatu perusahaan, namun menjadi halyang tidak terlalu penting bagi unit yang lain.TPB
mengambil variabel kendali yang pentinguntuk masing-masing situasi secara bebas, sehinggalebih
mungkin untuk digunakan pada situasi-faktorspesifik. TAM hanya mengidentifikasi sedikitpenghalang
pada idiosyncratic yang digunakan. Hal inisesuai dengan yang dinyatakan Davis [7] bahwa
dalammengembangkan suatu model yang dapat diterapkanpada banyak situasi, akan dapat
menyebabkan modelkehilangan faktor kendali yang penting bagi konteks.
9.7 Kelebihan dan Kekurangan Penerapan TAM
Kelebihan TAM
1. TAM merupakan model perilaku yang bermnfaat untuk menjawab pertanyaan mengapa banyak
sistem teknologi informasi gagal diterapkan karena pemakaian tidak mempunyai niat untuk
mengguanakan.
2. TAM dibangun dengan dasar teori yang kuat.
3. TAM telah diuji dengan banyak penelitian dan hasilnya sebagaian besar mendukung dan
menyimpulkan bahwa TAM mrupakan model yag baik.
4. Kelebihan TAM yang paling penting adalah model ini merupakan parsimony yaitu model yang
sederhana tetapi valid.
Kekurangan TAM
1. TAM hanya memberikan informasi atau hasil yang sangat umum saja tentang niat dan perilaku
pemakai sistem dalam menerima sistem teknologi informasi.
2. Perilaku pemakai sistem teknologi informasi di TAM tidak dikontrol dengan control perilaku
yang membatasi niat perilaku seseorang.
3. Perilaku yang diukur di TAM seharusnya adalah pemakaian atau penggunaan teknologi
sesungguhnya.
4. Penelitian-penelitian TAM umumnya hanya menggunakan sebuah sistem informasi saja
seharunya lebih dari satu.
5. Beberapa penelitian TAM menggunakan subyek mahasiswa padahal seharunya merefleksikan
dengan lingkungan kerja yang sebenarnya.
6. Penelitian-penelitian TAM hanya menggunakan subyek tunggal sejenis saja.
7. Penelitian-penelitian ini umumnya hanya melibatkan waktu satu periode tetapi banyak sampel
individu.
8. Penelitian-penelitian TAM hanya menggunakan sebuah tugas saja.
9. Penelitian TAM kurang dapat memperjelas hubungan variabel-variabel dalam model.
10. Tidak mempertimbangkan perbedaan kultur.
9.8 Perkembangan TAM
Perkembangan TAM sampai dengan tahun 2003 oleh Lee et al. diklasifikasikan kedalam empat
kemajuan, yaitu.
1.PENGENALAN MODEL
Karena TAM masih merupakan model yang baru, penelitian-penelitian di era pengenalan model ini
banyak mencoba membandingkan TAM dengan TRA dan dengan TPB. David et al. (1989)
menemukan bahwa TAM lebih baik menjelaskan keinginan untuk menerima teknologi dibandingkan
dengan TRA. Dan berbagai penelitian lainnya juga mengatakan bahwa TRA memang lebih mudah dan
memberikan hasil yang lebih baik.
2.VALIDASI MODEL
Beberapa penelitian menguji validitas dari instrumen-instrumen yang digunakan untuk
mengukur penerimaan teknologi oleh pemakai. Selama periode tahun 1990 sampai dengan tahun 1995
banyak penelitian yang mencoba menguji konsistensi, validitas dan reliabilitas pengukuran instrumen-
instrumen TAM. Semua peneliti sependapat bahwa tidak ada pengukuran yang secara absolut benar
untuk membentuk suatu konstruk. Demikian juga tidak ada pengukuran yang absolut benar untuk
konstruk PU dan PEOU yang beda waktu, kondisi dan teknologi yang digunakan. Akan tetapi, secara
umum, hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran instrumen-instrumen TAM cukup kuat,
konsisten, valid dan reliable.

3.EKSISTENSI MODEL
Penelitian-penelitian yang mencoba mengembangkan model TAM melakukan dengan
menambahkan variable-variabel eksternal. Variabel-variabel eksternal yang digunakan dapat
dikategorikan misalnya sebagai variable-variabel individual, organisasi, kultur, dan karakteristik-
karakteristik tugas. Penelitian yang menambahkan variable-variabel individual misalnya adalah yang
dilakukan oleh Agarwal dan Prasad (1999), Gefen dan Straub (1997) dan Karahanna et al. (1999).

4.ELABORASI MODEL
Penelitian-penelitian TAM di tahun 2000an mencoba untuk mengelaborasi model TAM
menjadi model yang lebih lengakap. Model baru TAM yang lebih lengkap dibangun dari elaborasi
hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sudah menemukan banyak variable-variabel eksternal yang
mempengaruhi konstruk PU dan PEOU, niat penggunaan dan penggunaan sistem teknologi informasi.

Pengembangan TAM kemudian akan mencakup niat perilaku sebagai variabel baru yang akan secara
langsung dipengaruhi oleh kegunaan yang dirasakan dari sistem. Davis menyarankan bahwa akan ada
kasus ketika, mengingat suatu sistem yang dianggap berguna, seseorang dapat membentuk niat perilaku
yang kuat untuk menggunakan sistem tanpa membentuk sikap, sehingga memunculkan versi modifikasi
dari model TAM seperti yang diilustrasikan dalam gambar 5
Davis, Bagozzi, dan Warshaw [1989] menggunakan model di atas untuk melakukan studi longitudinal
dengan 107 pengguna untuk mengukur niat mereka untuk menggunakan sistem setelah satu jam
diperkenalkan ke sistem, dan lagi 14 minggu kemudian. Dalam kedua kasus, hasil mereka
menunjukkan korelasi yang kuat antara niat yang dilaporkan dan penggunaan sistem yang dilaporkan
sendiri dengan manfaat yang dirasakan bertanggung jawab untuk pengaruh terbesar pada niat orang.
Namun, persepsi kemudahan penggunaan ditemukan memiliki efek kecil tapi signifikan pada niat
perilaku yang kemudian mereda seiring waktu. tetapi temuan utama adalah bahwa kedua kegunaan
yang dirasakan dan kemudahan penggunaan dirasakan ditemukan memiliki pengaruh langsung pada
niat perilaku, sehingga menghilangkan kebutuhan untuk membangun sikap dari model yang
ditunjukkan pada Gambar 5. model yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 6.
Dengan demikian, dengan menghilangkan konstruk sikap dan memperkenalkan konstruk niat perilaku,
hasil yang diperoleh untuk pengaruh langsung dari kegunaan yang dirasakan pada penggunaan sistem
aktual, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4, dapat dijelaskan. pada saat yang sama, menghilangkan
variabel sikap menghilangkan pengaruh langsung yang tidak dapat dijelaskan yang diamati dari
karakteristik sistem ke variabel sikap. perubahan tambahan yang dibawa ke model TAM asli, adalah
pertimbangan faktor-faktor lain, disebut sebagai variabel eksternal yang mungkin mempengaruhi
kepercayaan seseorang terhadap suatu sistem. Variabel eksternal biasanya mencakup karakteristik
sistem, pelatihan pengguna, partisipasi pengguna dalam desain, dan sifat proses implementasi.
Dengan adanya versi terakhir ini, penelitian lebih lanjut mengarah ke :
1. Mereplikasi TAM dan menguji proposisi dan kemungkinan batasannya,
2. Membandingkan TAM dengan model lain seperti Theory of Reasoned Action [TRA] dan
Theory of Planned Behavior [ TPB],
3. Mengadaptasi TAM untuk berbagai pengaturan seperti skenario wajib, berbagai aplikasi, dan
budaya, dan
4. Memperluas model untuk memasukkan variabel lain seperti norma subyektif SN, motivasi
ekstrinsik, main-main, dan sebagainya.
9.10 Teori Tentang Subjek yang Berkaitan dengan Variabel pada TAM

1. Pengertian Persepsi
Menurut Mitchel (1982) persepsi merupakan proses transformasi yang membentuk dan
menghasilkan apa sebenarnya yang dialami. Dalam proses persepsi individu terdapat mekanisme
seleksi dan organisasi. Menurut Leavitt (1972). Ada empat aturan yang dapat menjelaskan proses
persepsi, yaitu pengujian masa lalu, pemilihan persepsi pada hal-hal yang berdasarkan kebutuhan,
mengabaikan hal-hal yang mengganggu, dan perhatian terhadap segala sesuatu yang membahagiakan
dirinya. Informasi yang diperoleh melalui proses seleksi itu diproses, disusun, dan diklasifikasikan ke
dalam bentuk yang memiliki arti bagi individu.Berdasarkan pengertian diatas tentang persepsi tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses kognitif untuk mengadakan
pemilihan, pengaturan, dan pemahaman serta pengiterpretasian untuk menjadi suatu gambaran objek
tertentu secara utuh.

2. Manfaat yang dirasa (Percieved Usefulness)


Menurut Davis, manfaat yang dirasa “the degree to which a person believes that using a particular
system would enhance his or her job performance” atau dapat diartikan “tingkat kepercayaan
seseorang bahwa dengan menggunakan sistem tertentu dapat meningkatkan performansi
pekerjaannya”.sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan
meningkatkan kinerja pekerjanya. Sehingga dapat diartikan kegunaan persepsian (perceived usefulness)
merupakan suatu kepercayaan (belief) tentang proses pengambilan keputusan. Dengan demikian jika
seseorang merasa percaya bahwa sistem informasi berguna maka dia akan menggunakannya.
Dalam model TAM, perceived usefulness digunakan untuk mengukur seberapa besar seorang
pelanggan merasa bahwa suatu teknologi dapat berguna bagi dirinya. Sebuah sistem dengan “perceived
usefulness” yang tinggi, dipercaya pelanggan dapat memberikan hubungan “use-performance” yang
positif.
Manfaat yang dirasa (perceived usefulness) merupakan suatu tingkatan dimana seseorang percaya
bahwa pengguna suatu sistem tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut maka, Thompson (1991) menyimpulkan kemanfaatan teknologi informasi
merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna teknologi informasi dalam melaksanakan tugas.
Dia juga menyebutkan bahwa individu akan menggunakan teknologi informasi jika orang tersebut
mengetahui manfaat atau kegunaan positif yang didapat atas penggunaanya.
Venkatesh dan Morris (2003) menyatakan bahwa terdapat pengaruh penting manfaat dalam
pemahaman respon individual dalam teknologi informasi. Venkatesh dan Davis (2000) membagi
dimensi manfaat yang dirasa menjadi berikut:
 Penggunaan sistem mampu meningkatkan kinerja individu (improves job performance).
 Penggunaan sistem mampu menambah tingkat produktifitas individu (increases productivity).
 Penggunaan sistem mampu meningkatkan efektifitas kinerja individu (enhances effectiveness).
 Penggunaan sistem bermanfaat bagi individu (the system is useful).
3. Kemudahan yang dirasa Penggunaan (Perceived Ease of Use)
Penelitian Jeon, (2006) menjelaskan kompleksitas sebagai tingkat persepsi terhadap teknologi
komputer yang dipersepsikan sebagai hal yang relatif sulit dipahami dan digunakan. Thompson (1991)
menemukan bahwa semakin kompleks suatu inovasi, semakin rendah tingkat penyerapannya. Dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemudahan terhadap sebuah teknologi informasi dapat
mempengaruhi pemahaman pengguna dalam menggunakan teknologi informasi.sejauh mana seseorang
percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan terbebas dari usaha. Dapat diketahui bahwa
konstruk kemudahan penggunaan persipsian (perceived ease of use) ini juga merupakan suatu
kepercayaan (belief) tentang proses pengambilan keputusan. Jika seseorang merasa percaya bahwa
sistem informasi mudah digunakan maka dia akan menggunakannya.
Definisi tersebut juga didukung oleh Arief Wibowo (2006) yang menyatakan bahwa kemudahan dalam
penggunaan sebuah teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa
teknologi tersebut dapat dengan mudah dipahami dan digunakan. Dan juga didefinisikan sebagai sejauh
mana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem informasi akan meningkatkan prestasi kerja
seorang karyawan.
Kemudahan merupakan satu variabel dalam model TAM untuk melihat pengaruh terhadap kegunaan
yang dirasa (perceived usefulness) dan penggunaan sesungguhnya (actual usage).
Perceived Ease of Use didefinisikan Davis (1989) sebagai “the degree to which a person believes that
using a particular system would be free from effort” atau “kepercayaan seseorang dengan
menggunakan suatu sistem tertentu akan mempermudah usaha yang dikeluarkan”.
Apabila perceived usefulness menekankan kepada manfaat suatu sistem atau teknologi, maka perceived
ease of use menekankan kepada kemudahan penggunaan sistem atau teknologi tersebut. Suatu sistem
yang sulit dikendalikan, akan memberikan tingkat perceived ease of use yang negatif.
Kemudahan yang dirasa harus mampu meyakinkan pengguna bahwa teknologi informasi yang akan
digunakan mudah dan bukan merupakan beban bagi mereka. Teknologi informasi yang mudah
digunakan akan terus dipakai oleh perusahaan. Kemudahan yang dirasa dalam penggunaan
mempengaruhi kegunaan, sikap, minat dan penggunaan sepenuhnya, Chau dalam Wiyono (2008).
Kemudahan yang dirasa penggunaan (Perceived Ease of Use) sebuah teknologi didefinisikan sebagai
suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa komputer dapat dengan mudah dipahami dan digunakan
(Davis, 1989). Kepercayaan ini menentukan suatu sikap pemakai ke arah penggunaan suatu sistem
kemudian menentukan niat tingkah laku dan mengarah pada penggunaan sistem secara nyata.
Davis (1986) mendefinisikan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) sebagai suatu tingkatan
dimana seseorang percaya bahwa penggunaan sistem tertentu dapat mengurangi usaha seseorang dalam
mengerjakan sesuatu. Menurut Goodwin (1987), Silver (1988), dalam Maskur (2005), intensitas
penggunaan dan interaksi antara pengguna dengan sistem juga dapat menunjukan kemudahan
penggunaan. Sistem yang lebih sering digunakan menunjukan bahwa sistem tersebut lebih dikenal,
lebih mudah dioperasikan dan lebih mudah digunakan oleh penggunanya.
Venkatesh dan Davis (2000: 201) membagi dimensi kemudahan yang dirasa penggunaan menjadi
berikut:
 Interaksi individu dengan sistem jelas dan mudah dimengerti (clear and understandable).
 Tidak dibutuhkan banyak usaha untuk berinteraksi dengan sistem tersebut (does not require a
lot of mental effort).
 Sistem mudah digunakan (easy to use).

4. Sikap Terhadap Penggunaan (Attitude toward Using)


Attitude toward Using dalam TAM dikonsepkan sebagai sikap terhadap penggunaan sistem yang
berbentuk penerimaan atau penolakan sebagai dampak bila seseorang menggunakan suatu teknologi
dalam pekerjaannya (Davis, 1989).
Peneliti lain menyatakan bahwa faktor sikap (attitude) sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi
perilaku individual. Sikap seseorang terdiri atas unsur kognitif / cara pandang (cognitive), afektif
(affective), dan komponen - komponen yang berkaitan dengan perilaku (behavioral components)
(Nasution, 2006).
Menurut Arif Hermawan (2008) dan Suseno (2009), Sikap pada penggunaan sesuatu menurut Akers
dan Myers (1997) adalah, sikap suka atau tidak suka terhadap penggunaan suatu produk. Sikap suka
atau tidak suka terhadap suatu produk ini dapat digunakan untuk memprediksi perilaku niat seseorang
untuk menggunakan suatu produk atau tidak menggunakannya.
Sikap terhadap penggunaan teknologi (attitude toward using technology), didefinisikan sebagai
evaluasi dari pemakai tentang ketertarikannya dalam menggunakan teknologi.
5. Minat Perilaku Penggunaan (Behavioral Intention to Use)
Perilaku (behavior) adalah tindakan-tindakan (actions) atau reaksi- reaksi (reactions) dari suatu obyek
atau organisme. Perilaku dapat berupa sadar atau tidak sadar, terus terang atau tidak, sukarela atau
tidak. Perilaku manusia dapat berupa perilaku yang umum atau tidak umum, dapat diterima atau tidak
dapat diterima. Manusia mengevaluasi penerimaan dari perilaku dengan menggunakan standar
pembandingan yang disebut dengan norma- norma sosial (social norms) dan meregulasi perilaku
dengan menggunakan kontrol sosial (social control).
Behavioral intention to use adalah kecenderungan perilaku untuk tetap menggunakan suatu teknologi
(Davis, 1986).
Tingkat penggunaan sebuah teknologi komputer pada seseorang dapat diprediksi dari sikap perhatian
pengguna terhadap teknologi tersebut, misalnya keinginan menambah alat pendukung, motivasi untuk
tetap menggunakan, serta keinginan untuk memotivasi pengguna lain. Menurut Arief Hermawan
(2008) dalam Suseno (2009) mendefinisikan minat perilaku menggunakan teknologi (behavioral
intention) sebagai minat atau keinginan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Sedangkan
(Malhotra, 1999) menyatakan bahwa sikap perhatian untuk menggunakan adalah prediksi yang baik
untuk mengetahui penggunaan sebenarnya (Actual Usage).
Sudah menjadi sifat dasar seorang manusia memiliki rasa keingintahuan atau penasaran (curiosity).
Apabila seorang pelanggan dihadapkan dengan suatu produk baru, maka ada sebagian dari mereka
yang ingin mencoba produk baru tersebut. Terlebih bila pelanggan tersebut belum mengetahui fungsi
dari produknya. Tingkat keinginan mencoba yang demikian memberikan hubungan positif
kepada behavioral intention to use.
6. Pengguna Sesungguhnya (Actual Usage)
Actual System Usage adalah kondisi nyata penggunaan sistem. Menurut Wibowo (2008)
mendefinisikan penggunaan sesungguhnya (actual system usage) sebagai suatu kondisi nyata
penggunaan sistem. Seseorang akan puas menggunakan sistem jika mereka meyakini bahwa sistem
tersebut mudah digunakan dan akan meningkatkan produktifitas mereka, yang tercermin dari kondisi
nyata penggunaan.
Menurut Davis (1989), bentuk pengukuran pengguna sesungguhnya (actual usage) adalah frekuensi
dan durasi waktu penggunaan terhadap teknologi informasi
7. Kesesuaian Tugas (Job Fit)
Thompson et al. (1991) membuat model penelitian yang mengambil sebagian teori yang diusulkan oleh
Triandis, tolak ukur yang mempengaruhi pengaplikasian teknologi informasi adalah diantaranya tolak
ukur sosial, dampak, tingkat kerumitan, kesesuaian tugas, efek jangka panjang, serta kondisi yang
memfasilitasi pemanfaatan teknologi informasi. Kesesuaian tugas diinpretasikan sebagai koresponden
antara kebutuhan tugas, kemampuan seseorang dan fungsi dari teknologi. Kesesuaian tugas dan
teknologi dipengaruhi diantaranya oleh hubungan antara karakteristik individu pemakai, teknologi yang
diaplikasikan, dan tugas yang berbasis teknologi.
8. Pengalaman (Experience)
Ajzein dan Fishbein (1980)dalam penelitiannya menemukan adanya perbedaaan yang menonjol antara
user yang berpengalaman dengan yang unexperienced dalam mempengaruhi penggunaan yang
sebenarnya. Kajian Taylor dan Todd (1995) dalam meneliti pengguna yang berpengalaman, juga
menunjukan bahwa ada korelasi yang signifikan antara minat menggunakan suatu teknologi serta
perilaku penggunaan (behavioral usage) suatu teknologi yang berpengalaman.
9. Kerumitan (Complexity)
Thompson et.al (1991)memaparkan bahwa semakin kompleks suatu inovasi, maka akan semakin
rendah pula tingkat pengaplikasiannya. Inovasi terhadap sebuah TIK bisa mempengaruhi pemahaman
pengguna untuk menggunakan TIK.
9.11 THE THEORY OF REASONED ACTION
Bagan ini menunjukkan model The Theory of Reasoned Action [TRA] , yang diusulkan oleh Fishben
dan Ajzen [1975] .

Dalam model teoretis mereka, fishbein menyarankan bahwa perilaku aktual seseorang dapat ditentukan
dengan mempertimbangkan niat sebelumnya bersama dengan keyakinan bahwa orang tersebut akan
memiliki perilaku yang diberikan. Mereka merujuk pada niat bahwa seseorang memiliki sebelum
perilaku aktual sebagai niat perilaku orang itu, dan mendefinisikannya sebagai ukuran niat seseorang
untuk melakukan perilaku.
Fishbein dan Ajzen juga mengusulkan bahwa niat perilaku dapat ditentukan dengan
mempertimbangkan baik sikap yang dimiliki seseorang terhadap perilaku aktual, dan norma subyektif
yang terkait dengan perilaku yang dimaksud. mereka mendefinisikan sikap terhadap perilaku yang
diberikan sebagai perasaan positif atau negatif seseorang tentang melakukan perilaku yang sebenarnya,
menunjukkan bahwa sikap seseorang terhadap perilaku [A] dapat diukur dengan memusatkan jumlah
produk dari semua kepercayaan berlayar [bi ] tentang konsekuensi perorming perilaku itu, dan evaluasi
[ei] konsekuensi tersebut, seperti yang ditunjukkan oleh rumus berikut :

A=∑ B iei

Mereka juga mendefinisikan norma subjektif yang terkait dengan perilaku sebagai persepsi orang
bahwa sebagian besar orang yang penting baginya berpikir dia harus atau tidak boleh melakukan
perilaku itu. Fishbein dan Adjen, kemudian menyarankan bahwa subjektivitas atau [SN] dapat
ditentukan dengan mempertimbangkan jumlah produk kepercayaan normatif seseorang [nbi], yaitu
harapan yang dirasakan individu atau kelompok lain, dan motivasinya untuk mematuhi [mci] ] rumus
yang mereka usulkan untuk mengukur norma subjektif yang terkait dengan perilaku aktual adalah
sebagai berikut.

SN=∑ nbimci
Dengan demikian, niat perilaku [bi] seseorang untuk melakukan perilaku dapat dihitung menggunakan
fformula yang ditunjukkan di bawah ini, dengan A sebagai ukuran sikap terhadap perilaku dan SN
sebagai ukuran norma subyektif yang terkait dengan perilaku yang dipertimbangkan.

BI = A + SN

Teori tindakan yang beralasan demikian, memberikan model yang berguna yang bisa menjelaskan dan
memprediksi perilaku aktual seorang individu. Sepuluh tahun kemudian, Davis [1985] mengambil
model yang sama dan menyesuaikannya dengan konteks penerimaan pengguna terhadap suatu sistem
informasi, untuk mengembangkan model penerimaan teknologi. Davis menganggap bahwa penggunaan
sebenarnya dari suatu sistem adalah beahvior dan dengan demikian, teori aksi alasan akan menjadi
model yang cocok untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku itu. Namun Davis, membuat dua
perubahan utama pada teori model tindakan beralasan [tra]. pertama, dia tidak mempertimbangkan
norma subyektif dalam memprediksi perilaku aktual seseorang. ia menyarankan bahwa fishbein dan
ajzen sendiri mengakui bahwa norma subyektif adalah aspek TRA yang paling sedikit dipahami, dan
bahwa ia memiliki status teori yang tidak pasti. Dengan demikian, Davis hanya mempertimbangkan
sikap seseorang terhadap perilaku yang diberikan dalam model TAM-nya. kedua, alih-alih
mempertimbangkan beberapa keyakinan menonjol individu untuk menentukan sikap terhadap perilaku
pemberi, Davis mengandalkan beberapa penelitian nyata untuk mengidentifikasi hanya dua keyakinan
dinstinct, merasakan kegunaan dan persepsi kemudahan penggunaan, yang cukup memadai untuk
memprediksi sikap seorang pemberi. pengguna menuju penggunaan suatu sistem.
9.11 Perbedaan antara TRA dan TAM
Perbedaan antara TRA dan TAM dapat dilihatdari dimensi/indikator yang digunakan. Untuk
modelTRA menggunakan dimensi/indikator: attitude towardbehaviour, subjective norm, behavioral
intention danactual behaviour. TAM sendiri tidak memiliki dimensi/indikator attitude toward
behaviour, subjective normnamun menggunakan behavioral intention dan actualbehaviour.Kelebihan
TAM dari TRA adalah memasukkandimensi/indikator external variables,perceivedusefulness,
perceived ease of use dan attitude towardusing. Penambahan dimensi ini dilakukan
untukmengakomodasi perilaku dalam menggunakanteknologi dan komunikasi.
Perbedaan Antara TAM dan TPB
Ada tiga perbedaan utama antara TAM dan TPB,yaitu: Pertama, terdapat beberapa variasi di
antaraTMA dan TPB. Kedua, TAM tidak detail menjelaskanmengenai variabel sosial sedangkan TPB
sangat detail.Terakhir pada TAM dan TPB mengontrol perilakudengan cara yang berbeda. Perbedaan
tersebut akandijelaskan pada poin-poin di bawah.
Derajat Generalisasi
TAM diasumsikan bahwa kepercayaan mengenaikegunaan dan kerugian dari suatu produk
selalumerupakan faktor penentu yang utama dalammengambil keputusan pemakai untuk
menggunakanproduk tersebut. Definisi ini adalah suatu pilihanyang wajar menurut Davis [7], ‘a belief
set that …readily generalizes to different computer systemsand user populations’.
Sedangkan, TPB beranggapanbahwa kepercayaan pemakai bergantung pada situasimasing-masing.
Karena itu model TPB tidak berasumsibahwa kepercayaan itu yang berlaku pada satu konteksjuga akan
berlaku pada konteks yang lain. Walaupunbeberapa kepercayaan ada yang digeneralisasi dan
adajugayang tidak.Perbedaan yang terdapat di atas akan menghasilkan3 hal yang perlu diperhatikan,
yaitu:
1) Dalam beberapa situasi terdapat variabel kerugiandan kegunaan dari suatu produk dapat
mempredikasikeinginan dari pemakai. Sebagai contoh, kemudahandalam memperoleh produk,
boleh jadi suatu faktorpenting bagi pemakai menentukan penggunaanproduk tersebut.
Mengidentifikasi kepercayaan inimenjadi bagian dari metodologi riset yang bakuuntuk TPB.
Sedangkan pada TAM hal tersebutbukanlah bagian penting dari model.

2) TPB lebih sulit untuk diterapkan pada kontekspemakai yang berbeda dibanding TAM
(TAMmemperhitungkan konstruk dengan cara yangsama untuk setiap situasi). Di sisi lain,
TPBmemerlukan suatu studi untuk mengidentifikasihasil relevan, kelompok acuan, dan
variablekendali di dalam tiap-tiap konteks yang digunakan.Hal Ini menjadi kompleks jika
pemakai berbedamenggolongkan hasil yang berbeda dari pemakaiansistem yang sama. Sebagai
contoh, para siswa yangmenggunakan suatu pelajaran sistem teknologidapat memaksimalkan
nilai ujian (prestasi),sedangkan guru dapat akan menggunakan systemuntuk membuat lebih
efisien waktu mengajar.Instrumen TPB bisa dikhususkan untuk masingmasingkelompok.

3) Materi TPB memerlukan suatu alternatif perilakueksplisit jika ingin memperoleh hasil
yangsama. Sebagai contoh, jika bertanya padaseseorang mengenai penggunaan suatu
programuntuk memperhitungkan anggaran penjualansupaya menghemat waktu dan ketepatan
akurasipenghitungan dibandingkan menggunakankalkulator; Pertanyaan dengan basis
perbandinganyang diajukan harus jelas dan tegas agar perilakualternatif dapat
teridentifikasikan. Para pemakaipotensial boleh jadi diminta untuk bereaksi terhadaphal yang
berikut: ‘Penggunaan suatu programsebagai ganti suatu kalkulator akan menghematwaktu
dalam mengerjakan anggaran penjualan.(Setuju/Tidak Setuju)’ Jika menggunakan TAMakan
berbeda karena tidak memerlukan identifikasisuatu perilaku spesifik untuk
perbandingan.Kerugian dari pendekatan TPB, bahwa titikacuan ini tidak berlaku bagi semua
individu. Sebagaicontoh, menanyakan kepada orang-orang mengenaipenggunaan kalkulator
tersebut, mengenai mana yanglebih cepat dan lebih baik. Sebagian orang mungkinakan
menggunakan suatu sistem bantu pengambilankeputusan (Decision Support System/DSS)
khusussebagai pengganti kalkulator, sehingga pertanyaantidak membuat suatu perbandingan.
Pengaruh Sosial
Perbedaan utama yang kedua antara TAMdan TPB adalah bahwa TAM secara eksplisitmemasukkan
variabel sosial. Hal ini menjadi pentingjika terdapat variasi yang tidak dijelaskan padamodel tersebut.
Davis [7] menjelaskan bahwa normanormasosial tidak memengaruhi hasil akhir. Sebagaicontoh,
seorang pegawai akan merasa tertekan jikapenyelia mengharuskan menggunakan sistem
tertentu,sehingga pegawai tersebut menghasilkan evaluasiperformansi yang rendah. Norma-norma
sosial akanmemperhitungkan sampai taraf tertentu di dalammengevaluasi hasil.Variabel sosial di dalam
TPB masih memilikiperbedaan unik yaitu terletak pada niat. Sedangkan efeksosial yang secara
langsung tidak dapat dihubungkandengan hasil dari pekerjaan adalah mengenaikegunaannya. Sebagai
contoh, beberapa individumungkin menggunakan suatu sistem sebab persepsinyateknologi yang sedang
digunakan merupakan teknologipaling mutakhir, sehingga akan lebih membantupekerjaan. Motivasi ini
lebih mungkin ditangkap olehTPB dibanding oleh TAM
Kontrol Perilaku
Perbedaan utama yang ketiga antara TAM danTPB adalah perlakuan terhadap kontrol perilaku
yangmengacu pada keterampilan, peluang, dan sumber dayadiperlukan menggunakan sistem tersebut.
Variabeltersebut tercakup di dalam TAM yaitu PEOU. UjiPEOU materi dilakukan Davis [7] di mana
PEOUmengacu pada hubungan antara kemampuan respondendan keterampilan yang diperlukan oleh
sistem.Walaupun kemampunan penguasaan keterampilanadalah penting, kadang-kadang kontrol lain
akanmuncul. Ajzen [5] membedakan antara factorpengawasan intern adalah karakteristik individu,
danfaktor eksternal yang tergantung pada situasi tersebut.Faktor internal meliputi keterampilan.
Faktor Kendalieksternal meliputi waktu, kesempatan, dan kerja samadari yang lain. Sebagai contoh, di
mana menghubungkanwaktu dan pemakaian CPU dibebankan ke departemenpemakai, sebagian orang
tidak boleh mempunyaisumber daya diperlukan untuk menggunakan suatusistem, sekalipun mereka
merasakan mereka biasbermanfaat dan mempunyai keterampilan tersebut.Dengan kata lain, mereka
menolak kesempatan untukmenggunakan sistem merupakan faktor eksternal.PEOU sesuai dengan
faktor keterampilan yanginternal. Bagaimanapun, isu kendali eksternal tidaklahdipertimbangkan TAM
dalam penjelasan manapun.
Walaupun bisa menjadi argumentasi bahwa PEOUadalah ‘I would fi [the system] easy to use’
[5]menyiratkan bahwa responden mempertimbangkankendali eksternal, tidak secara eksplisit.Beberapa
faktor kendali akan menjadi stabilpada beberapa situasi, sedangkan lainnya tergantungdari konteks ke
konteks [5]. Perorangan mengambilketerampilan yang sama dari situasi ke situasi, dankepada tingkat
keterampilan yang sama itu diperlukanuntuk tugas berbeda. Kemampuan harus menjadisuatu faktor
kendali yang stabil. Hill et al. (1987)menemukan bahwa ukuran keberhasilan produksecara umum
dapat memprediksi niat (intention) untukmenggunakan produk yang mengedepankan teknologiIsu
mengenai faktor kendali akan menjadi idiosyncraticpada keadaan tertentu. Sebagai contoh,
ketersediaansuatu jaringan telepon adalah hal penting bagi unitpenjualan dalam suatu perusahaan,
namun menjadi halyang tidak terlalu penting bagi unit yang lain.
PERBANDINGAN BEBERAPA MODEL
TAM, TRA, TPB, TAM2, TAM3 dan UTAUT telah digunakan selama bertahun-tahun
oleh berbagai peneliti untuk menjelaskan sistem teknologi adopsi. Bagian ini akan secara singkat
membahas perbandingan teori-teori ini dan mengarah pada mengapa TAM dipilih untuk teknologi baru
pembayaran platform tunggal E-pembayaran.
TAM2, perpanjangan TAM dikembangkan oleh Venkatesh dan Davis (2000) karena
keterbatasan TAM dalam hal daya penjelas (R²). Aspirasi untuk TAM2 adalah untuk menjaga
konstruksi TAM asli tetap utuh dan “memasukkan faktor penentu utama tambahan yang dirasakan
tentang manfaat TAM dan konstruk niat penggunaan, dan untuk memahami bagaimana efek dari
penentu ini berubah seiring dengan meningkatnya pengalaman pengguna dari waktu ke waktu dengan
sistem target” (Venkatesh & Davis, 2000, hal.187). Karena TAM2 hanya fokus pada faktor-faktor
penentu persepsi TAM tentang manfaat dan penggunaan, TAM3 oleh Venkatesh dan Bala (2008)
menambahkan faktor-faktor penentu persepsi TAM tentang kemudahan penggunaan dan konstruksi
niat penggunaan untuk ketahanan. Oleh karena itu, TAM3 menyajikan jaringan nomologis lengkap dari
penentu adopsi Sistem Teknologi Informasi pengguna (Venkatesh dan Bala, 2008).
Venkatesh et al. (2003) memasukkan empat penentu utama dalam model UTAUT dan
ada harapan kinerja, harapan usaha, pengaruh sosial dan kondisi fasilitasi serta empat moderator utama
seperti jenis kelamin, usia, kesukarelaan dan pengalaman. Menurut Bagozzi (2007), UTAUT mungkin
menjadi model yang kuat karena strukturnya yang pelit dan kekuatan penjelas yang lebih tinggi (R²)
tetapi model tersebut tidak memeriksa efek langsung yang mungkin mengungkapkan hubungan baru
serta faktor-faktor penting dari penelitian yang ditinggalkan. dengan hanya menggunakan prediktor
yang ada. TAM2 dan TAM3 juga tidak mengukur dan memeriksa efek langsung yang mungkin
mengungkapkan hubungan baru serta faktor-faktor penting dari penelitian ini.
Technology Acceptance Model (TAM2) oleh Venkatesh dan Davis (2000), TAM3 oleh
Venkatesh dan Bala (2008) dan UTAUT oleh Venkatesh, Morris, Davis dan Davis (2003) tidak dipilih
karena situasinya adalah untuk produk yang akan diimplementasikan di pasar. dan mempertimbangkan
norma subyektif yang mencakup masyarakat yang tidak diharuskan untuk penelitian ini yang
melibatkan teknologi baru dari sistem pembayaran elektronik platform tunggal. Davis, Bagozzi dan
Warshaw (1989) menjelaskan bahwa skala norma sosial memiliki sudut pandang psikometrik yang
sangat buruk, dan mungkin tidak memberikan pengaruh pada niat perilaku konsumen, terutama ketika
aplikasi sistem informasi seperti platform tunggal Sistem Pembayaran Elektronik cukup pribadi
sementara penggunaan individual bersifat sukarela.

9.13. PENGADAPTASIAN DAN PERLUASAN TAM


Sebagian besar penelitian menemukan hasil statistik yang signifikan untuk pengaruh yang tinggi dari
manfaat yang dirasakan pada niat perilaku untuk menggunakan sistem tertentu. mereka juga
menemukan hasil yang beragam untuk hubungan langsung antara persepsi kemudahan penggunaan dan
perilaku penggunaan. Secara umum, studi tertentu memberikan bukti kuat untuk mendukung TAM
sebagai model untuk memprediksi perilaku penggunaan sistem. Sayangnya, TAM tidak bisa
melampaui hal-hal umum yang mengukur manfaat yang dirasakan dan kemudahan penggunaan yang
dirasakan. dengan demikian, sulit untuk mengidentifikasi alasan di balik kemudahan yang dirasakan
dirasakan dirasakan dirasakan digunakan variabel yang digunakan dalam model. Selain itu, sebagian
besar penelitian di TAM hanya berfokus pada lingkungan sukarela dengan sedikit pertimbangan
pengaturan wajib. untuk mengatasi masalah ini, TAM diperluas.
Salah satu ekstensi penting yang dibawa ke TAM adalah oleh Davis dan Venkatesh [2000] yang
mengusulkan model TAM2 yang ditunjukkan pada gambar 7. Davis dan Venkatesh mengidentifikasi
bahwa TAM memiliki beberapa batasan dalam menjelaskan alasan-alasan di mana seseorang akan
menganggap sistem yang diberikan berguna, dan oleh karena itu diusulkan bahwa variabel tambahan
dapat ditambahkan sebagai antencedents ke variabel kegunaan yang dirasakan dalam TAM. Mereka
menyebut model baru ini, model TAM 2. Venkatesh dan Davis juga tertarik untuk mengevaluasi
kinerja TAM 2 dalam pengaturan wajib. Oleh karena itu, mereka melakukan studi lapangan dengan 156
pekerja berpengetahuan, yang menggunakan empat sistem yang berbeda, dua di antaranya untuk
penggunaan sukarela, dan dua lainnya wajib. studi ini juga mengumpulkan persepsi pengguna dan
penggunaan yang dilaporkan sendiri pada tiga titik waktu: pra-implementasi, satu bulan pasca-
implementasi, dan tiga bulan pasca-implementasi.

Menggunakan model TAM 2 davis mampu memberikan penjelasan yang lebih rinci karena alasan
peserta menemukan sistem yang diberikan berguna. hasil mereka juga menunjukkan bahwa TAM 2
berkinerja baik di lingkungan sukarela dan wajib dengan pengecualian bahwa norma subjektif tidak
berpengaruh dalam pengaturan sukarela tetapi melakukan dalam pengaturan wajib.
Ekstensi penting kedua dari model TAM adalah oleh Venkatesh, yang tertarik untuk mengidentifikasi
anteseden terhadap kemudahan variabel penggunaan yang dirasakan dalam model TAM. Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 8, venkatesh mengidentifikasi dua kelompok utama antecendent untuk
persepsi kemudahan penggunaan: jangkar dan penyesuaian. Jangkar dianggap sebagai kepercayaan
umum tentang komputer dan penggunaan komputer sedangkan penyesuaian dianggap sebagai
keyakinan yang dibentuk berdasarkan pengalaman langsung dengan sistem target, dan tiga pengukuran
dilakukan selama periode tiga bulan. Hasil yang diperoleh menunjukkan dukungan yang kuat untuk
variabel dalam menjelaskan persepsi kemudahan penggunaan untuk sistem yang diberikan.
Namun, seiring dengan fakta bahwa beberapa penelitian telah mengkonfirmasi kekuatan model TAM,
beberapa peneliti lain juga menyoroti keterbatasan penting dari model tersebut. Biasanya, kritik untuk
model TAM jatuh dalam tiga kategori
1. Metodologi yang digunakan untuk menguji model TAM.
2. Variabel dan hubungan yang ada dalam model TAM.
3. Landasan teori inti yang mendasari model TAM.
Venkatesh dan Bala (2008) menggabungkan TAM2 (Venkatesh & Davis, 2000) dan model penentu
kemudahan penggunaan yang dirasakan (Venkatesh, 2000), dan mengembangkan model terintegrasi
penerimaan teknologi yang dikenal sebagai TAM3 yang ditunjukkan pada Gambar 9. Para penulis
mengembangkan TAM3 menggunakan empat jenis yang berbeda termasuk perbedaan individu,
karakteristik sistem, pengaruh sosial, dan kondisi memfasilitasi yang merupakan faktor penentu
kegunaan yang dirasakan dan kemudahan penggunaan yang dirasakan. Dalam model penelitian TAM3,
persepsi kemudahan penggunaan terhadap persepsi kegunaan, kecemasan komputer terhadap persepsi
kemudahan penggunaan dan persepsi kemudahan penggunaan terhadap niat perilaku dimoderasi oleh
pengalaman. Model penelitian TAM3 diuji dalam pengaturan dunia nyata implementasi TI.
9.12. MODEL TAM 3 – UTAUT (Unified Theory of Acceptance and Use of Technology)
Model TAM 3 ini dapat dilihat seperti dibawah:

Venkatesh, Morris, Davis dan Davis (2003) belajar dari model / teori sebelumnya dan membentuk
Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) yang ditunjukkan pada Gambar 10.
The UTAUT memiliki empat prediktor niat perilaku pengguna dan ada harapan kinerja , harapan usaha,
pengaruh sosial dan kondisi fasilitasi. Lima konstruksi serupa termasuk manfaat yang dirasakan,
motivasi ekstrinsik, kesesuaian pekerjaan, keuntungan relatif dan ekspektasi hasil membentuk
ekspektasi kinerja dalam model UTAUT sementara ekspektasi usaha menangkap gagasan tentang
persepsi kemudahan penggunaan dan kompleksitas yang dirasakan. Adapun konteks sosial, Venkatesh
et al. (2003) tes validasi menemukan bahwa pengaruh sosial tidak signifikan dalam konteks sukarela.
UTAUT adalah perpanjangan dari TAM2 dan TAM3 adalah perpanjangan dari TAM2 yang mencakup
pengaruh sosial, oleh karena itu mereka tidak akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan norma
sosial. TAM2, TAM3 dan UTAUT menggunakan moderator tetapi penelitian ini hanya berfokus pada
faktor-faktor dan niat konsumen untuk menggunakan Sistem pembayaran elektronik platform tunggal.
Selanjutnya, TAM2, TAM3 dan UTAUT tidak termasuk studi hubungan langsung. Oleh karena itu,
TAM2, TAM3 dan UTAUT tidak suka mempelajari teknologi baru dari sistem pembayaran elektronik
platform tunggal. Venkatesh, et al. (2003) kemudian menggunakan teori-teori yang sudah ada
sebelumnya ini untuk mengembangkan sebuah model gabungan baru yang terintegrasi. Model
gabungan (unified model) ini kemudian mereka sebut dengan nama teori gabungan penerimaan dan
penggunaan teknologi (Unified Theory of Acceptance and Use of Technology) atau disebut dengan
singkatannya yaitu UTAUT. Ada tujuh konstruk yang selalu signifikan menjadi pengaruh-pengaruh
langsung terhadap niat (intention) atau terhadap pemakaian (usage) satu atau lebih model-model adopsi
pembentuk UTAUT.
Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT)
merupakan teori yang berpengaruh dan banyak diadopsi untuk melakukan penelitian
penerimaan pengguna (user acceptance) terhadap suatu teknologi informasi. UTAUT yang
dikembangkan oleh Venkatesh, et al. (2003) menggabungkan fitur-fitur yang berhasil dari
delapan teori penerimaan teknologi terkemuka menjadi satu teori.
Kedelapan teori terkemuka yang disatukan di dalam UTAUT adalah
1. Theory of Reasoned Action (TRA)
2. Technology Acceptance Model (TAM)
3. Motivational Model (MM)
4. Theory of Planned Behavior (TPB)
5. Combined TAM and TPB (C-TAM-TPB)
6. Model of PC Utilization (MPCU)
7. Innovation Diffusion Theory (IDT),
8. Social Cognitive Theory (SCT).

Dari ketujuh konstruk, hanya empat konstruk utama yang dianggap mempunyai peran penting dalam
pengaruh-pengaruh langsung terhadap penerimaan pemakai dan perilaku pemakaian. Keempat konstruk
ini adalah, Ekspektansi kinerja (performance expectancy), ekspektansi usaha (effort expectancy),
pengaruh sosial (social influence), dan kondisi-kondisi pemfasilitasi (facilitating condition).
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing konstruk :
a. Ekspektansi Kinerja (Performance Expectancy) Venkatesh, et al. (2003) mendefinisikan Ekspektasi
Kinerja (performance expectancy) sebagai tingkat dimana seseorang mempercayai dengan
menggunakan sistem tersebut akan membantu orang tersebut untuk memperoleh keuntungan-
keuntungan kinerja pada pekerjaan. Dalam konsep ini terdapat gabungan variabel-variabel yang
diperoleh dari model penelitian sebelumnya tentang model penerimaan dan penggunaan teknologi.
Adapun variabel tersebut adalah:
1. Persepsi Terhadap Kegunaan (perceived usefulness) Menurut Venkatesh, et al. (2003), persepsi
terhadap kegunaan (perceived usefulness) didefinisikan sebagai seberapa jauh seseorang percaya
bahwa menggunakan suatu sistem tertentu akan meningkatkan kinerjanaya. Variabel penelitian ini
terdapat pada penelitan Davis (1989) dan Davis, et al. (1989).
2. Motivasi Ekstrinsik (extrinsic motivation) Menurut Venkatesh, et al. (2003), motivasi ekstrinsik
(extrinsic motivation) didefinisikan sebagai persepsi yang diinginkan pemakai untuk melakukan suatu
aktivitas karena dianggap sebagai alat dalam mencapai hasil-hasil bernilai yang berbeda dari aktivitas
itu sendiri, semacam kinerja pekerjaan, pembayaran, dan promosi-promosi. Variabel penelitian ini
terdapat pada penelitian Davis, et al. (1992).
3. Kesesuaian Pekerjaan (job fit) Menurut Venkatesh, et al. (2003), kesesuaian pekerjaan (job fit)
didefinisikan bagaimana kemampuan-kemampuan dari suatu sistem meningkatkan kinerja pekerjaan
individual. Variabel penelitian ini terdapat pada penelitian Davis, et al. (1992).
4. Keuntungan Relatif (relative advantage) Menurut Venkatesh, et al. (2003), keuntungan relatif
(relative advantage) didefinisikan sebagai seberapa jauh menggunakan sesuatu inovasi yang
dipersepsikan akan lebih baik dibandingkan menggunakan pendahulunya. Variabel penelitian ini
terdapat pada penelitian Moore dan Benbasat (1991).
5. Ekspektasi-ekspektasi Hasil (outcome expectations) Menurut Venkatesh, et al. (2003), ekspektasi-
ekspektasi hasil (outcome expectations) berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi dari perilaku.
Berdasarkan pada bukti empiris, mereka dipisahkan ke dalam ekspektasiekspektasi kinerja
(performance expectations) dan ekspektasi-ekspektasi personal (personal expectations). Variabel
penelitian ini terdapat pada penelitian Compeau dan Higgins (1995) dan Compeau, et al. (1999). Davis,
F.D. (1989) mendefinisikan kemanfaatan (usefulness) sebagai suatu tingkatan dimana seseorang
percaya bahwa penggunaan suatu subyek tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang
tersebut. Dari beberapa penjelasan yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang
mempercayai dan merasakan dengan menggunakan suatu teknologi informasi akan sangat berguna dan
dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja
b. Ekspektansi Usaha (Effort Expectancy) Ekspektasi usaha (effort expectancy) merupakan tingkat
kemudahan penggunaan sistem yang akan dapat mengurangi upaya (tenaga dan waktu) individu dalam
melakukan pekerjaannya. Variabel tersebut diformulasikan berdasarkan 3 konstruk pada model atau
teori sebelumnya yaitu persepsi kemudahaan penggunaan (perceived easy of use-PEOU) dari model
TAM, kompleksitas dari model of PC utilization (MPCU), dan kemudahan penggunaan dari teori difusi
inovasi (IDT) (Venkatesh, et al. 2003). Davis, et al. (1989) mengidentifikasikan bahwa kemudahan
pemakaian mempunyai pengaruh terhadap penggunaan teknologi informasi. Venkatesh dan Davis
(2000) mengatakan bahwa Kemudahan penggunaan teknologi informasi akan menimbulkan perasaan
dalam diri seseorang bahwa sistem itu mempunyai kegunaan dan karenanya menimbulkan rasa yang
nyaman bila bekerja dengan menggunakannya.
Kompleksitas yang dapat membentuk konstruk ekspektasi usaha didefinisikan oleh Rogers dan
Shoemaker dalam Venkatesh, et al. (2003) adalah tingkat dimana inovasi dipersepsikan sebagai sesuatu
yang relatif sulit untuk diartikan dan digunakan oleh individu. Thompson, et al. (1991) menemukan
adanya hubungan yang negatif antara kompleksitas dan pemanfaatan teknologi informasi. Davis (1989)
memberikan beberapa indikator kemudahan penggunaan teknologi informasi, yaitu: TI sangat mudah
dipahami, TI mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh penggunanya, keterampilan
pengguna akan bertambah dengan menggunakan TI, dan TI tersebut sangat mudah untuk dioperasikan.
Dari beberapa penjelasan yang telah disampaikan di atas, pengguna teknologi informasi mempercayai
bahwa teknologi informasi yang lebih fleksibel, mudah dipahami dan mudah dalam hal
pengoperasiannya akan menimbulkan minat dalam menggunakan teknologi informasi tersebut dan
seterusnya akan menggunakan teknologi informasi tersebut.
c. Pengaruh Sosial (Social Influence) Pengaruh Sosial (Social Influence) didefinisikan sebagai sejauh
mana seorang individual mempersepsikan kepentingan yang dipercaya oleh orangorang lain yang akan
mempengaruhinya menggunakan sistem yang baru. Pengaruh sosial merupakan faktor penentu
terhadap tujuan perilaku dalam menggunakan teknologi informasi yang direpresentasikan sebagai
norma subyektif dalam TRA, TAM, TPB, faktor sosial dalam MPCU, serta citra dalam teori difusi
inovasi (IDT). (Venkatesh, et al., 2003). Moore dan Benbasat (1991) menyatakan bahwa pada
lingkungan tertentu, penggunaan teknologi informasi akan meningkatkan status (image) seseorang di
dalam sistem sosial.
Menurut Venkatesh dan Davis (2000), pengaruh sosial mempunyai dampak pada perilaku individual
melalui tiga mekanisme yaitu ketaatan (compliance), internalisasi (internalization), dan identifikasi
(identification). Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengaruh yang diberikan sebuah
lingkungan terhadap calon pengguna teknologi informasi untuk menggunakan suatu teknologi
informasi yang baru maka semakin besar minat yang timbul dari personal calon pengguna tersebut
dalam menggunakan teknologi informasi tersebut karena pengaruh yang kuat dari lingkungan
sekitarnya.
d. Kondisi-kondisi Pemfasilitasi (Facilitating Condition) Kondisi-kondisi Pemfasilitasi (Facilitating
Condition) didefinisikan sebagai sejauh mana seorang percaya bahwa infrastruktur organisasional dan
teknikal tersedia untuk mendukung sistem. Dalam konsep ini terdapat gabungan variabel- variabel yang
diperoleh dari model penelitian sebelumnya tentang model penerimaan dan penggunaan teknologi.
Adapun variabel tersebut adalah: 1) Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) (Ajzen,
1991), 2) Kondisi-kondisi yang memfasilitasi (facilitating conditions) (Thomson et al., 1991), dan 3)
Kompatibilitas (compatibility) (Moore and Benbasat, 1991).

9.13. CONTOH KASUS PENERAPAN TAM DAN UTAUT


A. APLIKASI KRS
Teknologi informasi salah satu bagian dari kebutuhan akan perkembangan zaman yang membantu para
penggunanya menjadi lebih mudah serta efisien dalam pemanfaatannya. Dengan adanya teknologi yang
semakin berkembang tidak menjadi hambatan bagi para penggunanya untuk menggunakan sistem
informasi yang tersedia.Dari sistem informasi yang dirancang dan dibangun sesuai keinginan
penggunanya, maka banyak suatu sistem informasi dibuat secara kebutuhan akan pengguna. Sistem
informasi saat ini sudah ada yang terintegrasi dengan server baik jaringan lokal (intranet) maupun
jaringan luar (internet). Dimana sebagian dari dunia bidang pendidikan pun ikut memanfaatkan
teknologi dari sistem informasi tersebut, baik untuk kegiatan aktivitas akademik maupun pegawai.
Masing-masing dari universitas menciptakan suatu web portal sendiri untuk meningkatkan persaingan
mutu serta kemudahannya. Dengan adanya web portal tersebut mahasiswa dapat memanfaatkan
dalamunsur penunjang kegiatannya di universitas.
Penerapan dari teknologi informasi tersebut adalah sistem informasi yang bertujuan untuk mendukung
aktivitas para mahasiswa dalam kebutuhan suatu informasi. Salah satu dari informasi yang dibutuhkan
oleh mahasiswa tersebut adalah entry KRS melalui internet. Mahasiswa bisa melakukan entry jadwal
kuliah atau KRS dari manapun dengan informasi yang disediakan. Dimana entry KRS tersebut dapat
merencanakan mata kuliah apa saja yang akan diambil untuk semester yang dijalanin. Dari sistem
informasi KRS tersebut, menghubungkan para mahasiswa dengan pihak universitas. Sehingga apabila
pada sistem informasi KRS tersebut suatu saat mengalami suatu kendala kerusakan, ketidak amanan
atau kegagalan dalam memenuhi misinya, akan timbul peluang kemungkinan sebagian atau seluruh
sistem informasi KRS online terancam failed serta terhambat untuk semester yang akan datang. Oleh
karena itu sistem informasi KRS merupakan salah satu sistem informasi yang menjadi kritis (critical
information system) bagi pihak universitas. Melihat akan pentingnya sistem informasi KRS online,
maka dari itu sistem informasi KRS harus dapat mengatasi pemanfaatannya untuk mahasiswa yakin
dengan sistem informasi KRS online yang ada di universitas. Untuk mengevaluasi dari sistem
informasi KRS online terhadap tingkat pemanfaatan keyakinan terhadap pengguna, maka digunakan
metode technology acceptance model (TAM) untuk mengembangkan sistem informasi KRS online,
apakah sudah sesuai dengan kebutuhan universitas sesuai dengan misi sistem informasi tersebut, dan
sampai sejauh mana tingkat prediksi pemanfaatan keyakinan pengguna.
Contoh dari pengaplikasian TAM pada sistem KRS, ada pada penelitian yang dilakukan oleh
Universitas Bina Darma[CITATION Fat \l 14345 ]. Penelitian ini hanya dilakukan kepada mahasiswa ilmu
komputer yang menggunakan pemanfaatan dari KRS online di Universitas Bina Darma dengan
menggunakan metode technology acceptance model (TAM) dari variabel perceived ease of use (PEU)
dan perceived of usefulness (PU). Adapun Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya prediksi
keyakinan mahasiswa akan pemanfaatan KRS online yang ada dilingkungan Universitas Bina Darma
dan Menguji adanya pengaruh dari variabel perceived ease of use dan perceived usefulness terhadap
KRS online dengan keyakinan pemanfaatan KRS online.Manfaat pada Penelitian adalah memberikan
informasi kepada pihak manajemen akan keamanan yang diberikan kepada mahasiswa untuk terhadap
pemanfaatan dari KRS online.
Dalam peneltian ini, peneliti memilih model TAM sebagai suatu dasar teoritis yang memiliki
kemampuan kuat untuk menjelaskan pemakaian teknologi oleh pengguna (Davis, FD 1989). Penelitian
ini menggunakan 3 (tiga) variabel yang telah dimodifikasi dari model penelitian TAM sebelumnya
yaitu: Kebermanfaatan (Perceived Usefulness) sebagai variabel bebas pertama (X1), kemudahan
(Perceived Ease of Use) sebagai variabel bebas kedua (X2), dan penerimaan pengguna KRS Online
sebagai variabel terkait (Y) dimana menurut teori TAM secara signifikan variabel kebermanfaatan dan
variabel kemudahan berpengaruh terhadap penerimaan pengguna dalam penggunaan KRS Online.
Dari hasil penelitian tersebut, para peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal:
 Pengaruh Kebermanfaatan (perceived usefulness) terhadap Penerimaan KRS Online Pernyataan
hipotesis pertama yang menyatakan bahwa kebermanfaatan pada sistem KRS Online terhadap
penerimaan penggunanya dapat diterima.
 Pengaruh Kemudahan (perceived ease of use) terhadap Penerimaan KRS Online Pernyataan
hipotesis kedua yang menyatakan bahwa kemudahandari sistem KRS Online berpengaruh
terhadap penerimaan penggunanya dapat diterima.

B. MOBILE BANKING
Perkembangan teknologi yang semakin pesat dari tahun ke tahun mendukung keberhasilan sebuah
organisasi dalam persaingan bisnis. Semakin mudah dan cepatnya mendapatkan informasi dengan
menggunakan teknologi berdampak pada peningkatan interaksi antar individu untuk mendapat
informasi yang dibutuhkan. Hal ini memberikan pengaruh terhadap perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi, baik dalam kegiatan ekonomi maupun sosial masyarakat termasuk kegiatan transaksi
keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu yang mengikuti perkembangan
teknologi informasi ini adalah perbankan. Perkembangan teknologi ini dilakukan perbankan dengan
tujuan agar organisasinya berjalan dengan baik dan meningkatkan prestasi kerjanya. Hal ini
diwujudkan dalam pengembangan sistem pelayanan terhadap nasabah dalam bentuk mobile banking.
Mobile banking merupakan sebuah fasilitas dari bank dalam era modern ini yang mengikuti
perkembangan teknologi dan komunikasi. Layanan yang terdapat pada mobile banking meliputi
pembayaran, transfer, history, dan lain sebagainya. Penggunaan layanan mobile banking pada telepon
seluler memungkinkan para nasabah dapat lebih mudah untuk menjalankan aktivitas perbankannya
tanpa batas ruang dan waktu. Dengan adanya layanan mobile banking diharapkan dapat memberikan
kemudahan dan manfaat bagi para nasabah dalam melakukan akses ke bank tanpa harus datang
langsung ke bank. Penawaran layanan perbankan melalui mobile banking sebenarnya sudah banyak
dilakukan di media-media elektronik maupun dengan menawarkan secara langsung kepada nasabah
pada saat pembuatan rekening tabungan.
Namun belum banyak nasabah yang menggunakan mobile banking dalam melakukan transaksi
keuangannya. Hal tersebut disebabkan terdapat beberapa kendala seperti kurangnya pengetahuan akan
kemudahan dan manfaat dari layanan mobile banking serta masih banyaknya nasabah yang lebih
menyukai untuk menggunakan transaksi secara manual dengan datang langsung ke bank untuk
mengantri.
Permasalahan tentang bagaimana nasabah dapat menerima dan memanfaatkan layanan mobile banking
ini dapat dijelaskan dengan menggunakan kerangka TAM (Technology Acceptance Model). Model
TAM telah banyak digunakan untuk menguji penerimaan teknologi oleh pemakai sistem dalam
berbagai macam konteks. Teori ini menawarkan suatu penjelasan yang kuat dan sederhana untuk
penerimaan teknologi dan perilaku para penggunanya (Davis 1989; Davis et al. 1989). Penelitian model
penerimaan teknologi (Technology Acceptance Model) telah banyak digunakan untuk menguji
penerimaan teknologi oleh pemakai sistem salah satunya adalah penelitian model TAM yang
dikembangkan oleh Gardner dan Amoroso (2004). Dalam penelitiannya, Gardner dan Amoroso (2004)
mengembangkan TAM dengan menambahkan empat variabel eksternal untuk digunakan meneliti
penerimaan pelanggan menggunakan teknologi internet. Empat variabel eksternal ini adalah experience
(pengalaman), complexity (kompleksitas), gender dan voluntariness (kesukarelaan). Hasil penelitian
Gardner dan Amoroso (2004) menyatakan bahwa experience berpengaruh signifikan positif terhadap
perceived usefulness dan behavioral intention, voluntariness berpengaruh signifikan positif terhadap
behavioral intention, internet complexity berpengaruh signifikan terhadap penggunaan sistem, dan
gender berpengaruh terhadap penggunaan sistem. Penelitian dengan menggunakan model TAM juga
pernah di lakukan oleh Sugihanti (2011) dengan objek e-filling, berbeda dengan Gardner dan Amoroso
(2004). Hasil penelitian Sugihanti (2011) menyatakan bahwa experience, complexity tidak berpengaruh
terhadap behavioral intention
Adanya penelitian tersebut mendorong peneliti untuk melakukan studi empiris mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi minat penggunaan mobile banking denganmenggunakan model kerangka TAM
yang dimodifikasi oleh Venkatesh (2000) untuk menguji pengaruh variabel kemudahan penggunan
persepsian dan persepsi kegunaan terhadap variabel minat untuk menggunakan mobile banking dengan
menambahkan tiga variabel eksternal dari penelitian Gardner dan Amoroso (2004) yaitu experience
(pengalaman), complexity (kompleksitas), gender. Hal ini bertujuan untuk mengetahui minat individu
terhadap mobile banking.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilaksanakan penelitian di Universitas Jember oleh
Kurniawati, Alif dan Winarno [ CITATION Kur \l 14345 ] dimaksudkan untuk mengkaji guna TAM dalam
mobile banking itu sendiri
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa
pengalaman, kompleksitas dan persepsi kemudahan berpengaruh terhadap kegunaan persepsian
(perceived usefulness). Kemudahan penggunan persepsian dan kegunaan persepsian penggunaan
berpengaruh terhadap minat perilaku pengguna mobile banking (Kim 2008). Kegunaan persepsian
(perceived usefulness) berpengaruh terhadap minat perilaku penggunaan mobile banking. Sedangkan
gender tidak berpengaruh terhadap kegunaan persepsian (perceived usefulness) dan tidak berpengaruh
terhadap kemudahan penggunan persepsian (perceived ease of use). Penelitian ini menggunakan model
penerimaan teknologi, yaitu TAM dengan beberapa konstruk yang digunakan, antara lain persepsi
pengalaman, persepsi kompleksitas, gender, persepsi kegunaan, kemudahan penggunan persepsian
pada minat individu untuk menggunakan mobile banking. Namun, peneliti tidak menambah konstruk
lain yang lebih berpengaruh pada minat individu dalam menggunakan mobile banking, misalnya
persepsi risiko, penelitian selanjutnya diharapkan dapat mempertimbangkan kembali untuk memperluas
model keperilakuan atas penerimaan teknologi guna mencakup konstruk teoritis penting lainnya
dengan menambahkan variabel resiko.

C. INTERNET BANKING
Meningkatnya persaingan dan usaha untuk menekan biaya operasional seefisienmungkin mendorong
bank-bank untuk memanfaatkan internet dalam menjalankanbisnisnya. Selain itu tingkat mobilitas di
masyarakat yang semakin meningkat daritahun ke tahun menyebabkan para penyedia layanan bagi
masyarakat seperti perbankanmelakukan banyak inovasi pada pelayanan mereka terhadap para
nasabahnya. Salahsatu aplikasi yang saat ini mulai menjadi perhatian adalahinternet banking
Internet bankingpertama kali muncul di Amerika Serikat pada pertengahan tahun1990-an, di mana
lembaga keuangan di Amerika Serikat memperkenalkan danmempromosikaninternet bankinguntuk
menyediakan layanan perbankan yang lebih baik(Chan and Lu 2004 : 21 dalam Sri Maharsi 2007).
Internet bankingmenjadi salah satustrategi yang digunakan oleh industri perbankan untuk bersaing.
Semakinmeningkatnya pemakai internet dari tahun ke tahun dipercaya akan mendorong penggunaanint
ernet bankingsebagai salah satu bentuk pelayanan bank kepada konsumen akansemakin
menguntungkan.
Layananinternet bankingdiberikan oleh bank dengan tujuan utama memberikankemudahan kepada
nasabah. Pelayanan perbankan melalui internet tersebut berupa situsdari suatu bank tertentu yang
menyediakan pelayanan perbankan langsung tanpa perludatang ke bank yang bersangkutan. Dengan
adanya situs ini, nasabah suatu bank akansemakin mudah untuk melakukan kegiatan perbankan karena
mereka dapat mengaksessitus tersebut dan menggunakan fitur-fitur yang ada di dalamnya seperti cek
saldo, mutasirekening sampai transfer, melakukan pembayaran tagihan, pembelian voucher
prabayar,dan lain-lain, di mana saja dan kapan saja, asalkan memiliki koneksi ke internet.Kemudahan
lainnya ialah karena situs itu sama seperti situs-situs lain pada umumnya,sehingga nasabah dapat secara
langsung mengakses.Selain bermanfaat bagi nasabah, penggunaaninternet bankingjuga bermanfaatbagi
pihak bank. Manfaat internet bagi pihak bank adalah sebagai berikut (Budi Raharjo, 2001) :
1. Business Expansion
Dahulu sebuah bank harus memiliki sebuah kantorcabang untuk beroperasi di tempat tertentu. Usaha
ini memerlukan biaya yangtidak kecil. Kemudian hal ini dipermudah dengan hanya meletakkan
mesinATM sehingga dengan adanya mesin ATM tersebut dapat hadir di berbagaitempat. Seiring
dengan perkembangan teknologi informasi, muncul teknologiinternet bankingdanphone bankingyang
dengan menggunakan teknologitersebut mulai menghilangkan batas fisik, batas ruang dan waktu.
Layananperbankan dapat di akses dari mana saja di seluruh Indonesia, dan bahkan diseluruh dunia.
2. Customer Loyality.
Nasabah, khususnya yang sering bergerak (mobile), akanmerasa lebih nyaman untuk melakukan
aktivitas perbankannya tanpa harusmembuka account di bank yang berbeda-beda di berbagai tempat.
Dia dapatmenggunakan satu bank saja.
3. Revenue and Cost Improvement.
Biaya untuk memberikan layanan perbankanmelalui internet banking dapat lebih murah dari pada
membuka kantor cabang.
4. Competitive Advantag.
Bank yang tidak memiliki mesin ATM akan sukarberkompetisi dengan bank yang memiliki banyak
mesin ATM. Demikian pulabank yang memilikiinternet bankingakan memiliki keuntungan
dibandingkandengan bank yang tidak memilikiinternet banking.Dalam waktu dekat, orangtidak ingin
membuka account di bank yang tidak memiliki fasilitasInternetbanking.
5. New Business Model. 
Internet bankingmemungkinkan adanya bisnis modelyang baru. Layanan perbankan baru dapat
diluncurkan melalui web dengancepat
Pengaplikasian TAM pada Internet Banking dapat dilihat dengan penggunaan perceived use of ease
(PEU), perceived usefulness (PU), personalization (P), computer self-efficacy (CSE), dan trust (T) pada
aspek dalam internet banking. Menurut penelitian yang dilakukan pada Bank Negara Indonesia (BNI)
oleh Wijayanti [CITATION Wij \l 14345 ], ditarik kesimpulan berupa:
 Persepsi personalisasi (P) terhadap persepsi pengguna manfaat yang diperoleh (PU),
 Keamanan & privasi pengguna Internet Banking & juga menguji pengaruh dari kemampuan
seseorang dalam menggunakan computer (CSE) terhadap persepsi pengguna manfaat yang
diperoleh (PU)
 Keamanan & privasi pengguna Internet Banking & juga menguji pengaruh dari kemampuan
seseorang dalam menggunakan computer (CSE) terhadap persepsi pengguna kemudahan dalam
penggunaan (PEU)
 Kepercayaan (T) terhadap persepsi pengguna kemudahan dalam penggunaan (PEU), Persepsi
pengguna kemudahan dalam penggunaan (PEU) terhadap persepsi pengguna manfaat yang
diperoleh (PU)
 Personalisasi (P) terhadap persepsi pengguna kemudahan dalam penggunaan
 P, CSE, T terhadap PEU membuktikan bahwa penelitian ini mendukung adanya suatu pengaruh
yang signifikan terhadap personalisasi (P) dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan antara
nasabah dalam menggunakan komputer (CSE) dan kepercayaan nasabah terhadapInternet
Banking(T) dengan persepsi kemudahan terhadap penggunaan Internet Banking(PEU). Hal ini
membuktikan bahwa nasabah akan menilaiInternet Banking mudah digunakan apabila mereka
memiliki keyakinan (P) dalam penggunaan Internet Banking.
 Kemampuan menggunakan komputer dan kepercayaan terhadapInternet Bankingtersebut tidak
signifikan terhadap persepsi kemudahan dalam penggunaanInternet Banking.
 Jadi, walaupun penggunaanInternet Bankingmudah digunakan tetapi nasabah tidak bisa
menggunakan komputer dan tidak memiliki kepercayaan terhadap layananInternet
Bankingmaka nasabah tersebut tidak akan menggunakan layanan Internet Bankingtersebut.
D. UPAYA PENGUNAAN TAM DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT INFORMASI

Salah satu teori integrasi teknologi yang cukup populer adalah technology acceptance model (TAM).
Pengembangan TAM mendeskripsikan terdapat dua faktor yang secara dominan mempengaruhi
integrasi teknologi. Faktor pertama adalah persepsi pengguna terhadap manfaat teknologi. Sedangkan
faktor kedua adalah persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan teknologi. Kedua faktor
tersebut mempengaruhi kemauan untuk memanfaatkan teknologi. Selanjutnya kemauan untuk
memanfaatkan teknologi akan mempengaruhi penggunaan teknologi yang sesungguhnya. Menurut
Sharma dan Mochtar (2005), ketersediaan teknologi bagi masyarakat mencakup “includes not just the
availability of content and applications but its affordability as well. The issue of usability is also
relevant, given that 80% of Internet content is in English.” Dari uraian tersebut, ketersediaan akses
informasi/teknologi perlu juga mempertimbangkan ketersediaan, kondisi dan kebutuhan masyarakat
setempat dalam mengakses informasi. Sebagai contoh adalah menyediakan konten di internet yang
disesuaikan dengan bahasa masyarakat setempat. Pengembangan TAM bertujuan untuk memberikan
rekomendasi upaya pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat informasi. Upaya pemberdayaan
masyarakat berupaya meningkatkan persepsi masyarakat terhadap manfaat dan kemudahan
pendayagunaan TIK.
Upaya pemberdayaan memberi landasan secara jelas dukungan media komunikasi dan pelaksanaan
pemberdayaan yang harus diambil fasilitator bilamana dihadapkan pada konteks yang berlaku di
masyarakat. Media komunikasi bertujuan agar masyarakat dapat lebih mudah menerima dan
memahami informasi dari fasilitator pemberdayaan. Dukungan media komunikasi berpengaruh dalam
menumbuhkan persepsi positif masyarakat untuk mendayagunakan TIK. Dengan kesiapan dukungan
media komunikasi maka pelaksanaan pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat informasi dapat
dimulai. Tahap pelaksanaan pemberdayaan masyarakat meliputi keseluruhan aktivitas yang
dilaksanakan fasilitator bersama masyarakat. Meningkatnya persepsi masyarakat terhadap
pendayagunaan TIK diharapkan dapat berimplikasi mereduksi kesenjangan digital dan mewujudkan
masyarakat yang berdaya terhadap informasi. Masyarakat informasi akan memiliki kesadaran dan
kebutuhan terhadap informasi sebagai sumber kekuatan.
Pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat informasi adalah upaya untuk memberi keperdayaan
bagi masyarakat yang diarahkan dalam membentuk masyarakat informasi. Menurut Polyviou (2007, h.
3), masyarakat informasi adalah “a society characterised by a high level of information intensity in the
everyday of most of its citizens, in most organizations and workplaces; by the use of common or
compatible technology for a wide range of personal, social, educational, and business activities and by
the ability to transmit and receive digital data rapidly between places irrespective of distance.” Dari
uraian ini diketahui bahwa masyarakat informasi merupakan masyarakat yang menggunakan TIK untuk
mencukupi intensitas kebutuhannya yang tinggi akan informasi. Masyarakat informasi memiliki
kesadaran dan kebutuhan terhadap informasi sebagai sumber kekuatan. Masyarakat informasi akan
menggunakan informasi untuk terlibat dalam proses pembangunan yaitu mengambil keputusan yang
baik bagi dirinya sendiri, bertindak secara kritis dalam upaya memperbaiki keadaan dan mengatasi
masalahnya sendiri, mampu terlibat dalam proses-proses sosial dan politik termasuk dalam proses
pengambilan keputusan publik yang dilakukan komunitasnya (Kadiman, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diterapkan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki persepsi pengguna. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki persepsi
pengguna, yaitu (Wijaya, 2006).:
- Upaya membangun persepsi positif terhadap manfaat teknologi. Upaya membangun persepsi
positif terhadap manfaat teknologi adalah sebagai berikut:
 Jika teknologi baru merupakan upgrade dari cara tradisional/teknologi lama maka dilakukan
upaya penjelasan bahwa cara tradisional/teknologi lama sudah tidak dapat
memenuhi/mempercepat pencapaian kebutuhan. Selanjutnya dilakukan penjelasan tentang
posisi dan manfaat teknologi baru yang sebaiknya dilengkapi dengan demonstrasi teknologi.
 Jika teknologi baru merupakan teknologi yang pertama kali akan diadopsi maka perlu upaya
penjelasan akan manfaat teknologi baru ke pengguna. Perlu dilengkapi dengan demonstrasi.
- Upaya membangun persepsi positif pengguna terhadap kemudahan penggunaan teknologi.
Upaya kedua adalah untuk membangun persepsi positif pengguna terhadap kemudahan
penggunaan teknologi. Upaya ini merupakan upaya yang penting karena kegagalan
pengembangan persepsi positif terhadap kemudahan penggunaan teknologi akan mempengaruhi
integrasi teknologi. Upaya yang perlu dilakukan harus memperhatikan faktor penyebab dari
persepsi kemudahan penggunaan teknologi.
o Faktor pertama yang berpusat pada teknologi itu sendiri biasanya disebabkan oleh
pengalaman dalam menggunakan teknologi. Antara lain pengguna merasa kesulitan
menggunakan teknologi jenis tersebut. Upaya yang dilakukan dapat dengan
menyediakan teknologi yang user friendly dan pelatihan penggunaan yang intensif.
Selain itu juga dengan menghadirkan teknologi tersebut kepada pengguna berdasarkan
model aplikasi yang telah dipahami oleh pengguna. Contoh paling mudah adalah
menghadirkan komputer dengan fasilitas aplikasi yang dilengkapi game dan pengguna
dibiarkan berinteraksi dengan komputer tersebut sampai batas waktu tertentu sampai
pengguna merasa familiar dengan komputer.
o Faktor penyebab kedua yaitu reputasi teknologi yang kurang baik didengar oleh
pengguna. Upaya yang dapat dilakukan adalah menghadirkan teknologi ke pengguna
dan memperbolehkan pengguna untuk berinteraksi dengan teknologi tersebut. Dengan
catatan bahwa kekurangan yang didapatkan pengguna setiap saat langsung dilakukan
langkah koreksi.
o Faktor penyebab ketiga yaitu mekanisme support. Solusi dari masalah ini adalah dengan
menyediakan team support yang dapat membantu setiap saat serta menyediakan
panduan penggunaan yang dapat diakses setiap saat dan memenuhi kebutuhan
pengguna.
Upaya pemberdayaan yang dapat dilakukan fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat menuju
masyarakat informasi dapat dikelompokkan menjadi 2 upaya besar yaitu: upaya untuk membangun
persepsi positif terhadap manfaat TIK dan upaya untuk membangun persepsi positif terhadap
kemudahan/kesenangan menggunakan TIK.
- Upaya membangun persepsi positif masyarakat terhadap manfaat TIK terdiri dari upayaupaya
sebagai berikut:
o Merubah paradigma maupun pola pikir masyarakat di era globalisasi ini yang bermuara
pada tingginya nilai sebuah informasi sebagai sebuah faktor produksi penting maupun
bahan baku dari pengetahuan yang berkualitas.
o Membawa masyarakat dengan kesadaran penuh untuk menggunakan TIK karena
kemampuannya untuk memuaskan informasi yang menjadi kebutuhan masyarakat.
o Jika teknologi baru merupakan upgrade dari cara tradisional/teknologi lama maka
melakukan upaya penjelasan bahwa cara tradisional/teknologi lama sudah tidak dapat
memenuhi/mempercepat pencapaian kebutuhan. Selanjutnya dilakukan penjelasan
tentang posisi dan manfaat teknologi baru yang sebaiknya dilengkapi dengan
demonstrasi teknologi.
o Jika teknologi baru merupakan teknologi yang pertama kali akan diadopsi maka perlu
upaya menjelaskan akan manfaat teknologi baru ke pengguna dan melengkapi dengan
demonstrasi.
Upaya membangun persepsi positif masyarakat terhadap kemudahan dan kesenangan dalam
penggunaan TIK, terdiri dari upaya-upaya sebagai berikut:
- Jika masyarakat merasa kesulitan menggunakan TIK maka perlu upaya pelatihan penggunaan
TIK yang intensif dan menghadirkan TIK berdasarkan model aplikasi yang telah dipahami oleh
pengguna. Contoh paling mudah adalah menghadirkan komputer dengan fasilitas aplikasi yang
dilengkapi game dan masyarakat dibiarkan berinteraksi dengan komputer tersebut sampai batas
waktu tertentu sampai pengguna merasa familiar dengan komputer.
- Jika masyarakat merasa reputasi TIK kurang baik maka perlu upaya menghadirkan TIK ke
masyarakat dan memperbolehkan pengguna untuk berinteraksi dengan TIK tersebut.
- Jika masyarakat merasa kurangnya mekanisme dukungan dan layanan maka perlu upaya
menyediakan team support yang dapat membantu setiap saat serta menyediakan layanan TIK
Dengan TAM, para agen pemberdayaan dapat mengerti persepsi masyarakat akan kegunaan teknologi
pada kehidupan sehari-hari, serta value-value penting yand harus diterapkan pada teknologi sistem
yang ada agar masyarakat dapat mengerti betapa pentingnya teknologi di era digital sekarang agar
mereka dapat menjadi masyarakat informasi yang bermutu, maju dan modern.
Setelah melakukan kajian konsep dasar, tahapan pengembangan, dan melakukan pengamatan
implementasi pengembangan technology acceptance model (TAM) dalam rangka pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat informasi, upaya pemberdayaan memberi landasan
secara jelas dukungan media komunikasi dan pelaksanaan pemberdayaan. Upaya pemberdayaan yang
dapat dilakukan fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat informasi dapat
dikelompokkan menjadi 2 upaya besar yaitu: upaya untuk membangun persepsi positif terhadap
manfaat TIK dan upaya untuk membangun persepsi positif terhadap kemudahan/kesenangan
menggunakan TIK.
Pembahasan di atas, konsep, aplikasi dan pengembangan adopsi teknologi model dan teori berdasarkan
tinjauan pustaka mencakup pandangan dan interpretasi yang berbeda.Tinjauan literatur berbagi
perbedaan model adopsi teknologi dan teori wawasan teoretis yang berbeda, masalah penelitian,
variabel, dan pengukuran. Pengembangan kerangka kerja penelitian teoritis baru akan tergantung pada
sejumlah faktor tetapi tidak terbatas pada berikut ini: masalah dan tujuan penelitian, analisis
kesenjangan, target pasar (pengguna atau pengembang, dll), tujuan organisasi dan pemahaman model
adopsi teknologi dan teori berdasarkan bahan yang tersedia dan lainnya. Pemahaman seperti itu sangat
penting untuk memungkinkan pihak yang berkepentingan (e, g: siswa, akademisi, peneliti, pemerintah,
organisasi) untuk berhubungan dengan kedua teori dan aspek praktis dari model dan teori adopsi
teknologi. Ini ulasan akan menjelaskan beberapa aplikasi ringan dan potensial untuk aplikasi teknologi
di masa depan peneliti untuk membuat konsep, membedakan dan memahami model teknologi yang
mendasarinya dan teori-teori yang dapat memengaruhi aplikasi adopsi teknologi sebelumnya, saat ini
dan masa depan.
The Technology Acceptance Model [TAM] memang model yang sangat populer untuk menjelaskan
dan memprediksi penggunaan sistem. Sampai saat ini, telah ada sejumlah studi impresif pada TAM,
tetapi sementara beberapa hasil konfirmasi telah diperoleh, ada skeptisisme yang dibagikan di antara
beberapa peneliti mengenai aplikasi dan akurasi teoretis dari model. Akibatnya, tergoda untuk
menyimpulkan bahwa penelitian tentang TAM mungkin telah mencapai tingkat kejenuhan, sehingga
penelitian di masa depan akan fokus dalam mengembangkan model baru yang akan mengeksploitasi
kekuatan model TAM sambil membuang elemahannya.
DAFTAR PUSTAKA
 E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 7, No. 8, 2018: 4124-4152

 Jurnal Dinamika Akuntansi Vol. 2, No. 2, September 2010, 92-102 ISSN 2085-4277
http://journal.unnes.ac.id/index.php/jda

 OverviewoftheTechnologyAcceptanceModel:Origins,DevelopmentsandFutureDirectionsISSN
1535-6078

 International Journal of Advance Research in Computer Science and Management Studies


Volume 1, Issue 6, November 2013 pg.144-148

 Khairani Ratnasari Siregar, Kajian Mengenai Penerimaan Teknologi dan InformasiRekayasa,


Volume 4, Nomor 1, April 2011

 Fatmasari, Muhamad Ariandi, PENERAPAN METODE TECHNOLOGY ACCEPTANCE


MODEL (TAM) TERHADAP PENERIMAAN KRS ONLINE, Jurnal Imiah MATRIK Vol.16.
No.2, Agustus 2014:135 -144

 Wijayanti, Ratih., ANALISIS TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) TERHADAP


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN NASABAH TERHADAP
LAYANAN INTERNET BANKING, Jurnal Akuntasi Universitas Gunadarma, 2009

 Davis, F.D., 1989. Perceived usefulness, perceived ease of use, and user acceptance of
information technology. MS Quarterly(online), Vol. 13. Iss. 3, pg. 318. (2005, 20 Juli).

 Davis, F.D., Bagozzi, R.P., and Washaw, P.R., 1989. User acceptance of computer technology:
A comparison of two theoretical models. Management Science (online), Vol. 35 Iss. 8, pg.982
(2005, 20 Juli)

 Simanjutak, Olivier Samuel. PENGEMBANGAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL


(TAM) SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MENUJU
MASYARAKAT INFORMASI. TELEMATIKA Vol. 8, No. 1, JULI 2011 : 25 – 32

Anda mungkin juga menyukai