BP : 1910612083
MATKUL : BIOTEKNOLOGI TERNAK ( 07 )
1. SELEKSI PEJANTAN
Ternak jantan yang akan dijadikan pejantan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a) Umur
Umur ternak yang akan dijadikan sumber semen harus berumur
sekurangkurangnya 1,5 tahun, karena pada umumnya ternak jantan pada tingkat
umur tersebut sudah melewati masa dewasa kelamin (pubertas) dan secara seksual
mereka sudah mampu menhasilkan sperma yang mampu membuagi sel telur.
Umur ternak jantan tersebut dapat diketahui berdasarkan catatan kelahirannya.
Apabila tidak ada catatan kelahiran dapat diduga berdasarkan penampilan geligi-
nya.
b) Silsilah Keturunan
Silsilah keluarga atau silsilah keturunan ternak jantan yang akan dijadikan
sumber semen diusahakan dapat ditelusuri. Ternak tersebut akan lebih baik kalau
merupakan keturunan dari induk dan jantan yang unggul sehingga ia memiliki
potensi genetik yang unggul pula.
c) Kondisi Badan
Ternak jantan yang akan dijadikan bibit harus memiliki kondisi badan yang
normal, tidak memiliki cacat tubuh (terutama bagian kaki) - baik cacat bawaan
atau cacat setelah lahir. Ukuran-ukuran tubuhnya (bobot badan, tinggi badan,
panjang badan) harus di atas rata-rata ternak jantan yang lain dan proporsional
dalam arti hubungan antara tinggi dan bobot badan harus seimbang. Ternak
tersebut tidak boleh mengidap penyakit, terutama penyakit reproduksimenular.
Ternak yang sehat ditunjukkan oleh sorot mata yang jernih, posisi daun telinga
normal, gerak-geriknya lincah tetapi bersahabat dan memiliki respon/ refleks yang
baik ketika disentuh, bulu-bulunya tersusun rapi dan terlihat mengkilap.
d) Nafsu Seksual
Nafsu seksual atau libido merupakan parameter penting dalam pemilihan
calon pejantan dan libido tersebut memiliki kaitan yang erat dengan produksi
semen dan kesuburan. Selain itu, nafsu seksual akan berpengaruh terhadap
kemudahan kerja pada saat dilakukan penampungan semen. Waktu yang
diperlukan untuk penampungan semen juga dapat dipersingkat. Ternak jantan
harus memiliki nafsu seksual yang bagus, dalam arti ketikaber-hadapan dengan
ternak betina ia harus menunjukan nafsu yangmenggebu. Nafsu seksual juga
ditunjukkan oleh kemampuan pejantan untuk melakukan per-kawinan berulang-
ulang dalam kurun waktu tertentu. Cara paling mudah untuk menguji nafsu
seksual adalah mengukur waktu reaksinya dengan jalan membiarkan ternak
tersebut mengawini ternak betina lain setelah dikawinkan. Semakin pendek waktu
antara dua perkawinan yang berturut-turut, semakin baik nafsu seksual si jantan.
2. PEMELIHARAAN PEJANTAN
Manajemen pemeliharaan pejantan sangat menentukan bagi kemampuan
pejantan dalam memproduksi semen baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.
Pemeliharaan ternak pejantan dimaksudkan agar penjatan yang dipelihara
mencapai kondisi prima untuk menghasilkan semen beku. Selain itu dengan
pemeliharaan yang baik dapat memberikan nilai tambah, baik dari segi jumlah
straw maupun mutu semen beku yang dihasilkan. Manajemen pemeliharaan
pejantan meliputi antara lain Bull Investigation Test, pemberian pakan, kesehatan,
identifikasi pejantan, persyaratan kandang, perawatan kandang serta peremajaan
dan pengafkiran pejantan.
a) Bull Investigation Test
Terhadap pejantan yang akan masuk di IB Center dilakukan Bull Investigation
Test yang meliputi :
a. Pemeriksaan Fisik
- Kondisi tubuh : berat badan, lingkar dada, tinggi gumba, panjang badan, bulu,
turgor kulit, kaki belakang dan muka.
- Testes : ukuran, posisi, kekenyalan, kondisi.
- Skrotum : kondisi, lingkar dan panjang.
- Kondisi mukosa : ada atau tidaknya kelainan.
- Kelenjar aksesoris : besar, kekenyalan, ada atau tidaknya kelainan.
- Penis : kondisi, panjang dalam keadaan ereksi.
b. Tingkah Laku Seksual.
- Libido.
- Ereksi.
- Daya dorong.
- Daya lompat.
- Daya jepit.
c. Analisa semen.
d. Prosesing semen.
e. Sertifikasi.
Hasil Bull Investigation Test ini selanjutnya digunakan untuk menentukan
apakah sapi pejantan tersebut dapat atau tidak untuk dipakai semennya bagi
keperluan produksi semen beku di IB Center.
b) Pemberian Pakan
a. Hijauan MakananTernak (HMT)
HMT yang diberikan dapat berupa rumput segar sebanyak 10% dari berat
badan/ekor/hari dengan kadar protein 8-11%, yang diberikan pagi dan sore hari.
Sebelum dikonsumsi, rumput dan leguminosa dilayukan dan dipotong potong.
Bila menggunakan hay, perbandingan dengan rumput segar 1 banding 4-5,
sedangkan dengan silage 1 banding 1. Pemberian silage sebanyak 5-10
kg/ekor/hari. Sedangkan pemberian hay sesuai dengan kebutuhan rumput segar.
b. Konsentrat dan Mineral
Konsentrat yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan gizi pejantan
dengan kandungan protein kasar berkisar antara 15-18% dan lemak kasar 4- 8%.
Pemberian pakan konsentrat sebanyak 1% dari berat badan/ekor/hari dan mineral
diberikan sebanyak 100 gram pada pagi dan sore hari.
c) Perawatan Kesehatan Ternak
Dalam rangka memperoleh semen yang berkualitas baik, pejantan harus
berada pada kondisi yang sehat. Pejantan yang kurang sehat mengakibatkan
semen segar yang dihasilkan rendah mutunya atau sama sekali tidak menghasilkan
semen seperti disebabkan adanya kelainan kuku. Pada pelaksanaannya, perawatan
kesehatan ternak dapat digolongkan ke dalam upaya :
a. Pencegahan penyakit, meliputi :
- kebersihan ternak
- pemotongan kuku
- pencukuran rambut
- perawatan kulit
- pemberian vitamin
- vaksinasi SE dan Antrhax 6 bulan sekali
- pemeriksaan kesehatan secara laboratorium
- penimbangan berat badan.
b. Pengendalian penyakit, yaitu dengan melakukan pemeriksaan spesimen
kotoran, urine, darah dan cairan preputium.
c. Pengobatan penyakit, dilakukan terhadap pejantan yang menurut hasil
pengamatan atau pemeriksaan laboratorium menunjukkan gejala sakit. Seluruh
upaya dalam rangka perawatan kesehatan pejantan dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan dokter hewan (TKDH) dibantu oleh tenaga paramedis.
d) Identifikasi Pejantan
Tujuan identifikasi adalah untuk memudahkan pencatatan, penanganan dan
pengamatan pada pejantan. Identifikasi dilakukan dengan :
a. Pemasangan ear tag
b. Pemasangan bull ring/ancin hidung
c. Daftar pejantan.
e) Perawatan Ternak dan Kandang
Upaya perawatan ternak yang dilakukan antara lain meliputi kegiatan
perawatan tubuh ternak, perawatan kandang dan perlengkapannya, menjaga
sanitasi kandang serta pemberian makanan ternak. Secara umum perawatan ternak
dilaksanakan di dalam kandang dimana setiap kandang dialokasikan untuk satu
ekor pejantan. Selain itu dilakukan juga pemberian exercise/olah raga di padang
pengembalaan. Dengan perlakuan ini pejantan mendapat kesempatan untuk
terkena sinar matahari yang cukup, bergerak bebas dan mengkonsumsi rumput
secara ad libitum (tanpa batas).
f) Peremajaan dan Pengafkiran Pejantan
Umur pejantan produktif adalah antara 3 - 11 tahun, sebelum pejantan
tersebut diafkir, terlebih dahulu harus sudah disiapkan pejantan pengganti.
3. PENAMPUNGAN SEMEN
Penampungan semen bertujuan untuk memperoleh semen yang jumlah
(volume)-nya banyak dan kualitasnya baik untuk diproses lebih lanjut untuk
keperluan inseminasi buatan. Semen dapat ditampung melalui beberapa metode,
seperti :
a) Metode Pengurutan
Metode penampungan semen melalui pengurutan dapat diterapkan pada
ternak besar (sapi, kerbau, kuda), dan pada ternak unggas (kalkun dan ayam).
Pada ter-nak besar metode pengurutan ampulla vas deferens diterapkan apabila
hewan jantan tersebut memiliki potensi genetik tinggi
akan tetapi tidak mampu melaku-kan perkawinan secara alam, baik karena nafsu
seksualnya rendah atau mempu-nyai masalah dengan kakinya (lumpuh atau
pincang/ cedera). Sedangkan pada ternak ayam atau kalkun metode pengurutan
punggung merupakan satu-satunya metode penampungan yang paling baik
hasilnya.
b) Metode Elektrojakulator
Penampungan semen menggunakan metode ini adalah upaya untuk
memperoleh semen dari pejantan yang memiliki kualitas genetik tinggi tetapi
tidak mampu melakukan per-kawinan secara alam akibat gangguan fisik atau
psikis. Metode ini saat ini lebih banyak diterapkan pada ternak kecil seperti
domba dan kambing karena pada ternak besar lebih mudah dilakukan melalui
metode pengurutan ampula vas deferens.
c) Metode Vagina Tiruan
Penampungan semen menggunakan vagina tiruan merupakan metode yang
paling efektif diterapkan pada ternak besar (sapi, kuda, kerbau) ataupun ternak
kecil (domba, kambing, dan babi) yang normal (tidak cacat) dan libidonya ba-gus.
Kelebihan metode penampungan menggunakan vagina tiruan ini adalah selain
pelaksanaannya tidak serumit dua metode sebelumnya, semen yang diha-
silkannya pun maksimal. Hal ini terjadi karena metode penampungan ini meru-
pakan modifikasi dari perkawinan alam. Sapi jantan dibiarkan menaiki peman-
cing yang dapat berupa ternak betina, jantan lain, atau panthom (patung ternak
yang didesain sedemikian rupa sehingga oleh pejantan yang akan ditampung
semennya dianggap sebagai ternak betina). Ketika pejantan tersebut sudah me-
naiki pemancing dan mengeluarkan penisnya, penis tersebut arahnya dibelokkan
menuju mulut vagina tiruan dan dibiarkan ejakulasi di dalam vagina tiruan.
Vagina tiruan yang digunakan dikondisikan supaya menyerupai kondisi (teruta-
ma dalam hal temperatur dan kekenyalannya) vagina yang sebenarnya. Mengingat
ternak jantan yang akan dijadikan sumber semen harus memiliki kondisi badan
yang sehat dan nafsu seksual yang baik, maka sebaiknya kita mengutamakan
metode penampungan semen menggunakan vagina tiruan pada ternak mamalia
(sapi, kerbau, kuda, domba, dan kambing). Sedangkan pada ternak unggas (ayam
dan kalkun) pelaksanaannya akan lebih mudah menggunakan metode pengurutan.
4. PENGENCERAN SEMEN
Sesudah penampungan semen, dilakukan evaluasi semen berupa penilaian
keadaan umum (volume, warna, dan konsistensi), motilitas (gerakan massa dan
gerakan individual), konsentrasi dan penilaian morfologik (kelainan primer dan
sekunder).
Setiap kali ejakulasi, sapi jantan umumnya menghasilkan 5-8 ml, domba 0,8 -
1,2 ml, kambing 0,5-1,5 ml, babi 150-200 ml, kuda 60-100 ml, dan ayam 0,2 - 0,5
ml. Semen sapi biasanya bewarna putih sedikit krem, semen domba putih krem
yang lebih tua dari warna semen sapi, semen babi dan kuda menyerupai larutan
kanji atau abu-abu encer, sedangkan semen ayam bewarna putih seperti air susu.
Warna kemerahan merupakan tanda bahwa semen terkontaminasi oeh darah segar
sedangkan warna yang mendekati kecoklatan adaalh sebagai tanda bahwa darah
telah mengontaminasi semen yang mengalami dekomposisi, warna kehijauan
berarti adanya bakteri pembusuk. Semen yang normal biasanya memiliki bau amis
khas disertai dengan bau hewan itu sendiri. Kekentalan semen berkaitan dengan
kepadatan sperma di dalamnya. Semakin kental semen maka semakin tinggi
konsentrasi spermanya. Semen pada umumnya memiliki PH yang netral dengan
skala 6-8 dengan rentang ketelitian 0,1.
Sistem penilaian gerakan massa sperma dibagi menjadi 6 kelas, seperti:
1. Sangat bagus >> padat, gelombang yang terbentuk besar-besar dan bergerak
sangat cepat. Tidak tampak sperma secara individual.
2. Bagus >> hampir sama dengan gelombang pertama tetapi gerakannya sedikit
lambat.
3. Cukup >> gelombang yang terbentuk berukuran kecil-kecil yang bergerak
berpindah tempat dengan lambat.
4. Buruk >> tidak ditemukannya adanya gelombang tetapi terlihat sperma secara
individual.
5. Sangat buruk >> hanya sedikit sperma yang memperlihatkan tanda-tanda hidup.
6. Mati >> seluruh sperma mati, tidak terlihat adanya sel sperma yang bergerak.
Penentuan konsentrasi sperma dapat dilakukan melalui 4 cara, yaitu
pendugaan melalui warna dan kekentalan semen, jarak antar kepala sperma, serta
perhitungan menggunakan haemacytometer dan kamar hitung neubauer.
Kualitas semen yang diamati terdiri atas : motilitas spermatozoa (%), volume
ejakulasi (cc), konsentrasi spermatozoa per cc semen (juta) dan total spermatozoa
modi per ejakulat (juta). Total spermatozoa motil per-ejakulat merupakan
perkalian dari konsentrasi spermatozoa motil per cc dengan volume ejakulat yang
dihasilkan. Rata-rata total spermatozoa motil per ejakulat tertinggi sebesar
5.785,30 ± 1.410,67 juta sedangkan nilai terendah sebesar 4.173,03 ± 1155,04
juta. Produksi spermatozoa harian pada berbagai bangsa sapi adalah berbeda,
Produksi spermatozoa harian Sepada berbagai bangsa sapi adalah berbeda.
Untuk itu perlakuan penampungan semen perlu dilakukan sedemikian rupa selain
stimulasi seksual dan preparasi seksual yang cukup dalam hal ini pengamatan
parameter kualitas ereksi yang bagus dan suasana lingkungan yang cukup tenang
agar diperoleh hasil semen yang optimal. Pengaruh individu dan lingkungan cuaca
berpengaruh pula pada kualitas semen. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan
genetik antar individu, pengaruh libido atau tingkah laku seksual akan
mempengaruhi kualitas semen.
5. PEMBEKUAN SEMEN
Semen yang telah diencerkan yang tidak dapat langsung digunakan, dapat
disimpan atau dibekukan. Semen dimasukkan ke dalam straw plastik volume 0,5
cc atau 0,25 cc (mini
straw) kemudian dibekukan dalam nitrogen cair pada suhu –196oC di dalam
kontainer.Semen disimpan dalam container yang berdinding hampa udara.
Kapasitas semen dan N2 cair berbeda untuk setiap jenis container. Container yang
sering dibuka menyebabkan tingkat penguapan N2 cair akan lebih tinggi.Sangat
penting apabila container mempunyai kemampuan statis yang lebih besar dari
pada frekuensi penambahan N2 cair. Waktu statis yaitu lamanya N2 cair bertahan
di dalam container tanpa container tersebut dibuka dimana berbeda untuk setiap
jenis container dan dinyatakan dengan hari.
8. EVALUASI HASIL IB
Jumlah perkawinan perkebuntingan (S/C) merupakan suatu ukuran untuk
mengetahui berapa kali sapi betina dikawinkan sampai bunting. Nilai normal
berkisar
antara 1,6 sampai 2,0. Semakin rendah nilai tersebut menunjukkan tingkat
kesuburan sapi semakin tinggi. Diagnosa kebuntingan pada sapi dapat dilakukan
dengan mengetahui ukuran Non-Return Rate (NRR), palpasi rektal dan
Conseption Butte (CR).
Non Return Rate (NRR) yaitu persentase jumlah ternak yang tidak kembali
estrus antara hari ke 60-90 setelah dikawinkan. Nilai-nilai ini disebut juga nilai
NRR pada 28 sampai 35 hari atau nilai NRR pada 60 sampai 90 hari. Non return
rate merupakan kriteria umum yang digunakan secara luas untuk menentukan
kebuntingan. Meskipun demikian terdapat beberapa kelemahan-kelamahannya
yaitu tidak semua ternak dapat diamati secara cermat sehingga tidak semua ternak
yang kembali berahi diketahui.
Palpasi rektal merupakan suatu cara untuk mendiagnosa kebuntingan.
Indikasi ternak bunting dapat diketahui melalui palpasi per rektal terhadap cornua
uteri dimana cornua uteri yang membesar berisi cairan plasenta (amnion dan
allantois), palpasi per rektal cornua uteri terhadap kantong amnion, Perabaan dan
pemantulan kembali fetus di dalam uterus yang membesar yang berisi selaput
fetus dan cairan plasenta dan melalui perabaan plasenta. Untuk mengurangi resiko
yang mungkin timbul dalam melakukan palpasi rectal baik pemeriksa maupun
ternak maka diperlukan kandang jepit dan sarung tangan yang menutupi lengan
untuk menjaga kebersihan. Palpasi pada 35-40 hari kebuntingan lebih
membutuhkan kemahiran dari pada fase berikutnya. Namun demikian bila
ketepatan hasil bisa diperoleh pada fase ini, maka akan memberikan nilai
ekonomis yang lebih tinggi.
Conception Rate (CR) yaitu persentase sapi betina yang bunting pada
inseminasi pertama yang disebut juga sebagai angka konsepsi. Kadar progesteron
dapat digunakan sebagai cara untuk mendeteksi kebuntingan. Sapi yang bunting
korpus luteumnya akan tetap persisten selama bunting sehingga kadar hormon
progesterone dalam darah tetap tinggi. Sedangkan pada hewan yang tidak bunting
kadar progesteron akan turun akibat regresi korpus luteum pada han ke 18-24
setelah berahi. Kadar progresteron lebih dari 11 ng/ml menandakan adanya
kebuntingan
Ada tiga tahap masa berahi, dan setiap tahap ada tanda-tandanya :
1. Berahi Awal (<6-10 jam)
a. Sapi betina membaui sapi lainnya.
b. Berusaha untuk manaiki sapi betina lainnya, tetapi tidak mau dinaiki.
c. Vulva mulai membesar dan membengkak.
d. Lebih sering urinasi.
e. Meletakkan dagunya pada bagian belakang betina lainnya.
2. Standing Heat (< 18 jam)
a. Sapi betina akan diam bila dinaiki.
b. Lebih sering mengeluh.
c. "Hold milk"
d. Menggosok-gosok bagian belakang.
e. Terdapat lendir pada bagian vulva dan ekor.
3. Akhir Standing Heat
a. Sapi tidak akan diam apabila dinaiki.
b. Membaui dan mengendus sapi lainnya.
c. Banyak keluar lendir yang membasahi sekitar ekor dan tulang ekor.
Laporan IB
Pembekuan Embrio
Seluruh embrio yang terkoleksi harus diuji secara individual di bawah
mikroskop dengan pembesaran 100 – 200 kali mengenai tahap perkembangan sel,
bentuk dan kualitas embrio. Embrio yang terkoleksi harus mempunyai tahap
perkembangan yang sama. Kualitas embrio dibedakan berdasarkan kondisinya,
jumlah, kekompakan sel, degenerasi sel dan jumlah serta ukuran gelembung.
Embrio yang telah diklassifikasikan disimpan dalam medium penyimpanan pada
temperatur ruang (15 - 25°C) sebelum ditransplantasikan ke resipien atau
dibekukan. Embrio harus disimpan dalam keadaan hidup dalam larutan nutrisi
selama periode antara koleksi dari donor dan transfer ke resipien. Embrio sapi dan
ternak pelihara lainnya tahan disimpan selama 2 hari pada temperatur 37°C atau
dalam lemari es tanpa menurunkan daya hidupnya. Oviduct kelinci dan domba
dapat pula dipakai sebagai inkubator biologis untuk penelitian. Untuk tujuan
praktisnya, pembekuan dalam nitrogen cair pada temperatur -196°C merupakan
pilihan utama untuk menyimpan selama waktu yang dikehendaki atau untuk
ditransportasikan. Keberhasilan pembekuan embrio tanpa menurunkan daya
hidupnya merupakan salah satu faktor yang mempermudah tersebar luasnya
penggunaan teknologi TE ini.