Anda di halaman 1dari 3

SEJARAH ORGANISASI ADVOKAT DI INDONESIA

Perjalanan advokat Indonesia dalam membentuk satu wadah organisasi advokat sungguh terjal
dan mendaki. Sejarah mencatat, bersatunya para advokat selalu diikuti dengan perpecahan.
Kewibawaan advokat Indonesia jatuh, bangun, dan kemudian jatuh lagi. Kami merangkum
perjalanan panjang pergulatan menuju satu wadah organisasi advokat Indonesia. Semoga para
advokat dapat bercermin dan beranjak ke arah yang lebih baik dari pahit-manisnya pendakian
keras nan melelahkan.
 
Tabel: Organisasi advokat Indonesia dalam lintasan sejarah*
14 Maret 1963 Seminar Hukum Nasional didirikanlah Persatuan Advokat
Indonesia (PAI). Ketua PAI yang pertama adalah Mr. Loekman
Wiriadinata. Lahirnya PAI merupakan masa transisi menuju
terbentuknya wadah tunggal advokat di Indonesia kala itu. Sehingga
boleh dikatakan PAI adalah embrio dari Persatuan Advokat Indonesia
(Peradin) kelak.
30 Agustus 1964 Para advokat mendirikan Peradin yaitu pada Kongres I
Musyawarah Advokat di Hotel Dana, Solo. Pendirian Peradin
merupakan wujud keprihatinan para advokat terhadap wajah hukum
dan peradilan Indonesia masa itu. Pemerintah Orde Lama waktu itu
memberlakukan konsep catur tunggal yang mendudukan posisi hakim,
polisi, dan jaksa sejajar dengan komponen pemerintah lain seperti
kepala daerah setempat dan komponen keamanan.
3 Mei 1966 Dikeluarkannya Surat Pernyataan Bersama Menteri Panglima
Angkatan Darat selaku Panglima Operasi Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban (Pangkopkamtib) yang menunjuk Peradin sebagai
pembela tokoh-tokoh pelaku G 30 S PKI sekaligus sebagai satu-
satunya wadah organisasi para advokat di Indonesia.
1977-1978 Seiring dengan tidak harmonisnya hubungan Peradin dengan
pemerintah Orba, beberapa anggota Peradin yang menikmati
kemapanan material sejak rezim Orba kemudian mengundurkan diri
dan membentuk Himpunan Penasehat Hukum Indonesia (HPHI).
Langkah itu diambil semata-mata karena mereka tidak setuju dengan
penajaman visi dan misi Peradin yang semakin mengukuhkan diri
sebagai organisasi yang memiliki komitmen terhadap demokrasi dan
rule of law. Di sinilah awal dari pudarnya dukungan total pemerintah
kepada Peradin.
1979 Gejala berpalingnya pemerintah dari Peradin direfleksikan dengan izin
pemerintah atas pembentukan LPPH (Lembaga Pelayanan dan
Penyuluhan Hukum) yang dipimpin Albert Hasibuan. LPPH adalah
salah satu underbow dari Golongan Karya, partai yang berkuasa saat
itu, dan juga ditengarai dimaksudkan semata untuk menandingi
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang dibentuk Peradin
sebelumnya.
1981 Ketua Mahkamah Agung Mudjono, Menteri Kehakiman Ali Said, dan
Jaksa Agung Ismail Saleh dalam Kongres Peradin di Bandung sepakat
mengusulkan perlunya dibentuk Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin)
sebagai wadah tunggal advokat.
10 November Setelah melalui negosiasi yang panjang, Peradin akhirnya setuju
1985 dengan usulan pembentukan Ikadin dengan konsesi bahwa Harjono
Tjitrosoebono dari Peradin akan menduduki sebagai ketua pertama
Ikadin. Seluruh anggota Ikadin berikrar bahwa Ikadin adalah wadah
tunggal profesi advokat.
1987 Pemerintah memberikan izin pendirian Ikatan Penasehat Hukum
Indonesia (IPHI) sebagai wadah bagi para pengacara praktek. IPHI
didirikan di Surabaya dan diketuai oleh Abdul Azis Muhammad
Bahlmar. Pendirian IPHI didasarkan pada dikotomi antara advokat
dan pengacara praktek. Keberadaan Ikadin dianggap hanya memberi
wadah bagi advokat dan tidak mengakomodasi para pengacara
praktek.
1988 Kongres Ikadin yang pertama Harjono kembali menduduki posisi
sebagai ketua umum. Ini menandakan kegagalan pemerintah untuk
menempatkan orang yang dapat mengontrol para advokat melalui
Ikadin. Dengan bergabungnya anggota-anggotanya ke dalam Ikadin,
tidak berarti Peradin telah dibubarkan. Peradin hanya masuk ke dalam
kondisi demisioner karena ditinggalkan anggotanya yang masuk ke
Ikadin.
Beberapa konsultan hukum mendirikan Asosiasi Konsultan Hukum
Indonesia (AKHI) dengan tujuan mempertegas perbedaan
karakteristik antara konsultan hukum dengan profesi hukum lainnya.
4 April 1989 Sejumlah konsultan hukum, advokat, penasehat hukum, dan
Pengacara Praktek mendirikan Himpunan Konsultan Hukum Pasar
Modal (HKHPM).
27 Juli 1990 Dua ratusan anggota Ikadin dari kubu Gani Djemat-Yan Apul, yang
pada waktu itu sedang mengikuti Musyawarah Nasional Ikadin di
Hotel Horison, Ancol, Jakarta Utara, yang kemudian menyatakan
keluar dari Ikadin karena proses pemilihan Ketua Umum Dewan
Pimpinan Pusat (DPP) Ikadin periode 1990-1994 dinilai telah
menyalahi Anggaran Dasar Ikadin. Kubu Djemat-Apul, yang
berseberangan dengan kubu Tjitrosoebono, kemudian mengadakan
rapat di Putri Duyung Cottage di kawasan Taman Impian Jaya Ancol.
Secara sepontan mereka sepakat berikrar mendirikan organisasi
advokat yang bernama Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Mereka
yang turut mendirikan AAI dari berbagai daerah yaitu DKI Jakarta,
Bandung, Ujung Pandang, Manado, Pekanbaru, Bandar Lampung,
Kupang, dan Pematang Siantar.
8 April 1996 Ikadin, AAI, dan IPHI membentuk wadah kerjasama bernama Forum
Komunikasi Advokat Indonesia (FKAI) yang berfungsi sebagai
wadah komunikasi organisasi advokat dalam rangka merencanakan
pembinaan profesi advokat dan RUU Advokat.
Desember 2000 Pengurus Peradin cabang Jakarta memasang iklan di Majalah
Mingguan Tempo yang meminta para anggota Peradin melakukan
pendaftaran ulang.
11 Pebruari Ikadin, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, dan HKHPM membentuk
2002 Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) menggantikan FKAI,
dalam rangka menyongsong satu organisasi advokat Indonesia.
Semangat pembentukan KKAI juga semangat dilandasi keinginan
untuk merebut pelaksanaan ujian pengacara praktek dari pengadilan
tinggi. Koordinator FKAI dan KKAI awal dipegang oleh Ketua
Umum Ikadin Soedjono. Seiring terpilihnya Otto Hasibuan sebagai
Ketua Umum Ikadin, ia kemudian menggantikan Soedjono di tengah
periode KKAI jilid satu.
18 Pebruari Sekelompok sarjana syariah mendirikan Asosiasi Pengacara Syariah
2003 Indonesia (APSI).
23 Mei 2003 KKAI memprakasai dan merampungkan Kode Etik Advokat
Indonesia sebagai satu-satunya peraturan kode etik yang diberlakukan
dan berlaku di Indonesia, bagi mereka yang menjalankan profesi
advokat.
5 April 2003 Pemerintah mengundangkan UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat.
UU Advokat mengamanatkan advokat Indonesia untuk membentuk
wadah tunggal Organisasi Advokat.
16 Juni 2003 Diakhirinya KKAI jilid satu, sekaligus menandakan dimulainya KKAI
jilid dua dimana APSI turut serta di dalamnya. KKAI jilid dua
mempunyai tiga buah misi yang harus diselesaikan. Ketiga misi
tersebut adalah mempersiapkan pembentukan Organisasi Advokat,
mempersiapkan Tim Sertifikasi, dan menyelenggarakan pendaftaran
dan verifikasi.
Juni 2003-Maret Pendaftaran ulang seluruh advokat di Indonesia yang menghasilkan
2004 Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA). Kurang lebih 15 ribu
advokat/pengacara praktek ikut serta dalam proses yang dilaksanakan
oleh KKAI ini.
21 Desember Deklarasi pendirian Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
2004 Peradi didirikan tanpa Anggaran Dasar. Eksistensi delapan organisasi
advokat yang ada sebelumnya tetap dipertahankan. Otto Hasibuan,
melalui konsensus diantara 8 ketua umum organisasi, diangkat sebagai
Ketua Peradi pertama. Penunjukkan Otto sebagai Ketua Umum Peradi
juga sempat diwarnai debat a lot karena Ketua Umum IPHI Indra
Sahnun Lubis awalnya menentang mekanisme penunjukkan yang
hanya berdasarkan konsensus, bukan suara terbanyak.
7 April 2005 Peluncuran resmi Peradi.

Anda mungkin juga menyukai