PKPA 2019
A. Kasus
Sepuluh perusahaan rokok yang masing-masingnya pemunyai kapasitas produksi
yang tidak lebih dari 5% dari total produk rokok kretek di Indonesia membuat sebuah
keseakatan. Perusahaan-perusahaan tersebut kemudia mengadakan pertemuan dan
membuat kesepakatan namun tidak ditulisakan, untuk menetapkan harga bandrol
rokok kretek yakni minimal Rp.6000,-. Asosiasi Juga menyepakati untuk
meningkatkan produksi maksimal 10% dari kapasitas produksinya. Kesepakatan
lainnya, masing-masing perusahaan akan memberikan discount yang lebih besar,
sepanjang distributor tersebut tidak memajang logo dan brosur reklame dari
perusahaan rokok yang tidak tergabung ke dalam kesekatam tersebt, di toko atau
kantor masing-maing.
Pertanyaan.
a. Apakah menurut saudara kesepakatan asosiasi tersebut sudah melanggar UU No.
5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat? Kalau ya kemukakan alasan saudara dan apa saja bentuk pelanggaran
yang sudah dilakukan. Kalau tidak kemukakan juga alasan saudara.
B. Pilihan
1. Hukum tentang Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli)
pada dasarnya menginginkan agar usaha dapat berjalan secara jujur dan adil yang.
Namun sebuah persaingan yang sempurna (perfect competition) sulit dicapai
karena:
a. Barang yang ditawarkan homogen, sehingga selalu ada barang subsitusi.
b. Penjual dan pembeli sedikit sehingga sangat tergantung satu sama lain.
c. Selalu ada hambatan untuk masuk pasar karena besarya biayanya biaya yang
akan hilangsangat besar .
d. Barang dan jasa yang ditawarkan tidak homogen, sehingga selalu ada barang
substitusi.
e. Semua penjual dan pembeli mengetahui informasi pasar.
2. Salah satu konsep dalam pelanggaran terhdap persaingan usaha yang perlu dipahami
adalah konsep per se illegal dan rule of reson. Perbedaan fundmental antara kedua
konsep ini adalah:
a. Dalam per se illegal tidak harus dibuktikan lebih lanjut apakah perjanjian atau
kegiaatan tersebut bedampak buruk kepada dunia suaha sedangkan rule of
reason tidak harus dibuktikan lebih lanjut.
b. Dalam Per se illegal sangat membutuhkan kajian mendalam secara ekonimis
terhadap perbuatan yang dituduhkan sedangkan dalm rule of reason tidak harus
dengan pembuktian yang mendalam.
c. Dalam per se illegal perakaranya dapat dibuktikan secara prima facie sedangkan
dalam rule of reason tidak.
d. Dalam per se Illegal, perkaranya harus dibuktikan lebih lanjut apakah perjanjian
atau kegiatan tersebut berdampak pada buruk terhadap dunia usaha sedangkan
dalam rule of reason tidak harus.
e. Dalam kasus per se illegal bila ditinjau secara administratif akan sangat suli
sedang dalam rule of reason akan sangat sulit.