Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

“AMYAND HERNIA”

Disusun oleh:

dr. Maulia Rahma

Pembimbing:

dr. Mulyoni Polapa, Sp.B

Program Dokter Internship RSUD Tani dan Nelayan Boalemo

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus

Amyand Hernia

Disusun oleh:

dr. Maulia Rahma

Telah dibacakan pada tanggal

Desember 2019

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Mulyoni Polapa, Sp.B


BAB I
PENDAHULUAN

Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
yang lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui
defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri dari
cincin, kantong dan isi hernia.

Bank data Kementerian Kesehatan Indonesia menyatakan bahwa berdasarkan distribusi


kasus penyakit sistem cerna pasien rawat inap menurut golongan sebab sakit Indonesia pada
tahun 2004, hernia menempati urutan ke-8 dengan jumlah kasus sebesar 18.145 kasus, dan 273
diantaranya meninggal dunia. Hernia inguinalis dilaporkan sebagai penyebab obstruksi usus
nomer satu terbesar di Indonesia dan paling sering di temukan dalam kasus bedah. Beberapa
kasus hernia inguinalis seringkali dapat didorong kembali kedalam rongga perut namun jika
tidak dapat didorong kembali penyakit ini dapat menjadi kasus yang serius seperti inkaserasi
(usus terperangkap dalam kanalis inguinalis ) dan strangulasi (aliran darah terputus). Inkaserasi
merupakan penyebab obstruksi usus nomer satu dan urutan kedua dalam tindakan operasi gawat
darurat setelah appendicitis akut di Indonesia.

Meskipun hernia inguinalis dapat terjadi pada semua jenis kelamin namun angka kejadian
penyakit ini lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan 9:1. Secara umum hernia
inguinalis mempengaruhi segala usia, insidensi dapat meningkat dengan bertambahnya usia yaitu
pada rentang 25-40 tahun 5-8%, diatas 75 tahun 45%. Pada anak, insidensinya berkisar 1-2%,
dengan 10% dari keseluruhan kasus mengalami komplikasi inkarserasi. 30% kasus terjadi pada
usia sekitar satu tahun dikarenakan belum tertutupnya processus vaginalis.

Menurut sifatnya, hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar-
masuk. Usus keluar ketika berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika berbaring atau
bila didorong masuk perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga
perut, hernia disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan oleh pelekatan isi
kantong kepada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta. Masih
tidak ada keluhan nyeri, tidak juga tanda sumbatan usus.
Hernia disebut hernia inkarserata atau strangulata bila isinya terjepit oleh cincin hernia
sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.
Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis, istilah hernia inkarserata
lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel yang disertai gangguan pasase,
sedangkan hernia strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang
disertai gangguan vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya, gangguan vaskularisasi telah
terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan
sampai nekrosis.

Bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus, hernianya disebut hernia Richter.
Ileus obstruksi mungkin parsial atau total, sedangkan benjolan hernia tidak ditemukan dan baru
terdiagnosis pada waktu laparatomi. Komplikasi hernia Richter adalah strangulasi sampai terjadi
perforasi usus. Pada hernia femoralis, komplikasi ini tampak seperti abses sampai terjadi fistel
enterokutaneus daerah inguinal.

Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol ke luar melalui dinding perut, pinggang,
atau perineum. Hernia interna adalah tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang
dalam rongga perut, seperti foramen Winslow, resesus retrosekalis atau defek dapatan pada
mesenterium umpamanya setelah operasi anastomosis usus.

Hernia insipiens atau hernia yang membal, merupakan hernia indirek pada kanalis
inguinalis yang ujungnya tidak keluar dari annulus eksternus. Hernia yang kantongnya menjorok
ke dalam celah antara lapisan dinding perut dinamakan hernia interparietalis atau hernia
interstisialis. Pada hernia inguinalis lateralis, ujung kantong hernia mungkin terletak di dalam
kanalis inguinalis di antara lapisan otot.

Hernia yang sebagian dinding kantongnya terbentuk dari organ isi hernia, misalnya
sekum, kolon desenden atau kandung kemih, disebut hernia gelincir atau sliding hernia. Hernia
ini dapat terjadi karena isi kantong berasal dari organ yang letaknya ekstraperitoneum.

Hernia lumbalis menempati dinding perut bagian lateral, contohnya hernia sikatriks pada
bekas luka operasi ginjal, hernia di trigonum lumbale inferior Petit, dan trigonum lumbale
superior Grijnfelt. Hernia di trigonum lumbale jarang ditemukan.
Terdapat beberapa bentuk hernia lain yang juga jarang dijumpai ialah hernia obturatoria
melalui foramen obturatorium dan hernia diafragmatika melalui foramen Bochdalek di
diafragma. Hernia Littre adalah hernia yang berisi diverticulum Meckel.

Dari berbagai macam jenis dan bentuk hernia terdapat salah satu bentuk hernia yang
termasuk kedalam hernia inguinalis dan kasusnya jarang terjadi. Hernia tersebut disebut dengan
Amyand Hernia. Amyand hernia adalah hernia inguinalis dengan appendix vermiformis sebagai
salah satu komponen organ yang mengalami prolapse. Keberadaan apendiks vermiformis pada
kantong hernia merupakan temuan yang jarang terjadi dengan insidens sekitar 1% kasus.
Apendisitis akut di dalam hernia inguinalis merupakan kasus yang lebih jarang lagi dengan
angka kejadian sebesar 0,08% - 0,1%. Umumnya hernia ini terjadi pada sisi kanan, tetapi kasus
yang terjadi pada sisi kiri juga pernah dilaporkan terjadi. Pada kasus ini, appendiks dapat
mengalami inflamasi atau bahkan berkembang menjadi apendisitis akut oleh karena obstruksi
dari apendiks yang berada di dalam kantong hernia. Dari keseluruhan jenis hernia, amyand
hernia inilah yang akan dibahas lebih lanjut dan kasusnya akan dijabarkan pada tulisan ini.
BAB II

AMYAND HERNIA

2.1. Anatomi

Kanalis Inguinalis

Kanalis inguinalis memiliki panjang sekitar 4 – 6 cm. Kanalis inguinalis dibatasi di


kraniolateral oleh annulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia
transversalis dan aponeurosis otot transversus abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum
pubicum, kanal ini dibatasi oleh annulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis
otot oblikus eksternus abdominis. Atapnya ialah aponeurosis otot oblikus eksternus abdominis
dan di dasarnya terdapat ligamentum inguinale. Kanalis inguinalis berisi funiculus spermatikus
pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada perempuan.

Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis karena keluar dari rongga
peritoneum melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh darah
epigastrika inferior. Hernia kemudian masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang,
menonjol keluar dari annulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan
sampai ke skrotum sehingga disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada di dalam otot
kremater, terletak anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam funikulus
spermatikus.

Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung ke depan
melalui segitiga Hesselbach, yaitu daerah yang dibatasi oleh ligamentum inguinale di bagian
inferior, pembuluh epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi otot rektus di bagian medial.
Dasar segitiga Hesselbach dibentuk oleh fasia transversalis yang diperkuat oleh serat aponeurosis
otot transversus abdominis yang kadang tidak sempurna sehingga daerah ini berpotensi
melemah. Hernia medialis karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum,
umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar.
Nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis mempersarafi otot di regio inguinalis, sekitar
kanalis inguinalis, funikulus spermatikus, serta sensibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan
sebagian kecil kulit tungkai atas bagian proksimomedial.

Gambar 2.1. Anatomi Kanalis Inguinalis

Gambar 2.2. Anatomi Regio Inguinal


Gambar 2.3 Trigonum Hesselbach pada Hernia Inguinalis Indirek

Apendiks Vermiformis

Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan
banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-
13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan aspek posteromedial caecum, 2,5 cm di bawah
junctura iliocaecal dengan lainnya bebas. Apendiks adalah satu-satunya organ tubuh yang tidak
mempunyai posisi anatomi yang konstan. Lumennya melebar di bagian distal dan menyempit di
bagian proksimal.

Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen di regio iliaca dextra.
Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah yang
menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus yang di sebut titik McBurney.
Apendiks divaskularisasi oleh arteri dan vena appendicularis yang merupakan pembuluh darah
tanpa kolateral. Arteri appendicularis merupakan derivat cabang inferior dari arteri ileocoli yang
merupakan cabang trunkus mesenterika superior.

Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari sarafsimpatis dan parasimpatis
dariplekxusmesenterica superior.Serabut saraf simpatis berasal dari medula spinalis torakal
bagian kaudal, dan serabut parasimpatis berasal dari kedua nervus vagus.Serabut saraf aferen
dari apendiks vermiformis mengiringisaraf simpatis ke segmen medula spinalis thorakal 10.

Apendiks vermiformis berasal dari struktur primordial yakni divertikulum sekal yang
muncul pada janin berusia 6 minggu. Bagian proksimal dari diverticulum ini membentuk sekum
sedangkan bagian distal atau apeks terus memanjang membentuk apendiks. Pada anak-anak
peralihan antara sekum dan apendiks tidak sejelas pada orang dewasa, dan apendiks tampak di
sebelah inferior dari sekum, berbeda dengan pada orang dewasa dimana peralihan lebih jelas dan
apendiks berada di sisi posteromedial dari sekum.

2.2. Definisi dan Sejarah


Amyand hernia didefinisikan sebagai hernia inguinalis yang mengandung apendiks
vermivormis di dalam kantong hernia. Kasus ini pertama kali dilaporkan oleh Claudius Amyand,
seorang ahli bedah Inggris yang lahir di Perancis. C.Amyand melakukan operasi repair hernia
terhadap seorang anak laki-laki berumur 11 tahun bernama Hanvil Anderson pada 6 Desember
tahun 1735 di London. Pada saat operasi dilakukan, ditemukan apendiks yang mengalami radang
dan perforasi pada kantong hernia. C.Amyand kemudian melakukan appendektomi pada
pasiennya tersebut.

2.3. Epidemiologi
Kasus amyand hernia dilaporkan terjadi pada pasien di berbagai usia dengan rentang usia
dari 3 minggu sampai 92 tahun. Insiden amyand hernia bervariasi berdasarkan literature, rentang
kasus sebesar 0,19% - 1,7% kasus. Insidens appendisitis pada hernia inguinal bahkan dilaporkan
lebih jarang terjadi dengan perkiraan 0,07% - 0,13% kasus. Amyand hernia 3 kali lebih sering
terdiagnosis pada anak-anak dibanding orang dewasa oleh karena patensi prosesus vaginalis pada
populasi pediatri. Amyand hernia pada anak dilaporkan lebih sering terjadi pada anak laki-laki.
Mortalitas amyand hernia dilaporkan sebesar 14 – 30%. Hal ini dihubungkan dengan keadaan
sepsis oleh karena penyebaran infeksi dari peritoneal

2.4. Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat.
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi
desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritoneum
kedaerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus
vaginalis peritoneum. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini sudah mengalami
obliterasi sehingga isi perut tidak dapat melalui kanal tersebut. Namun dalam beberapa hal,
sering kali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun lebuh dahulu, maka kanalis
inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka biasanya yang kanan juga terbuka.
Dalam keadan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus
terbuka terus ( karena tidak mengalami obliterasi ), akan timbul hernia inguinalis lateralis
kongenital. Pada neonatus, kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada
bayi umur satu tahun, sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Insidens hernia inguinalis
pada bayi dan anak antara 1 dan 2 %. Anak yang pernah menjalani operasi hernia pada waktu
bayi mempunyai kemungkinan 16% menderita hernia kontralateral pada usia dewasa.
Dalam keadaan normal, pada orang sehat, terdapat tiga mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis, yaitu

a. Kanalis inguinalis yang berjalan miring


b. Adanya struktur m. oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis
internus ketika berkontraksi
c. Adanya fascia transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang
umumnya hampir tidak berotot.
Proses mekanisme ini meliputi saat otot abdomen berkontraksi terjadi peningkatan
intraabdomen lalu m. oblikus internus dan m. Tranversus berkontraksi, serabut otot yang paling
bawah membentuk atap mioaponeurotik pada kanalis inguinalis. Konjoin tendon yang
melengkung meliputi spermatic cord yang berkontraksi mendekati ligamentum inguinale
sehingga melindungi fasia transversalis. Kontraksi ini terus bekerja hingga ke depan cincin
interna dan berfungsi menahan tekanan intraabdomen. Kontraksi m.transversus abdominis
menarik dan meregang crura anulus internus, iliopubic tract, dan fasia transversalis menebal
sehingga cincin menutup seperti spincter (Shutter Mechanism). Pada saat yang sama m. oblikus
eksternus berkontraksi sehingga aponeurosisnya yang membentuk dinding anterior kanalis
inguinalis menjadi teregang dan menekan cincin interna pada dinding posterior yang lemah.
Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia.

Hernia inguinalis medialis atau hernia direk hampir selalu disebabkan oleh peninggian
tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot di dinding trigonum hasselbach. Oleh sebab
itu, hernia ini umumnya terjadi bilateral khusunya pada lelaki tua. Hernia ini jarang bahkan
hampir tidak pernah mengalami inkarserasi atau strangulasi. Mungkin terjadi hernia gelincir
yang mengandung sebagian dinding kandung kemih atau kolon. Kadang ditemukan defek kecil
di otot oblikus internus abdominis pada segala usia dengan cincin yang kaku dan tajam sering
menyebabkan strangulasi.

2.5. Patofisiologi
Patofisiologi amyand hernia dan hubungannya terhadap kejadian apendisitis masih
kontroversial dan belum sepenuhnya dimengerti. Terdapat literature yang menjelaskan terjadinya
amyand hernia disebabkan oleh karena obstruksi ekstralumen. Obstruksi ini terjadi akibat
tekanan dari leher hernia terhadap apendiks itu sendiri sehingga apendiks menjadi lebih rentan
untuk mengalami peradangan dan adhesi. Kontraksi dari otot abdomen dan semua mekanisme
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen dapat membuat semakin kuatnya
kompresi dari apendiks. Selanjutnya akan terjadi penurunan vaskularisasi secara signifikan dan
pada akhirnya akan terjadi inflamasi dan pertumbuhan bakteri.

Setelah dilakukan review menyeluruh dari berbagai literatur yang ada, didapatkan
beberapa pendapat mengenai mekanisme terjadinya apendisitis pada hernia inguinalis, yaitu :
1) Inkarserasi dan inflamasi dari apendiks
2) Keberadaan apendiks didalam kantong hernia mempengaruhi mekanisme adhesi antara
membrane serosa dan kantong hernia sehingga menyebabkan hernia yang tidak dapat
direduksi yang pada akhirnya akan lebih rentan terhadap timbulnya luka atau peradangan.
3) Kontraksi dari otot anterolateral abdomen menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen sehingga terjadi kompresi dan obstruksi fungsional dari apendiks yang
prolapse.
4) Pada saat amyand hernia menjadi tidak dapat direduksi, terjadi edema oleh karena stasis
vena. Hal tersebut menyebabkan gangguan mikrosirkulasi pada dinding appendiks
sehingga meningkatkan risiko pertumbuhan bakteri dan translokasi.
Gambar 2.4 Ilustrasi Amyand Hernia.

2.6. Diagnosis
Anamnesis

Gejala dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia pada hernia
reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin, atau mengedan, dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang
dijumpai; kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual dan muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena
ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.

Gejala/tanda Obstruksi usus pada hernia Nekrosis/gangren pada


inkarserata hernia strangulata
Nyeri Kolik Menetap
Suhu badan Normal Normal/meninggi
Denyut nadi Normal/meninggi Meninggi/tinggi sekali
Leukosit Normal Leukositosis
Rangsang peritoneum Tidak ada Jelas
Sakit Sedang/berat Berat sekali/toksik

Tabel 2.1 Perbedaan gejala dan tanda Hernia inkarserata dan Hernia strangulata

Manifestasi klinis dapat bervariasi tergantung derajat inflamasi yang terjadi. Apendiks
yang mengalami inkarserasi di dalam hernia inguinalis dapat mengalami peradangan, infeksi atau
perforasi. Namun, meskipun mengalami inkarserasi, di beberapa kasus ditemukan juga apendiks
yang masih dalam keadaan baik.

Gejala yang sering dikeluhkan termasuk onset mendadak dari rasa nyeri pada epigastrium
atau periumbilikal disertai juga nyeri yang terlokalisir di kuadran kanan bawah dan adanya
massa lunak yang tidak dapat direduksi di regio inguinal atau inguino-scrotal. Meskipun
demikian, gejala atau temuan ini seringkali memberikan gambaran kearah hernia strangulata.
Gejala lain yang mungkin timbul termasuk demam, mual muntah, gejala-gejala gastrointestinal
dan gejala obstruksi usus. Pada anak-anak, biasanya ditemukan bengkak dan nyeri di region
inguinal atau scrotum. Biasanya nyeri pada anak akan menyebabkan anak rewel dan menangis
terus menerus.

Diagnosis amyand hernia tidak mudah dan tidak umum ditemukan saat preoperative.
Umumnya, diagnosis ditegakkan saat didapatkan temuan intraoperasi. Penggunaan imaging pre
operatif masih kontroversial. Beberapa penelitian menyatakan visualisasi radiologi bisa menjadi
alat untuk membantu menegakkan diagnosis dan mampu memberi informasi keadaan apendiks di
dalam kantong hernia. Modalitas yang biasanya digunakan dalam pemeriksaan penunjang
termasuk ultrasonografi (USG) dan computed tomography (CT). Temuan USG yang paling
signifikan adalah adanya struktur tubular yang non-compressible dan berdinding tebal di dalam
kantong hernia. Sedangkan pada CT scan regio abdomino-pelvic, tanda patognomonik yang
dapat terlihat adalah struktur tubular yang blind ending di dalam kantong hernia yang muncul
dari basal sekum, penebalan dinding lumen, hyperemia dan periappendiceal fat stranding.
2.7. Penatalaksanaan
a. Konservatif
- Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada pasien anak-
anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia
membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah cincin hernia
dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak
inkarserasi lebih sering terjadi pada umur dibawah dua tahun. Reposisi spontan lebih
sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi jika dibandingkan
dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia yang lebih elastis
dibandingkan dengan orang dewasa. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak
dengan pemberian sedative dan kompres es diatas hernia. Bila usaha reposisi ini
berhasil anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak
berhasil dalam waktu enam jam harus dilakukan operasi segera. Pada tindakan
reposisi ini posisi penderita dapat dilakukan denagn posisi seperti pada gambar :

Gambar 2.5. Tatalaksana hernia Inkarserata pada


anak.
(1) Sedatif parenteral, (2) Sikap Trendelenburg,
b. Operatif (3) Cairan Parenteral, (4) Kantong es pada hernia
di lipat
Prinsip dasar operasi hernia pahahernioraphi, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.
adalah
 Herniotomi, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi.
Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin kemudian dipotong.
 Hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis ingunalis. Hernioplasti lebih penting artinya
dalam menvegah terjdinya residif dibandingkan dengan herniatomi.

Berdasarkan pendekatan operasi, banyak teknik hernioraphy dapat diklompokkan dalam 4


kategori utama :
 Open Anterior Repair
Kelompok 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice) melibatkan pembukaan
aponeurosis otot obliqus abdomins ekternus dan membebaskan funikulus spermatikus.
fascia transversalis kemudian dibuka,dilakukan inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan
indirect. Kantung hernia biasanya diligasi dan dasar kanalis spinalis di rekonstruksi.
a. Bassini
Muskulus obliqus internus dan muskulus transversus abdominis dijahitkan pada
ligamentum inguinale. Funikulus spermaticus diletakkan ventral dari muskulus tadi
tetapi dorsal dari aponeurosis muskulus obliqus eksternus sehingga kanalis inguinalis
kedua muskuli tadi memperkuat dinding belakang dari kanalis inguinalis, sehingga
locus minoris resistantence hilang.

b. Shouldice
Membuka lantai inguinalis dan mengimbrikasi fascia transversalis dengan teknik
jahitan kontinyu.

c. Ferguson
Yaitu funiculus spermaticus ditaruh di sebelah dorsal dari musculus obliqus externus
dan internus abdominis dan muskulus obliqus internus dan transversus dijahitkan
pada ligamenturn inguinale dan meletakkan funiculus spermaticus di dorsal,
kemudian aponeurosis muskulus obliqus externus dijahit kembali sehingga tidak ada
lagi kanalis inguinalis.

d. Mc Vay
Menjahitkan fascia tranversa, M. tranversus abdominis, M. oblikus internus
abdominis ke ligamentum Cooper.

Semuanya menggunakan jahitan permanen untuk mengikat fascia disekitarnya dan


memperbaiki dasar dari kanalis inguinalis, kelemahannyayaitu tegangan yang tejadi akibat
jahitan tersebut, selain dapat menimbulkan nyeri juga dapat terjadi nekrosis otot yang akan
menyebakan jahitan terlepas dan mengakibatkan kekambuhan.

 Open Posterior Repair

Posterior repair (iliopubic tract repair dan teknik Nyhus) dilakukan dengan membelah
lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincin luar dan masuk ke properitoneal space.
Diseksi kemudian diperdalam kesemua bagian kanalis inguinalis. Perbedaan utama antara
teknik ini dan teknik open anterior adakah rekonrtuksi dilakukan dari bagian dalam.
Posterior repair sering digunakan pada hernia dengan kekambuhan karena menghindari
jaringan parut dari operasi sebelumnya.

 Tension Free Repair with Mesh

Teknik Lichtenstein menggunakan pendekatan awal yang sama degan teknik open anterior.
Akan tetapi tidak menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek , tetapi menempatkan
sebuah prostesis, mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat memperbaiki defek hernia tanpa
menimbulkan tegangan dan ditempatkan disekitar fascia.
Gambar 2.6. Tension Free Repair

 Laparoscopy

Laparoscopic herniorrhaphies dilakukan menggunakan salah satu pendekatan


transabdominal preperitoneal (TAPP) atau total extraperitoneal (TEP) . Pendekatan TAPP
dilakukan dengan meletakkan trokar laparoskopik dalam cavum abdomen dan
memperbaiki region inguinal dari dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan dan
kemudian ditutupi dengan peritoneum. Sedangkan pendekatan TAPP adalah prosedur
laparoskopik langsung yang mengharuskan masuk ke cavum peritoneal untuk diseksi.
Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa cidera selama operasi.

Terdapat berbagai macam modalitas operasi yang dapat dilakukan pada amyand hernia.
Apendektomi melalui herniotomi dengan repair hernia primer merupakan tatalaksana ideal
untuk kasus ini. Penetapan keputusan tindakan yang dilakukan pada akhirnya akan
bergantung pada beberapa aspek klinis. Akan tetapi, sebagai rekomendasi umum yang
digunakan, beberapa review literatur menekankan penggunaan system klasifikasi dengan
berbagai pilihan manajemen operatif berdasarkan kriteria Losanoff dan Basson.
Tabel 2.2. Classification of Amyand's hernias after Losanoff and Basson

Apabila apendiks ditemukan dalam keadaan mengalami inflamasi, supuratif atau


perforasi, repair dengan cara Shouldice atau Bassini direkomendasikan. Tidak ada konsensus
pada literatur yang menyebutkan penanganan terbaik mana yang dilakukan pada apendiks.
Hal ini seringnya menjadi keputusan ahli bedah pada saat intraoperatif. Beberapa
berargumentasi bahwa apendektomi dilakukan hanya bila apendiks mengalami inflamasi, dan
beberapa mendukung dilakukannya apendektomi meskipun apendiks dalam keadaan baik
untuk mencegah komplikasi di masa datang. Ada pendapat ahli yang merekomendasikan
penggunaan mesh pada repair hernia tanpa dilakukannya apendektomi apabila apendiks
dalam keadaan normal. Penggunaan mesh dikontraindikasikan pada kasus apendiks yang
mengalami inflamasi dan perforasi oleh karena akan meningkatkan risiko terjadinya
komplikasi berupa sepsis. Pada keadaan apendiks yang mengalami inflamasi dan perforasi,
disarankan untuk dilakukannya drainage luka dan pemberian antibiotik sefalosporin generasi
kedua dan metronidazole minimal 5 hari setelah operasi.
Gambar 2.7. Insisi pada operasi Hernia

2.8. Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat
tertahan di dalam kantong hernia pada hernia irreponibilis, hal ini terjadi jika hernia terlalu besar
atau terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal, atau hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala
klinik kecuali berupa benjolan.
Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata
yang menimbulkan obstruksi usus yang sederhana. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan
gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi
oedem organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya
oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran
darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat
berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan
rongga perut.
Hernia inguinalis dapat menjadi inkarserata dan strangulata. Mual, muntah, dan nyeri
abdomen yang berat dapat terjadi pada hernia strangulata. Hernia strangulata merupakan suatu
kondisi yang mengancam jiwa (gawat darurat) yang membutuhkan pembedahan segera.

2.9. Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk hernia inguinalis adalah:

1. Hernia femoralis
Hernia yang terjadi melalui kanal femoral, dan lebih sering pada wanita. Penonjolan
berada di bawah ligamentum inguinal dan lateral tuberkel pubis.

2. Hidrokel
Hidrokel merupakan akumulasi cairan abnormal pada tunika vaginalis karena adanya
paten prosesus vaginalis persisten yang mengelilingi testis. Kejadian hidrokel paling
sering pada infant. Benjolan hidrokel tidak nyeri, mempunyai batas atas tegas, positif
pada pemeriksaan luminesensi dan tidak dapat dimasukkan kembali. Selain itu testis
pada daerah hidrokel tidak teraba.

3. Limfadenopati
Merupakan pembesaran kelenjar limfe dikaitkan dengan riwayat trauma, infeksi atau
keganasan. Massa teraba mobile dan tidak dipengaruhi oleh batuk. Perlu dilihat apakah
terdapat infeksi pada kaki sesisi kadang benjolan dapat dimasukkan.

4. Epididimo-orkitis
Epididimitis dan orkitis merupakan inflamasi dari epididymis dan testis dengan atau
tanpa disertai infeksi. Pada epididymitis akut gejala ditandai dengan nyeri dan
pembengkakan. Orkitis biasanya terjadi bila inflamasi menyebar dari epididymis ke
testis
5. Torsio testis
Torsio testis disebabkan oleh terpeluntirnya korda spermatika dan menyebabkan
menurunnya suplai darah ke testis. Torsi testis intravaginal menghasilkan nyeri hebat
skrotum unilateral yang tiba-tiba diikuti oleh pembengkakan inguinal dan / atau
skrotum

6. Abses Psoas
Hernia inguinalis akan berada di sisi superior dari ligamentum inguinalis namun psoas
abses akan lebih rendah. Mungkin menyebabkan nyeri dan dapat menunjukkan
limfadenopati. Pasien abses dapat disertai dengan tanda penyakit sistemik seperti
takikardia, takipnea dan demam.
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Djamil


Tanggal Lahir/Umur : 02/06/2018 / 1 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Montong Timur
Agama : Islam
Tanggal MRS : 2 Desember 2019 pukul 19.49
Tanggal KRS : 5 Desember 2019

ANAMNESA
Keluhan Utama :
Benjolan di buah zakar kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien anak laki-laki usia 1 tahun 6 bulan rujukan dari RS Pohuwato datang ke IGD RSTN dengan
keluhan terdapat benjolan di buah zakar kanan. Awal mulanya benjolan diketahui muncul sejak
pasien usia 3 bulan. Benjolan tersebut kecil dan dapat didorong masuk. Benjolan timbul jika anak
menangis. Namun, 3 hari yang lalu benjolan muncul setelah anak terjatuh diatas bola saat sedang
bermain bola. Benjolan yang muncul tersebut tidak dapat dimasukkan dan terasa nyeri sehingga
anak menangis dan rewel. Mual (+) muntah (+) sejak 3 hari yang lalu berisi makanan. Sejak 2 hari
terakhir ini anak tidak BAB. BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :Benjolan keluar masuk di buah zakar kanan sejak usia 3 bulan

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti
pasien.

Riwayat Sosial :-

PEMERIKSAAN FISIK
Minggu, 2 November 2019 (IGD)

KU : Sedang Kesadaran: Composmentis


TTV : RR : 27 x/menit SpO2 : 98
N : 107 x/menit Suhu : 37ºC

Berat Badan : 10 kg
Status Gizi : Gizi baik

Status generalis:
Kepala:
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, air mata (+)
Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan
Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, mukosa tidak pucat.
Leher:
Dalam batas normal
Thoraks:
Cor:
S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo:
I: Simetris, tidak ada retraksi
P: Fremitus normal
P: Sonor
A: Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/-
Abdomen:
I: Agak cembung
A: bising usus (+) menurun
P: hipertimpani
P: Distensi, H/L tidak teraba, nyeri tekan sulit dinilai

Ekstremitas:
Akral hangat + + Oedem - -
+ + - -

Status Lokalis:

Pada regio inguinal dextra teraba


massa lunak, teraba hangat, batas
sulit dievaluasi

Pada regio scrotalis dextra tampak


massa berukuran ± 10 x 7 x 4 cm,
warna lebih gelap dari warna kulit
sekitar (agak keunguan), pada
palpasi dirasakan teraba hangat,
padat , terfiksir, batas atas tidak
jelas, serta terdapat nyeri.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah (2/12/2019)

Jenis Nilai Hasil


normal
Pemeriksaan
Hb (g/dl) 13,5 – 17,5 11,4
Lekosit (rb/mm3) 5000-10000 9000
Eritrosit (jt/mm3) 4,5 – 5,5 4,8
Trombosit (rb/mm3) 150 – 450 412
MCV 76-96 74
MCH 27-32 23
MCHC 32-36 31
GDS (mg/dl) 75-130 132
Golongan Darah A
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0-1 0
Eosinofil 0-3 0
Netrofil stab 2-6 0
Netrofil Segmen 50-70 46
Limfosit 20-40 48
Monosit 2-8 6
Foto BNO (2/12/2019)

Expertise : Mechanical Large Bowel Obstruction

DIAGNOSIS
Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Inkarserata

TERAPI
 Medikamentosa
 IVFD KAEN 3B 1000 cc dalam 24 jam
 Inj Paracetamol 3 x 100 mg (IV)
 Non Medikamentosa
 Rencana operasi cito
 Konsul Anestesi

Laporan Operasi
Tanggal pembedahan : 2/12/2019 Waktu Pembedahan : 23.20
Follow up Anestesi post Operasi :
S : (-)
O : N : 120x/menit RR : 30x/menit SpO2 : 100%
A : Post Herniotomi
P:
 Observasi tanda-tanda vital tiap 30 menit
 Puasa
 IVFD KAEN 3B 500 cc/24 jam
 Terapi lain sesuai dr.Mulyoni SpB

Follow up Spesialis Bedah post Operasi :


S : Post operasi Herniotomi
O: Vital Sign : dalam batas normal
Abdomen : Cembung, nyeri tekan (-), luka operasi terawatt
A : Post operasi Repair Inguinal Hernia + Appendektomi
P:
 IVFD KAEN 3B 500 cc/24 jam
 Ceftriaxone 2 x 250 mg (IV)
 Paracetamol 150 mg/ 6 jam (IV)
 Puasa sampai instruksi selanjutnya
 Observasi tanda-tanda vital

Follow Up H-1 (3 Desember 2019)


S : Nyeri luka post operasi
O : KU : Tampak sakit sedang
SpO2 : 96% Suhu :37,9 C
N : 95 x/menit RR : 30 x/menit
Pemeriksaan fisik bermakna :
Abdomen : Agak cembung, BU (-), Nyeri tekan (+). Tampak luka post operasi tertutup verband,
rembesan darah (-), nyeri (+).
A : Post operasi Repair Inguinal Hernia + Appendektomi
P:
 O2 Simple Mask 5 LPM
 IVFD KAEN 3B 1000 cc/24 jam
 Ceftriaxone 2 x 250 mg (IV)
 Paracetamol drips 150 mg/ 6 jam (IV)
 Boleh minum susu 3 x 100 cc bila sadar baik

Follow Up H-2 (4 Desember 2019)


S : Nyeri luka post operasi, BAB (+)
O : KU : Tampak sakit sedang
SpO2 : 97% Suhu :36,6 C
N : 104 x/menit RR : 30 x/menit
Pemeriksaan fisik bermakna :
Abdomen : Agak cembung, BU (+), Nyeri tekan (+). Tampak luka post operasi tertutup verband,
rembesan darah (-), nyeri (+).
A : Post operasi Repair Inguinal Hernia + Appendektomi
P:
 IVFD KAEN 3B 1000 cc/24 jam
 Ceftriaxone 2 x 250 mg (IV)
 Paracetamol drips 150 mg/ 6 jam (IV)
 Susu 3 x 1000 cc
 Boleh pindah ruangan biasa

Follow Up H-3 (5 Desember 2019)


S : Nyeri luka post operasi, BAB (+)
O : KU : Tampak sakit sedang
SpO2 : 97% Suhu :36,5 C
N : 101 x/menit RR : 30 x/menit
Pemeriksaan fisik bermakna :
Abdomen : Datar, Supel, BU (+), Nyeri tekan (+). Tampak luka post operasi tertutup verband,
rembesan darah (-), nyeri (+).
A : Post operasi Repair Inguinal Hernia + Appendektomi
P:
 IVFD KAEN 3B 1000 cc/24 jam
 Ceftriaxone 2 x 250 mg (IV)
 Paracetamol drips 150 mg/ 6 jam (IV)
 Susu 3 x 1000 cc
 ACC rawat jalan, selanjutnya kontrol poli Bedah
 Obat pulang :
o Cefixime syr 2 x ½ cth
o Paracetamol syr 3x ½ cth

Foto klinis pasien luka post operasi H-3

BAB IV

PEMBAHASAN
Anak D (1 tahun 6 bulan) datang dengan keluhan timbul benjolan pada lipat paha kanan
hingga ke skrotum sejak usia 3 bulan. Benjolan tersebut awalnya dapat keluar masuk. Keluar
terutama saat anak menangis. Namun sejak 3 hari yang lalu, setelah anak terjatuh, benjolan
diketahui menetap, tidak dapat masuk dan terasa nyeri. Dari anamnesis, diagnosis pasien
mengarah kepada Hernia Ingunalis Lateralis (HIL) dextra ireponible yang dicurigai mengarah ke
inkarserata.

Penegakan diagnosis hernia inguinalis dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Menurut Sjamsuhidajat R (2010), bila isi hernia masih dapat keluar masuk maka hernia itu
disebut hernia reponibel. Pada pasien ini didapatkan riwayat awalnya benjolan masih dapat
keluar masuk sejak usia 3 bulan, namun benjolan mulai terfiksir dan terasa nyeri sejak 3 hari.
Pada keadaan ini, hernia yang tadinya reponible berubah menjadi ireponible. Hernia inguinalis
lateralis ireponibilis terjadi jika isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke rongga abdomen
akibat adanya perlengketan dengan usus. Pada pasien ini didapatkan keluhan lainnya yaitu
adanya rasa nyeri yang ditandai dengan anak rewel dan menangis, timbul mual muntah, tidak
BAB sejak 2 hari terakhir. Oleh karena itu dicurigai hernia yang terjadi merupakan hernia yang
mengalami inkarserasi. Hal ini semakin diperkuat oleh temuan dari pemeriksaan fisik abdomen
yaitu perut yang cembung dan distensi disertai bising usus yang menurun. Selain itu, telah
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah dan foto polos BNO
di RS Pohuwato. Dari pemeriksaan darah tidak ditemui adanya leukositosis, namun pada
pemeriksaan BNO didapatkan hasil adanya obstruksi mekanik yang terjadi. Oleh karena itu
diagnosis untuk pasien ini ditegakkan di IGD sebagai Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
Inkarserata. Berdasarkan teori, nyeri yang disertai mual dan muntah baru timbul kalau terjadi
inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren. Perbedaan gejala dan
tanda hernia yang mengalami inkarserasi atau strangulasi dapat dilihat pada table di bawah ini.

Gejala/tanda Obstruksi usus pada hernia Nekrosis/gangren pada


inkarserata hernia strangulata
Nyeri Kolik Menetap
Suhu badan Normal Normal/meninggi
Denyut nadi Normal/meninggi Meninggi/tinggi sekali
Leukosit Normal Leukositosis
Rangsang peritoneum Tidak ada Jelas
Sakit Sedang/berat Berat sekali/toksik

Selanjutnya diputuskan untuk dilakukan cito operasi pada pasien ini. Operasi dilakukan
oleh dokter spesialis Bedah dan pada saat intra operasi ditemukan adanya sekum dan apendiks di
dalam kantong hernia. Sekum dan apendiks ditemukan dalam keadaan masih viable. Kesan dari
temuan ini hernia yang terjadi merupakan suatu Amyand hernia. Menurut literatur, Amyand
hernia didefinisikan sebagai hernia inguinalis yang mengandung apendiks vermivormis di dalam
kantong hernia. Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab
yang didapat. Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik
peritoneum kedaerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan
prosesus vaginalis peritoneum. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini sudah
mengalami obliterasi sehingga isi perut tidak dapat melalui kanal tersebut. Namun dalam
beberapa hal, sering kali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun lebuh dahulu, maka
kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka biasanya yang kanan juga
terbuka. Dalam keadan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila
prosesus terbuka terus ( karena tidak mengalami obliterasi ), akan timbul hernia inguinalis
lateralis kongenital. Pada neonatus, kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka,
sedangkan pada bayi umur satu tahun, sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Insidens
hernia inguinalis pada bayi dan anak antara 1 dan 2 %. Kasus amyand hernia dilaporkan terjadi
pada pasien di berbagai usia namun lebih sering terjadi pada anak dibanding orang dewasa, dan
insidensnya lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Patofisiologi amyand hernia dan
hubungannya terhadap kejadian apendisitis masih kontroversial dan belum sepenuhnya
dimengerti. Terdapat literature yang menjelaskan terjadinya amyand hernia disebabkan oleh
karena obstruksi ekstralumen. Obstruksi ini terjadi akibat tekanan dari leher hernia terhadap
apendiks itu sendiri sehingga apendiks menjadi lebih rentan untuk mengalami peradangan dan
adhesi. Kontraksi dari otot abdomen dan semua mekanisme yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen dapat membuat semakin kuatnya kompresi dari apendiks. Selanjutnya
akan terjadi penurunan vaskularisasi secara signifikan dan pada akhirnya akan terjadi inflamasi
dan pertumbuhan bakteri.

Presentasi klinis Amyand hernia lebih sering mengarah kepada hernia inguinalis inkarserata.
Diagnosis amyand hernia tidak mudah dan tidak umum ditemukan saat preoperative. Umumnya,
diagnosis ditegakkan saat didapatkan temuan intraoperasi. Terdapat berbagai macam modalitas
operasi yang dapat dilakukan pada amyand hernia. Apendektomi melalui herniotomi dengan
repair hernia primer merupakan tatalaksana ideal untuk kasus ini. Beberapa review literatur
menekankan penggunaan system klasifikasi dengan berbagai pilihan manajemen operatif
berdasarkan kriteria Losanoff dan Basson.

Berdasarkan dari kriteria Losanoff dan Basson, pasien ini masuk dalam klasifikasi tipe 1 dengan
deskripsi adanya apendiks yang normal dan hernia inguinalis. Sehingga manajemen operatif
yang dilakukan yaitu dengan herniotomi dan apendiktomi. Pada pasien tidak dilakukan
pemasangan mesh.

BAB V

KESIMPULAN
Amyand hernia adalah hernia inguinalis dengan appendix vermiformis sebagai salah satu
komponen organ yang mengalami prolapse. Kasus amyand hernia dilaporkan terjadi pada pasien
di berbagai usia dengan rentang usia dari 3 minggu sampai 92 tahun. Insiden amyand hernia
bervariasi berdasarkan literature, rentang kasus sebesar 0,19% - 1,7% kasus dengan mortalitas
yang dilaporkan sebesar 14 – 30%. Amyand hernia 3 kali lebih sering terdiagnosis pada anak-
anak dibanding orang dewasa oleh karena patensi prosesus vaginalis pada populasi pediatri.
Patofisiologi amyand hernia masih belum sepenuhnya dimengerti. Terdapat literature yang
menjelaskan terjadinya amyand hernia disebabkan oleh karena obstruksi ekstralumen oleh leher
hernia terhadap apendiks sehingga apendiks menjadi lebih rentan untuk mengalami peradangan
dan adhesi. Diagnosis amyand hernia tidak mudah dan tidak umum ditemukan saat preoperative.
Umumnya, diagnosis ditegakkan saat didapatkan temuan intraoperasi. Presentasi klinis Amyand
hernia lebih sering mengarah kepada hernia inguinalis inkarserata. Terdapat berbagai macam
modalitas operasi yang dapat dilakukan pada amyand hernia. Apendektomi melalui herniotomi
dengan repair hernia primer merupakan tatalaksana ideal pada kasus amyand hernia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC. Principles of
Surgery. United States of America : McGraw-Hill companies; 2010. P 1495-1519.
2. Sjamsuhidajat R, Karndihardja W, et al. Dinding Perut, Hernia, Retroperitoneum, dan
Omentum. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. EGC. Jakarta. 2010. 615-629.
3. Erickson K, M. Abdominal Hernias. Emedicine Speciaties General Surgery Abdomen.
U.S.A. 2009. (http://emedicine.medscape.com/article/189563-overview#a0103) diakses
tanggal 10 November 2019).
4. Nichol, D.Rollins et al. Fundamentaks of Pediatric Surgery 2 nd Ed. Springer International
Publishing: 2017.
5. Rajaretnam N, Arain A. Amyand’s Hernia – an Avoidable Patient Presentation.
Department of Surgery, Derriford Hospital, United Kingdom:Clinics in Surgery - General
Surgery;July 2018. (diakses tanggal 3 Desember 2019)
6. Cankorkmaz L et al. Amyand’s hernia in the children: A single center experience.
Surgical Outcome Research. Departement of Pediatric Surgery:Turkey;2010. (diakses
tanggal 3 Desember 2019)
7. A Jabloun et al. Amyand’s hernia with appendicitis in the children: A delayed diagnosis.
J Ped Surg Case Reports:2016;6-7. (diakses tanggal 3 Desember 2019)
8. Patoulias, Kalogirou et al. Amyand’s Hernia: an Up-to-Date Review of the Literature.
Dept of Pediatric Surgery. Acta Medica (Hradec Králové):Greece;2018. (diakses tanggal
3 Desember 2019)
9. Singal R, Gupta.Amyand’s Hernia-Pathophysiology, Role of Investigations and
Treatment. A Journal of Clinical Medicine Vol 6 No.4. India:2011. (diakses tanggal 3
Desember 2019)
10. Luciana, Gede eka et al. Pediatric Amyand Hernia : Case Report in Sanjiwani Gianyar
Hospital Bali Indonesia. Intisari Sains Medis Volume 10, Number 2:2019; p 485-488.
(diakses tanggal 3 Desember 2019)
11. Bursu C, Cetin et al. Amyand’s Hernia : 11 years of experience. Journal of Pediatric
Surgery.Turkey;2015. (diakses tanggal 3 Desember 2019)

Anda mungkin juga menyukai