Di Susun Oleh :
FAKULTAS HUKUM
BANJARMASIN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam prefektif sejarah, disadari bahwa perjalanan profesi advokat di
Indonesia tidak bisa lepas dari keterkaitannya dengan perubahan sosial. Para
advokat Indonesia terseret dalam arus perubahan tersebut. Pada masa pra
kemerdekaan dan saat ini setelah Indonesia merdeka, secara individu banyak
advokat terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, terutama perjuangan politik dan
diplomasi. Kala itu, kaum intelektual dan pemimpin politik Indonesia memang
terbatas pada mereka yang berasal dari kalangan advokat, dokter, insinyur dan
pamong peraja. Mereka terdidik dalam alam romantisme liberal dan etika berpikir
Eropa Barat termasuk Belanda. Karena kedudukan yang cukup terhormat itu,
maka perannya cukup signifikan dalam menentukan sikap politik para pemimpin
Indonesia pada masanya, seperti ikut merumuskan dasar-dasar konstitusi
Indonesaia.
Di era kemerdekaan, pada masa pemerintahan Sukarno dimana politik
menjadi panglima, para advokat diam tidak bisa ikut melakukan revolusi. Dimasa
itu pula kita mencatat sejarah peradilan yang relatif bersih dan berwibawa.
Bahkan dimasa pemerintahan Suharto yang represif menggunakan
kekuatan militer, Persatuan Advokat Indonesai (peradin) dengan berani dan
terbuka membela secara probono para politikus komunis dan simpatisannya
yang diadili dengan tuduhan makar tehadap Negara Republik Indonesia,
dihadapan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).
Dari sekilas sejarah (peran) para advokat tersebut, menunjukkan bahwa
sumbangan pemikiran para advokat berkualitas, yang menjadi pemimpin politik
dan sosial sejak 1923, adalah sangat besar. Pada masa itu, advokat Indonesia
pertama Mr. Besar Martokoesoemo, membuka kantor advokat ditegal, selain pak
Besar sendiri, ada Sartono, Alisastroamidjojo, Wilopa, Muh Roem, Ko Tjang
Sing, Muh Yamin, Iskaq Tjokrohadisuryo, lukman Wiradinata, Suardi Tasrif, Ani
Abbas Manoppo, Yap Thiam Hien, dan lain-lain dan generasi yang aktif sebelum
dan sesudah kemerdekaan sampai 1960-an dan beberapa diantaranya sampai
1980-an. Hanya saja, akibat ombang-ambing politik, sebagai profesi para
advokat Indonesia mengalami perubahan yang membingungkan. Kalau mereka
bisa aktif dalam politik pada zaman parlementer, dan dihormati oleh hakim dan
jaksa sebagai unsur biasa dalam sistem peradilan. Pada zaman Demokrasi
Terpinpin sebaliknya, Mereka mulai dijauhkan dari lembaga formal, diisolasi
sebagai unsur swasta, dan sering diperlakukan seperti musuh oleh hakim dan
jaksa.
Pada permulaan 1960-an korupsi peradilan mulai menonjol yang dimulai
dari kantor kejaksaan, dari situ kepengadilan dan pada akhirnya meluas pada
advokat yang sulit membela kliennya kecuali ikut main dalam sistem birokrasi
peradilan yang korup. Kondisi demikian, hingga pasca lahirnya undang-undang
No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat masih belum berubah. Pada hal Pasal 5
undang-undang No. 18 Tahun 2003, ayat (1) menyatakan bahwa Advokat
berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum
dan peraturan perundang-undangan. Artinya kedudukan advokat sama dengan
penegak hukum lainnya yaitu polisi, jaksa dan hakim atau yang disebut dengan
catur wangsa.
Sebagai organisasi profesi, advokat melalui pasal 28 undang-undang No.
18 Tahun 2003 tentang Advokat diamanatkan untuk membentuk wadah tunggal
organisasi advokat, yang kemudian lahir PERADI (Perhimpunan Advokat
Indonesia), namun dalam perkembangannya di internal organisasi advokat itu
sendiri (PERADI) malahan terjadi perpecahan, sehingga muncul lagi organisasi
advokat lain yaitu KAI (Kongres Advokat Indonesia). Hal itu tentunya sangat
memprihatinkan dan patut menjadi bahan perenungan yang mendalam,
meskipun ada adagium yang sudah diketahui secara luas “Tegakkan hukum
walaupun langit runtuh” nampaknya harapan itu sangat jauh dari kenyataan yang
dihadapi.
Untuk itu, tulisan ini mencoba memberikan kajian dari aspek historis
yuridis perkembangan advokat di Indonesia dari masa pra kemerdekaan
sampai lahirnya undang-undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, dari
berbagai literatur serta analisa ringkas terhadap aspek-aspek yang terkait
dengan obyek kajian ini.
BAB II
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari sekilas uraian sejarah para advokat tersebut di atas, ada beberapa hal yang
perlu dicatat yaitu sebagai berikut:
Pertama, pada awalnya secara perorangan para advokat pernah menjadi bagian
yang sangat penting dalam pembentukan negara ini, baik pembentukan institusi,
politik hukum, maupun etika profesi para penegak hukum;
Ketiga, pada masa jatuhnya Orde Baru sampai sekarang ini, para advokat
sebagai individu maupun organisasi menjadi sangat dilemahkan, hingga tidak
mampu menolong dirinya sendiri untuk berperan dalam menentukan politik
hukum dan reformasi hukum (termasuk institusi hukum), penegakkan hukum dan
keadilan, hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, yang menjadi
agenda utama reformasi. Bahkan, ada beberapa memperlihatkan indikasi yang
jelas tentang keterlibatannya dalam praktek-praktek koruptif di badan peradilan;
B. SARAN
Saran kami, agar tugas makalah yang membahas tentang Sejarah Hukum
Indonesia ini dapat diapahami dan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh
pembaca. Sehingga pembaca dapat mengerti apa saja yang terkandung dalam
peristiwa – peristiwa yang terjadi pada sejarah hukum di Indonesia baik di fase
prakolonial hingga pada fase kemedekaan.
DAFTAR PUSTAKA
Kansil, C.S.T, Latihan Ujian Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1999
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka, 1989