Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN AKHIR

Penyusunan Rencana Tata Ruang


Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Agropolitan Sembalun

BAB 7
KETENTUAN
PENGENDALIA
N
7.1. Arahan Peraturan Zonasi
7.2. Arahap Perizinan
7.3. Arahan Insentif dan Disinsentif
7.4. Arahan Pemberian Sanksi
7.5. Peran Serta Masyarakat
7.6. Ketentuan Penyidikan
7.7. Ketentuan Pidana
7.8. Kelembagaan

VII-1
7.1. ARAHAN PERATURAN ZONASI
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan
unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan
rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang diijinkan, terbatas,
bersyarat, dan tidak diijinkan dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri
atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar
bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana
dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Peraturan zonasi berfungsi sebagai:
a. Perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang;
b. Acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang, termasuk di dalamnya air right
development dan pemanfaatan ruang di bawah tanah;
c. Acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;
d. Acuan dalam pengenaan sanksi; dan
e. Rujukan teknis dalam pengembangan atau pemanfaatan lahan dan penetapan lokasi
investasi.
Peraturan zonasi bermanfaat untuk :
a. Menjamin dan menjaga kualitas ruang KSP minimal yang ditetapkan;
b. Menjaga kualitas dan karakteristik zona dengan meminimalkan penggunaan lahan
yang tidak sesuai dengan karakteristik zona; dan
c. Meminimalkan gangguan atau dampak negatif terhadap zona.
Peraturan zonasi memuat materi wajib yang meliputi ketentuan kegiatan dan
penggunaan lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata bangunan,
ketentuan prasarana dan sarana minimal, ketentuan pelaksanaan, dan materi pilihan yang
terdiri atas ketentuan tambahan, ketentuan khusus, standar teknis, dan ketentuan
pengaturan zonasi.

7.1.1 ARAHAN PERATURAN ZONASI SISTEM PRASARANA


WILAYAH
Arahan peraturan zonasi untuk sistem prasaran wilayah Kawasan Agropolitan
Sembalun meliputi arahan peraturan zonasi untuk sistem prasarana transportasi, arahan
peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana energi, arahan peraturan zonasi untuk
sistem jaringan prasarana telekomunikasi, arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan
prasarana sumber daya air dan irigasi, dan arahan peraturan zonasi untuk sistem prasarana
pengelolaan lingkungan.
7.1.1.1. Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Prasarana Transportasi
Arahan peraturan zonasi untuk sistem prasarana transportasi meliputi sistem jaringan
jalan usaha tani. Peraturan zonasi untuk jaringan jalan usaha tani di Kawasan Agropolitan
Sembalun disusun dengan memperhatikan:
 Alih fungsi lahan yang berfungsi
kawasan produksi di sepanjang sisi jalan tidak diperbolehkan sebagai lahan
terbangun, sesuai penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan perkotaan yang
memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan.
 Pembangunan jaringan jalan usaha
tani harus sesuai dengan persyaratan teknis jalan meliputi kecepatan rencana, lebar
badan jalan, kapasitas, jalan masuk, persimpangan sebidang, bangunan pelengkap,
perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya, dan tidak terputus
serta memenuhi memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan, dan lingkungan.
 Menyediakan ruang terbuka hijau
berupa jalur hijau di sempadan dan median jaringan jalan.
 Jaringan Jalan Usaha tani harus
dilengkapi dengan bangunan pelengkap yang harus disesuaikan dengan fungsi jalan
yang bersangkutan. Perlengkapan jalan usaha tani sebagaimana terdiri atas
perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan pengguna
jalan.
 Upaya peningkatan hubungan
interaksi antar wilayah perdesaan maka diperbolehkan dengan membangun
jembatan penyebrangan.
 Dalam peningkatan pemanfaatan
jaringan jalan usaha tani maka diperbolehkan upaya pelebaran dan rehabilitasi jalan.
 Dalam hal ruang manfaat jalan
dan/atau ruang milik jalan bersilangan, berpotongan, berhimpit, melintas, atau di
bawah bangunan utilitas diperbolehkan dengan persyaratan teknis dan pengaturan
pelaksanaannya, ditetapkan bersama oleh penyelenggara jalan dan pemilik
bangunan utilitas yang bersangkutan, dengan mengutamakan kepentingan umum.
 Dalam hal ruang milik jalan
diperbolehkan untuk prasarana moda transportasi lain, dengan ditetapkan
persyaratan teknis dan pengaturan pelaksanaannya bersama oleh penyelenggara
jalan dan instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang prasarana
moda transportasi yang bersangkutan dengan mengutamakan kepentingan umum.
Yang termasuk prasarana moda transportasi lain antara lain jalan kabel.
 Peningkatan integrasi antar
kawasan yang melayani sektor hulu, proses usaha tani, moda untuk kegiatan hilir,
diperbolehkan penambahan jumlah prasarana jalan.
7.1.1.2. Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan Prasarana Energi/Kelistrikan
Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi/listrik, meliputi:
 Peraturan zonasi untuk pembangkit
tenaga listrik disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar
pembangkit listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain.
 Peraturan zonasi untuk jaringan
transmisi tenaga listrik disusun dengan memperhatikan ketentuan pelarangan
pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Diperbolehkan regulasi keteknikan
untuk menjamin penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif dan konservasi energi
yang berkualitas tinggi, aman, andal, akrab lingkungan.
 Diperbolehkan pemanfaatan lahan
bukan milik umum yang bersetifikat untuk sarana kelistrikan, diwajibkan
menyelesaikan ganti kerugian atau kompensasi yang berhubungan dengan tanah,
bangunan, dan atau tanaman.
 Untuk penyesuaian dengan
keadaan permukaan tanah jalan dan sebagainya, diperbolehkan diambil jarak tiang
antara 30 meter – 45 meter.
 Jarak kawat pengantar (konduktor)
terhadap unsur-unsur didalam lingkungan antara lain bangunan, pohon, jarak tiang
dan lain-lain harus dengan peraturan PLN yang sudah berlaku. Penempatan tiang
dan penarikan kawat harus sempurna dan tinggi kawat minimum 7 meter diatas
permukaan tanah.
 Diperbolehkan pengembangan
energi baru dan terbarukan seperti pengembangan energi mikrohidro bagi
pembangkit listrik dengan memperhatikan keseimbangan sumber daya alam dan
kelestarian lingkungan hidup serta pengaruh lingkungan, dan persyaratan bagi
keamanan instalasi dan kemampuan pelaksanaannya.

7.1.1.3. Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan Prasarana Telekomunikasi


Tujuan rencana pengelolaan prasarana telekomunikasi diantaranya yaitu :
 Meningkatkan pelayanan di
kawasan Hinterland
 Pengembangan sampai pelosok
wilayah yang belum terjangkau sarana prasarana telekomunikasi.
Sedangkan, arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi meiputi:
 Sistem jaringan telekomunikasi
diperbolehkan dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk penempatan
stasiun bumi dan menara pemancar telekomunikasi yang memperhitungkan aspek
keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya.
 Dalam rangka pembangunan,
pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara
telekomunikasi diperbolehkan memanfaatkan atau melintasi tanah dan atau
bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah.
 Dalam penyelenggara
telekomunikasi dipebolehkan memanfaatkan atau melintasi tanah dan atau bangunan
milik perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan
jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara para pihak.
 Setiap penyelenggara jaringan
telekomunikasi yang diperbolehkan wajib memasang rambu-rambu (tanda-tanda)
keberadaan jaringan telekomunikasi.
 Untuk ketinggian tower
telekomunikasi di atas 60 meter, jarak tower dari bangunan terdekat diperbolehkan
20 meter.
 Untuk ketinggian tower di bawah 60
meter, jarak tower dari bangunan terdekat diperbolehkan 10 meter.
 Jangkauan pelayanan maksimal
(pada daerah layanan padat dan/atau peak hour) per antena BTS diperbolehkan limit
(+) 3 km.
 Jarak antar tower minimum (antar
provider/kelompok provider yang tergabung dalam tower pemanfaatan bersama)
diperbolehkan mendekati (limit) 6 km.
 Untuk penguatan spektrum layanan
diperbolehkan menggunakan antena transmiter yang dapat ditempatkan pada mini
tower, gedung tinggi, dengan disamarkan menyesuaikan karateristik estetika
kawasan.
 Pengembangan sistem
telekomunikasi dengan menggunakan sistem satelit diperbolehkan dengan
pengalokasian secara khusus bagi tiang pemancar dan lokasinya tereletak jauh dari
permukiman, sehingga pada kawasan perkotaan yang direncanakan pengembangan
telekomunikasi perlu didata dan pembangunan tower untuk jaringan telekomunikasi
dibatasi.
 Pengembangan sampai wilayah
yang belum terjangkau sarana prasarana telekomunikasi diperbolehkan dengan
memanfaatkan PLC atau Powerline Communication. PLC adalah komunikasi melalui
kabel listrik yaitu suatu cara dalam sistem jaringan telekomunikasi untuk menyalurkan
internet maupun telepon dengan memanfaatkan jaringan penghantar listrik.

7.1.1.4. Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan Prasarana Sumber Daya Air
dan Irigasi
Arahan peraturan zonasi untuk sistem prasarana sumber daya air dan jaringan irigasi
meiputi:

 Diperbolehkan pemanfaatan ruang


pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan dan fungsi lindung kawasan. Memperhatikan daerah tangkapan hujan,
tidak mengurangi kuantitas dan kualitas air, pengendalian banjir dan lingkungan
sungai serta mata air.
 Sumber daya air untuk irigasi boleh
dimanfaatkan dengan memperhatikan kepentingan pengguna di bagian hulu, tengah,
dan hilir secara seimbang.
 Mendukung keandalan air irigasi,
diperbolehkan membangun waduk dan atau waduk lapangan, mengendalikan
kualitas air, jaringan drainase yang sepadan, dan memanfaatkan kembali air
pembuangan/drainase.
 Bantaran sungai harus bebas dari
bangunan kecuali untuk bangunan inspeksi dengan memperhatikan aturan jarak
untuk sempadan sungai bertanggul dan tidak bertanggul.
 Diperbolehkan pemanfaatan mata
air dengan menjaga kuantitas air, meliputi:
 Pelestarian hutan lindung, dan kawasan pelestarian alam yang berfungsi
sebagai resapan air.
 Menjaga kelestarian daerah tangkapan air.
 Perlindungan dan pelestarian sumber mata air.
 Pengaturan daerah sempadan sumber mata air.
 Diperbolehkan pemanfaatan mata
air dengan menjaga kualitas air, meliputi:
 Pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar sumber mata air.
 Pengamanan daerah aliran mata air.
 Kawasan dengan radius 15 meter dari mata air harus bebas dari
bangunan kecuali bangunan penyaluran air.
 Melakukan rehabilitasi lahan dan Konservasi tanah dalam mencegah
terjadinya erosi.
 Pembangunan sistem sanitasi perumahan yang baik sehingga mencegah
terjadinya degradasi air tanah.
 Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi meliputi prasarana sarana air
limbah dan persampahan.
 Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air.
 Dalam pengendalian banjir
diperbolehkan penentuan zona atau pengaturan tata guna lahan untuk kawasan
terbangun dan tidak terbangun.
 Tidak diperbolehkan penempatan
lokasi industri yang berdekatan dengan daerah aliran sungai dan dapat mencemari
sungai.
 Diperbolehkan pengembangkan
daerah wisata air di sekitar lingkungan sungai.
7.1.1.5. Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Arahan peraturan zonasi untuk sistem prasarana pengelolaan lingkungan meliputi
sistem jaringan pematusan, sistem jaringan persampahan, dan sistem jaringan limbah
industri dan domestik.
a. Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan
Pematusan
Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan pematusan meiputi:
 Sistem jaringan drainase perkotaan
mengharuskan pengadaan sistem pembuangan air hujan dan sistem pembuangan air
limbah rumah tangga.
 Saluran pembuangan air hujan
diperbolehkan saluran terbuka untuk kawasan permukiman dan saluran tertutup
untuk kawasan perdagangan.
 Pengembangan saluran drainase
baru terutama pada jalan arteri dan kolektor diperbolehkan yang menjadi prioritas
bagi pengembangan sistem pematusan.
 Perbaikan sistem pematusan yang
sudah ada agar pemanfaatannya lebih maksimal dengan diperbolehkan cara
pengerukan dan batasan sempadan sungai yang merupakan saluran drainase
primer.
 Dalam pengendalian banjir
diperbolehkan penentuan zona atau pengaturan tata guna lahan untuk kawasan
terbangun dan tidak terbangun.
b. Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan
Persampahan
Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan persampahan meiputi:
 Pengelola kawasan permukiman,
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas
sosial, dan fasilitas lainnya diwajibkan menyediakan fasilitas pemilahan sampah,
sistem pembuangan air hujan dan limbah.
 Menentukan lokasi pembuangan
sampah diharuskan dengan memerhatikan faktor-faktor seperti topografis, geologis,
hidrologis, serta metode pengelolaan sampah itu sendiri. Citra satelit dan data spasial
lainnya dapat memberikan kontribusi dalam pendeteksian secara dini terhadap gejala
longsoran tanah bahkan sampah.
 Diperbolehkan memiliki area land
fill untuk penimbunan sampah organik.
 Pelarangan mengoperasikan
tempat pengolahan akhir dengan metode open dumping serta mengimpor dan
mengekspor sampah.
 Diperbolehkan pengembangan
TPS secara terpusat pada unit-unit lingkungan yang terdapat pada pusat-pusat
perkotaan dan pusat kegiatan.
 Diperbolehkan pengembangan
lokasi pengolahan sampah dengan komposting.
c. Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan
Limbah Pertanian
Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan limbah industri dan domestik meliputi:
 Peningkatan sarana sanitasi
diperbolehkan dengan pembangunan pembuangan air limbah pertanian, ditujukan
bagi penduduk yang belum mempunyai sarana dan tidak mampu dari segi
pendapatan.
 Diperbolehkan pembangunan
pengolahan limbah hasil industri secara terpadu pada kawasan-kawasan pertanian.
 Diperbolehkan pemasangan pipa
pengolahan limbah dengan memperhatikan kondisi lingkungan.

7.1.2. ARAHAN PERATURAN ZONASI KAWASAN LINDUNG


7.1.2.1. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Hutan Lindung
Adapun arahan peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung adalah, sebagai
berikut:

1. Peruntukan ruang untuk wisata alam pada kawasan hutan lindung


tanpa merubah bentang alam.

2. Pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas


kawasan hutan dan tutupan vegetasi.

3. Pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya


diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung
kawasan, dan di bawah pengawasan ketat.

4. Pemanfaatan hutan lindung hanya di perbolehkan berupa


pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan
bukan kayu.

5. Peruntukan ruang bagi hutan lindung dengan pembagian hutan ke


dalam blok-blok, terdiri dari: blok perlindungan; blok pemanfaatan; dan blok lainnya.

7.1.2.2. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Perlindungan Setempat


a. Sempadan Sungai
Adapun arahan peraturan zonasi untuk sempadan sungai, meliputi:
1. Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai dilarang
mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air
sungai.
2. Bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan
pelestarian atau pengelolaan sungai dilarang untuk didirikan.
3. Sungai yang melintasi kawasan permukiman dilakukan re-orientasi
pembangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan.
4. Sungai yang memiliki arus deras dijadikan salah satu bagian dari wisata alam-
petualangan seperti arung jeram, out bond, dan kepramukaan.
5. Sempadan sungai yang areanya masih luas dapat digunakan untuk pariwisata
melalui penataan kawasan tepian sungai.
 Khusus pengendalian kawasan sempadan sungai
 Pengaturan eksploitasi dan pemeliharaan hutan
 Pengaturan tanah-tanah perkebunan
 Pengaturan tanah-tanah pertanian untuk mengurangi tingkat erosi
 Pengaturan terhadap maraknya permukiman villa dan industri agribisnis
 Arahan kegiatan daerah sepanjang aliran sungai
 Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan sumber daya air
 Bantaran sungai harus bebas dari bangunan kecuali bangunan inspeksi
sungai.
 Pemanfaatan sempadan sungai sebagai wisata olah raga sebatas tidak
mengganggu fungsi kelestarian sungai bagian hulu sungai:
6. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau.
7. Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan
permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan
daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan
permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.
b. Sempadan Waduk
Adapun ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sempadan waduk,
meliputi:
1. Pemanfaatan ruang di kawasan sempadan waduk/boezem untuk ruang terbuka
hijau dan/atau ruang terbuka non hijau;
2. Penyediaan prasarana penunjang pengamanan dan pariwisata waduk/boezem;
3. Pengendalian kegiatan di luar kawasan sempadan boozem/waduk yang
berpotensi mencemari waduk/boezem;
4. Pemanfaatan ruang di sekitar kawasan sempadan waduk/boezemdengan
intensitas rendah;
5. Pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air
c. Sempadan Pantai
Adapun arahan peraturan zonasi untuk kawasan sempadan pantai, meliputi :
1. Pemanfaatan ruang di kawasan sempadan pantai untuk ruang terbuka hijau
dan/atau ruang terbuka non hijau dan kawasan hutan mangrove yang terintegrasi
dengan peruntukan yang akan dikembangkan;
2. Penyediaan fasilitas pengawasan dan pengamanan pantai, prasarana penunjang
kegiatan pariwisata antara lain menara pengawas pantai, fasilitas wisata laut dan
pos penjaga pantai;
3. Pengendalian kegiatan di luar kawasan sempadan pantai dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan;
4. Pemanfaatan ruang di sekitar kawasan sempadan pantai dengan intensitas
rendah sampai dengan sedang;
5. Kegiatan yang diizinkan lainnya yaitu yang bersifat jaringan prasarana atau
instalasi penunjang prasarana.

7.1.2.3. Arahan Peraturan Zonasi Ruang Terbuka Hijau


Adapun arahan peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau meliputi :
1. Pemanfaatan ruang pada kawasan ruang terbuka hijau hanya diperuntukan
untuk kebutuhan ruang terbuka hijau;
2. Penyediaan prasarana dan sarana sebagai pelengkap ruang terbuka hijau harus
sesuai dengan kebutuhan fungsi ruang terbuka hijau;
3. Pengendalian kegiatan di kawasan ruang terbuka hijau yang berpotensi merusak
keberadaan serta kelestarian ruang terbuka hijau;
4. Pengendalian pemanfaatan ruang di sekitar kawasan ruang terbuka hijau dengan
intensitas sesuai peruntukan dan berdasarkan ketentuan yang berlaku;

7.1.2.4. Arahan Peraturan Zonasi Suaka Alam


Adapun arahan peraturan zonasi untuk kawasan suaka alam, meliputi :
1. Pemanfaatan ruang pada kawasan suaka alam untuk pegembangan kawasan
lindung seperti taman nasional, pelestarian satwa, ekowisata, serta
pengembangan ilmu pengetahuan;
2. Penyediaan prasarana dan sarana untuk kegiatan pengamanan kawasan lindung
serta pengembangan ilmu pengetahuan;
3. Pengendalian kegiatan di kawasan suaka alam yang berpotensi merusak
keberasaan serta kelestarian alam;
4. Pemanfaatan ruang di sekitar kawasan diperbolehkan sesuai peruntukan dengan
intensitas rendah;

7.1.2.5. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Cagar Budaya


Adapun ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya meliputi:
1. Pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata, agama, sosial, dan
kebudayaan.
2. Penyediaan prasarana dan sarana di sekitar kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan untuk menunjang kegiatan pariwisata serta konservasi bangunan
dan lingkungan.
3. Ketentuan pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai
dengan fungsi kawasan.
4. Pemanfaatan tidak dapat dilakukan apabila bertentangan dengan upaya
perlindungan benda cagar budaya dan semata-mata untuk mencari keuntungan
pribadi dan/atau golongan.
5. Pengendalian alih fungsi, perubahan bangunan/kawasan dan kegiatan di sekitar
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan yang berpotensi merusak kualitas
bangunan dan lingkungan cagar budaya dan ilmpu pengetahuan.
6. Mengupayakan konservasi, dan melakukan revitalisasi, rehabilitasi.

7.1.3. ARAHAN PERATURAN ZONASI UNTUK KAWASAN


BUDIDAYA
Arahan peraturan zonasi untuk kawasan budidaya terdiri dari arahan peraturan
zonasi untuk Kawasan Agropolitan Sembalun yang terdiri dari kawasan produksi dan
pengolahan, juga arahan untuk kawasan budidaya lainnya, seperti pada perumahan dan
sarana pendukung lainnya.

7.1.3.1. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Produksi


Kawasan produksi adalah kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan penghasil
komoditi pertanian, di mana kawasan produksi yang ada diminimkan pengalihan fungsi
penggunaan lahannya sebagai kawasan budidaya. Dalam rangka mendukung terbentuknya
sistem agrobisnis, maka pengelolaan kawasan pertanian secara umum dijabarkan melalui
Peraturan zonasi untuk kawasan pertanian antara lain:
1. Peraturan zonasi untuk kawasan tanaman pertanian meliputi:
 Peruntukan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah;
 Ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian
kecuali untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama. Sistem jaringan
prasarana utama mencakup sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi,
sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air yang
dibangun untuk kepentingan umum;
 Pembukaan lahan baru untuk pertanian tanaman pangan, sayuran, buah-buahan,
dan tanaman hias dengan tidak memanfaatkan kawasan lindung dan hutan kota;
 Pemantapan konservasi kawasan pertanian abadi berupa tanaman pangan untuk
memenuhi ketahanan pangan;
 Pengendalian ketat pada konversi lahan pertanian khususnya kawasan
perkotaan;
 Pembentukan kelembagaan produksi hasil pertanian dan tanaman pangan;
 Pengembangan dan pemeliharaan sistem irigasi
2. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan tanaman perkebunan meliputi:
 Penyelenggaraan usaha perkebunan diperbolehkan untuk usaha lahan
perkebunan berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan/atau hak
pakai.
 Dilarang memindahkan hak atas tanah usaha perkebunan yang mengakibatkan
terjadinya satuan usaha yang kurang dari luas minimum.
 Lahan perkebunan besar swasta yang terlantar yang tidak berupaya untuk
melakukan perbaikan usaha setelah dilakukan pembinaan, pemanfaatan
lahannya diperbolehkan dialihkan untuk kegiatan non perkebunan.
 Wilayah geografis yang menghasilkan produk perkebunan yang bersifat spesifik
lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi geografis.
 Wilayah geografis yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan
indikasi geografis dilarang dialihfungsikan.
 Pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan
cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi
lingkungan hidup.
 Pengembangan perkebunan diperbolehkan dengan pengembangan Kimbun
dalam mendukung sentra-sentra produksi perkebunan.

7.1.3.2. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Pengolahan


Arahan peraturan zonasi untuk kawasan pengolahan hasil agro adalah sebagai
berikut:
1. Kawasan pengolahan hasil pertanian dimanfaatkan untuk kegiatan pengolahan hasil
pertanian baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi
sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah sekitarnya;
2. Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan sebaiknya
dikelola secara terpadu.
3. Pembangunan kawasan industri pengolahan minimal berjarak 2 km dari permukiman
dan berjarak 15-20 km dari pusat kota.
4. Kawasan pengolahan dengan skala besar yang berkembang di Kawasan Agopoltan
Sembalun minimal berjarak 5 km dari sungai.
5. Penggunaan lahan pada kawasan pengolahan terdiri dari penggunaan kavling untuk
industri, jalan dan saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang.
6. Ruang terbuka hijau meliputi, taman kawasan, taman bermain,sempadan sungai dan
buffer zone dialokasikan seluas 10% dari masing-masing kawasan.

7.1.3.3. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Pariwisata Berbasis Agropolitan


Arahan peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata disusun dengan
memperhatikan:
1. Pemanfaatan ruang pada kawasan pariwisata berbasis agropolitan berupa hamparan
lahan pertanian dan perkebunan;
2. Pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat harus disesuaikan dengan daya
dukung dan daya tampung lingkungan;
3. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata;
4. Pemanfaatan lahan pertanian dan perkebunan diperbolehkan untuk kegiatan
pariwisata alam yang harus disesuaikan dengan memperhatikan konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya;
5. Penyediaan sarana dan prasarana pelengkap pada kawasan pariwisata alam antara
lain tempat parkir, tempat ibadah, sistem drainase dan pencegahan bahaya
kebakaran, prasarana persampahan, bangunan pengamanan dan keselamatan,
prasarana bagi orang berkebutuhan khusus dan prasarana transportasi massal yang
terkoneksi dengan pusat-pusat pelayanan lainnya;
6. Pengendalian kegiatan yang tidak berhubungan dengan kawasan pariwisata alam;
7. Pemanfaatan ruang pada kawasan pariwisata alam dengan intensitas rendah.

7.1.3.4. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Perumahan


Adapun arahan peraturan zonasi untuk kawasan perumahan adalah, sebagai berikut:
1. Pemanfaatan ruang pada kawasan perumahan dan permukiman dengan kepadatan
sedang untuk tipe perumahan menengah baik formal maupun informal;
2. Penyediaan sarana dan prasarana pelengkap pada kawasan perumahan dan
permukiman dengan kepadatan sedang yang terkoneksi dengan kawasan sekitarnya
dan sesuai dengan tipe masing-masing;
3. Pengendalian kegiatan perkantoran, perdagangan dan jasa, serta industri skala kecil;
4. Pemanfaatan ruang pada kawasan perumahan dan permukiman dengan kepadatan
sedang dengan intensitas sedang;
5. Pelarangan kegiatan industri skala menengah dan besar;
6. Kegiatan industri yang diperbolehkan berupa home industry dengan intensitas
sedang;
7. Kegiatan sarana pelayanan umum diperbolehkan dengan tetap memperhatikan
radius pelayanan tertentu.

7.1.3.5. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Perdagangan dan Jasa


Adapun arahan peraturan zonasi untuk kawasan perdagangan dan jasa adalah,
sebagai berikut:
1. Pemanfaatan ruang pada usaha perdagangan maupun usaha jasa komersial antara
lain untuk kegiatan perhotelan, restoran, dan area pameran;
2. Penyediaan sarana dan prasarana pelengkap pada usaha perdagangan maupun
usaha jasa komersial lainnya antara lain tempat parkir dan ruang terbuka hijau;
3. Pengendalian pendirian usaha perdagangan maupun usaha jasa komersial
lainnyayang berdekatan dengan kegiatan usaha yang sejenis yang telah ada
sebelumnya;
4. Pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar usaha perdagangan maupun usaha
jasa komersial lainnya dengan intensitas sesuai peruntukannya;

7.1.3.6. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Perkantoran


Adapun arahan peraturan zonasi untuk kawasan perkantoran adalah, sebagai
berikut:
1. Pemanfaatan ruang pada kawasan perkantoran pemerintah sesuai skala pelayanan
administrasi;
2. Penyediaan sarana dan prasarana pelengkap pada kawasan perkantoran pemerintah
antara lain tempat parkir, ruang terbuka hijau, jalur pejalan kaki, air bersih, sistem
drainase dan pencegahan bahaya kebakaran, tempat pembuangan sampah dan
prasarana transportasi massal yang terkoneksi dengan pusat-pusat pelayanan
lainnya;
3. Pengendalian kegiatan yang tidak sinergis dengan kawasan perkantoran pemerintah;
4. Pemanfaatan ruang pada kawasan perkantoran pemerintah dengan intensitas rendah
sampai dengan sedang

7.1.3.7. Arahan Peraturan Zonasi Sarana Pelayanan Umum


Adapun arahan peraturan zonasi untuk kawasan sarana pelayanan umum adalah,
sebagai berikut:
1. Pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan pendidikan, kesehatan dan peribadatan
terintegrasi dengan kawasan budidaya di sekitarnya;
2. Penyediaan prasarana dan sarana pada kawasan peruntukan pendidikan, kesehatan
dan peribadatan antara lain tempat parkir, Ruang Terbuka Hijau, prasarana
persampahan, sistem pencegahan bahaya kebakaran, jalur pejalan kaki dan
prasarana transportasi massal yang terkoneksi dengan pusatpusat pelayanan
lainnya;
3. Pengendalian kegiatan yang tidak sinergis dengan kawasan peruntukan pendidikan,
kesehatan dan peribadatan;
4. Pemanfaatan ruang di sekitar kawasan peruntukan pendidikan, kesehatan dan
peribadatan dengan intensitas sesuai peruntukkan masing-masing;

7.1.3.8. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Pertahanan dan Keamanan


Adapun arahan peraturan zonasi untuk kawasan sarana pelayanan umum adalah,
sebagai berikut:
1. Kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan pembangunan untuk prasarana dan
sarana penunjang aspek pertahanan dan keamanan Negara sesuai dengan
ketentuan perundangundangan;
2. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat berupa pemanfaatan ruang secara
terbatas dan selektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain yang dimaksud pada poin
1 dan 2 dan kegiatan pemanfaatan ruang kawasan budi daya tidak terbangun di
sekitar kawasan pertahanan dan keamanan Negara.
4. Pemanfaatan ruang di kawasan pertahanan dan keamanan negara terintegrasi
dengan kawasan budidaya dan kawasan lindung di sekitarnya;
5. Penyediaan prasarana dan sarana sesuai kebutuhan pengembangan kawasan
pertahanan dan keamanan negara;
6. Pengendalian kegiatan di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara yang
tidak sinergis dengan fungsi pertahanan; dan
7. Pemanfaatan ruang di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara dengan
intensitas sesuai dengan peruntukan masing-masing.

7.2. ARAHAN PERIZINAN


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang; dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin pemanfaatan
ruang. Sebagai salah satu instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, izin pemanfaatan
ruang diberikan dengan tujuan untuk :
 Menjamin pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan
zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
 Mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang.
 Melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.
Izin pemanfaatan ruang dapat berupa :
1. Izin Prinsip
a. Izin prinsip adalah surat izin yang diberikan pemerintah/pemerintah daerah untuk
menyatakan suatu kegiatan secara prinsip diperkenankan untuk diselenggarakan
atau beroperasi.
b. Izin prinsip merupakan pertimbangan pemanfaatan lahan berdasarkan aspek teknis,
politis dan sosial budaya sebagai dasar pemberian izin lokasi.
c. Izin prinsip dapat berupa surat penunjukan penggunaan lahan (SPPL).
d. Izin prinsip diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah kota.
e. Izin prinsip diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
f. Izin prinsip belum dapat digunakan sebagai dasar untuk pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan ruang.
g. Izin pemanfaatan ruang harus disertai dengan persyaratan teknis dan persyaratan
administratif sesuai ketentuan perundang-undangan.
2. Izin Lokasi
a. Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada pemohon untuk memperoleh ruang
yang diperlukan dalam rangka melakukan aktivitasnya.
b. Izin lokasi merupakan dasar untuk melakukan pembebasan lahan dalam rangka
pemanfaatan ruang.
c. Izin lokasi diberikan berdasarkan izin prinsip jika menurut peraturan daerah
diperlukan izin prinsip. Hal ini menunjukkan bahwa belum tentu semua daerah
mensyaratkan perlunya izin prinsip.
d. Izin lokasi diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah kota.
e. Izin lokasi diberikan oleh pemerintah daerah kota.
f. Izin lokasi diperlukan untuk pemanfaatan ruang lebih dari satu Ha untuk kegiatan
bukan pertanian, dan lebih dari 25 Ha untuk kegiatan pertanian.
3. Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah
a. Izin penggunaan pemanfaatan tanah merupakan dasar untuk permohonan
mendirikan bangunan.
b. Izin penggunaan pemanfaatan tanah diberikan oleh pemerintah daerah kota.
c. Izin pemanfaatan ruang harus disertai dengan persyaratan teknis dan persyaratan
administratif sesuai ketentuan perundang-undangan.
4. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
a. Izin Mendirikan Bangunan merupakan dasar dalam mendirikan bangunan dalam
rangka pemanfaatan ruang.
b. Izin Mendirikan Bangunan diberikan oleh pemerintah daerah kota.
c. IMB diberikan berdasarkan peraturan zonasi sebagai dasar bagi pemegang izin
untuk mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan,dan rencana teknis
bangunan gedung yang telah disetujui oleh pemerintah daerah kota.
d. Izin pemanfaatan ruang harus disertai dengan persyaratan teknis dan persyaratan
administratif sesuai ketentuan perundang-undangan.
5. Izin lain berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Arahan perizinan yang diusulkan di Kawasan Strategis Ketapang dan Kabupaten
Banyuwangi pada umumnya, adalah :
a. Perizinan harus dilakukan secara bertahap sesuai ketentuan, tidak boleh dilakukan
secara bersamaan (parallel).
b. Sebelum izin keluar, pemilik bangunan, developer atau investor dilarang melakukan
kegiatan di lapangan. Pada dasarnya kegiatan dapat dilakukan sesudah memiliki izin
yang diperlukan.
c. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian melalui perizinan, yaitu :
(1) Prosedur harus benar, tidak ada prosedur yang terlewatkan atau diloncati. Izin
untuk melakukan kegiatan harus lengkap dan benar sesuai ketentuan yang
berlaku.
(2) Substansi atau materi suatu kegiatan yang akan dikendalikan (misalnya
pembangunan industri, perumahan, hotel, dan lainnya) harus jelas, lengkap dan
tidak multi tafsir.
7.3. ARAHAN INSENTIF DAN DISINSENTIF
Insentif dan disinsentif merupakan salah satu cara pengendalian pemanfaatan ruang
yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
7.3.1. INSENTIF
Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang didorong
pengembangannya, dengan tetap menghormati hak orang sesuai ketentuan perundangan
yang berlaku. Insentif dapat berupa insentif fiskal dan/atau insentif non fiskal.
a. Insentif fiskal dapat berupa : pemberian keringanan pajak; dan/atau pengurangan
retribusi. Pemberian insentif fiskal harus dilaksanakansesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
b. Insentif non fiskal dapat berupa : pemberian kompensasi; subsidi silang; kemudahan
perizinan; imbalan; sewa ruang; urun saham; penyediaan sarana dan sarana;
penghargaan; dan/atau publikasi atau promosi. Ketentuan mengenai pemberian
insentif non fiskal diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
terkait dengan bidang insentif yang diberikan.
Insentif dapat diberikan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah
Daerah kepada Pemerintah Daerah lain, dan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
kepada masyarakat.
a. Insentif dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dapat berupa :
(1) Subsidi silang
(2) Kemudahan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang diberikan oleh
Pemerintah.
(3) Penyediaan prasarana dan sarana di daerah.
(4) Pemberian kompensasi.
(5) Penghargaan dan fasilitasi.
(6) Publikasi atau promosi daerah.
b. Insentif dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya, dapat berupa: :
(1) Pemberian kompensasi dari Pemerintah Daerah Penerima Manfaat kepada daerah
pemberi manfaat atas manfaat yang diterima oleh daerah penerima manfaat.
(2) Kompensasi pemberian penyediaan saerana dan prasarana.
(3) Kemudahan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah penerima manfaat kepada investor yang berasal dari daerah
pemberi manfaat.
(4) Publikasi atau promosi daerah.
Pemberian insentif berupa kompensasi antar daerah yang berbentuk fiskal harus
mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
c. Insentif dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada
masyarakat,dapat berupa :
(1) Pemberian keringanan pajak
(2) Pemberian kompensasi
(3) Pengurangan retribusi.
(4) Imbalan.
(5) Sewa ruang.
(6) Urun saham.
(7) Penyediaan prasaranadan/atau sarana.
(8) Kemudahan periizinan.
Agar mendapatkan kepastian hukum, mekanisme pemberian insentif diatur dalam
peraturan yang mengikat semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini mekanismenya
diatur sebagai berikut :
(1) Mekanisme pemberian insentif yang berasal dari Pemerintah Daerah Provinsi diatur
dengan peraturan gubernur.
(2) Mekanisme pemberian insentif yang berasal dari Pemerintah Daerah Kota
(3) Mekanisme pemberian insentif dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah
lainnya, diatur berdasarkan kesepakatan bersama antar daerah yang
bersangkutan.
Pemberian insentif ditujukan untuk mendorong percepatan pembangunan dan
pemerataan pembangunan di Kawasan Strategis Bandar Udara Blimbingsari. Insentif
diberikan untuk mendorong dunia usaha agar berinvestasi mengembangkan
perdagangan jasa pendukung bandara, pengembang yang membangun perumahan
karyawan bandara dan sekolah penerbang, pengusaha yang bersedia merelokasi pabrik
yang berdekatan dengan bandara ke kawasan industri. Rinciannya lebih lanjut adalah :
a. Pemilik industri non kawasan yang bersedia merelokasi pabrik atau gudangnya ke
kawasan industri.
Insentif diberikan dalam bentuk kemudahan perizinan di lokasi baru; penyediaan
infrastruktur jalan, listrik, saluran drainase; keringanan PBB; keringanan pajak
reklame.
b. Pemilik kaveling perdagangan dan jasa yang bersedia menyediakan ruang publik di
dalam tapaknya; antara lain berupa taman, penghijauan, tempat berjualan PKL,
tempat bermain anak-anak, tempat rekreasi keluarga.
Insentif diberikan dalam bentuk izin membangun lebih tinggi dari ketentuan yang
ditetapkan, seluas ruang publik yang disediakan untuk kepentingan masyarakat.
Selain itu dapat diberikan insentif berupa pengurangan PBB dan kemudahan
perizinan pembangunan.
c. Institusi maupun pengembang yang menyediakan hutan kota atau di sabuk hijau di
dalam tapak, maupun pengembang yang bersedia membangun taman-taman kota
di Kawasan Strategis Blimbingsari.
Insentif diberikan dalam bentuk pemberian penghargaan; kemudahan perizinan
pembangunan; keringanan PBB.
d. Pemilik kaveling yang bersedia memundurkan bangunannya secara sukarela
karena terkena rencana pelebaran jalan. Insentif diberikan dalam bentuk keringanan
PBB dan pemberian penghargaan baik dalam bentuk piagam maupun finansial.
e. Pemilik tanah yang bersedia melepaskan tanahnya untuk kepentingan
pembangunan civic center Kecamatan Blimbingsari, dengan pemberian ganti rugi
yang layak. Insentif diberikan dalam bentuk pemberian penghargaan; pemberian
keringanan PBB.

7.3.2. DISINSENTIF
Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dibatasi
pengembangannya, dengan tetap menghormati hak orang sesuai ketentuan perundangan
yang berlaku. Disinsentif dapat berupa disinsentif fiskal dan/atau disinsentif non fiskal.
a. Disinsentif fiskal berupa pengenaan pajak yang tinggi.
b. Disinsentif non fiskal berupa : kewajiban memberi kompensasi; persyaratan khusus
dalam perizinan; kewajiban memberi imbalan; dan/atau pembatasan penyediaan
sarana dan prasarana.
Disinsentif dapat diberikan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah
Daerah kepada Pemerintah Daerah lain, dan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
kepada masyarakat.
a. Disinsentif dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dapat berupa :
(1) Persyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang
diberikan oleh Pemerintah.
(2) Pembatasan penyediaan prasarana dan sarana di daerah.
(3) Pemberian status tertentu dari Pemerintah.
b. Disinsentif dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lain, dapat berupa :
(1) Pengajian pemberian kompensasi dari Pemerintah Daerah pemberi manfaat
kepada daerah penerima manfaat.
(2) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.
(3) Persyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah pemberi manfaat kepada investor yang berasal
dari daerah penerima manfaat.
c. Disinsentif dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada masyarakat, dapat
berupa :
(1) Kewajiban memberikan kompensasi.
(2) Persyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang
diberikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(3) Kewajiban memberikan imbalan.
(4) Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.
(5) Persyaratan khusus dalam perizinan.
Mekanisme pemberian disinsentif diatur sebagai berikut :
a. Mekanisme pemberian disinsentif yang berasal dari Pemerintah Daerah Provinsi diatur
dengan peraturan gubernur.
b. Mekanisme pemberian disinsentif yang berasal dari Pemerintah Daerah Kota diatur
dengan peraturan walikota.
c. Mekanisme pemberian disinsentif dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah
lainnya, diatur berdasarkan kesepakatan bersama antar daerah yang bersangkutan.
Pemberian disinsentif ditujukan untuk mencegah terjadinya pembangunan ke lokasi
yang tidak ingin dikembangkan.
Disinsentif diberikan kepada :
a. Semua pihak yang melakukan pembangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan
rencana tata ruang; antara lain penyimpangan KDB, KLB, GSB.
Disinsentif diberikan dalam bentuk pengetatan perizinan; pengenaan denda atas
pelanggaran (catatan : denda tidak menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.
b. Pemilik kaveling yang melakukan alih fungsi pemanfaatan ruang tanpa melalui proses
perizinan yang sah. Misalnya kaveling perumahan yang dalihfungsikan menjadi komersial
yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas karena ketersediaan tempat parkir di dalam
kaveling tidak mencukupi sehingga pengunjung terpaksa memarkir kendaraannya di tepi
jalan.
Disinsentif diberikan dalam bentuk pemberlakukan retribusi parkir yang tinggi bagi parkir
di luar kaveling, untuk memaksa pemilik kaveling menyediakan tempat parkir sendiri di
dalam tapaknya.
c. Pengembang yang melakukan pembangunan tidak sesuai dengan site plan yang telah
disahkan. Misalnya dengan membangun lokasi yang semula direncanakan untuk RTH
menjadi perumahan atau komersial, sehingga luas RTH menjadi lebih kecil.
Disinsentif diberikan dalam bentuk pengetatan perizinan pembangunan; pembatasan
penyediaan infrastruktur (air bersih, jalan, jaringan listrik, jaringan telepon, saluran
drainase) pada lokasi yang dialihfungsikan.
d. Semua pihak yang membangun tanpa izin yang sah, di lokasi yang tidak diperuntukkan
bagi bangunan-bangunan. Misalnya membangun di daerah sempadan sungai, daerah
sempadan pantai, sempadan danau.
Disinsentif diberikan dalam bentuk pembatasan sampai pelarangan pemasangan
infrastruktur (air bersih, jalan, jaringan listrik, jaringan telepon, saluran drainase) pada
lokasi bersangkutan.
e. Pemilik kavling yang pemanfaatan ruangnya tidak sesuai lagi dengan rencana tata ruang
setelah disahkannya Rencana Strategis Kawasan Bandar Udara Blimbingsari dan
Peraturan Zonasinya.
Untuk mengendalikan pengembangan yang dilakukan oleh pemilik kaveling (pemilik
kaveling masih diizinkan melakukan pengembangan sampai batas kaveling yang
dikuasainya, tetapi dilarang melakukan pembebasan lahan untuk memperluas kegiatan
usahanya), perlu diberlakukan disinsentif berupa pengetatan perizinan pembangunan di
dalam lokasi kaveling yang dikuasainya.

7.4. ARAHAN PEMBERIAN SANKSI


Penegakan hukum sebagai sanksi pelanggaran pemanfaatan ruang, pada umumnya
dilakukan melalui penertiban. Aspek-aspek penting yang perlu mendapat kejelasan dalam
penerapan sanksi melalui penertiban, mencakup subyek penertiban; obyek penertiban;
bentuk penertiban; waktu penertiban; metoda penertiban; tahapan penertiban dan bentuk
kegiatan penertiban,.
1. Subyek Penertiban
Subyek penertiban adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertautan dengan
pemberian izin pembangunan. Pada umumnya meliputi :
a. Sekretariat Daerah
b. Dinas Kesehatan
c. Dinas Pekerjaan Umum
d. Dinas Perhubungan
e. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga.
f. Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian, perdagangan
g. Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan
h. Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan
i. Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah
j. Badan Penanaman Modal dan Perizinan
k. Badan Lingkungan Hidup
l. Satpol Pamong Praja
m. Rantib pada Tingkat Kecamatan.
2. Obyek Penertiban
Obyek penertiban adalah bangunan, tapak, site plan yang pelaksanaan pembangunan
maupun kegiatan operasionalnya tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, baik
yang berkaitan dengan prosedur pelaksanaan maupun substansi pelanggarannya.
Contoh obyek penertiban di wilayah perencanaan antara lain adalah bangunan atau tapak
yang melanggar batas sempadan pantai atau batas sempadan sungai yang telah
ditetapkan batas-batasnya, dan telah memiliki kekuatan hukum tetap.
3. Bentuk Sanksi
Dalam Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Perkotaan (1998)
disebutkan bahwa sanksi dapat berupa sanksi administratif, sanksi perdata dan sanksi
pidana.
a. Sanksi administrasi jika:
(1) Melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
(2) Melanggar pemanfaatan ruang (tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
dari pejabat yang berwenang);
(3) Melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
(4) Tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
b. Sanksi perdata apabila menimbulkan gangguan terhadap masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.
c. Sanksi pidana apabila melakukan perubahan fungsi dan pemanfaatan ruang yang
mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang atau
mengakibatkan kematian orang.
4. Waktu Penertiban
Waktu penertiban dapat dilakukan pada tahap konstruksi dan tahap pasca konstruksi.
Dalam hal ini penertiban dapat dilakukan pada saat pembangunan sedang dilaksanakan
atau pembangunan sudah selesai dilaksanakan dan sudah beroperasi.
5. Metoda Penertiban
Metoda penertiban dapat dilakukan on site (langsung di tempat pelanggaran
pemanfaatan ruang) atau melalui proses pengadilan. Penertiban di lapangan harus
dilakukan oleh Penyidik Pegawai negeri Sipil, sedangkan proses pengadilan dilakukan
melalui serangkaian proses sidang di pengadilan.
6. Tahap Penertiban
Ketentuan mengenai pemberian sanksi dalam pelanggaran pemanfaatan ruang
menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, adalah sanksi
administratif yang dapat berupa :
a. Peringatan tertulis
b. Penghentian sementara kegiatan
c. Penghentian sementara pelayanan umum
d. Penutupan lokasi
e. Pencabutan izin
f. Pembatalan izin
g. Pembongkaran bangunan
h. Pemulihan fungsi ruang
i. Denda administratif.
Menurut Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang (1998), tahapan penertiban
meliputi tahapan sebagai berikut :
a. Peringatan tertulis;
b. Pembatasan kegiatan pembangunan;
c.  Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
d.  Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
e.  Pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;
f.   Pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;
g.  Pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
h.  Pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau
i.   Perintah pembongkaran bangunan gedung.
7. Bentuk Kegiatan Penertiban
Bentuk-bentuk kegiatan penertiban dapat merupakan salah satu dari bentuk kegiatan
berikut ini :
a. Penerbitan Surat Peringatan yang disertai lembar evaluasi yang berisikan
pelanggaran yang dilakukan;
b. Pemberitahuan tindakan perbaikan yang harus dilakukan;
c. Penyusunan dan penetapan kriteria pelanggaran yang berdampak penting;
d. Penyusunan dan penetapan kriteria pelanggaran yang berdampak strategis;
e. Penetapan jenis sanksi finansial;
f. Penetapan sanksi kegiatan yang bertingkat.
g. Penetapan besaran denda atas ketidakberhasilan pembangunan;
h. Penetapan kriteria yang dapat diperpanjang masa ijin lokasinya;
i. Membentuk otoritas kelembagaan yang jelas untuk penanganan masalah
transportasi perkotaan dan pinggiran kota;
j. Pemberlakuan standar peralatan dan prosedur instalasi;
k. Pemasangan alat pengukur konsumsi energi dan air bersih;
l. Pemberian prioritas/penundaan ijin kepada industri yang memenuhi ketentuan;
m. Pemberlakuan standar manajemen industri;
n. Pengenaan tarif pajak dan retribusi perbaikan lingkungan;
o. Penetapan kewajiban perbaikan lingkungan dan pembangunan infrastruktur publik;
p. Penentuan batas maksimum wilayah terkena dampak.

7.5 PERAN SERTA MASYARAKAT


Peran serta masyarakat dalam penataan ruang menurut Undang-undang No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mencakup hak dan kewajiban masyarakat. Selain hak
dan kewajiban masyarakat, aspek penting yang perlu diperhatikan berkaitan dengan peran
serta masyarakat dalam penataan ruang adalah bentuk peran serta masyarakat.
1. Hak Masyarakat
Hak masyarakat dalam penataan ruang adalah :
a. Mengetahui rencana tata ruang; seperti Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota (RTRW), Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis, melalui penyebarluasan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan pada tempat-tempat dimana masyarakat dapat mengetahui dengan
mudah.
b. Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang.
c. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. Besarnya
penggantian sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum yang berlaku.
d. Mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya.
e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang.
f. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin
apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
menimbulkan kerugian.
2. Kewajiban Masyarakat
Dalam penataan ruang, masyarakat mempunyai kewajiban :
a. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang.
c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang.
d. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Sementara itu bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang, antara lain dapat
dilakukan dengan cara:
a. Mengajukan usul, saran atau keberatan kepada pemerintah melalui media massa,
asosiasi profesi, LSM, dan lembaga formal kemasyarakatan.
b. Berpartisipasi aktif dalam menjaga, memelihara dan meningkatkan kualitas
lingkungan sesuai arahan rencana pemanfaatan kawasan strategis.
c. Melaksanakan pembangunan sesuai rencana pemanfaatan ruang kawasan strategis
yang telah ditetapkan.
d. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengawasan agar dihindari pelaksanaan
pembangunan yang menyimpang dari tatacara/ kriteria yang telah ditetapkan.
e. Dalam menyusun Tim Evaluasi pemerintah akan melibatkan masyarakat sebagai
anggota tim, minimal dari masyarakat pelapor.
f. Memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan pemanfaatan ruang.
g. Melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang mengganggu,
merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
7.6. KETENTUAN PENYIDIKAN
Ketentuan penyidikan dalam RTR Kawasan Agropolitan Sembalun adalah, sebagai
berikut:
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten diberikan
wewenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan-
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan di bidang
penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang penataan ruang;
d. memeriksa buku-buku catatan-catatan dan dokumen–dokumen lain berkenaan
tindak pidana di bidang penataan ruang;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap
bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang penataan ruang;
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang penataan
ruang;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang penataan ruang menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
7.7. KETENTUAN PIDANA
Ketentuan pidana terhadap pelanggaran rencana tata ruang dalam Peraturan Daerah
ini dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sebagai berikut:
(1) Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang tanpa
memiliki perizinan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat
(3) diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana merupakan pelanggaran.
(3) Setiap orang yang memanfaatkan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang sehingga mengakibatkan perubahan fungsi ruang, kerugian terhadap harta
benda atau kerusakan barang, dan/atau kematian orang dikenai sanksi pidana sesuai
ketentuan perundang-undangan.
(4) Tindak pidana adalah kejahatan

7.8. KELEMBAGAAN
Penataan ruang di tingkat kabupaten/kota adalah menjadi tanggung jawab
bupati/walikota, dimana dalam menjalankan tugasnya bupati/walikota membentuk BKPRD
Kabupaten/Kota. Ketentuan mengenai BKPRD Kabupaten/Kota merujuk pada Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang
Daerah. Dengan demikian dalam sistem penataan ruang di daerah, BKPRD merupakan
lembaga yang mengkoordinasikan penataan ruang.

Anda mungkin juga menyukai