SALAM SUKSES
EDISON, S.H., M.H.
WASEKJEN BPP PERADIN
Sejarah Organisasi Advokat di Indonesia
Karena jumlahnya sangat sedikit mereka tidak membentuk atau tergabung dalam satu
organisasi persatuan advokat, tetapi di kota-kota besar ada suatu perkumpulan yang
dikenal dengan Balie Van Advocaten, yang keanggotaanya didominasi oleh advokat
Belanda.
Pada 14 Maret 1963 Balie Van Advocaten berubah menjadi Persatuan Advokat Indonesia
( PAI), sebagai embrio PERADIN.
Pada tanggal 15 – 19 Juli 1963, Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia ( PERSAHI),
mengusulkan untuk mengadakan suatu kongres atau musyawarah para advokat
Indonesia yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus 1964 di Solo.
PAI membentuk kepanitiaan Kongres Persatuan Advokat Indonesia, yang diketuai oleh
Mr. Soewidji. Pertemuan bersejarah tersebut kemudian dilanjutkan dengan diadakannya
Musyawarah Advokat di Hotel Dana Solo, pada tanggal 30 Agustus 1964.
Sejarah Organisasi Advokat di Indonesia
Dalam Kongres Nasional Pertama para Advokat di Solo. Pada tanggal 30 Agustus 1964
tersebut, secara aklamasi dibentuklah suatu Organisasi Advokat yang dinamakan
“PERSATUAN ADVOKAT INDONESIA ( PERADIN ), sebagai organisasi atau wadah para
advokat seluruh Indonesia pada waktu itu.
Sejak tanggal 30 Agustus 1964 nama PERADIN menggantikan PAI sebagai singkatan dari
PERSATUAN ADVOKAT INDONESIA. Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo (mantan Menteri
Perekonomian dalam cabinet Ali Sastroamidjojo I) terpilih sebagai Ketum Peradin dan
merangkap tim formatur DPP PERADIN.
Sejarah Organisasi Advokat di Indonesia
Sebagai organisasi yang independen, PERADIN selalu membela kaum marginal, tidak
memandang latar belakang politik, dan senantiasa berjuang membela seseorang tanpa
memandang SARA.
Contohnya membela orang yang dituduh anggota PKI, pihak yang dianggap bersimpati dan
cenderung mendukung berdirinya Negara Islam Indonesia, dan kaum-kaum marginal
lainnya.
Sejarah Organisasi Advokat di Indonesia
Karya PERADIN.
Secara aktif melaksanakan protes-protes atas produk-produk hukum seperti
Kepres,Inpres, PP (Peraturan Pemerintah), dan Undang-Undang (UU) ataupun Peraturan
PerundangUndanngan Undangan yang bertentangan dengan konstitusi (Undang-Undang
Dasar 1945)
Sejarah Organisasi Advokat di Indonesia
PERADIN
Kongres I tahun 1964, Ketum terpilih Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo
Kongres II tahun 1964-1969, Ketum terpilih Sukardjo, S.H.
Kongres III tahun 1969-1973, Ketum terpilih Lukman Wiriadinata, S.H.
Sejak saat itu PERADIN vakum, karena sebagian anggotannya menjadi anggota IKADIN.
Kongres IKADIN pada tahun 1989 ditunda sampai dengan Juli 1990.
Kongres IKADIN akhirnya diadakan pada tgl 24 Juli 1990 di Hotel Horison, pada Kongres ini konflik hak
suara berakhir deadlock. Kemudian pada tgl 26 Juli 1990, Ghani Djemat dkk melakukan aksi walked out
dan membentuk organisasi advokat sendiri yaitu Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).
Pasca lahirnya organisasi advokat baru AAI yang dipimpin Gani Djemat, pemerintah RI aktif kembali
menata organisasi advokat dan memprakarsai ide wadah tunggal advokat melalui Musyawarah Nasional
Advokat Indonesia pada tahun 1991 di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.
Musyawarah Nasional tersebut pada akhirnya membentuk wadah tunggal Persatuan Organisasi
Pengacara Indonesia (POPERI), namun sampai sekarang POPERI tidak jelas status dan aktifitasnya.
Pada tahun 1992, Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) mengadakan musyawarah nasional II di
Jogjakarta. Musyawarah nasional tersebut menghasilkan perbedaan pendapat yang sangat krusial
sehingga berakhir dengan perpecahan.
Kemudian pada bulan November 1992 di Tretes jawa Timur dibentuklah Himpunan Advokat dan
Pengacara Indonesia (HAPI) dan dideklarasikan pada 10 Februari 1993 di Jakarta.
Sejarah Organisasi Advokat di Indonesia
Kemudian pasal 32 ayat (4) dalam ketentuan peralihannya menyatakan bahwa organisasi
advokat tersebut paling lambat terbentuk pada tahun 2005 :
“Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini,
Organisasi Advokat telah terbentuk.
Sejarah Organisasi Advokat di Indonesia
Berdasarkan fakta yang terjadi saat itu, 8 organisasi advokat secara inisiatif
berkumpul dan pada 21 Desember 2004 dideklarasikan terbentuknya PerhImpunan
Advokat Indonesia ( PERADI )
Organisasi Advokat yang menjadi inisiator terbentuknya PERADI :
IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM, APSI
Salah satu bentuk ketidakpuasan adalah terbentuknya Organisasi Advokat baru pada tanggal
30 Mei 2008 yaitu : Kongres Advokat Indonesia ( KAI ).
Organisasi Advokat PERADI pun pada akhirnya pecah pada tahun 2015. Munas II
Perhimpunan Advokat Indonesia ( PERADI ) yang berlangsung di Makasar pada 27 Maret
2015 terpecah menjadi 3 kubu, masing2 kubu mempunyai Ketua Umum DPN:
KONFLIK ANTAR ORGANISASI ADVOKAT
PERADI kubu I pada Munas lanjutan di bulan Juni 2015 berhasil memilih Fauzie
Yusuf Hasibuan sebagai Ketua Umum PERADI periode 2015 – 2020.
Semenjak tahun 2009 banyak Surat Edaran Mahkamah Agung RI yang dikeluarkan
berkaitan dengan konflik organisasi advokat.
Definisi Advokat menurut The World Conference on the Independence of Justice c.q.
Universal Declaration on the Independence of Justice yang diadakan di Montreal, Kanada
pada tanggal 5 – 10 Juni 1983 yang disponsori oleh PBB ( Deklarasi Montreal ) sebagai
berikut :
“ Lawyers means a person qualified and authorized to practice before the courts and to
advise and represent his clients in legal matters”
FUNGSI & PERAN ADVOKAT
Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, disebutkan bahwa Advokat
berstatus sebagai penegak hukum seperti yang dicantumkan dalam Pasal 5 ayat (1) :
“Advokat berstatus sebagai penegak hukum bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan
peraturan perundang-undangan.”
Hal ini bertentangan dengan fungsi advokat yang seharusnya
Dengan ketentuan sebagai penegak hukum maka menimbulkan kewajiban bagi seorang
advokat untuk wajib melaporkan kejahatan yang dilakukan kliennya.
Padahal tugas advokat adalah membela klien dan penyelidikan atau penyidikan adalah tugas
Polisi dan Jaksa.
Advokat bukanlah merupakan bagian dari administrasi peradilan, namun tetap menghormati
dan memberikan respek terhadap pengadilan sesuai dengan tanggungjawab profesinya.
Justru tugas advokat membela kliennya dan dalam pembelaan harus merahasiakan dan
menyimpan rahasia klien, pembicaraannya dengan klien, strategi dalam pembelaannya, bukti
dan saksi apa yang akan digunakan dan seterusnya.
FUNGSI & PERAN ADVOKAT
Seorang advokat harus mencoba membebaskan, meringankan, mengubah dan
menghindar dari tuntutan hukum, penangkapan dan penahanan oleh penegak hukum.
Advokat tidak dilengkapi dengan “police power” tetapi advokat adalah profesi bebas
dan independent yang tugasnya membela kepentingan dan hak hukum serta hak
asasi manusia kliennya.
Jadi pasal yang mengatur advokat berstatus penegak hukum sama sekali
bertentangan dengan fungsi advokat dan sifat bebas dan independen sebagaimana
dimaksud Pasal 5 ayat (1) UU Advokat.
Profesi advokat adalah profesi mulia dan terhormat (officium nobile), yang artinya :
pengemban profesi advokat harus memiliki sikap dan Tindakan yang senantiasa
menghormati hukum dan keadilan.
Disamping itu profesi advokat bukan semata-mata untuk mencari nafkah namun di
dalamnya terdapat adanya idealisme (seperti nilai keadilan dan kebenaran) dan
moralitas yang sangat dijunjung tinggi.
SIFAT PROFESI ADVOKAT
Advokat adalah profesi yang bebas (free profession), yang tidak tunduk pada hierarki
jabatan, dan hanya menerima perintah atau order atau kuasa dari klien berdasarkan
perjanjian yang bebas, yang tunduk pada kode etik profesi advokat, dan tidak tunduk pada
kekuasaan public.
Sebagai profesi yang terhormat (officium nobile), profesi advokat bukan hanya sekedar
mencari nafkah semata tetapi juga harus memperjuangkan nilai kebenaran dan keadilan
karena didalamnya terdapat idealisme dan moralitas.
Ini berarti seorang advokat tidak dapat terpaku begitu saja kepada hukum positif dalam
melakukan pembelaan terhadap kliennya.
Oleh karena itu, Ketika terjadi pertentangan antara hukum positif dengan kebenaran serta
keadilan maka yang harus diutamakan adalah kebenaran dan keadilan.
KESIMPULAN
Profesi advokat adalah profesi yang mulia, namun sering terjadi pelanggaran kode
etik dan contempt of court yang luput dari pengawasan.
Advokat sebagai officium nobile dalam menjalankan perannya haruslah
menempatkan keadilan diatas kepentingan finansial belaka.
Perseteruan antar organisasi advokat menyebabkan pengawasan dan
pendisiplinan profesi advokat menjadi terlantar, yang berakibat pelanggaran kode
etik advokat tidak dapat dikontrol, ditindak, dan dikenakan sanksi sebagaimana
mestinya.
Kemudian melihat sejarah pembentukan organisasi advokat di Indonesia yang
selalu mengalami masalah jika ingin disatukan dalam wadah tunggal organisasi
advokat (single bar association), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
dasarnya secara alamiah (naturally created condition) Indonesia sudah dan sedang
menganut multi-bar association yang mana dapat terlihat dari banyaknya jumlah
organisasi advokat.
TERIMAKASIH
EDISON, S.H., M.H.
WASEKJEN BPP PERADIN