Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap orang yang
berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki individu, membentuk kepribadian yang cakap dan
kreatif, kritis, inovatif, dan bertanggung jawab serta bertakwa ke pada Tuhan
Yang Maha Esa.Undang-undang No . 20 tahun 2003 Pasal 1 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjelaskan bahwa:
Pendidkan (Kemendiknas, 2003: 3) menyatakan bahwa;
Pendidikann ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar murid secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.

Proses pendidikan memberikan kesempatan bagi seseorang agar dapat


mengembangkan segala potensi yang mereka miliki. Potensi tersebut
dikembangkan agar menjadi kemampuan yang semakin lama semakin
meningkat baik aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan
(psikomotor). Kemampuan ini akan diperlukan oleh individu tersebut untuk
kehidupannya dalam bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada
kesejahteraan kehidupan umat manusia. Oleh karena itu suatu kegiatan
pembelajaran memiliki tujuan kompetensi untuk meningkatkan kompetensi
murid.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 menjelaskan tujuan

pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

1
2

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta betanggungjawab.

Terkait dengan komponen-komponen pengembangan pembelajaran di

Sekolah Dasar, Hamruni (2012:11) mengemukakan bahwa sebagai sebuah

sistem, pembelajaran meliputi suatu komponen, antara lain tujuan, bahan,

peserta didik, guru, metode, situasi, dan evaluasi. Setiap komponen ini

mempunyai perannya masing-masing dan juga saling berkaitan satu sama lain.

Misalnya, siswa membutuhkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran,

dan sebaliknya guru membutuhkan siswa untuk dapat melaksanakan kegiatan

pembelajaran. Hubungan timbal balik antara setiap komponen pembelajaran ini

diperlukan dalam mewujudkan pembelajaran yang hidup, sehingga menjadi

lebih aktif dan menyenangkan.

Hendri Guntur Tarigan (2013: 2) Siswa sebagai salah satu komponen dalam

pembelajaran memiliki tingkat kecerdasan dan karakteristik yang berbeda-

beda. Ada yang memiliki tingkat kecerdasan yang rendah, sedang dan ada

pula yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Namun, jika dilihat dari

usianya, siswa SD umumnya berada dalam tahap perkembangan karakteristik

yang aktif, senang bermain, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dan suka

mencari perhatian. Melihat karakteristik umum siswa tersebut, dapat menjadi

jalan bagi guru untuk memotivasi dan mengembangkan pembelajaran yang


3

menyenangkan bagi siswa, salah satunya dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia.

Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia siswa akan belajar bagaimana cara

berkomunikasiyangbaikdanbenar.Komunikasiyangbaikdanbenardapatberupa

lisan maupun tulisan. Menurut RobertE.Slavin (2005: 246) mengemukakan

bahwa Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi bangsa Indonesia secara

nasional, sehingga kemampuan berkomunikasi lisan maupun tulisan dengan

baik dan benar sangat diharapkan ada pada setiap siswa. Semua siswa tidak

akan mampu memahami pelajaran-pelajaran lainnya tanpa mampu

berkomunikasi dengan baik dan benar karena dalam pelaksanaan setiap mata

pelajaran dibutuhkan adanya komunikasi yang baik antara guru dengan siswa

maupun antar sesama siswa. Hal ini yang merupakan salah satu sebab

mengapa bahasa Indonesia harus diajarkan karena merupakan dasar dari

semua pembelajaran.

Mengingat dalam keseharian siswa, sebagian besar waktu yang dimiliki

digunakan untuk menjalin interaksi dengan sesama siswa seperti halnya

keterampilan berbicara merupakan modal dasar dalam berkomunikasi untuk

menjalin interaksi dengan orang disekitarnya. Pelaksanaan pembelajaran di

sekolah, harus benar-benar dapat melatih dan membiasakan siswa agar miliki

keterampilan berbicara yang baik. Namun pada kenyataannya, Pembelajaran

Bahasa Indonesia terkait pengembangan keterampilan berbicara masih belum

terlaksana secara optimal. Kenyataan ini juga terjadi pada siswa kelas V SDN

219 Inpres Pannambungan


4

Arsyad Maidar (1997: 21) menyatakan bahwa;

Pembelajaran bahasa Indonesia keterampilan berbahasa diarahkan


untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulis, serta kemampuan dan kecekatan menggunakan bahasa yang
dapat meliputi mendengar atau menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis.

(Lickona,2013) Keterampilan berbahasa dibagi menjadi 2, yaitu Lisan dan

Tulis. Lisan meliputi menyimak dan berbicara, sedangkan keterampilan

berbahasa tulis meliputi membaca dan menulisyang dapat menumbuhkan

apresiasi terhadap hasil karya kesastraan bangsa Indonesia. Standar kompetensi

mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal

peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan

berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar

kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didikuntuk memahami dan

merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.

(Tarigan, 2015: 12) Kemampuan berbicara tidak diperoleh secara alami

akan tetapi harus melalui proses dan rajin berlatih. Oleh karena itu seorang

guru perlu memahami dan mampu menerapkan berbagai strategi, metode,

maupun pendekatan dalam meningkatkan keterampilan berbicara. Salah satu

pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara

adalah dengan penerapan pendekatan integratif. dengan menerapkan

pendekatan integratif dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat

memudahkan siswa lebih memahami bagaimana keterampilan berbicara yang

baik. Terdapat beberapa masalah yang sering dialami oleh siswa dalam

keterampilan berbicara, yaitu diantaranya: (1) Kurangnya kepercayaan diri, (2)


5

Pengetahuan yang minim, (3) Penyampaian atau cara menyajikan materi yang

tidak jelas, (4) Penggunaan kosa kata yang kurang sesuai, (5) Peserta didik

yang menderita hambatan jasmani yang berhubungan dengan alat-alat

bicaranya.

Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya

dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan

berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan

berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan

perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang

berbicara. Deni (Kurniawan. 2015) Keterampilan berbicara juga akan mampu

membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan

tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami.

Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa

depan yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan

gagasan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis.

Bahkan, keterampilan berbicara juga akan mampumelahirkan generasi masa

depan yang berbudaya karena sudah terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi

dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat dia sedang

berbicara.

Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia

telah menyimpang jauh dari misi sebenarnya. Guru lebih banyak berbicara

tentang bahasa daripada melatih menggunakan bahasa. Dengan kata lain, yang

ditekankan adalahpenguasaan tentang bahasa. Guru bahasa Indonesia lebih


6

banyakberkutat dengan pengajaran tata bahasa, dibandingkan mengajarkan

kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata. (Subari, 2007:49) Dalam aspek

bahasa, guru memiliki peranan yang sangat penting untuk memberikan

stimulasi dan menggembangkan aspek bahasa tersebut. Keterampilan

barbahasa memiliki 4 komponen yaitu: 1). keterampilan menyimak (listening

skills), 2). Keterampilan berbicara (speaking skills), 3). keterampilan membaca

(reading skills), 4). keterampilan menulis (writing skills) Nida & Harris (dalam

Tarigan, 2015: 1). Dalam penelitian ini, penulis menitikberatkan pada aspek

bahasa yakni keterampilan berbicara. Menurut Harris (dalam Tarigan, 2015: 3)

ada 4 komponen keterampilan berbicara yang harus diperhatikan yaitu:

fonologi (bunyi), struktur kalimat, kosa kata, kelancaran (ketepatan).

Kondisi pembelajaran semacam itu dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak

mungkin mencapai hasil belajar bahasa Indonesia yang tidak baik tetapi akan

terus berada pada arus yang rendah. Para murid akan terus-menerus mengalami

kesulitan dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara lancar,

memilih kata (diksi) yang tepat, menyusun struktur kalimat yang efektif,

membangun pola penalaran yang masuk akal, dan menjalin kontak mata

dengan pihak lain secara komunikatif dan interaktif pada saat berbicara, secara

nyata bahwa di kelas tersebut terdapat 30 siswa ternyata hanya 40% siswa

yang dianggap telah mampu terampil berbicara.

Konteks demikian, diperlukan pendekatan pembelajaran keterampilan

berbicara yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir, membaca,

menulis, dan menyimak, sehingga proses pembelajaran bisa berjalan dengan


7

baik. Murid tidak hanya diajak untuk belajar tentang bahasa secara rasional

dan kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan berlatih dalam konteks dan

situasi tutur yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif,

menarik, dan menyenangkan. dengan cara demikian, siswa tidak akan

terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku, monoton, dan

membosankan. Pembelajaran keterampilan berbicara pun menjadi sajian materi

yang selalu dirindukan dan dinantikan oleh siswa.

Deni Kurniawan (2015:71) mengemukakan: “pendekatan integratif terdapat

beberapa model dan salah satunya yaitu model webbed atau model terjala atau

jejaring tema merupakan pendekatan dalam pengintegrasian mata pelajaran.

Satu tema dijadikan rujukan untuk membahas materi sejumlah mata pelajaran

yang sejalan atau memiliki katerkaitan ide. Saddhono (2014: 23),

mengemukakan bahwa kegiatan mendengarkan yang baik menyangkut sikap,

ingatan, persepsi, kemampuan membedakan, intelegensi, perhatian, dan

motivasi yang harus dikerjakan secara integral dalam tindakan yang optimal

pada saat kegiatan mendengarkan berlangsung baik mendengarkan intensif dan

ekstensif. Mendengarkan intensif adalah mendengarkan yang diarahkan pada

suatu kegiatan yang jauh lebih diawasi, dikontrol pada suatu hal tertentu baik

dari perorangan pengajaran bahasa maupun pemahan serta pengetahuan umum

secara kritis, konsentratif, kreatif, eksploratif interogatif, dan selektif, berbeda

dengan mendengarkan ekstensif. Untuk melaksanakan dan mengoptimalkan

kemampuan mendengarkan murid. Kita masih ingat waktu kita pertama belajar

mendengarkan di sekolah dasar, kita tidak belajar langsung untuk


8

mengungkapkan pendapat, melainkan melalui proses panjang. Pertama-tama

guru membacakan cerita yang ada di buku pelajaran kemudian siswa disuruh

untuk menceritakan kembali apa yang didengarkannya. (Nurhadi. 2015)

Tahapan-tahapan pembelajaran mendengarkan itu perlu dilalui semua orang

karena sampai sekarang belum ada metode pembelajarn yang membuat anak

sekolah dasar langsung bisa mengemukakan pendapatnya didepan kelas. Itulah

salah satu ciri mendengarkan harus dipadukang dengan keterampilan lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh

murid maka para pendidik perlu menggunakan suatu pendekatan dalam

melakukan proses pembelajaran. Salah satu pendekatan yang dianggap tepat

adalah pendekatan integratif. Pendekatan integratif merupakan pendekatan

yang menggabungkan beberapa keterampilan dan beberapa bidang studi dalam

satu mata pelajaran. dan akan membuat siswa lebih kreatif memiliki wawasan

yang lebih luas.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) dengan judul ”Peningkatan Keterampialan Berbicara Melalui

Pendekatan Integratif Siswa Kelas V SDN 219 Inpres Pannambungan”.

B. Perumusan dan Pemecahan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan

masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah peningkatkan keterampilan berbicara melalui pendekatan

Integratif siswa kelas V SDN 219 Inpres Pannambungan?


9

2. Apakah peningkatkan keterampilan berbicara melalui pendekatan Integratif

siswa kelas V SDN 219 Inpres Pannambungan meningkat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan

berbicara melalui pendekatan integratif siswa Kelas V SDN 219 Inpres

Pannambungan.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak

yang terlibat dalam dunia pendidikan. Manfaat dari penelitian tindakan kelas

ini ada dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

teori pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pengembangan teori

pembelajaran berbicara ditingkat satuan pendidikan SD.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

pertimbangan empiris untuk memilih strategi alternatif dalam

pembelajaran sebagai upaya meningkatkan keterampilan berbicara

siswa dan mendorong guru untuk mampu menciptakan pembelajaran

yang berorientasi pada siswa.

b. Bagi siswa
10

Hasil penelitian ini memberikan kesempatan dan pengalaman yang

menyenangkan dalam mengungkapkan pendapat dan meningkatkan

kemampuan berbicaranya serta melatih siswa untuk menyampaikan

dan menerima informasi secara lisan.

c. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan,

pengalaman yang bermakna, dalam mengembangkan kemampuan yang

ada.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Keterampilan Berbicara

1. Pengertian Keterampilan Berbicara

Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui

bahasa lisan (Iskandar wassid dan Dadang Sunendar, 2009: 286).

Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau

kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan

pikiran, gagasan, dan pera saan (Hendri Guntur Tarigan, 2008:16).

Pendapat diatas juga sejalan dengan pendapat Sabarti Akhadiah,dkk.

(1993:153) yang mengemukakan bahwa kegiatan berbicara diawali dari

suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada

penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima dan memahami isi

pesan itu.

Menurut Tarigan (2014:12-13) Berbicara adalah keterampilan

menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Berbicara

identik dengan menyampaikan pesan melalui bahasa secara lisan.

Penggunaan bahasa lisan dapat di pengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-

faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung adalah hal-hal

sebagai berikut: (1) pelafalan, (2) intonasi, (3) pilihan kata, (4) struktur

kata dan kalimat, (5) sistematika pembicaraan, (6) isi pembicaraan, (7)

cara memulai dan mengakhiri pembicaraan, serta (8) penampilan (gerak-

gerik), penguasaan diri.


11
12

Menurut Suhartono (2005: 21) Berbicara merupakan bentuk

perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis,

neurologis, semantik, dan linguistik. Pertama, faktor fisik yaitu alat ucap

untuk menghasilkan bunyi bahasa, seperti kepala, tangan, dan roman muka

yang dimanfaatkan dalam berbicara. Kedua, faktor psikologis dapat

mempe ngaruhi terhadap kelancaran berbicara. Oleh karena itu stabilitas

emosi tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas suara tetapi juga

berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.

Keterampilan mendengarkan senantiasa “berpasangan” dengan

keterampilan berbicara. Proses mendengarkan terjadi apabila ada wacana

lisan yang diucapkan oleh pembicara. Agar pendengar dapat memahami

maksud yang di sampaikan oleh pembicara,maka pembicara harus

berusaha menyampaikan pembicaraannya dengan sebaik-baiknya. Dengan

kata lain pembicara harus terampil bicara, yaitu mampu memilih dan

menata gagasan yang ingin yang disampaikan, menuangkannya ke dalam

kode-kode kebahasaan sesuai dengan konteks komunikasi, dan

mengucapkannya dengan intonasi, tekanan, nada, dan tempo yang tepat.

Keterampilan berbicara dengan pengertian seperti ini tidak bisa diperoleh

oleh anak secara otomatis. Mereka harus belajar dan berlatih. Oleh karena

itu, dalam rangka memperoleh keterampilan berbicara seperti itu perlu

pengajaran keterampilan berbicara.


13

Keterampilan berbicara adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan dengan

struktur yang baik untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Tujuan Berbicara

Berbicara erat kaitannya dengan berkomunikasi. Hendri Guntur

Tarigan (2013: 16) mengemukakan, “Tujuan utama dari berbicara adalah

untuk berkomunikasi”. Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana

(2001: 98) mengkomunikasikan merupakan kemampuan dasar yang sangat

penting untuk dimiliki peserta didik karena fungsinya yang vital bagi

segala urusan yang kita lakukan dalam kehidupan. Kemampuan

berkomunikasi adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan buah

pikirannya dalam bentuk ungkapan kalimat yang bermakna, logis dan

sistematis (Hamzah Uno dan Nurdin Mohamad, 2012: 271). Berbicara

dengan logis dan sistematis akan membuat suatu komunikasi berjalan

dengan lancar dan lebih bermanfaat. Kelancaran dalam komunikasi

membuat pesan yang ingin disampaikan lebih mudah dipahami oleh

penerima pesan.

Iskandar wassid dan Dadang Sunendar (2009: 287) mengemukakan

bahwa untuk tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan

berbicara dapat dirumuskan, seperti berikut.

a. Menyampaikan informasi

b. Berpartisipasi dalam percakapan

c. Menjelaskan identitas diri


14

d. Menceritakan kembali hasil simakan ataubacaan

e. Melakukan wawancara

f. Bermain peran

g. Menyampaikan gagasan dalam diskusi ataupidato

Tujuan berbicara dapat dicapai dengan memperhatikan prinsip-

prinsip dalam yang mendasari kegiatan berbicara. Brooks, 1964 (Hendri

Guntur Tarigan 2013:18) mengemukakan bahwa beberapa prinsip umum

yang mendasari kegiatan berbicara, seperti berikut

a. Membutuhkan paling sedikit dua orang.

b. Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama.

c. Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum.

d. Merupakan suatu pertukaran antara partisipan.

e. Menghubungkan setiap pembicara dengan yang

lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera.

f. Berhubungan atau berkaitan dengan masakini.

g. Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang

berhubungan dengan suara/bunyi bahasa dan

pendengaran (vocal and auditoryapparatus)

Secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa

yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil.

Setiap kegiatan yang dilaksanakan memiliki tujuan yang ingin dicapai.

Begitu juga dengan kegiatan berbicara. Dalam kegiatan berbicara terdapat

beberapa tujuan yang ingin dicapai. Prinsip-prinsip dasar dalam berbicara


15

perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan-tujuan berbicara tersebut.

3. Jenis-Jenis Berbicara

Hendri Guntur Tarigan (2013: 24, 30-47) mengungkapkan secara garis

besar, berbicara (speaking) dapat dibagi seperti berikut.

a. Berbicara di muka umum pada masyarakat (public speaking) yang

mencakup empat jenis.

1) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat memberitahukan atau

melaporkan; yang bersifat informatif (informativespeaking);

Kegiatan berbicara dalam situasi ini menjadi bersifat

informatif karena dalam situasi ini pembicara ingin membuat

pengertian-pengertian atau makna-makna menjadi jelas. Misalnya

dalam penyampaian materi pembelajaran yang diberikan oleh

seorang guru kepada siswa-siswanya. Pembicaraan yang dilakukan

oleh guru untuk memberitahukan materi kepada siswa-siswanya

dan memperjelas makna materi yang disampaikan tersebut.

2) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan,

persahabatan (fellowship speaking);

Berbicara dalam situasi ini dapat dilakukan melalui obrolan

hiburan. Berbicara dalam situasi ini bertujuan untuk menciptakan

suasana keriangan yang menyenangkan hati dan dapat mempererat

hubungan kekeluargaan atau persahabatan.

3) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat membujuk, mengajak,

mendesak, dan meyakinkan (persuasive speaking) ;


16

Berbicara dalam situasi ini terjadi apabila pembicara berniat

untuk mendapatkan tindakan atau aksi dari pendengar. Tentunya

tindakan atauaksi yang diberikan oleh pendengar diharapkan sesuai

dengan yang dikehendaki oleh pembicara. Tindakan atau aksi yang

sesuai dengan yangdikehendaki pembicara biasanya didapatkan

dengan memberikan daya tarik yang emosional kepada pendengar.

4) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat merundingkan dengan

tenang dan hati-hati (deliberativespeaking).

Berbicara dalam situasi ini dilakukan dengan tujuan untuk

memperoleh keputusan dan rencana .Dengan demikian hasil dari

kegiatan berbicara dalam situasi ini bukanlah tindakan melainkan

keputusan atau kepastian pendirian.

Selain menurut Tarigan, Saleh Abbas (2006: 85-99) juga mengungkapkan

macam-macam pembelajaran berbicara, sebagai berikut.

1) Menirukan ucapan

Pembelajaran berbicara model ini sangat baik diterapkan di

kelasrendah terlebih pada pembelajaran membaca permulaan untuk

pengulangan bunyi- bunyi bahasa.

2) Menceritakan hasil pengamatan

Menceritakan hasil pengamatan dapat dilakukan dengan mengamati

keadaan dan benda-benda dilingkungan sekitar untuk diceritakan.

Kegiatan ini juga dapat menambah perbendaharaan kosa kata.


17

3) Percakapan

Pembelajaran berbicara jenis percakapan ini dapat dilakukan dengan

menggunakan alat bantu sebagai alat komunikasi seperti telepon

mainan, HP mainan, dan telepon kaleng.

4) Mendeskripsikan

Kegiatan mendeskripsikan ini dapat dilakukan dengan

menggunakan benda-benda yang dekat dengan siswa seperti benda-

benda kesayangan siswa. Hal ini akan sangat memudahkan siswa

dalam mendeskripsikannya.

5) Pertanyaan menggali (eksplorasi)

Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan mendeskripsikan,

dimana pada kegiatan ini pendengar diberi kesempatan untuk

bertanya terkait dengan hal yang dideskripsikan oleh siswa.

6) Bercerita

Melalui pembelajaran bercerita dapat memberikan pengalaman

kepada siswa untuk mengenal ritme, intonasi, dan pengimajinasian

serta nuansa bahasa.

7) Berwawancara dan melaporkan hasilnya

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada model ini mencakup,

pelaksaaan kegiataan wawancara sesuai waktu yang telah

ditentukan, mendiskusikan hasil wawancara dan membuat laporan,

dan melaporkan hasil kegiatan wawancara.


18

8) Berpidato

Dalam kegiatan berbicara dengan jenis berpidato terdapat empat

metode penyajian yang dapat dilakukan. Keempat metode penyajian

dalam berpidato yang dimaksud yaitu, metode impromtu, metode

mengahafal, metode naskah, dan metode ekstemporal.

9) Diskusi

Sebelum memulai sebuah diskusi, guru perlu memperhatikan

kondisi kelas terlebih dahulu. Misalnya mengatur ruang kelas

dengan bentuk U atau lingkaran dan memberikan arahan tentang

aturan dan tatacara diskusi agar dapat meningkatkan interaksi dan

keterlibatan semua siswa dalam diskusi.

Berdasarkan beberapa jenis berbicara yang telah dijelaskan di atas, maka

dalam penelitian ini lebih ditekankan pada berbicara dalam situasi-situasi

memberitahukan atau melaporkan, yang bersifatin formatif. Dengan jenis

berbicara ini, diharapkan siswa dapat belajar untuk menginformasikan

pengetahuan yang dimiliki siswa dengan baik kepada siswa yang lain.

4. Unsur-Unsur Berbicara yang Baik

Burhan Nurgiantoro (2014: 420) mengemukakan bahwa kriteria berbicara

yang baik, seperti berikut

a. Keakuratan dan keasliangagasan

b. Kemampuan berargumentasi

c. Keruntutan penyampaian gagasan

d. Pemahaman
19

e. Ketepatan kata

f. Ketepatan kalimat

g. Ketepatan stile penuturan

h. Kelancaran

5. Aspek-aspek dalam Keterampilan Berbicara

Aspek-aspek dalam keterampilan berbicara terdiri dari aspek kebahasaan

dan aspek nonkebahasaan. Sri Hastuti (1993: 73-82) mengemukakan

bahwa aspek-aspek yang perlu diperhatikan oleh para pembicara,

diantaranya.

1) Aspek kebahasaan

a. Pelafalan atau pengucapan

Pembicara harus mampu mengucapkan bunyi bahasa dengan

pelafalan atau pengucapan yang tepat dan baku yang tidak

terpengaruh oleh lafal kedaerahan/dialek asing.

b. Diksi atau pilihan kata

Kecermatan dan ketepatan dibutuhkan dalam pemilihan kata,

agar kata-kata yang dipilih sesuai untuk mengungkapkan

gagasan yang ingin diungkapan. Selain itu, pilihan kata juga

perlu menyesuaikan dengan keadaan pendengar dan kondisi

saat berbicara.

c. Struktur kalimat

Struktur kalimat dalam menyusun kalimat harus

menggunakan kalimat yang baku, sehingga kalimat menjadi


20

mudah dipahami.

d. Intonasi

Suatu kalimat yang disampaikan akan lebih mudah dipahami

olehpendengar apabila diucapkan dengan tekanan dan irama

yang tepat.

2) Aspek non kebahasaan

Selain faktor-faktor kebahasaan diatas, terdapat juga faktor-

faktor nonkebahasaan yang mempengaruhi keterampilan

berbicara, yakni.

a. Sikap wajar dan tenang

Bersikap wajar dan tenang dalam berbicara menjadi salah satu

cara untuk menarik perhatian pendengar. Bersikap wajar dan

tenang dapat dilakukan melalui latihan terlebih dahulu serta

penguasaan materi pembicaraan dengan baik.

b. Pandangan terarah kepada lawanbicara

Pandangan seorang pembicara yang terarah kepada lawan

bicara akan membuat lawan bicara merasa diperhatikan.

Apabila lawan bicara telah merasa diperhatikan, maka lawan

bicara pun akan berusaha untuk dapat memperhatikan kembali

pembicaranya dan memahami apa yang sedang dibicarakan

oleh pembicara.

c. Kesediaan menghargai pendapat oranglain

Kesediaan menghargai pendapat orang lain dapat dilakukan


21

dengan bersikap terbuka terhadap pendapat dan mau

menerima kritik dari oranglain. Pembicara juga harus bersedia

mengubah pendapatnya apabila pendapatnya terbukti salah.

d. Gerak-gerik dan mimik yang tepat

Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat menjadi salah satu

cara untuk menghidupkan komunikasi. Namun gerak-gerik

dalam berbicara perlu dilakukan secukupnya dan sewajarnya

saja agar tidak berlebihan. Gerak-gerik yang berlebihan dapat

mengalihkan konsentrasi pendengar sehingga lebih tertuju

pada gerak-gerik tersebut dibandingakan pada materi

pembicaraan.

e. Volume suara

Volume suara dalam berbicara juga perlu disesuaikan agar

tidak berlebihan dan membuat pendengar menjadi terganggu.

Volume suara dalam berbicara perlu disesuaikan dengan

tempat, jumlah pendengar, dan akustik.

f. Kelancaran dan ketepatan

Kelancaran dan ketepatan yang dimaksud disini yaitu apabila

pembicara dapat mengemukakan pendapatnya tanpa terputus-

putus dan kecepatanberbicaranya masih dalam batas

kewajaran. Kecepatan berbicara yang berlebihan akan

menyusahkan pendengar dalam memahami apa yang sedang

dibicarakan.
22

g. Penalaran

Penalaran atau alur pikir yang baik membuat gagasan yang

diungkapkan menjadi logis dan mudah diterima oleh

pendengar.

h. Penguasaan topik

Penguasaan topik perlu dilakukan oleh seorang pembicara

sebelum memulai kegiatan berbicara. Penguasaan topik yang

baik membuat pembicara mampu berbicara dengan tenang

tanpa kekhawatiran sehingga pembicaraan dapat berjalan

dengan lancar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada

beberapa aspek yang mempengaruhi kegiatan berbicara

diantaranya aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan.

Aspek-aspek inilah yang akan dikembangkan menjadi

instrumen penelitian dalam penelitian ini, seperti aspek

pengucapan atau lafal, intonasi, diksi atau pilihan kata,

struktur kalimat yang merupakan aspek kebahasaan dan sikap

tenang dan wajar, gerak-gerik dan mimik, volume suara,

kelancaran dan ketepatan, dan penguasaan topik yang

merupakan aspek non kebahasaan.

6. Langkah-Langkah Berbicara

Sabarti Akhadiah, dkk. (1993: 153) mengatakan,“Kegiatan berbicara

diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan
23

disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima

atau memahami isi pesan itu”. Tarigan (2013: 32-33) mengemukakan

bahwa dalam merencanakan suatu pembicaraan, kita harus mengikuti

langkah-langkah berikut.

1) Memilih pokok pembicaraan yang menarik hati kita.

Pokok pembicaraan yang menarik hati pembicara kemungkinan

juga akan menarik bagi para pendengar. Pokok pembicaraan yang

menarik membuat pendengar bersemangat untuk mendengarkannya

sehingga tidak mudah merasa bosan.

2) Membatasi pokok pembicaraan

Membatasi pokok pembicaraan dapat dilakukan pada pokok-pokok

pembicaraan yang dianggap menarik yang nantinya dapat dibahas

secara mendalam sesuai dengan waktu yang ada. Membatasi pokok

pembicaraan dapat menghindari terjadinya pembicaraan dengan

pokok-pokok yang kurang penting atau yang tidak perlu untuk

dibicarakan.

3) Mengumpulkan bahan-bahan

Mengumpulkan bahan-bahan dapat dilakukan dari berbagai sumber

seperti buku, ensiklopedia, majalah, malakah, dan lain-lain

termasuk wawancara dengan orang yang ahli bidang terkait dengan

apa ingin dibicarakan.

4) Menyusun bahan
24

Menyusun bahan yang ingin dibicarakan terdiri atas tiga bagian.

Ketiga bagian tersebut diantaranya.

a. Pendahuluan

Pendahuluan dalam berbicara dapat dilakukan dengan memberikan

pertanyaan atau pernyataan yang menarik perhatian pendengar dan

dapat merangsang rasa ingin tahu dari para pendengar

b. Isi

Isi pembicaraan dapat dibuat dalam bagan butir-butir dengan kata-

kata peralihan yang mudah dipahami oleh pendengar. Kalimat isi

pembicaraanharuslah bersemangat, bergairah, antusias, logis,

danspesifik.

c. Simpulan

Simpulan pembicaraan terdiri dari satu atau dua kalimat yang

merangkum semua butir-butir penting dalam pembicaraan.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam

berbicara terdapat beberapa langkah seperti memilih topik

pembicaraan yang menarik, membatasi pokok pembicaraan,

mengumpulkan bahan dan menyusun bahan. Dalam kegiatan

menyusun bahan juga terdiri dari beberapa tahapan diantaranya

menyusun pendahuluan, isi dan kesimpulan.


25

B. Pendekatan integratif

1. Pengertian pendekatan integratif

Sofan Amri (2013) mengemukakan bahwa Pendekatan Integratif

dapat dimaknakan sebagai pendekatan yang menyatukan beberapa aspek

ke dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi interbidang studi dan

antarbidang studi. Interbidang studi artinya beberapa aspek dalam satu

bidang studi diintegrasikan. Misalnya, mendengarkan diintegrasikan

dengan berbicara dan menulis. Menulis diintegrasikan dengan berbicara

dan membaca. Materi kebahasaan diintegrasikan dengan keterampilan

bahasa. Integratif antarbidang studi merupakan pengintegrasian bahan

dari beberapa bidang studi. Misalnya, bahasa Indonesia dengan

matematika atau dengan bidang studilainnya.

Muhamad Afandi, dkk (2013: 16) Dalam pembelajaran bahasa

Indonesia, integratif interbidang studi lebih banyak digunakan. Saat

mengajarkan kalimat, pendidik tidak secara langsung menyodorkan

materi kalimat ke peserta didik tetapi diawali dengan membaca atau yang

lainnya. Perpindahannya diatur secara tipis. Bahkan, pendidik yang

pandai mengintegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan peserta

didik tidak merasakan perpindahan materi. Integratif sangat diharapkan

dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pengintegrasiannya diaplikasikan

sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki peserta didik. Materi

tidak dipisah-pisahkan. Materi ajar justru merupakan kesatuan yang perlu

dikemas secara menarik.


26

Adapun pendekatan integratif terbagi menjadi dua macam:

a. Intergratif Internal yaitu keterkaitan yang terjadi antar bahan

pengajaran itu sendiri, misalnya pada waktu pelajaran bahasa

dengan fokus menulis kita bisa mengaitkan dengan membaca dan

mendengarkanjuga.

b. Integratif Eksternal yaitu keterkaitan antara bidang studi yang lain,

misalnya bidang studi bahasa dengan sains dengan tema

lingkungan maka kita bisa meminta peserta didik atau murid

membuat karangan atau puisi tentang banjir untuk pelajaran

bahasanya untuk pelajaran sainsnya kita bisa menghubungkan

dengan reboisasi atau bisa juga pencemaransungai.

Pendekatan pembelajaran terpadu adalah separangkat asumsi yang

berisikan wawasan dan aktifitas berfikir dalam merencanakan

pembelajaran dengan memadukan pengetahuan, pengalaman dan

keterampilan sebagai area isi kegiatan belajar mengajar. Fogarty dalam

buku “How to Integrate thecurricula”.

Pendekatan pembelajaran terpadu menurut Aminuddin (1994 ),

merupakan perancanaan dan proses pembelajaran yang ditunjukkan untuk

menentukan tema, topik, pemahaman, dan pengalaman belajar secara

terpadu. Pembalajaran terpadu itu sebagai wawasan dan bentuk kegiatan

berfikir ketika pendidik merancanakan kegiatan belajar mengajar dengan

berlandas tumpu pada prinsip-prinsip. Dua prinsip melandasi

pembelajaran integratif. Pertama, pembelajaran berpusat pada makna,


27

maksudnya pengalaman pembelajaran berbahasa baik secara lisan maupun

tulisan harus bermakna dan bertujuan fungsional, dan nyata atau realistik.

Kedua, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Artinya dalam

komponen perencanaan pengajaran harus mem-perhatikan keberadaan dan

latar belakang budaya peserta didik.

Beberapa pengertian tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa

Pendekatan Integratif atau terpadu adalah rancangan kebijaksanaan

pengajaran bahasa dengan menyajikan bahan-bahan pelajaran secara

terpadu, yaitu dengan menyatukan, menghubungkan, atau mengaitkan bahan

pelajaran sehingga tidak ada yang berdiri sendiri atau terpisah-pisah.

2. Ciri-Ciri Pendekatan Integratif

(Zuchdi, 1997) Ciri-ciri pendekatan interagtif itu antara lain:

a. Berpusat pada peserta didik,

b. Memberikan pengalaman langsung pada anak,

c. Pemisahan antar bidang studi tidak begitu jelas,

d. Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam

satu proses pembelajaran,

e. Bersifat luwes,dan

f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan

kebutuhan siswa.
28

Pendekatan integratif memiliki hubungan yang banyak dengan

pembelajaran bahasa, Pembelajaran integratif dalam hal ini adalah

upaya pemaduan aspek-aspek pengajaran bahasa. Beberapa asumsi

ada menegaskan bahwa pencipta sastra yang menguasai Bahasa

dengan baik akan lebih sukses dibanding yang penguasaan Bahasanya

setengah-setengah. Demikian pula orang yang belajar Bahasa, apabila

menguasai sastra, bahasa mereka akan semakin halus dan enak

didengar, oleh karena dalam setiap aktivitas berbahasa, secara tak

sadar manusia telah memerankan sastra dalam komunikasi. Dalam

pembelajaran bahasa Indonesia, integratif interbidang studi lebih

banyak digunakan. Saat mengajarkan kalimat, pendidik tidak secara

langsung menyodorkan materi kalimat ke peserta didik tetapi diawali

dengan membaca atau yang lainnya. Perpindahannya diatur secara

tipis. Bahkan, pendidik yang pandai mengintegrasikan penyampaian

materi dapat menyebabkan peserta didik tidak merasakan perpindahan

materi. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk melaksanakan

kegiatan belajar-mengajar bahasa Indonesia dalam Kurikulum

BahasaIndonesia adalah pendekatan integratif (Imam Syafi’ie,

Mam’ur Saadie, Roekhan. 2001: 2.19), sehingga melalui kurikulum

tersebut, pendekatan integratif di dalam pembelajaran bahasa memiliki

suatu hubungan. Dalam pembelajaran bahasa sistem pendekatan

integratif berperan penting dalam proses pembelajaran, dalam hal ini

hubungan pendekatan integratif dengan bahasa yaitu saling


29

memadukan, melalui pendekatan integratif ini, pembelajaran bahasa

dapat dipadukan tanpa dipisah- pisahkan sehingga bisa tampak lebih

menarik dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dan

pendidik dapat lebih nyaman dalam proses belajar dan mengajar

3. Pendekatan integratif model webbed atau model terjala

Erman Syarif dkk (2016), menjelaskan bahwa dalam Pendekatan

integratif model webbed atau model terjala atau jejaring tema adalah

pendekatan tematik dalam pengintegrasian mata pelajaran. Salah satu

tema dijadika rujukan untuk membahas materi sejumlah mata pelajaran

yang sejalan atau memiliki keterkaitan ide dan tema.

Gambar 2.1 Ilustrasi model webbed

4. Prinsip-prinsip pendekatan integratif

Pendekatan pembelajaran terpadu , menurut Amiluddin (1994),

merupakan perencanaan dan proses pembelajaran yang ditunjukan untuk

menguntai tema, toipik, pemahaman, dan penalaman belajar secara


30

terpadu. Pembelajaran terpadu itu sebagai wawasan dan bentuk kegiatan

berfikir ketika guru merencanakan kegiatan belajar mengajar dengan

berlandas tumpu pada prinsip-prinsip :

a) Humanisme

Manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya

memahami sesuatu. Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan

pendidikan.

1. Guru bukan satu-satunya sumber informasi.

2. Siswa/murid disikapi sebagai subjek belajar yang kreatif mampu

menemukan pemahaman sendiri.

3. Dalam proses belajar mengajar, guru lebih banyak bertindak

sebagai model, teman pendamping, pemotivasi, penyedia bahan

pembelajaran, aktor yang juga bertindak sebagai pembelajar.

b) Progresifisme

Prilaku manusia dilandasi motif dan minat tertentu. Implikasi

wawasan tersebut dalam kegiatan pendidikan :

1. Isi pembelajaran harus memiliki kegunaan bagi pebelajar

secara aktual.

2. Dalam kegiatan belajarnya siswa/murid harus menyadari

manfaat pengusaan isi pembelajaran itu bagi kehidupannya.

3. Isi pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat

perkembangan, pengalaman dan pengetahuan pembelajar.

c) Rekonstruksionisme
31

Manusia selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan.

Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pendidikan :

1. Layanan pembelajaran selain bersifat klasikal juga bersifat

individual.

2. Pebelajar selain ada yang menguasai isi pembelajaran secara

cepat juga ada yang menguasai isi secara lambat.

3. Pebelajar perlu disikapi sebagai subjek yang unik, baik itu

menyangkut  proses merasa, berfikir dan karakteristik

individualnya sebagai hasil bentukan lingkungan keluarga, teman

bermain, maupun lingkungan kehidupan sosial masyarakatnya.

C. Kerangka Pikir

Menurut Arikunto (2013:63) dalam Evi Nur Indah Sari (2017:56)

menyatakan bahwa kerangka pikir adalah bagian dari teori yang menjelaskan

tentang alasan atau argument bagi rumusan hipotesis, akan menggambarkan

alur pemikiran peneliti dan memberikan penjelasan kepada orang lain, tentang

hipotesis yang diajukan.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) memiliki peranan penting

dalam proses pembelajaran. Kurikulum tingkat satuan pendidikan tidak

terlepas dan saling berkaitan dengan mata pelajaran, khususnya Bahasa

Indonesia. Dalam KTSP terdapat empat keterampilan berbahasa yang

mencakup komponen berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi

aspek-aspek berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis.


32

Kemampuan berbicara tidak diperoleh secara alami akan tetapi harus

melalui proses dan rajin berlatih. Oleh karena itu seorang guru perlu

memahami dan mampu menerapkan berbagai strategi, metode, maupun

pendekatan dalam meningkatkan keterampilan berbicara. Salah satu

pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara

adalah dengan penerapan pendekatan integratif. dengan menerapkan

pendekatan integratif dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat

memudahkan siswa lebih memahami bagaimana keterampilan berbicara yang

baik. Terdapat beberapa masalah yang sering dialami oleh siswa dalam

keterampilan berbicara, yaitu diantaranya: (1) Kurangnya kepercayaan diri, (2)

Pengetahuan yang minim, (3) Penyampaian atau cara menyajikan materi yang

tidak jelas, (4)Penggunaan kosa kata yang kurang sesuai, (5) Peserta didik

yang menderita hambatan jasmani yang berhubungan dengan alat-alat

bicaranya.

Bentuk diagram yang dapat ditemukan dalam penelitian ini sebagai

kerangka dalam melakukan penilitian serta sebagai acuan dalam pencapaian

penilitian adalah sebagai berikut:

Kurangnya Keterampilan
Berbicara SDN 219 Inpres Pannambungan
33

Siswa Guru

1. Kurangnya kepercayaan 1. Guru mengajar dengan


diri, metode ceramah dan tidak
2. Pengetahuan yang minim,
3. Penyampaian atau cara menggunakan media
menyajikan materi yang apapun,
tidak jelas, 2. Pembelajaran tidak
4. Penggunaan kosa kata
yang kurang sesuai, menarik dan monoton.
5. Peserta didik yang
menderita hambatan
jasmani yang
berhubungan dengan alat-
alat bicaranya.

Langkah-langkah Pendekatan
Integratif

Keterampilan Berbicara
Siswa SDN 219 Inpres
Pannambungan
Meningkat

Gambar 1. Bagan kerangka

Pikir

C. Hipotesis Tindakan
34

Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Jika,

diterapkan pendekatan Integratif, maka keterampilan berbicara siswa kelas V

SDN 219 Inpres Pannambungan akan meningkat.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang peneliti gunakan pada peneliti adalah metode pendekatan

kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang pada dasarnya

menggunakan pendekatan deduktif induktif. Menurut Hardini, dkk (2020:

255) pengertian pendekatan penelitian kualitatif adalah:

Penelitian kualitatif adalah penekanan pada proses dan makna yang tidak
dikaji secara ketat atau belum diukur, menekankan sifat realita yang
terbangun secara sosial, hubungan erat antara yang diteliti dengan peneliti,
tekanan situasi yang membentuk penyelidikan, sarat nilai, menyoroti cara
munculnya pengalaman sosial sekaligus perolehan maknanya.

Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Menurut Ekawarna (2013:4) mengemukakan pengertian penelitian

tindakan kelas sebagai berikut:

Penlitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan (action research)


yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Penelitian tindakan pada
hakikatnya merupakan rangkaian “riset-tindakan-riset-tindakan-riset-
tindakan,...dst”. yang dilakukan secara tersusun dalam rangka
memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan.

Menurut Mu’alimin (2014:6) menyatakan bahwa “penelitian tindakan

kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah

tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara

bersamaan”
PTK adalah upaya atau tindakan yang dilakukan oleh guru atau peneliti

untuk memecahkan masalah pembelajaran melalui kegiatan penelitian serta

memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran. Rancangan penelitian adalah

sebuah gambaran kegiatan yang akan dilakukan dalam kegiatan penelitian.

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat simpulkan bahwapenelitian tindakan

kelas adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seorang atau peneliti untuk

mengetahui permasalahan apa yang dialami oleh siswa serta dapat

memperbaiki hasil belajar peserta didik.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada penerapan pendekatan integratif

terhadap pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas V SDN 219 Inpres

Pannambungan.

C. Setting Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di SDN 219 Inpres Pannambungan, Desa

Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2020/2021.

3. Subjek Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di SDN 219 Inpres

Pannambungan pada kelas 5 semester ganjil tahun ajaran 2020/2021.

Alasan saya kenapa pilih kelas 5 diantara 6 kelas, siswa kelas 5 yang

sering belajar mandiri atau belajar sendiri, karena guru kelas 5 bukan

hanya mengajar di sekolah itu saja tapi guru kelas 5 sering keluar untuk

mengurus hal lain, sehingga guru-guru lain tidak sempat masuk di ruangan

kelas 5 untuk menjelaskan materi karena guru disekolah itu pas-pas. tidak

ada guru mata pelajaran disekolah tersebut, setiap guru mengambil kelas

untuk mengajarakan semua materi. Maka dari itu penelti mengambil kelas

5 untuk dijadikan subjek peneliti untuk membantu guru-guru disekolah

tersebut untuk menerapkan model-model pembelajaran dan meningkatkan

keterampilan siswa dalam berpikir dan meningkatkan hasil belajarnya.

Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN

Inpres Pannambungan yang berjumlah 25 siswa, perempuan 12 orang,

Laki-laki 13 orang dan wali kelas Ibu Supriani, S.Pd. Peneliti mengambil

kelas V, tahun ajaran 2020/2021 sebelum melaksanakan penelitian,

peneliti melakukan konsultasi dengan guru kelas yang diteliti.

D. Rancangan Tindakan

Adapun langkah-langkah atau persiapan yang harus dilakukan dalam

Rancangan Tindakan yang dilaksanakan oleh peneliti adalah penelitian

tindakan kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) termasuk dalam penelitian

kualitatif deskriptif. Penelitian tindakan kelas menurut Arikunto (2009: 3)

merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa tindakan


yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.

Empat tahapa penelitian tindakan kelas yang lazim dilakukan yaitu 1)

perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) observasi, 4) refleksi (Arikunto. dkk. 2009:

16) adalah :

1. Perencanaan

Perencanaan yaitu identifikasi masalah dan penetepan alternative

pemacahan masalah. Adapun perencanaan tersebut sebagai berikut:

a. Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam

pembelajaran.

b. Menentukan pokok bahasan.

c. Mengembangkan skenario pembelajaran.

d. Menyiapkan sumber belajar.

e. Mengembangkan format evaluasi.

f. Mengembangkan format observasi pembelajaran

2. Pelaksanaan Tindakan

Tindakan yaitu tindakan yang dilakukan sebagai upaya perubahan

yang dilakukan. Ada 3 tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan

akhir.

Adapun pelaksanaan tindakan tersebut yaitu menerapkan tindakan

mengacu kepada skenario pembelajaran

a. Pertemuan pertama (1)

1) Guru menyajikan materi tentang nonfiksi yang berhubungan

dengan “wawancara”
2) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai pengalaman

wawancara

3) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran materi wawancara

4) Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan awal yang sesuai tujuan

pembelajaran

5) Siswa mengamati contoh video tentang kegiatan wawancara

6) Guru memberikan motivasi agar siswa aktif dan bersemangat

mengikuti pembelajaran

7) Guru menjelaskan materi tentang membuat pertanyaan dalam

wawancara

8) Guru membagi kelas dalam kelompok kecil

9) Guru menjelskan kegiatan yang harus dilakukan siswa

b. Pertemuan kedua (II)

1) Guru menentukan topik wawancara

2) Guru menentukan narasumber

3) Siswa menyusun daftar pertanyaan dengan memperhatikan

kelengkapan isi 5W+1H

4) Melakukan wawancara dengan Bahasa yang santun baik dan benar

5) Mencatat pokok-pokok informasi berdasarkan jawaban narasumber

6) Siswa mendiskusikan hasil wawancara

7) Siswa melaporkan hasil wawancara

8) Guru memberikan umpan balik mengenai laporan hasil wawancara

9) Guru mengapresiasi hasil kegiatan wawancara


3. Pengamatan

Pengamatan (observasi) yaitu mengamati hasil atau dampak dari

tindakan yang telah dilaksanakan. Adapun pengamatan tersebut yaitu

sebagai berikut:

a. Melakukan observasi dengan memakai format observasi.

1) Guru

a) Identifikasi kebutuhan siswa

b) Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep

dan generalisasi pengetahuan

c) Seleksi bahan, problema/tugas-tugas

d) Membantu dan memperjelas tugas/problema yang dihadapi siswa

serta peranan masing-masing siswa

e) Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan

f) Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan

dipecahkan

g) Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan

h) Membantu siswa dengan informasi/data jika diperlukan oleh siswa

i) Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang

mengarahkan dan mengidentifikasi masalah

j) Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa

k) Membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil

penemuannya.

2) Siswa
a) Persiapan dalam belajar seperti, alat tulis,dan buku paket

b) Siswa dapat mengajukan pertanyaan atau pendapat dari setiap

pembelajaran

c) Siswa dapat mengembangkan keterampilan siswa dalam

mengeluarkan ide-ide baru

d) Siswa dapat menarik kesimpulan dari hasil belajar.

e) Model pembelajaran webbed sangat berpengaruh pada siswa untuk

diajarkan atau diterapkan karena semakin banyak model

pembelajaran yang diterapkan semakin banyak pengetahuan yang

siswa dapatkan untuk meningkatkan hasil berpikirnya secara kritis

b. Menilai hasil tindakan dengan menggunakan format.

4. Refleksi

Refleksi merupakan mengkaji, melihat dan mempertimbangkan

atas hasil dari tindakan diberbagai kriteria. Adapun refleksi tersebut

sebagai berikut:

a. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan yang meliputi

evaluasi mutu, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.

b. Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang

skenario pembelajaran dan lain-lain.

c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai evaluasi, untuk

digunakan pada siklus berikutnya.

d. Evaluasi tindakan

Rancangan penelitian tindakan kelas ini adalah penelitian


bersiklus, yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan

refleksi yang dilakukan secara berulang.

Refleksi Awal

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaaan

Pengamatan

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto. 2009: 16)

E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah melalui observasi, tes, dan dokumentasi.

1. Tes

Murid diberikan tes untuk mengukur keberhasilan belajar. Tes

yang diberikan berbentuk esai. Tes diberikan kepada murid setelah


diterapkan pendekatan integratif. Data diperoleh berdasarkan

mekanisme pelaksanaan tindakan kelas.

2. Observasi

Teknik ini dilakukan untuk mengamati semua aktivitas yang

dilakukan murid dan guru pada saat pembelajaran berlangsung

selama 3 kali pertemuan setiap siklus.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah biasa berbentuk

tulisan, gambar dari seseorang. Dokumentasi dilakukan untuk

mendapatkan nama siswa dengan mengumpulkan foto-foto kegiatan-

kegiatan yang ada di sekolah dalam proses belajar dan mengajar

siswa kelas 5 SDN 219 Inpres Pannambungan.

F. Teknik Analisis Data

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan rumus persentase menurut

Sudijono (Khairun Nisa 2017:8) adalah sebagai berikut:

F
P= ×100 %
N

Ket:

P= Angka Presentase

F= Frekuensi Aktivitas Siswa

N= Jumlah Aktivitas Siswa

a. Analisis data hasil belajar siswa


Analisis data hasil belajar siswa dilakukan secara

deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan

ketuntasan hasil belajar siswa. Data yang dianalisis untuk

mendeskripsikan ketuntasan hasil belajar siswa yaitu

merupakan data tes hasil belajar siswa untuk setiap siklus.

Menurut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SD Negeri

219 Inpres Pannambungan, setiap siswa dikatakan tuntas

belajar (ketuntasan individu) jika siswa tersebut telah

mencapai nilai KKM yaitu 70.

Adapun kriteria persentase hasil belajar siswa

menurut Khairun Nisa (2017:10) adalah sebagai berikut:

ST
KS= X 100 %
N

Keterangan:

KS = Ketuntasan Klasikal

ST = Jumlah siswa yang tuntas

N = Jumlah siswa dalam kelas.

b. Indikator keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam penggunaan Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) dinyatakan dapat berhasil meningkatkan

hasil belajar siswa apabila 70% dari jumlah keseluruhan siswa

kelas 5 mendapatkan nilai ≥ 70 sebagai hasil belajar pada tahap

evaluasi akhir sesuai KKM 70.


Indikator keberhasilan penelitian ini terbagi atas dua yaitu

indikator proses dan indikator hasil. Indikator proses adalah

data kontrol yang dijadikan acuan pada saat proses

pembelajaran berlangsung yang diambil melalui lembar

observasi. Kualitas ini ditandai dengan terjadinya peningkatan

keaktifan fisik, mental dan keaktifan sosial murid. Sedangkan

kualitas kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal

bahasa Indonesia ditandai dengan meningkatkan skor rata-rata

dengan memperhatikan ketuntasan belajar siswa.

Berikut merupakan tabel pedoman konversi menurut

Suharsimi, dkk (Doni Setiawan Pramono 2018:56) adalah

sebagai berikut

Tabel 3.1 Pedoman Konvensi Keaktifan Siswa

No Tingkat Persentase Kriteria


1. 80%-100% Sangat baik
2. 70%-79% Baik
3. 60%-69% Cukup
4. 50%-59% Kurang
5. 0%-49% Kurang Sekali

DOKUMENTASI
Peneliti melakukan

konsultasi dengan guru

kelas yang diteliti.

Daftar hadir kelas V SDN

Inpres Pannambungan

Murid yang diberikan tes


untuk mengukur
keberhasilan belajar

DAFTAR PUSTAKA
Acep Yonni, dkk, 2017, Menyusun Penelitian Tindakan Kelas, Yokyakarta,
Sendangadi Mlati Sleman.
Alwi, Hasan, dkk, 2000, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka

Arikunto, Suharsimi, 2004, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action


Reaseacrh/CAR), Makalah Diklat Penulisan Artikel Ilmiah.

BSNP, 2006, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia untuk SMA/SMK.Jakarta, Depdiknas.

Darumarazak A, dkk 2008, Perkembangan Peserta Didik, cetIV.FIP-UNM

Deni Kurniawan, 2015, Pembelajaran Terpadu Tematik, Bandung, Alfabeta

Endang Wiyanti, 2014, Peran Minat Membaca dan Penguasaan Kosakata


Terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia, DEIKSIS, Vol. 06
No.02 Mei 2014 : 89-100
Indah Susilawati Salman & Farida Fitriani, 2018, Pengaruh Model Pembelajaran
Webbed (Jaring Laba-laba) Terhadap Hasil Belajar siswa, Jurnal
Teknologi Pendidikan,vol.3 No 1
Khairun Nisa, 2017, Penerapan Model Pembelajaran Picture and Picture untuk
Meningatkan Hasil Belajar Fiqih Siswa MIN 2 Aceh Besar, Skripsi,
Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry, Banda Aceh.
Nawawi, dkk. 2017, Keterampilan Berbicara sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa, UHAMKA Press, Jakarta

Nur Alfyfadilah ,2018, Modul Keterampilan Berbahasa Indonesia, Makassar,


Pangkep.
Sugiyono, (2016), Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, Bandung, Alfabeta

Suharyati, 2012, Dasar Keterampilan Berbicara, Bandung, Yuma Pustaka

Suwarti Ningsih, 2014, Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode


Bercerita Kelas III SD Negeri 1 Beringin Jaya Kecamatan Bumi Raya
Kabupaten Morowali, Jurnal Untad,Vol. 2 No 4

Tarigan, 2014, Keterampilan Berbicara.Bandung, Angkasa

Tarigan, Djago dan Henry Guntur Tarigan. 2012, Teknik Pengajaran


Keterampilan Berbahasa. Bandung:Angkasa
Tarigan, Henry Guntur.1980, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa,
Bandung, Angkasa

Umi, Faizah, 2015, Keterampilan Berbicara Berbasis Cooperative Learning.


Bandung, YumaPustaka.

Wiriaatmadja, Rochiati, 2005, Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung,


Remaja Rosda Karya

Wendra, 2005, Keterampilan Berbicara, Buku Ajar, Yokyakarta, IKIP.

Anda mungkin juga menyukai