Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam upaya memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari,
diperlukan penggunaan penalaran matematis dalam proses penarikan kesimpulan
atas masalah yang dihadapi. Penarikan kesimpulan dan proses membuat suatu
pernyataan baru yang benar haruslah didasarkan pada beberapa pernyataan yang
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Dalam proses
benalar Matematis ini siswa harus beralasan yang logis dalam setiap penarikan
kesimpulan dan membuat pernyataan baru, sehingga keterampilan bernalar
Matematis siswa sangat perlu untuk ditingkatkan dan dilatih melalui belajar
Matematika. Dapat dibayangkan bagaimana keterampilan berpikir siswa bila
dalam belajar matematika tidak menyertakan proses bernalar. Dikhawatirkan
siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep sehingga akan terjadi
miskonsepsi yang selanjutnya akan menyebabkan suatu kegagalan dalam proses
pemecahan masalah. Kesulitan yang dialami siswa disebabkan karena siswa
terlalu menekankan proses pemahaman konsep pada hapalan saja tanpa
menggunakan proses bernalar.
Proses bernalar Matematis sangat penting dikembangkan melalui belajar
Matematika terutama dalam upaya mengembangkan keterampilan berpikir siswa.
Prabawa (2010) menjelaskan bahwa di era teknologi dan perdagangan bebas,
kemampuan bernalar Matematis menjadi hal yang akan sangat menentukan
keberhasilan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi, sehingga penalaran
Matematis menjadi satu hal penting yang harus terus dikembangkan selama proses
pembelajaran.

Perbaikan hasil pembelajaran matematika perlu dilakukan melalui perbaikan


kondisi yang mendukung peningkatan kecerdasan/kemampuan peserta didik,
perubahan sikap siswa terhadap matematika serta kemampuan dan kemauan guru
dalam mengubah paradigma pendidikan. Tujuan pembelajaran matematika harus

1
dipahami dengan baik oleh guru sebagai agar proses pembelajaran sesuai dengan
apa yang diharapkan. Selanjutnya NCTM (2000) menyatakan bahwa standar
proses pembelajaran matematika terdiri (1) kemampuan pemecahan masalah
(problem solving); (2) kemampuan berargumentasi (reasonning); (3) Kemampuan
berkomunikasi (communication); (4) Kemampuan membuat koneksi (connection)
dan (5) Kemampuan representasi (representation)”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu penalaran matematika?
2. Bagaimana cara mengetahui kemampuan penalaran matematika peserta
didik?

1.3 Tujuan Penulisan

Bertitik tolak dari permasalahan di atas, yang menjadi tujuan penulisan ini
adalah untuk mengetahui kemampuan matematika apa saja yang harus dimiliki
oleh peserta didik di masa sekarang dan masa yang akan datang, khususnya
kemampuan “ Penalaran Matematika” demi tercapainya tujuan pembelajaran
matematika.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penalaran Matematika
Istilah penalaran atau Reasoning dijelaskan (dalam Ilmiah, 2010: 11)
sebagai berikut: “reasoning is a special kind of thinking in which inference takes
place, in which conclusions are drawn from premises”. Dari pernyataan tersebut
dapat kita artikan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir untuk menarik
kesimpulan berdasarkan fakta (premis) yang telah dianggap benar.

Menurut Keraf (Shadiq, 2004: 4), penalaran adalah proses berpikir yang berusaha
menghubunghubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju
kepada suatu kesimpulan. Penalaran memerlukan landasan logika. Penalaran
dalam logika bukan suatu proses mengingat-ingat, menghafal ataupun
mengkhayal tetapi merupakan rangkaian proses mencari keterangan lain
sebelumnya.

Penalaran matematika adalah salah satu proses berfikir yang dilakukan


dengan cara menarik suatu kesimpulan dimana kesimpulan tersebut merupakan
kesimpulan yang sudah valid atau dapat dipertanggung jawabkan
(Nurahman:2011). Penalaran matematika merupakan hal yang sangat penting
untuk mengetahui dan mengerjakan permasalahan matematika. Fondasi dari
matematika adalah penalaran (reasoning). Ross (dalam Lithner, 2000) menyatakan
bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah
mengajarkan kepada siswa penalaran logika (logical reasoning). Menurut kami
logika adalah argumen-argumen, yang mempelajari metode-metode dan prinsip-
prinsip untuk menunjukkan keabsahan (sah atau tidaknya) suatu argumen,
khususnya yang dikembangkan melalui penggunaan metode-metode matematika
dan simbol-simbol matematika dengan tujuan untuk menghindari makna ganda
dari bahasa yang biasa kita gunakan sehari-hari. Bila kemampuan bernalar tidak
dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi
materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa
mengetahui maknanya. Banyak penelitian yang dilakukan para psikolog dan

3
pendidik berkaitan dengan penalaran. Penalaran yang mula-mula dikenalkan oleh
Aristotles adalah penalaran silogisme yang idenya muncul ketika orang ingin
mengetahui “apa yang terjadi dibenak” dalam memecahkan masalah yang memuat
logika. Lebih dari 2000 tahun yang lalu Aristotles mengenalkan suatu sistem
penalaran atau validasi argumen yang disebut silogisme. Silogisme memuat tiga
urutan argumen: sebuah premis utama (a major premise); sebuah premis minor (a
minor premise); dan sebuah kesimpulan (a conclusion). Suatu kesimpulan yang
dicapai berdasarkan penalaran silogisme dinilai “benar” atau “valid”, jika premis-
premisnya merupakan pernyataan yang benar dan disusun dalam bentuk yang
benar.
Aplikasi penalaran sering ditemukan meskipun tidak secara formal disebut
belajar bernalar. Beberapa contohnya adalah:

 Untuk menentukan hasil 7 + 8, berdasarkan pengetahuan yang sudah


dimiliki siswa yaitu 7 + 7 =14,maka siswa diharapkan dapat menyimpulkan
bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 14 + 1 atau sama dengan 15
 Untuk menentukan hasil dari 6 x 7, berdasar pengetahuan yang sudah
dimiliki para siswa yaitu 5 x 7 = 35, maka para siswa diharapkan dapat
menyimpulkan 6 x 7 = 35 + 7 = 42
 Jika besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 60o dan 100o maka sudut
yang ketiga adalah 180o - ( 100o + 60o) = 20o. hal ini didasarkan pada teori
matematika yang menyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu
segitiga adalah 180o.
 Jika (x – 1) (x + 10) = 0 maka x = 1 dan x = -10

Sejalan dengan contoh-contoh diatas, telah terjadi proses penarikan


kesimpulan dari beberapa fakta yang telah diketahui siswa, seperti yang
dikemukakan oleh (Shadiq, 2004) penalaran (jalan pikiran atau reasoning)
merupakan “Proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta
atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan”.
Menurut kami proses berfikir dalam penalaran itu selalu dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari guna mendapat kesimpulan yang dapat dipertangggung

4
jawabkan. Sebagai contoh, dari persamaan kuadrat 𝑥 2 + 9𝑥 − 10 = 0 yang
diketahui, dapat disimpulkan ataupun dibuat pernyataan lain bahwa x = 1 atau x =
-10. Dari pengetahuan tentang besar dua sudut suatu segitiga yaitu 60o dan 100o
maka dapat disimpulkan ataupun dibuat pernyataan lain bahwa besar sudut ketiga
pada segitiga itu adalah 20o. Pada intinya, penalaran merupakan suatu kegiatan,
suatu proses atau aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat
pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.

Untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa, perlu


diketahui tingkatan kemampuan berpikir matematika. Shefer dan Foster (1997)
mengajukan tiga tingkatan kemampuan berpikir matematika, yaitu tingkatan
reproduksi, tingkatan koneksi, dan tingkatan analisis. Masing-masing tingkatan
terdiri atas komponen-komponen sebagai indikatornya, yaitu sebagai berikut:

Tingkatan I Reproduksi
 Mengetahui fakta dasar
 Menerapkan algoritma standar
 Mengembangkan keterampilan teknis
Tingkatan II Koneksi
 Mengintegrasikan informasi
 Membuat koneksi dalam dan antar domain matematika
 Menetapkan rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah
 Memecahkan masalah tidak rutin
Tingkatan III Analisis
 Matematisasi situasi
 Melakukan analisis
 Melakukan interpretasi
 Mengembangkan model dan strategi baru
 Mengembangkan argumen matematik
 Membuat generalisasi.

5
Menurut kami tingkatan kemampuan matematika di atas dapat digunakan
selain untuk mengevaluasi penekanan proses pembelajaran yang selama ini
dilakukan, juga menyusun instrumen (soal tes) yang dimaksudkan untuk
mengetahui tingkatan kemampuan matematika siswa. Setelah kita dapat
mengidentifikan tingkat kemampuan siswa, maka upaya-upaya meningkatkan
kemampuan berpikir matematik dapat dilakukan dengan berpedoman pada
komponen kemampuan pada tingkatan berikutnya.
Depdiknas(2002:6) menyatakan bahwa “ Materi matematika dan penalaran
matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi
matematika dipahami melalui penalaran matematika dan penalaran matematika
dipahami melalui belajar matematika “ Menurut kami memang materi itu harus
dipahami dengan penalaran matematika akan tetapi tidak semua materi harus
dihubungkan dengan penalaran matematika, selanjutnya penalaran matematika
dipahami melalui proses belajar memgajar dengan mengaitkan materi dengan
kehidupan sehari-hari.
Pola pikir yang dikembangkan dengan penalaran matematika adalah
melibatkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis serta kreatif, kemampuan dan
keterampilan bernalar dibutuhkan para siswa ketika mempelajari matematika
maupun dalam interaksi pada masyarakat langsung
Penalaran matematika memiliki peran yang amat penting dalam proses
berpikir seseorang. Penalaran matematika meliputi mengumpulkan bukti-bukti,
membuat konjektur-konjektur, menetapkan generalisasi-generalisasi, membangun
argumen-argumen, dan menentukan (dan validasi) kesimpulan-kesimpulan logis
berdasar ide-ide dan hubungan-hubungannya. Untuk mencapai daya matematika
berbagai mode penalaran matematika dilibatkan misalnya induktif (inductive),
deduktif (deducttive), bersyarat (conditional), perbandingan (proporsional), grafik
(graphical), keruangan (spatial) dan penalaran abstrak (abstract reasoning).
Untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai konteks dan disiplin
ilmu (NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb, 1999). Penalaran Matematika
yang mencakup kemampuan untuk berpikir secara logis dan sistematis
merupakan ranah kognitif matematik yang paling tinggi. Sumarno (2002)

6
memberikan indikator kemampuan yang termasuk pada kemampuan penalaran
matematika, yaitu sebagai berikut:

 Membuat analogi dan generalisi


 Memberikan penjelasan dengan menggunakan model
 Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika
 Menyusun dan menguji konjektur
 Memeriksa validitas argumen
 Menyusun pembuktian langsung
 Menyusun pembuktian tidak langsung
 Memberikan contoh penyangkal
 Mengikuti aturan enferensi
Menurut kami indikator diatas sangat membantu untuk meningkatkan kemampuan
penalaran peserta didik karena memilki alur yang membantu guru dalam
menyusun strategi belajar untuk siswa.
Di bawah ini akan diberikan contoh masalah dalam matematika yang
menuntut kemampuan penalaran matematika.
2.2 Masalah-Masalah Penalaran Matematika
a. Membuat Analogi dan generalisasi
Contoh : Tentukan nilai dari
1 1 1 1
A=    ... 
1x 2 2 x3 3x 4 2009 x 2010
Jawab:
1
Suku ke-k dari deret itu adalah
k (k  1)
1 1 1
Sekarang perhatikan bahwa :  
k (k  1) k k  1
Dengan demilian nilai A adalah :
1 1   1 1   1 1   1 1   1 1 
A =             ...      
1 2   2 3   3 4   2008 2009   2009 2010 
1 2009
= 1 
2010 2010

7
b. Memberi Penjelasan dengan Menggunakan Model
Contoh:
Panjang jalan tol Bogor – Jakarta 60 km. Pada pukul 12.00 mobil A
berangkat daripintu tol Bogor menuju Jakarta dengan kecepatan rata-rata 80
km/jam. Pada saat yang sama mobil B berangkat dari pintu tol Jakarta menuju
Bogor dengan kecepatan rata - rata 70 km/jam. Kedua mobil tersebut akan
berpapasan pada pukul . . . .

Jawab
Model dari masalah di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Bogor 60 km Jakarta

V0=80 km/jam P

V0=70
km/jam

x (60 – x) km

Misalkan di titik P mobil A dan mobil B berpapasan, maka


S A SB
t A  tB  
VA VB

x (60  x)
 
80 70
 x  32km

Sehingga tA = 32/80 = 2/5 jam = 24 menit


Dengan demikian, mobil A dan mobil B berpapasan pada pukul 12.24

c. Menggunakan Pola untuk Menganalisis Situasi Matematik

8
Contoh:
Ucok bermain menyusun batang-batang korek api seperti tampak pada
gambar di bawah ini. Apabila susunan batang korek api yang dibuat Ucok
dilanjutkan, tentukan banyak batang korek api yang diperlukan untuk membuat
susunan ke-20.

Masalah1: Berapa banyaknya cara memilih bilangan 15 dengan penjumlahan


angka 1 atau 2 yang memperhatikan urutan. Sebagai contoh untuk 4 ada 5 cara,
yaitu : 1 + 1 + 1 + 1; 1 + 1 + 2; 1 + 2 + 1; 2 + 1 + 1 dan 2 + 2
Masalah 2: Pada gambar-gambar di bawah ini: “Gambar berikutnya diperoleh
dengan menambah gambar segitiga sama sisi berarsir yang ukuran sisinya
setengah dari masing-masing segitiga tak berarsir yang tersisa pada gambar
selanjutnya”. Apabila luas daerah segitiga sama sisi pada gambar 1 adalah 1
satuan, tentukan luas keseluruhan segitiga berarsir pada gambar ke-5

9
d. Menyusun dan Menguji Konjektur
Contoh :
Misalkan A = 1 1 . . . 1 dan B = 10 0...0 5
 
2008angka 2009angka

Perlihatkan bahwa AB + 1 merupakan bilangan bentuk kuadrat


Jawab :
Proses Induktif :
A=1 dan B = 15 maka AB + 1 = 16 = 42
A =11 dan B = 105 maka AB + 1= 1156 = 342
A =111 dan B = 1005 maka AB + 1 = 111556 = 3342
Konjektur :
A = 11 . . . 1 dan B = 10 0...0 5
 
2008 angka 2009angka

AB + 1 = 3 3 . . . 3 4 

2007angka

Bukti konjektur
Perhatikan kasus A = 111 dan B = 1005 maka AB + 1 = 111556 = 3342
3342 = (333 + 1)2
= [3(111) + 1]2
= 111 [9(111) + 6] + 1
= 111 . 1005 + 1
= AB + 1
Dengan proses mundur dengan mudah dapat ditunjukkan masalah itu.
AB + 1 = 1 1 . . . 1 x 1 0 0 . . . 0 5 + 1
 
2008 angka 2009angka

   
 
= 1 1 . . . 1 9 1 1 . . . 1  6  1

     
2008 angka   2008 angka  

  
2
 
   
= 9 1 1 . . . 1  6 1 1 . . . 1  1
      
  2008angka   2008angka 

10
2
   
= 3 1 1 . . . 1  1
      
  2008angka  
= 3 3 . . . 3 4 

2008angka

Masalah : Susun suatu konjektur untuk menunjukkan bahwa bilangan


11 . . . 1 2 2 . . . 25
   
2007 angka 2008 angka

merupakan bentuk kuadrat

e. Memeriksa Validitas Argumen


Contoh 1: Periksa setiap langkah di bawah ini
Misalkan a=b
Kalikan dengan a a2 = ab
Kurangkan dengan b2 a2 – b2 = ab – b2
Faktorkan (a + b)(a – b) = b(a – b)
Bagi dengan a – b a+b=b
Substitusi untuk a 2b = b
Bagi dengan b 2=1
Contoh 2: Periksa setiap langkah di bawah ini:
(1)   1
1 1

1 1

1 1

1 1
1 1   1   1
1 = -1
f. Melakukan Pembuktian Secara Langsung
Contoh : Misalkan a bilangan ganjil. Tunjukkan bahwa a2 bilangan ganjil.
Bukti:
a bilangan ganjil  a = 2k + 1 , k bilangan bulat

11
a2 = (2k + 1)2 = 4k2 + 4k + 1 = 2(2k2 + k) + 1
Dengan demikian, a2 = 2p dengan p = 2k2 + k
Ini artinya, a2 merupakan bilangan ganjil.
Masalah : Perhatikan persegi di bawah ini:

S
1 cm
P R

1 cm
1 cm 3 cm

Tunjukkan bahwa segiempat PQRS merupakan persegi, kemudian tentukan luas


daerahnya.

g. Melakukan Pembuktian Tidak Langsung

Contoh : Buktikan bahwa 2 merupakan bilangan rasional


Bukti

Andaikan 2 meruapakan bilangan raisonal, maka 2 dapat dituliskan dengan


a
2 , a dan b bilangan bulat yang tidak memiliki faktor persekutuan. Dengan
b

a2
demikian, 2   a 2  2b 2  a 2 bilangan genap  a bilangan genap .
b2
Misalkan a = 2p dengan p bilangan bulat. Maka a2 = (2p)2 = 4p2  4p2 = 2b2  b2
= 2p2  b bilangan genap Dengan demikian, a dan b merupakan bilangan genap.
Ini menunjukkan bahwa a dan b memiliki faktor persekutuan 2. Hal ini

kontradiksi dengan asumsi awal. Jadi, 2 bukan bilangan rasional.

12
2.3 Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif
Penalaran dalam matematika terbagi dua yaitu penalaran induktif dan
penalaran deduktif. Dalam belajar matematika memerlukan penalaran induktif
dan deduktif. Penalaran induktif digunakan bila dari kebenaran suatu kasus
khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk semua kasus. Penalaran
deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi logika yang
digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan bentuknya
(format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses penarikan
kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut penalaran deduktif.

1. Penalaran induktif

Penalaran induktif menurut Shurter dan Pierce (dalam Shofiah, 2007 : 14)
penalaran induktif adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat umum dari
kasus-kasus yang bersifat khusus. Lalu menurut Suriasumantri (dalam Shofiah,
2007 :15) penalaran induktif adalah suatu proses berpikir yang berupa penarikan
kesimpulan yang umum atau dasar pengetahuan tentang hal-hal yang khusus.
Artinya,dari fakta-fakta yang ada dapat ditarik suatu kesimpulan. Menurut kami
Kesimpulan umum yang diperoleh melalui suatu penalaran induktif ini bukan
merupakan bukti. Hal tersebut dikarenakan aturan umum yang diperoleh dari
pemeriksaan beberapa contoh khusus yang benar, belum tentu berlaku untuk
semua kasus. Aspek dari penalaran induktif adalah analogi dan generalisasi.
Menurut Jacob (dalam Shofiah, 2007 :15), hal ini berdasarkan bahwa penalaran
induktif terbagi menjadi dua macam, yaitu generalisasi dan analogi.

 Analogi adalah proses penyimpulan berdasarkan kesamaan data atau fakta.


Analogi dapat juga dikatakan sebagai proses membandingkan dari dua hal
yang berlainan berdasarkan kesamaannya, kemudian berdasarkan
kesamaannya itu ditarik suatu kesimpulan.
 Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau
sebagian besar gejala yang diminati generalisasi mencakup ciri – ciri

13
esensial, bukan rincian. Dalam pengembangan karangan, generalisasi
dibuktikan dengan fakta, contoh, data statistik, dan lain-lain.

Contoh penalaran induktif

Premis 1 : Kuda Sumba punya sebuah jantung


Premis 2 : Kuda Australia punya sebuah jantung
Premis 3 : Kuda Amerika punya sebuah jantung
Premis 4 : Kuda Inggris punya sebuah jantung
Konklusi : Setiap kuda punya sebuah jantung

Contoh lain penalaran induktif tunjukkan bahwa jumlah besar sudut-sudut


segitiga adalah 180o. Jika penyelesaiaannya secara penalaran induktif, maka
caranya sebagai berikut

Siswa diminta untuk:

 membuat model segitiga sembarang dari kertas,


 menggunting sudut-sudut segitiga tersebut,
 menghimpitkan potongan sudut-sudut yang telah dipotong

Dari setiap siswa yang melakukan dengan benar kegiatan tersebut akan
mendapatkan hasil yang sama yaitu ketiga sudut segitiga tersebut jika dihimpitkan
akan membentuk satu garis lurus yang menurut pengetahuan yang sudah dipelajari
sebelumnya bahwa besarnya 1800. Kasus tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk diagram sebagai berikut:

14
Jumlah besar sudut segitiga ke-1 = 1800

Jumlah besar sudut segitiga ke-2 = 1800 Jadi, jumlah besar


sudut setiap
segitiga adalah
Jumlah besar sudut segitiga ke-3 = 1800
1800

Jumlah besar sudut segitiga ke-n = 1800

Pernyataan bahwa jumlah besar sudut setiap segitiga adalah 180 o tersebut
terkategorikan bernilai benar, karena tidak ada satupun segitiga yang jumlah besar
sudut-sudutnya bukan 180o.

2. Penalaran deduktif

Penalaran deduktif Menurut Shurter dan Pierce (dalam Shofiah, 2007 :


14) Penalaran deduktif adalah cara menarik kesimpulan khusus dari hal-hal yang
bersifat umum. Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik
kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-
fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Menurut kami
Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal
umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses
pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau
hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit. Contoh : Masyarakat Indonesia
konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan
(khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang
menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status
social.

Contoh lain penalaran deduktif

Pernyataan generalisasi:

15
Pernyataan khusus:

Kesimpulan:

Cara lain untuk membuktikan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu


segitiga secara deduktif yakni dengan melibatkan teori atau rumus matematika
lainnya yang sebelumnya sudah dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga,
yaitu: “Jika dua garis sejajar dipotong garis lain, maka sudut-sudut dalam
bersebrangan adalah sama,”, seperti yang ditunjukkan gambar berikut
n

A
1 2
1 2 m
B

k
Pada gambar di atas ∠A1 = ∠B2 dan ∠A2 = ∠B1 karena garis m dan n
merupakan dua garis sejajar dan dipotong garis ketiga, sehingga sudut-sudut
dalam berseberangan akan sama besar, yaitu ∠A1 = ∠B2 dan ∠A2 = ∠B1.
Perhatikan ABC di bawah ini, dimana melalui titik C telah dibuat garis m yang
sejajar dengan garis n, sehingga sudut-sudut dalam berseberangan akan sama
besar, yaitu ∠A1 = ∠C1 dan ∠B3 = ∠C3

Dengan demikian berdasarkan gambar di samping,


p q
∠A1 = ∠C1 C m
1 3
∠B3 = ∠C3 2

∠C2 = ∠C2

∠A1+∠B3+∠C2 = ∠C1+∠C3+∠C2 1 n
3
A B

16
Karena ∠C1+∠C3+∠C2 = 1800, maka:

∠A1+∠B3+∠C2 = ∠A+∠B+∠C = 1800


Contoh di atas menunjukkan bahwa pada penalaran deduktif, suatu rumus,
teorema, atau dalil tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800,
telah dibuktikan dengan menggunakan teori atau rumus sebelumnya yang sudah
dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga. Sedangkan teori maupun rumus
matematika yang digunakan sebagai dasar pembuktian tersebut telah dibuktikan
berdasarkan teori maupun rumus matematika sebelumnya lagi. Begitu seterusnya.
Disamping itu, pembuktian tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah
180o telah melibatkan atau menggunakan definisi yang sudah ditetapkan
sebelumnya, seperti pengertian sudut lurus besarnya 180o. prosesnya dapat
digambarkan dengan diagram berikut:

Jumlah besar sudut suatu segitiga


adalah 180o Pengertian lain

Jika dua garis sejajar dipotong garis


lain maka sudut-sudut dalam Sudut lurus besarnya 180o
bersebrangan sama besar

Pengertian atau definisi


Dalil atau teorema lainnya

Pengertian atau definisi lainnya


Dalil atau teorema lainnya lagi

Aksioma Pengertian pangkal

Beberapa cara pembuktian deduktif dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Pembuktian langsung
a. Aturan dasar (p q) ^ p q disebut modus ponendo ponens
merupakan tautology atau ditulis

17
Hipotesis (1) p q
Hipotesis (2) p
Kesimpulan q
Misalnnya, telah diketahui bahwa segitiga sama kaki, maka kedua sudut
alasnya kongruen. Bila diketahui pula bahwa segitiga itu samakaki, maka dapat
disimpulkan bahwa kedua sudut alasnya kongruen.
Penjelasan logikanya sebagai berikut.
Suatu teorema menyatakan “Jika suatu segitiga itu sama kaki (p) maka
kedua sudut alasnya kongruen (q).
Simbol logikanya
Hipotesis (1) p q sebagai teorema
Hipotesis (2) p sebagai diketahui
Kesimpulan q yang menyatakan bahwa kedua sudut alasnya segitiga samakaki
kongruen.
b. Implikasi transitif (p q) ^ (q r) merupakan tautology atau ditulis:

Hipotesis (1) p q

Hipotesis (2) q r

Misalnya dibuktikan bahwa di dalam himpunan bilangan cacah,


kuadrat bilangan ganjil adalah ganjil

Simbol logikannya: untuk x {𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ}, (∀𝑥) (𝑥 𝑔𝑎𝑛𝑗𝑖𝑙 x2


ganjil). Proses pembuktiannya adalah sebagai berikut:

Hipotesis (1): x ganjil ada n bilangan cacah sehingga

x = 2n + 1

Hipotesis (2) x = 2n +1 x2 = (2n+1)2

= 2(2n2+ 2n) + 1 adalah ganjil

Kesimpulan: x ganjil x2 ganjil

2. Pembuktian tidak langsung

18
a. Ada kalanya kita sulit membuktikan p q secara langsung. Dalam
keadaan demikian kita dapat membuktikan kontra positifnya, yaitu
membutikan kontra positifnya, yaitu membuktikan kebenaran –q -p

sebab kedua pernyataan tersebut ekuivalen atau (p q) (-q -p)


merupakan tautology
Misalnya, harus membuktikan proposisi berikut. Jika hasil kali dua
bilangan asla a dan b ganjil (p), maka kedua bilangan tersebut ganjil
(q) yang disimbolkan p q
Untuk membuktikan proposisi tersebut, kita dapat membuktikan kontra
positifnya yang berbunyi “Jika bilangan asli a dan b kedua-duannya
tidak ganjil (-q) maka a.b tidak ganjil (-p) yang disimbolkan (-q -p).
Andaikata salah satu dari a atau b tidak ganjil (yang berarti genap), n
bilangan asli.
a = 2n a.b = (2n)b
= 2(nb) genap (tidak ganjil)
Pembuktian dengan kontra postitif ini juga dapat diubah menjadi (p

q) ^ -q -p merupakan tautologi yang disebut modus tollendo tollens.


b. Bila kita ingin membuktikan proposisi p, maka kita pandang negasinya
p ialah -p. kita harus membuktikan, dengan –p terjadi kontradiksi,
misalnya q ^ -q salah maka pemisalan –p menjadi salah. Dengan
demikian –(-p) menjadi benar atau karena –(-p) p maka p benar.

Dengan perkataan lain, kita tunjukkan bahwa –(-q^-p) -(-q) suatu


tautologi.
2.4 Rubrik dan soal penalaran matematika

Tabel Rubrik Kategori


Penilaian
Penalaran
Matematika Level
0 Bukan jawaban yang sesuai. Tidak menggunakan istilah-
istilah dalam bahasan pengukuran, data dan peluang,
aljabar, geometri dan bilangan.

19
1 Jawaban salah, tetapi beberapa alasan dicoba dikemukakan
2 Jawaban benar tetapi penalarannya tidak lengkap atau tidak
jelas
3 Jawaban benar dan penalaran baik. Penjelasannya lebih
lengkap dari level 2, tetapi mengandalkan pada
pengetahuan konkret atau visual daripada pengetahuan
abstrak.
4 Jawaban yang sempurna. Siswa menggunakan pengetahuan
dari bahasan pengukuran, data dan peluang, aljabar,
geometri dan bilangan.
Diadaptasi dari Sa’dijah (Yayuk: 2012)

Contoh Butir Soal Penalaran Matematika


Soal 1

Tentukan turunan fungsi dari f(x) = x2_7x – 6.


Ada dua cara penyelesaian siswa, yaitu dengan menggunakan konsep limit yang
dihafalkan atau menggunakan rumus turunan. Jika siswa menggunakan
konsep limit, ia mengingat rumus turunan fungsi,
𝑓(𝑥+ℎ)−𝑓(𝑥)
f(x) = lim
ℎ→0 ℎ

jika siswa menggunakan rumus turunan fungsi pangkat untuk n bilangan real,

ia mengingat: Jika f(x) = axn, dengan:


a = konstantan real tidak nol, dan
n = bilangan real.

Maka, turunan fungsi f(x), adalah: f’(x) = anxn-1


hasil dari kedua cara penyelesaian diatas adalah f’(x) = 2x-7

Soal 2
Diketahui suku banyak f(x) = x4 + 3x3 – px2 + (p + 2)x + 3 dibagi dengan (x + 2)
mengahasilkan sisa 15. Hitunglah nilai p ?
Untuk menjawab soal tersebut siswa harus memahami algoritma teorema sisa.
Menurut teorema sisa dikatakan bahwa “jika suku banyak f(x) berderajat n dibagi
dengan (x – k) maka sisanya ditentukan oleh S = f(k).” Selanjutnya siswa
dapat menghubungkan nilai konstanta 15 dengan variable p yang dinyatakan.

20
Penyelesaian dari soal diatas adalah sebagai
berikut:

f(x) = x4 + 3x3 – px2 + (p + 2)x + 3 dibagi dengan (x + 2) maka sisanya


adalah 15.
S = f(1 –2) = (-2)4+3(-2)3-p(-2)+(p+2)(-2)+3 = -6p-9, karena sisanya sama

dengan 15, maka –6p – 9 = 15, sehingga diperoleh p = –4.

Soal 3

Suatu daerah berbentuk persegi panjang. Di tengah area terdapat kolam

renang berbentuk persegi panjang dengan luas 180 m2. Selisih panjang dan
lebar kolam adalah 3 m dan lebar jalan disekeliling kolam adalah 4 m. Tentukan
luas jalan itu! Untuk menyelesaikan soal tentang aplikasi persamaan kuadrat
dalam konteks kolam renang dan jalan sebagaimana diminta dalam soal,
siswa memerlukan pemahaman konsep luas persegi panjang yang dikaitkan
dengan konsep persamaan kuadrat. Siswa diharapkan mampu memisalkan
panjang dan lebar kolam dengan menggunakan variabel tertentu, misalnya
panjang kolam dengan variabel x dan lebar kolam dengan variabel y, juga
memisalkan panjang area dengan variabel p dan lebar area dengan
variabel l, kemudian siswa dapat menghubungkan variabel x dan p serta
menghubungkan variabel y dan l, serta menghubungkan keempat variabel
tersebut untuk menentukan luas jalan yang ditanyakan. Hubungan variabel-
variabel tersebut adalah :
x.y = 180 ……….(1)
x – y = 3, atau x = y + 3 ………(2)
siswa dapat mensubstitusikan pers. (2) ke pers. (1) sehingga terbentuk:

(y + 3)y = 180 atau y2 + 3y – 180 = 0 → (y + 15)(y – 12) = 0

Nilai y yang memenuhi adalah 12, sehingga x = 15.


Selanjutnya nilai y dan x disubstitusikan pada hubungan p = (x + 4) dan
l = y + 4 sehingga diperoleh p = 19 dan l = 16
Luas Jalan adalah = pl – xy = (19)(16) – (180) = 124 m2

21
BAB III
KESIMPULAN

1. Penalaran adalah suatu proses berfikir untuk mengambil suatu kesimpulan


berdasarkan pemahaman atau pengetahuan yang telah difahami atau
diketahui dimana kesimpulan yang diketahui dapat dipertanggung
jawabkan.

2. Penalaran matematika adalah salah satu proses berfikir yang dilakukan


dengan cara menarik suatu kesimpulan dimana kesimpulan tersebut
merupakan kesimpulan yang sudah valid atau dapat dipertanggung
jawabkan.

3. Indikator Penalaran
a. Membuat analogi dan generalisasi
b. Memberikan penjelasan dengan menggunakan model
c. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi
matematika
d. Menyusun dan menguji konjektur
e. Memeriksa validitas argumen
f. Menyusun pembuktian langsung
g. Menyusun pembuktian tidak langsung
h. Memberikan contoh penyangkal
i. Mengikuti aturan enferensi
4. Jenis Penalaran
a. Penalaran deduktif merupakan penalaran yang berlangsung dari hal-hal
yang umum (generalisasi) ke hal-hal yang khusus
b. Penalaran Indutif merupakan penalaran yang berlangsung dari hal-hal
yang Khusus ke hal-hal yang umum

22
DAFTAR PUSTAKA

Fajar. Shadiq. 2004, Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi,


Widyaiswara PPPG Matematika Yogyakarta

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/1964011719
92021-DADANG_JUANDI/PENALARAN_DAN__PEMBUKTIAN.pdf
http://anisafebriani09.blogspot.co.id/2015/11/kemampuan-penalaran-matematis-
dalam.html

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/1963033119
88031-NANANG_PRIATNA/Penalaran_Matematika.pdf

Http/file.upi.edu/D/FMIPA/Jur/Pend. Matematia/kusnaidi/Penalaran Matematika


smp/pdf

Http/educ2. Hku.ak/download 15 oktober 2010

Bani, Asmar(2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran


Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melaluipembelajaran Penemuan
Terbimbing. Bandung: SPS UPI
Kurniasih, Yayuk, dkk( 2012). “Penerapan Teknik Pembelajaran Probing
Prompting Untuk Mengetahui Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas 7
G Di Smpn 1 Rejoso”. Jurnal Jurusan Matematika FMIPA, Unesa
Marsigit, 2006. Matematika SMP Kelas VII. Jakarta: Yudistira.

NCTM, 2000. Principles and standards for school mathematics. Reston, VA:
NCTM.

Nurahman, Iman.. (2011). “Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Accelerated


Instruction (TAI) Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematika Siswa SMP”. Pasundan Journal of Mathematics Education Jurnal. 1,
(1), 96-130.

Suherman, Erman, dkk (2001). Strategi Pembelajran Matematika Kontemporer.


Bandung : JICA - UPI

23

Anda mungkin juga menyukai