Disusun oleh:
KELOMPOK L
1. Brian Yeremias L. Tobing ( NIM 21090120140169 )
2. Julian Raditya Putra ( NIM 21090120140147 )
3. Muhammad Irfan ( NIM 21090120120033 )
4. Muhammad Rajiv ( NIM 21090120140161 )
5. Rafly Kurniawan ( NIM 21090120130119 )
6. Tungky Ari Wibowo ( NIM 21090120140155 )
KELAS A
Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk memberi tahu pemilik rumah saat terjadi
kebakaran di mana pun lokasinya. Sistem yang diusulkan oleh Hawari et al. Sistem berbiaya
rendah ini mampu memantau polutan reguler termasuk Particulate Matter dari PM2.5, PM10
dan gas CO serta suhu dan kelembaban di sekitarnya secara real time. Sistem tersebut juga
mampu mengkategorikan lingkungan Baik, Sedang, Tidak Sehat, Sangat Tidak Sehat dan
Berbahaya berdasarkan standar API.
Fungsi operasi yang berbeda telah didefinisikan dengan jelas dan bekerja dalam
lapisan fungsional yang teridentifikasi. Model operasional berlapis mengisolasi
pengoperasian setiap fungsi dari fungsi lainnya. Karenanya, setiap fungsi dapat dimodifikasi
secara independen tanpa memengaruhi pengoperasian fungsi lain asalkan antarmuka
pertukaran data di antara mereka dipertahankan tidak berubah. Gambar 4 menunjukkan
usulan kerangka kerja berlapis yang mengidentifikasi fungsi umum untuk berada dalam
setiap lapisan secara luas.
3.1. Lapisan akuisisi data
Lapisan akuisisi dataPengembangan dan implementasi yang sukses dari sistem
manajemen lalu lintas yang efektif menuntut tinggipengumpulan data berkualitas secara real-
time . Karenanya sistem pendataan harus mampu mendigitalkan data dengan benarkuantisasi
dan tingkat pengkodean. Kemudian data digital harus dikodekan dalam format yang sesuai
untuk penyimpanan lokalmempertimbangkan kondisi lingkungan.Gambar 5 menyajikan
model yang diusulkan dari lapisan akuisisi data. Informasi yang dikumpulkan oleh sensor ini
akan diteruskan ke sub-lapisan pengambilan sampel dan kuantisasiyang pada gilirannya akan
dikodekan menggunakan algoritma pengkodean yang efisien yang cocok untuk penyimpanan
dan transmisi.Algoritme yang mengkodekan data yang dikumpulkan dengan jumlah bit
terendah adalah suatu keharusan dalam kasus ini, karena ininode akan memiliki kapasitas
penyimpanan yang sangat terbatas.
3.2. Lapisan komunikasi
Lapisan komunikasi akan membaca data yang disimpan dalam RAM dan
mengkodekan ulang yang sesuai penularan. Tergantung pada jenis yang tersedia dari teknik
transmisi, data yang akan diberi kode dapat tahan terhadap efek samping yang ditemui selama
penularan. Sebagian besar, komunikasi nirkabel teknologi transmisi yang paling layak
digunakan dari node penginderaan terdistribusi ke lokasi pemrosesan pusat, data akan
berjalan di lingkungan yang sangat tidak bersahabat dengan kebisingan dan gangguan dari
sumber lain. Selain itu, jumlah data yang ditransmisikan harus serendah mungkin untuk
mengurangi biaya transmisi. Gambar 6 menunjukkan arsitektur yang diusulkan dari lapisan
komunikasi terdiri dari sub-lapisan pengkodean deteksi kesalahan, sub-lapisan kompresi data
dan sub-lapisan pengkodean transmisi.
Jurnal 1 :
Ringkasan Jurnal 2 :
1. Pengantar
Hampir semua kapal nelayan yang beroperasi di Indonesia terbuat dari
kayu. Lambung perahu kayu setiap hari terkena panas dan mengapung di air laut, kombinasi
yang dapat menyebabkan bagian lambung perahu cepat rusak. Fiberglass merupakan material
komposit yang kuat, tahan cuaca dan mudah dibentuk. Material komposit ini dapat
diaplikasikan sebagai material pelapis kapal kayu untuk mengatasi pelapukan dan
memperbaiki kebocoran.
Penelitian terapan ini secara langsung mempraktekkan metode perbaikan perahu kayu dengan
cara melapisi 2 lapis fiberglass. Tahapan tersebut meliputi penghilangan semua fouling dan
pelapis lainnya dan kontaminasi, pengeringan dan perbaikan, pelapisan dengan dua lapis
fiberglass, diikuti dengan finishing. Pengeringan dan perbaikan, pelapisan dengan dua lapis
fiberglass, dilanjutkan dengan finishing.
2. Metode
Bahan yang digunakan untuk melapisi perahu kayu dengan bahan fiberglass adalah:
perahu kayu nelayan, resin cair, cincang strand mat (CSM), bedak, cat pewarna, cairan
katalis. Metode yang digunakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
studi kasus deskriptif berdasarkan observasi dan partisipasi. Faktor-faktor yang diamati dan
dijelaskan meliputi kerusakan yang terjadi pada perahu kayu, serta cara perbaikan yang
digunakan. Pada tahap pertama, berbagai jenis kerusakan yang dapat terjadi dideskripsikan
dan dianalisis berdasarkan penyebab dan akibat kerusakan kapal kayu. Penelitian tahap kedua
dilakukan dengan perbaikan langsung perahu kayu (studi kasus) dengan laminasi fiberglass.
A. Identifikasi kerusakan lambung kapal kayu
1) Mengotori lambung kapal.
Lapisan kotoran berkerak di lambung kapal disebabkan oleh hewan laut dan
tumbuhan yang menempel di lambung kapal kayu. Jika fouling tidak dihilangkan
maka akan semakin tebal dan menyebabkan tahanan kapal semakin meningkat,
sehingga kecepatan perahu akan semakin rendah.
2) Pelapukan lambung.
Salah satu penyebab kerusakan lambung kapal adalah seringnya (seringkali terus
menerus) terpapar unsur-unsur tersebut, terutama panas dan cahaya matahari serta air
laut yang dapat masuk ke pori-pori. Jika kayu yang rusak karena pelapukan tidak
segera diganti, kemungkinan besar kapal akan bocor.
3) Papan lambung rusak.
Kerusakan ini disebabkan oleh benturan konstruksi kapal dengan karang, dinding
pelabuhan, penghalang bawah air, dan sebagainya. Jika tidak segera diperbaiki
kerusakan tersebut akan menyebabkan perahu bocor.
4) Lubang dan goresan di lambung kapal.
Lambung kayu dapat rusak oleh abrasi dari terumbu karang dan bebatuan, panas dan
cahaya matahari, dan beban berat pada lambung kapal karena gelombang.
B. Teknik memperbaiki perahu kayu dengan laminasi fiberglass.
Perbaikan kapal kayu melalui laminating dengan bahan fiberglass terbukti mampu
melindungi lambung dari berbagai jenis kerusakan tersebut di atas. Laminasi fiberglass
perahu kayu adalah proses pelapisan perahu kayu dengan cara menempelkan fiberglass ke
lambung kapal. Tujuan dari laminasi ini adalah untuk melindungi lambung kapal dari kayu
dari air yang merembes ke dalam kapal dan untuk memperkuat konstruksi, termasuk
sambungan antar papan lambung kapal. Berikut adalah tekniknya :
1) Mengeringkan lambung kapal.
Sebelum kapal penangkap ikan kayu laminasi dapat dilaminasi dengan fiberglass,
sangat penting bahwa kapal harus benar-benar kering, karena kelembaban yang
terperangkap akan menyebabkan kayu membusuk di dalam laminasi. Selain itu,
kandungan air pada kayu akan merusak lapisan fiberglass dan mencegah lapisan
fiberglass dan kayu mengikat dengan baik.
2) Membersihkan lambung kapal.
Tujuan pembersihan lambung kapal adalah untuk menghilangkan material yang
menempel pada kayu, sehingga laminasi fiberglass pada tahap selanjutnya dapat
merekat dengan rapat dan sempurna. Hal ini umumnya mencakup sisa cat dan dempul
yang masih menempel pada lambung kapal, serta sisa kotoran yang masih membasahi
lambung kapal.
3) Fiberglass Laminasi dengan Chopped Strand Mat (CSM).
Dua lapis laminasi fiberglass (resin-CSM-resin-CSM-resin) akan meningkatkan
ketebalan kapal sekitar 3 mm. Laminasi fiberglass ini akan membuat lambung kapal
kedap air dan melindungi kapal dari bahaya rembesan air ke dalam konstruksi kapal,
dan menyebabkan kebocoran.
4) Memasang laminasi fiberglass ke lambung kayu.
Paku payung (paku pendek dengan kepala besar) dari ukuran 1 cm digunakan untuk
memperkuat ikatan laminasi fiberglass ke lambung kayu, dan ditempatkan pada jarak
20-30 cm. Tujuan dari paku ini adalah untuk memperkuat lapisan fiberglass pada
lambung kapal sehingga tidak ada kemungkinan lapisan fiberglass terlepas dari
lambung kayu kapal. Untuk menghindari pembuatan lubang yang dapat menyebabkan
perahu bocor maka harus dilakukan pada saat fiberglass masih basah, dan paku harus
ditutup dengan lapisan resin. Setelah kering, permukaan lambung kapal perlu dipoles,
setelah itu permukaan lambung akan menjadi sangat keras dan halus.