Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Dapartemen Keperawatan Dasar Profesi
Dosen Pengampu: TIM
Disusun Oleh:
GINA FADILA SARI JNR0200107
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat meyelesaikan modul ini.
Modul ini disusun sebagai salah satu tugas Stase Keperawatan Dasar Profesi di Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan.
Dengan terselesaikannya modul & askep ini, tidak lupa berkat bantuan, bimbingan, dan
dorongan dari bapak Ns. Aria Pranatha, S.Kep., M.Kep & Ns. Yana Hendriana, S.Kep., M.Kep
selaku dosen pembimbing Stase Keperawatan Dasar Profesi.
Penulis menyadari bahwa dalam modul ini masih belum sempurna dan masih
banyak kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk
perbaikan dimasa mendatang. Besar harapan penulis semoga modul ini dapat bermanfaat bagi
ii
DAFTAR ISI
COVER.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
MODUL APENDIXITIS
I. Tujuan Umum............................................................................1
II. Tujuan Khusus...........................................................................1
III. Anatomi Fisiologi.......................................................................1
1. Anatomi................................................................................1
2. Fisiologi................................................................................1
IV. BPH (BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA).................6
1. Definisi BPH (BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA)6
2. Etiologi.................................................................................7
3. Tanda dan Gejala..................................................................9
4. Klasifikasi.............................................................................12
5. Patofisiologi..........................................................................13
6. Pathway................................................................................16
7. Komplikasi...........................................................................16
8. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................17
9. Penatalaksanaan ...................................................................18
10. Terapi Farmakologi..............................................................19
11. Manisfestasi Klinis .............................................................19
12. Asuhan Keperawatan............................................................20
1. Pengkajian.....................................................................20
2. Diagnosa Keperawatan..................................................22
3. Intervensi Keperawatan.................................................23
V. Berfikir Kritis.....................................................................30
1. Studi Kasus....................................................................30
2. Pertanyaan Terkait Kasus..............................................30
VI. Keterampilan Klinik Tindakan BPH (benigna prostatic hyperplasia) 31
iii
VII. Daftar Pustaka....................................................................39
iv
KASUS BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)
I. Tujuan umum
Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa mampu memahami dan menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan benigna prostatic hyperplasia (BPH)
II. Tujuan khusus
1. Menguraikan anatomi dan fisiologi
2. Menjelaskan patofisiologi benigna prostatic hyperplasia (BPH)
3. Menjelaskan pengkajian pada klien dengan benigna prostatic hyperplasia (BPH)
4. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan benigna prostatic hyperplasia (BPH)
5. Menyusun rencana Asuhan keperawatan
6. Mengimplementasikan rencana keperawatan
7. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan
8. Mendemonstrasikan pengkajian fisik pada klien dengan benigna prostatic
hyperplasia (BPH)
III. Anatomi fisiologi
Anatomi Prostat
Kelenjar prostat merupakan organ khusus pada lokasi yang kecil, yang hanya
dimiliki oleh pria. Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih (vesika urinaria)
melekat pada dinding bawah kandung kemih di sekitar uretra bagian atas. Biasanya
ukurannya sebesar buah kenari dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20
gram dan akan membesar sejalan dengan pertambahan usia. Prostat mengeluarkan sekret
cairan yang bercampur secret dari testis, perbesaran prostate akan membendung uretra dan
menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-
50 kelenjar yang terbagi atas 4 lobus yaitu:
a. Lobus posterior
b. Lobus lateral
c. Lobus anterior
d. Lobus medial
1
a. Batas superior: basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos
berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. Batas inferior : apex prostat
terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat
diatas apex permukaan anterior.
b. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari
simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica(cavum
retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis
dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan
merupakan kondensasi vascia pelvis.
d. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani waktu
serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus bagisan
atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral
orificium utriculus prostaticus. Lobus lateral mengandung banyak kelenjar.
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan
bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram
dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis
terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1
buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan
lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius
kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen
berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar
prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
a) Kapsul anatomis.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler.
Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :
1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2
2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebutjuga sebagai
adenomatus zone.
3) Di sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari ketiga kelenjar
tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus
ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat dibagi
atas : zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior dan zona spingter
preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar
prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika,
dibagian lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel torak dan
bagian basal terdapat sel-sel kuboid(Anderson, 1999).
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang
dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada
penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik.
Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak
dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan
dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan
fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan
cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga
lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen
uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan
kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner & Suddarth, 2002).
3
Anatomi Sistem Perkemihan (Rose, 2006)
1. Struktur sistem perkemihan
Gambar 2.5 Obstruksi saluran kemih karena urin tidak mampu lewati prostat
5
Fungsi Prostat
Kelenjar prostat ditutupi oleh jaringan fibrosa, lapisan otot halus, dan substansi
glandular yang tersusun dari sel epitel kolumnar. Kelenjar prostat menyekresi cairan seperti
susu yang menusun 30% dari total cairan semen, dan memberi tampilan susu pada semen.
Sifat cairannya sedikit alkali yang member perlindungan pada sperma di dalam vagina yang
bersifat asam. Sekret prostat bersifat alkali yang membantu menetralkan keasaman vagina.
Cairan prostat juga mengandung enzim pembekuan yang akan menebalkan semen dalam
vagina sehingga semen bisa bertahan dalam serviks.
6
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa benigna
prostat hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada
orang berusia lebih dari 50 tahun yang mendesak saluran perkemihan
2. Etiologi
Menurut Alam tahun 2004 penyebab pembesaran kelenjar prostat belum
diketahui secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan dengan proses
penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron.
Para ahli berpendapat bahwa dihidrotestosteron yang mamacu pertumbuhan
prostat seperti yang terjadi pada masa pubertas adalah penyebab terjadinya
pembesaran kelenjar prostat.
Hal lain yang dikaitkan dengan gangguan ini adalah stres kronis, pola
makan tinggi lemak, tidak aktif olahraga dan seksual. Selain itu testis
menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan
androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron, dan
androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-
reduktase menjadi
dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran
sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain dari testosteron adalah pemicu libido,
pertumbuhan otot dan mengatur doposit kalsium di tulang. Penurunan kadar
testosteron telah diketahui sebagai penyebab dari penurunan libida, massa otot,
melemahnya otot pada organ seksual dan kesulitan ereksi. Selain itu kadar
testosteron yang rendah juga dapat menyebabkan masalah lain yang tidak segera
terlihat, yaitu pembesaran kelenjar prostat. Dalam keadaan stres, tubuh
memproduksi lebih banyak steroid
stres (karsitol) yang dapat menggeser produksi DHEA
(dehidroepianandrosteron). DHEA berfungsi mempertahankan kadar hormon seks
yang normal, termasuk testosteron. Stres kronis menyebabkan penuaan dini dan
penurunan fungsi testis pria. Kolesterol tinggi juga dapat mengganggu
keseimbangan hormonal dan menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Faktor
lain adalah nikotin dan konitin ( produk pemecahan nikotin) yang meningkatkan
aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosteron. Begitu pula toksin lingkungan (zat kimia yang banyak digunakan
sebagai pestisida, deterjen atau limbah pabrik) dapat merusak fungsi reproduksi
pria.
antaranya
7
a. Teori DHT (dihidrotestosteron): testosteron dengan bantuan enzim 5- α
kelenjar prostat.
bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi
c. Teori stem cell hypotesis. Isaac dan Coffey mengajukan teori ini
hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-
jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan
antara unsur stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor
atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi
8
transforming growth factor- α (TGF - α), akan menyebabkan terjadinya
prostat.
pembesaran epitel.
9
c. Perasaan untuk ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat di
tunda (urgensi).
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik.
3. Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik. Berdasarkan keluhan dapat menjadi menjadi:
c. Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka
bisa timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar ke
ginjal dan dapat menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis.
1. Sering kencing
10
2. Sulit kencing
7. Gangguan ereksi
saat selesai berkemih (sense of residual urine), rasa ingin kencing lagi
Tanda
11
4. Klasifikasi
12
d. Derajat intra Uretral
Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk
melihat sampai seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen uretra. Pada
stadium ini telah terjadi retensi urine total.
Tahapan perkembangan penyakit BPH
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De Jong
(2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi:
1. Derajat I
a. apabila ditemukan keluham prostatismus
b. pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat batas atas mudah
teraba
c. sisa urin kurang dari 50ml
2. Derajat II
a. Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas
atas dapat dicapai
b. Sisa urin 50-100 ml
3. Derajat III
a. Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak
dapat diraba
b. Sisa urin lebih dari 100 ml
4. Derajat IV
a. Apabila sudah terjadi retensi urine
5. Patofisiologi
Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan penyempitan
lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk mengeluarkan urine,
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi
yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli
berupahipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulu-buli tersebut, oleh pasien
disarankan sebagai keluhkan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower
urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala prostatismus. Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh
bagian bulibuli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke
ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan keadaan ini jIka
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Obstruksi yang diakibatkan oleh
hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat
yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos
13
yang pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli.
Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus
pudendus. Menurut Mansjoer tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara
perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi
pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal
dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan
detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya
dapat menyebabkan hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas.
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut
akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada
jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan
kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel
kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
14
prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah
prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan
jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti
balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos
keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula
sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut
Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada
hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi.
Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama
dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna
atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas
otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria). Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat
vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan
intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi
inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan
refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak
dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari
obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan
hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin
dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang
dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).
15
6. Pathway
7. Komplikasi
16
kemih, penyakit batu kandung kemih, retensi urin akut atau ketidakmampuan
berkemih, kerusakan kandung kemih dan ginjal.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun
prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf
pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual
dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 Minggu, karena saat ini fossa prostatik
telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner & Suddarth, 2002).
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin.
Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu
lagi menampung urin sehinnga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal (Mansjoer, 2000).
8. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
1) Sedimen urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kumn terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
2) Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
b. Pencitraan
1) Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih tau kalkulosa prostat
dan kadang menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan yanda dari retensi urin.
2) IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroreter
atau hidronefrosis memeprkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit
pada buli-buli
3) Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rectal)
Untuk mengethaui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur
sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
4) Systocopy
17
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur oanjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rectum.
Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisa
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Pemeriksaan radiologis
9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan
BPH adalah:
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun tergantung
keadaan klien
2. Medika mentosa
Terapi diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai
penyakit. Obat yang digunakan berasal dari : phitoterapi (misalnya : hipoxis
rosperi, serenoa repens, dll) gelombang alfa blocker dan golongan supresor
androgen.
3. Pembedahan Indikasi:
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut
c. Perianal prostatectomy.
18
e. Alternatif lain (misalnya kriyoterapi, hipertermia, termoterapi ,terapi
ultrasonic).
seperti ginjal dan ureter dengan USG dan foto rontgen. Diikuti teropong
a. Obstruksi :
Distensi abdomen
19
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal (Sjamsuhidayat, 2004). Adapun gejala dan tanda yang tampak
pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertroplasi:
1) Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang
iar kecil, sulit mengeluarkan atau menghentikan urin.
Mungkin juga urin yang keluar hanya merupakan tetesan
belaka.
2) Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena
keinginan buang air kecil yang berulang-ulang.
3) Pancaran atau lajunya urin lemah
4) Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi
5) Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut
akibat tertahannya urin atau menahan buang air kecil
(Alam, 2004).
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner &
Suddarth, 2002). Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi,
yaitu:
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital
rectal examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan
sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan
sisa urin lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
1. Pengkajian
a. Biodata pasien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat pengkajian mengeluh nyeri pada saat buang
air kecil. BAK sering dan merasa tidak puasa setelah BAK
20
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien dengan keluhan nyeri saat buang air kecil sejak 2 bulan lalau. Awalanya
keluhannya masih dapat ditangani, namun 2 minggu terakhir nyeri dirasakan semakin
bertambah. Selin itu pasien juga mengeluhkan buang air kecil tidak lepas. Saat
memulai buang air kecil pasien juga harus menunggu beberapa saat sampai urin
keluar. Pasien mengatakan ia harus mnegejan dan urin juga menetes saat selesai
buang air kecil. Riwayat keluar pasir, batu maupun darah disangkal. Keluhan lain
seperti demam, mual, muntah disangkal pasien.
Untuk riwayat kesehatan sekarang menggunakan pendekatan PQRST, yaitu:
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pasien tampak lemah sakit sedang, kesadaran composmentis
2) TTV
TD 160/80 mmHg, nadi 68x/mnt, suhu (360 C), Respirasi 20x/mnt
3) Pemeriksaan fisik
d. Aktivitas/Istirahat
1) Istirahat: tidur tidak nyaman karena terpasang kateter
2) Aktivitas: pasien dianjurkan untuk tirah baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
3) Personal hygiene: pasien di bantu oleh keluarga
4) Psikologis: pasien gelisah karena terpasang kateter
e. Pemeriksaan fisik
4) Keadaan umum
Pasien tampak composmentis
5) TTV
TD 130/90 mmHg, nadi meningkat 110x/mnt, suhu meningkat (39 0 C), Respirasi
meningkat 24x/mnt.
6) Pemeriksaan fisik
21
a) Sistem kardiovaskular: tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada oedema,
b) Sistem respirasi: pernapasan 20x/mnt, bentuk dada normal, dada simetris, sonor
adanya infeksi.
mandiri
f) Sistem integumen: tidak ada oedema, turgor kulit normal, tidak ada sianosis
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
22
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 1. Intervensi
N Diagnosa Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
O
1. D.0077 SLKI: SIKI :
Nyeri Akut berhubungan
Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
dengan spasme kandung
Observasi
kemih. keperawatan selama 3 x 24
- Identifikasi
jam diharapkan nyeri pada
lokasi,
pasien berkurang dengan
karakteristik,
kriteria hasil :
durasi,
Tingkat Nyeri
frekuensi,
1. Nyeri berkurang
dengan skala 2 kualitas,
Terapeutik
1. Sediakan privasi
untuk berkemih
2. Berikan
rangsangan
berkemih (mis.
Kompres
dingin pada
abdomen)
3. Fasilitasi
berkemih
dengan interval
yang teratur
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab
retensi urine
2. Anjurkan
pasien atau
keluarga
30
mencatat
output urine
3. Ajarkan cara
melakukan
rangsangan
berkemih
4. D.0080 Setelah dilakukan Reduksi ansietas
Ansietas berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-
tanda ansietas
dengan dilakukan selama......x24 jam
2. Ciptakan
pembedahan dengan diharapakan kecemasan
suasana
cara TUP-P menurun atau pasien dapat
terapeutik untuk
tenang dengan kriteria :
menumbuhkan
SLKI :
kepercayaan
Tingkat ansietas
3. Pahami situasi
1. Menyingkirkan tanda
yang membuat
kecemasaan.
ansietas
2. Tidak terdapat perilaku
4. Diskusikan
gelisah
3. Frekuensi napas perencanaan
menurun
realistis tentang
4. Frekuensi nadi menurun
5. Menurunkan peristiwa yang
stimulasi akan datang
lingkungan ketika 5. Anjurkan
cemas. mengungkapkan
6. Menggunakan teknik perasaan dan
relaksasi untuk persepsi
menurunkan cemas. 6. Anjurkan
7. Konsentrasi membaik keluarga
8. Pola tidur membaik untuk
Dukungan sosial
selalu disamping
1. Bantuan yang ditawarkan
oleh oranglain meningkat. dan mendukung
pasien
Latih teknik relaksasi
V. Berfikir Kritis
31
1. Studi kasus
Seorang laki-laki 40 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan
nyeri pinggang sejak seminggu yang lalu. Dan tadi malam saat buang air kecil
terasa nyeri dan panas seperti anyang-anyangen. Pekerjaan pasien adalah
sopir truck antar propinsi. Pada pemeriksaan fisik tekanan darah 160/80
mmHg, frekuensi nadi 80 kali/menit, frekuensi napas 20 kali/menit, dan suhu
tubuh axilla 37,9° C, dan nyeri ketok ginjal (+/-). Pada pemeriksaan sedimen
urin ditemukan eritrosit, leukosit, dan bakteri.
2. Pertanyaan terkait kasus
1. Dari gejala klinis dan pemeriksaan penunjang yang ditunjukkan diatas,
maka diagnose pasien adalah?
a. Sistitis akut
b. Prostatitis akut
c. Sistitis interstitialis
d. Urethritis gonococcal
e. Pyelonefritis akut
2. Untuk menyingkirkan diferential diagnosis diperlukan pemeriksaan
tambahan?
a. Kultur urin
b. USG
c. Kreatinin
d. Foto BOF
e. Rectal toucher
3. Apabila kreatinin darah didapatkan sebesar 1,4 maka ginjal tersebut
dalam keadaan?
a. Normal
b. Segera rehidrasi agar tidak jatuh ke gagal ginjal
c. Gagal ginjal akut
d. Gagal ginjal kronis
e. Segera terapi cairan
4. Dari kasus diatas maka kemungkinan terdekat bakteri didapatkan dari?
a. Ascending
b. Descending
c. Hematogen
d. Limfogen
e. Percontuinitatum organ terdekat
5. Dari kesimpulan diatas maka tanda-tanda yang akan didapat adalah?
a. Banyak keringat
b. BAK berkurang
c. Turgor meningkat
d. Lidah basah
e. Kulit lembab
32
SOP PEMASANGAN KATETER
A. Persiapan alat
1. set ganti kateter yang berisi:
1 duk alas steril
1 duk berlubang steril
1 piala ginjal steril
1 mangkok steril
4 kapas steril
1 pinset steril
1 pasang sarung tangan steril
2. 1 kateter folley sesuai dengan aturan
3. korentang steril
4. urine bag
5. Xylocain jelly steril
6. cairan sublimat 1:1000
7. Na CL 0,9 % atau aquadest steril sebanyak yang dibutuhkan oleh ballon
kateter (20-30 cc)
8. Spuit 20 cc steril
33
9. Jarum no.12 steril
10.Perlak
11.Plester
12.Alat tulis
13.Sabun mandi
14.Handuk
15.Kom mandi
16.Gantungan urine bag
17.Alkohol 70%
18.Kapas bulat
19.Jelaskan pada pasien tujuan dan maksud pemasangan kateter
B. Persiapan Lingkungan
Jendela dan pintu ditutup
C. Persiapan Pasien
1. Jelaskan pada pasien tujuan dan tindakan yang akan diberikan
2. Pasien dalam keadaan tidur/ berbaring.
D. Langkah-langkah
1. Tutup tirai dan pintu kamar pasien
2. Perawat mencuci tangan
3. Bersihkan daerah perineum dengan sabun dan keringkan.
4. atur posisi untuk pemasangan kateter.
Wanita: dorsal recumbent
Pria :Supine
5. Letakkan set kateter diantara kedua tungkai bawah pasien dengan jaral min
45cm dari perineum pasien.
6. Buka set kateter
7. Gunakan sarung tangan steril.
8. pasang duk berlubang didaerah genitalia pasien.
9. Tes ballon kateter.
10.membuka daerah meatus
34
Wanita :B uka labia dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari
tangan kiri lalu sedikit ditarik keatas
Pria : Pegang daerah dibawah glanda penis dengan jari dan
telukjuk, preputium ditarik keatas
11.Membersihkan daerah meatus dengan kapas sublimat dan pinset.
Wanita : Bersihkan daerah labia luar terakhir bagian meatus, kapas
hanya sekali dipakai.
Pria : Bersihkan dengan arah melingkar dari meatus keluar
minimum 3x
12.Lumasi ujung kateter dengan xylocain jelly
Wanita : 4-5 cm
Pria : 15-18 cm
13.Masukan kateter
Wanita :
Sepanjang 5-7 cm sampai urine keluar
Pria : sepanjang 18-20cm sampai urine keluar, tegakkan penis
dengan sudut 90° .
14.Jika waktu memasukkan kateter terasa adanya tahanan jangan dilanjutkan
15.selama pemasangan kateter anjurkan pasien untuk nafas dalam.
16.Masukkan kateter sepanjang 2cm sambil sedikit diputar.
17.isi ballon kateter dengan NaCL sebanyak yang ditentukan, menggunakan spuit
tanpa jarum.
18.Tarik kateter perlahan sampai ada tahanan ballon.
19.Fiksasi kateter menggunakan plester.
20.gantung urine bag dengan posisi lebih rendah daripada vesikaurinaria.
21.beri posisi yang nyaman pada pasien.
22.Rapihkan alat simpan alat pada tempatnya.
23.Perawat/ bidan mencuci tangan.
24.Catat prosedur pelaksanaan, kondisi perineum dan meatus, waktu, konsistensi,
warna, bau, jumlah urine, reaksi pasien pada catatan perawat/ bidan.
35
SOP PEMASANGAN KATETER
A. Persiapan alat
1. set ganti kateter yang berisi:
1 duk alas steril
1 duk berlubang steril
1 piala ginjal steril
1 mangkok steril
4 kapas steril
1 pinset steril
1 pasang sarung tangan steril
2. 1 kateter folley sesuai dengan aturan
3. korentang steril
4. urine bag
5. Xylocain jelly steril
6. cairan sublimat 1:1000
7. Na CL 0,9 % atau aquadest steril sebanyak yang dibutuhkan oleh ballon
kateter (20-30 cc)
8. Spuit 20 cc steril
36
9. Jarum no.12 steril
10.Perlak
11.Plester
12.Alat tulis
13.Sabun mandi
14.Handuk
15.Kom mandi
16.Gantungan urine bag
17.Alkohol 70%
18.Kapas bulat
19.Jelaskan pada pasien tujuan dan maksud pemasangan kateter
B. Persiapan Lingkungan
Jendela dan pintu ditutup
C. Persiapan Pasien
1. Jelaskan pada pasien tujuan dan tindakan yang akan diberikan
2. Pasien dalam keadaan tidur/ berbaring.
D. Langkah-langkah
1. Tutup tirai dan pintu kamar pasien
2. Perawat mencuci tangan
3. Bersihkan daerah perineum dengan sabun dan keringkan.
4. atur posisi untuk pemasangan kateter.
Wanita: dorsal recumbent
Pria :Supine
5. Letakkan set kateter diantara kedua tungkai bawah pasien dengan jaral min
45cm dari perineum pasien.
6. Buka set kateter
7. Gunakan sarung tangan steril.
8. pasang duk berlubang didaerah genitalia pasien.
9. Tes ballon kateter.
37
10.membuka daerah meatus
Wanita :B uka labia dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari
tangan kiri lalu sedikit ditarik keatas
Pria : Pegang daerah dibawah glanda penis dengan jari dan
telukjuk, preputium ditarik keatas
11.Membersihkan daerah meatus dengan kapas sublimat dan pinset.
Wanita : Bersihkan daerah labia luar terakhir bagian meatus, kapas
hanya sekali dipakai.
Pria : Bersihkan dengan arah melingkar dari meatus keluar
minimum 3x
12.Lumasi ujung kateter dengan xylocain jelly
Wanita : 4-5 cm
Pria : 15-18 cm
13.Masukan kateter
Wanita :
Sepanjang 5-7 cm sampai urine keluar
Pria : sepanjang 18-20cm sampai urine keluar, tegakkan penis
dengan sudut 90° .
14.Jika waktu memasukkan kateter terasa adanya tahanan jangan dilanjutkan
15.selama pemasangan kateter anjurkan pasien untuk nafas dalam.
16.Masukkan kateter sepanjang 2cm sambil sedikit diputar.
17.isi ballon kateter dengan NaCL sebanyak yang ditentukan, menggunakan spuit
tanpa jarum.
18.Tarik kateter perlahan sampai ada tahanan ballon.
19.Fiksasi kateter menggunakan plester.
20.gantung urine bag dengan posisi lebih rendah daripada vesikaurinaria.
21.beri posisi yang nyaman pada pasien.
22.Rapihkan alat simpan alat pada tempatnya.
23.Perawat/ bidan mencuci tangan.
24.Catat prosedur pelaksanaan, kondisi perineum dan meatus, waktu, konsistensi,
warna, bau, jumlah urine, reaksi pasien pada catatan perawat/ bidan.
38
Standar Operasional Prosedur
Petugas Bidan
Perawat
Prosedur 1. Pemasangan kateter dilakukan pada pasien dengan kondisi
bedrest total yang akan dilakukan tindakan.
pemasangan dilakukan setelah pasien diberikan informed
consent.
39
2. Setelah melakukan pemasangan bidan/ perawat
memeberikan komseling. Dan melakukan pengawasan
jumlah urine.
Unit yang Bidan
terkait Perawat
DAFTAR PUSTAKA
40
12. Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit Nuha
Medika.
13. https://search.yahoo.com/search?
fr=mcafee&type=E210US91215G91399&p=jurnal+daftar+tilik+bph+benigna
14. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Jakarta.
15. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Jakarta.
16. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Dapartemen Keperawatan Dasar Profesi
Dosen Pengampu: TIM
41
Disusun Oleh:
GINA FADILA SARI JNR0200107
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 50
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 50
Hub. Dengan Klien: Istri
6. Aktivitas dasar
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan/minum 0
Toileting 3
Personal hyegine 2
Berpakaian 2
Mobilisasi dari tempat tidur 2
Berpindah 2
Ambulasi 2
Keterangan :
0 : mandiri
1 : dibantu total
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang dan alat
4 : tergantung total
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Composmentis
2. Kesadaran : Baik
3. GCS : E:4 M:5 V:4
4. Tanda-tanda vital
TD : 160/80 mmHg
Suhu : 36oC
43
Nadi : 68 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
5. Berat badan : 68 kg
6. Tinggi badan : 165 cm
7. Head to too kepala sampai kaki
a. Kepala
Bentuk : normocephale
Mata : conjungtiva anemis, sclera ikterik -/-, pupil bulat, simetris,
isokor, reflex cahaya +/+
Telinga : bentuk normal, simetris
b. Leher
Inspeksi : bentuk normal, simetris, benjolan (-)
Palpasi : pembesaran KGB (-)
c. Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : bentuk normal, pergerakan pernafasan simetris kanan dan kiri
Palpasi : fremitas taktil kanan sama dengan kiri fremitus vocal kanan
sama dengan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
d. Jantung
Inspeksi : pulsasi iktus kordis terlihat
Palpasi : pulsasi iktus kordis teraba
Auskultasi : bunyi jantung 1-11 reguler, murmur -/-
e. Abdomen
Inspeksi : perut datar
Palpasi : peristaltic usus (+) normal
Auskultasi : Timpani seluruh kuadran abdomen, asites (-)
f. Ekstremitas
Akral hangat
g. Status lokalitas
1. Pemeriksaan supra simfisis
Inspeksi : tidak tampak massa, warna kulit sama dengan sekitar
Palpasi : konsistensi supel, vesical urinaria tidak teraba penuh
(pasien sudah menggunakan kateter) nyeri
tekan (+)
2. Pemeriksaan genital
Inspeksi : tidak tampak kelainan kulit sekitar penis, tidak ada
secret
Palpasi : NT suprapubric (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
44
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih,
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan
sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung
Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume
prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai
45
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua defek
pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya menyertai penderita
BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT,
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan sitoskopi.
Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan volume
residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran
ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat
dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter
berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya
46
prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan
radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada
hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya
dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi
kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah kencing
E. ANALISA DATA
47
3. DO : Klien mengeluh sudah beberapa Hiperplasia Prostat Retensi urin
hari susah kencing. sedikit- sedikit ↓ berhubungan
dengan adanya
dan lama-lama kencing tidak keluar Otot destrutor menjadi lelah
obstruksi saluran
DS : Kandung kemih tampak penuh dan mengalami kemih
Klien meringis menahan kencing dekompensasi
↓
Tidak mampu berkontraksi
↓
Spasme otot spingter
↓
kandung kemih penuh
↓
Obstruksi
↓
Retensi Urin
4. DDO : Pasien merasa takut untuk Hiperplasia Prostat Ansietas
melakukan operasi. ↓ berhubungan
dengan dilakukan
DS : Tidak ada Otot destrutor menjadi lelah
pembedahan
dan mengalami dengan caraTUP-
dekompensasi P
↓
Tidak mampu berkontraksi
↓
Spasme otot spingter
↓
kandung kemih penuh
↓
Obstruksi
↓
Dilakukan tindakan
pembedahan TUP-P
↓
Ansietas
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
5. Nyeri Akut berhubungan dengan spasme kandung kemih.
6. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sumbatan saluran pengeluaran
kandung kemih.
7. Retensi urine berhubungan dengan adanya obstruksi saluran kemih.
8. Ansietas berhubungan dengan dilakukan pembedahan dengan cara TUP-P.
48
49
G. PERENCANAAN
50
Gelisah (90/60
- Identifikasi
Frekuensi nadi mmHg –
pengaruh nyeri
meningkat 120/80
Sulit tidur terhadap
mmHg)
kualitas hidup
9. RR dalam batas pasien
Gejala dan tanda minor normal (16-20
S x/menit) - Monitor efek
u
bj Kontrol Nyeri samping
e 3. Melaporkan penggunaan
kt bahwa nyeri
if analgetik
: berkurang
- Monitor
- dengan
O keberhasilan
bj menggunakan terapi
e manajemen nyeri
kt komplementer
if 4. Mampu yang sudah
Tekanan darah mengenali
meningkat diberikan
nyeri (skala, Terapeutik
Pola nafas berubah
Nafsu makan berubah intensitas, - Fasilitasi istirahat
Proses berpikir tidur
frekuensi dan - Kontrol
terganggu
Menarik diri tanda nyeri) lingkungan yang
Berfokus pada diri Status Kenyamanan memperberat
sendiri 1. Menyatakan rasa
diaforesisi nyaman setelah nyeri nyeri ( missal:
berkurang suhu ruangan,
51
pencahayaan dan
kebisingan).
- Beri teknik non
farmakologis
untuk meredakan
nyeri
(aromaterapi,
terapi pijat,
hypnosis,
biofeedback,
teknik imajinasi
terbimbimbing,
teknik tarik
napas dalam dan
kompres hangat/
dingin)
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
menggunakan
52
analgetik secara
tepat
- Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan SIKI : 1. Waktu yang cukup untuk
berhubungan dengan sumbatan asuhan keperawatan Perawatan Retensi Urine kandung kemih
saluran pengeluaran kandung selama ….x… jam, d. Monitor tingkat
memungkinkan akan lebih
kemih diharapkan gangguan distensi kandung
eliminasi urin yang kemih dengan mudah dalam pengeluaran
dirasakan pasien palpasi dan perkusi urine.
berkurang dengan e. Berikan rangsangan 2. Observaasi air kencing
kriteria hasil : berkemih (kompres dapat mengetahui kelainan
SLKI : dingin pada yang terjadi dan mengetahui
Eliminasi urin abdomen) apakan masih ada
1.Sensasi berkemih f. Jelaskan penyebab
meningkat penyumbatan dalam saluran
retensi urine
2. Distensi kandung Ajarkan cara kencing.
kemih meningkat melakukan 3. Tingkat distensi
3. Berkemih tidak rangsangan memungkinkan adanya
tuntas menurun berkemih penyumbatan dalam
kandung kemih.
Kontinensia urin
3. Kemampuan
berkemih
meningkat
4. Residu volume
setelah berkemih
menurun
53
3. Retensi urine berhubungan Setelah dilakukan Manajemen 1. intake dan output dapat
dengan adanya obstruksi asuhan keperawatan Eliminasi mengetahui penyumbatan
saluran kemih selama…x…jam Urine
dan kelainan dalam saluran
Penyebab diharapkan masalah Observasi
1. Peningkatan tekanan retensi urine 4. Identifikasi tanda kemih.
uretra membaik dengan dan gejala retensi 2. Apabila masih ada distensi
2. Kerusakan arkus reflex kriteria hasil: urine bladder maka pengeluaran
3. Blok sfingter Sensasi 5. Identifikasi faktor air kencih akan terganggu
4. Disfungsi neurologis berkemih dan sedikit.
yang
meningkat 3. Stimulasi reflex bladder
(mis. Trauma,
menyebabkan
Distensi memungkinkan pasien
penyakit saraf)
kandung kemih retensi urine terangsang utuk miksi
5. Efek agen menurun 4. Dengan monitor tanda
6. Monitor eliminasi
farmakologis Berkemih tidak gejala ISK di harapkan
tuntas menurun urine
(mis.atropine, pasien terhindari dari
Volume residu (mis.frekuensi,
urine menurun penyakit ISK.
belladonna,
Urine menetes konsistensi,
psikotropik, (dribbling) aroma, volume
antihistamin, menurun
Disuria dan warna)
opiate) menurun Terapeutik
Gejala dan tanda mayor Frekuensi BAK 3. Catat waktu dan
Subjektif : membaik haluaran berkemih
1. Sensasi penuh pada Karakteristik 4. Batasi asupan
kandung kemih urine membaik cairan, jika perlu
Objektif : Edukasi
1. Disuria atau anuria 7. Ajarkan tanda dan
2. Distensi kandung
kemih gejala infeksi
Gejala dan tanda saluran kemih
minor Subjektif :
8. Ajarkan mengukur
54
1. Dribbling asupan cairan dan
Objektif : haluaran urine
1. Inkontinensia berlebih
Residu urine 150 ml atau lebih 9. Ajarkan
mengenali tanda
berkemih dan
waktu yang tepat
untuk berkemih
10. Ajarkan terapi
modalitas
penguatan otot-
otot
panggul/berkemih
11. Anjurkan minum
yang cukup, jika
tidak ada
kontraindikasi
12. Anjurkan
mengurangi
minum menjelang
tidur
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat
55
Supositoria uretra
jika perlu
Perawatan
Kateter
Urine
Observasi
4. Monitor kepatenan
kateter urine
5. Monitor tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
6. Monitor tanda dan
gejala obstruksi
aliran urine
Monitor kebocoran
kateter, selang dan
kantung urine
5. Monitor input dan
output cairan (mis.
Jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik
8. Gunakan teknik
aseptic selama
perawatan kateter
urine
56
9. Pastikan kateter
dan kantung urine
terbebas dari
lipatan
10. Pastikan kantung
urine diletakkan di
bawah ketinggian
kandung kemih
dan tidakdi lantai
11. Lakukan
perawatan perineal
minimal 1x sehari
12. Kosongkan
kantung urine jika
kantung urine
sudah terisi
setengahnya
13. Lepaskan kateter
urine sesuai
kebutuhan
14. Jaga privasi selama
melakukan
tindakan
Edukasi
57
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, prosedur
dan risiko sebelum
pemasangan
kateter
Perawtaan
Retensi
Urine
Observasi
2. Identifikasi
penyebab retensi
urine
Monitor efek agens
farmakologis
5. Monitor intake dan
output cairan
6. Monitor tingkat
distensikandung
kemih dengan
palpasi atau
perkusi
Terapeutik
4. Sediakan privasi
untuk berkemih
5. Berikan
rangsangan
58
berkemih (mis.
Kompres dingin
pada abdomen)
6. Fasilitasi
berkemih dengan
interval yang
teratur
Edukasi
4. Jelaskan penyebab
retensi urine
5. Anjurkan pasien
atau keluarga
mencatat output
urine
6. Ajarkan cara
melakukan
rangsangan
berkemih
4. Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan Reduksi ansietas 1. Dengan cara memberikan
dilakukan pembedahan dengan informasi mengenai
tindakan 7. Monitor tanda-tanda
cara TUP-P
ansietas tindakan pembedahan yang
keperawatan selama
8. Ciptakan suasana dilakukan dengan
.................x24 jam memberikan informasi
terapeutik untuk
diharapakan yang jelas mengai tindakan
menumbuhkan
pembedahan dan
kecemasan
kepercayaan melakukan
59
menurun atau pasien 9. Pahami situasi yang
membuat ansietas
dapat tenang dengan
10. Diskusikan
kriteria :
perencanaan realistis
SLKI :
tentang peristiwa
Tingkat ansietas
yang akan datang
9. Menyingkirkan
tanda kecemasaan. 11. Anjurkan
10. Tidak terdapat
mengungkapkan
perilaku gelisah
11. Frekuensi napas perasaan dan persepsi
menurun
12. Anjurkan
12. Frekuensi nadi
menurun keluarga untuk
13. M
selalu disamping dan
enurunkan
mendukung pasien
stimulasi
Latih teknik relaksasi
lingkungan ketika
cemas.
14. Menggunakan
teknik relaksasi
untuk menurunkan
cemas.
15. Konsentrasi
membaik
16. Pola tidur
membaik
60
Dukungan sosial
1. Bantuan yang
ditawarkan oleh
oranglain meningkat.
61
H. IMPLEMENTASI
I. EVALUASI
63
64