Anda di halaman 1dari 20

TATA LAKSANA PAJANAN

DARAH
PASIEN HIV / AIDS
No. Dokumen :
No.Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
:
Halaman

KEPALA PUSKESMAS
Disahkan Oleh : Kepala SINDANGRESMI
Puskesmas Sindangresmi
Khamdan Pramana
S.ST.S.Kep
NIP 19760810 200801 2 010
Pengertian Luka tusuk pada petugas, karena alat benda tajam/jarum bekas
pasien HIV/AIDS tanpa disengaja.
Tujuan Mencegah resiko penularan dari penderita ke petugas kesehatan
yang berhubungan dengan pekerjaan petugas kesehatan karena
luka tusuk akibat benda tajam/jarum bekas pasien HIV/AIDS.
Kebijakan Memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja
Prosedur 1. Persiapan
1.1 Alat :
1.1.1. Nacl 0,9 %
1.1.2. Air bersih
1.1.3. Sabun atau larutan antiseptik
2. Langkah-langkah
2.1. Bila terjadi luka tusuk jangan panik, atasi
dengan prosedur dalam waktu 4 jam
2.2. Segera cuci bagian tubuh yang tertusuk dengan
air mengalir dan sabun atau aniseptik, luka jangan di
pencet-pencet
2.3. Percikan pada mukosa atau kulit segera dibilas
dengan guyuran air.
2.4. Mata di irigasi menggunakan larutan NaCl 0,9%
2.5. Segera laporkan kepada tim HIV/AIDS dan Tin
Pengendali infeksi RS
2.6. Segera ikuti penatalaksanaan profilaksis pasca
pajanan.
3. Hal – hal yang harus diperhatikan :
3.1. Ketenangan dalam bertindak
3.2. Cermat dan teliti
Unit Terkait SMF
KONSELING HIV / AIDS
No. Dokumen :
No.Revisi :
Tanggal Terbit :
SOP :
Halaman

KEPALA PUSKESMAS
PUSKESMAS Disahkan Oleh : Kepala CICALENGKA DTP
CICALENGKA DTP Puskesmas Cicalengka DTP
drg.Nurtiana
NIP 19760810 200801 2 010
Pengertian Suatu proses konsultasi untuik membantu pasien mempelajari
situasi mereka, mengenali dan melakukan pemecahan masalah
terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan.
Tujuan 1. Menyediakan dukungan psikologik.
2. Mencegah penularan HIV.
3. Menyediakan informasi tenteng perilaku beresiko.
4. Membantu mengembangkan keahlian pribadi yang
diperlukan untuk menjalani kebiasaan hidup aman.
5. Memastikan pengobatan yang efektif termasuk
pemecahan masalah dengan menangani isu.
Kebijakan 1. Konseling diberikan oleh konselor yang telah terlatih.
2. Ruang konseling harus aman, nyaman serta perlu
manjaga kerahasiaan.
3. Syarat-syarat konselor di Rumah Sakit:
3.1. Harus terlatih melalui pelatihan atau pendidikan
formal.
3.2. Menyediakan diri dan waktunya untuk membantu
pasien melalui konseling.
3.3. Dapat berempati dan mendengarkan dengan perhatian.
3.4. Memahami proses infeksi HIV dan infeksi opotunistik.
3.5. Dapat menyimpan rahasia.
Prosedur 1. Persiapan :
1.1. Alat :
1.1.1. Leaflet
1.1.2. Ruang konseling
1.1.3. Meja dan kursi untuk petugas dan pasien

2. Langkah – langkah :
2.1. Konseling pencegahan :
2.1.1. Pemahaman HIV / AIDS dan dampak fisik serta
psikososial.
2.1.2. Cara penularan dan pencegahan.
2.1.3. Pemahaman perilaku hidup sehat.
2.1.4. Mendorong perubahan perilaku kearah hidup
sehat.
2.2. Konseling Pre test
2.2.1. Motivasi pelaksanaan test sukarela.
2.2.2. Interpretsi hasil yest meliputi:
2.2.2.1. penapisan dan konfirmasi
2.2.2.2. tanpa gejala dan gejala nyata.
2.2.2.3. Pemahaman infeksi HIV dan dampaknya.
HIV tidak dapat sembuh namun dapat tetap
produktif.
2.2.2.4. Infeksi opotunistis dapat diobati.
2.2.3. Estimasi hasil
2.2.3.1. Kesiapan mental emosional penerimaaan
hasil pemeriksaan.
2.2.3.2. Mengkaji factor resiko
2.2.3.3. Periode jendela.
2.2.4. Membuat rencana jika didapatkan hasil.
2.2.4.1. Apa yang dilakukan jika hasil positif atau
negatif.
2.2.4.2. Memperkirakan dukungan dari orang dekat
/ sekitar pasien. Membangun pemahaman
hidup sehat dan mendorong perilaku sehat.
Membuat keputusan : melaksanakan test / tidak.
2.3. Konseling Pasca test
2.3.1. menilai situasi psikososial terkini, mendukung mental
emosional pasien.
2.3.2. Menilai pemahaman klien.
2.3.3. Membacakan hasil.
2.3.4. Mendukung emosi klien, ventilasi dan mendorong
klien bicara lebih lanjut.
2.3.5. Manajemen pemecahan masalah : gali masalah, pahami
dan jelaskan pada klien, susun rencana. Membantu
membuat rencana menghadapi kehidupan pasca
pemberitahuan hasil dengan perubahan kearah perilaku
sehat.
2.4. Konseling menghadapi kematian
2.4.1. Pemahaman akan makna hidup.
2.4.2. Pemahaman kan makna meninggal duania.
2.4.3. Cita-cita yang sudah tercapai.
2.4.4. Cita-cita yang belum tercapai.
2.4.5. Bagaimana dengan cita-cita yang belum tercapai
kepada siapa mau disampaikan.
2.5. Konseling kepatuhan berobat
2.5.1. Pemahaman jenis, cara dan proses pengobatan.
2.5.2. Pemahaman dampak putus obat.
2.5.3. Dukungan untuk mengurangi beban psikologik yang
membuat pasien merasa sakit / cacat / tidak berdaya,
tak ada harapan menghadapi kehidupan karena ia harus
meggunakan obat dalam jangka waktu panjang.
3. Hal – hal yang harus diperhatikan :
3.1. Tahap penerimaan pasien
3.2. Respon pasien
3.3. Kerahasiaan pasien
Unit Terkait SMF, IRNA
PERAWATAN JENAZAH PASIEN
HIV/AIDS

No. Dokumen :
No.Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :
KEPALA PUSKESMAS
Disahkan Oleh : Kepala CICALENGKA DTP
Puskesmas Cicalengka DTP
drg.Nurtiana
NIP 19760810 200801 2 010
Pengertian Memberikan perawatan jenazah pasien HIV/AIDS dengan
aman dan benar.
Tujuan 1. Melindungi petugas / keluarga, lingkungan dari
tertularnya virus HIV/AIDS
2. Memberikan rasa aman bagi petugas yang merawat /
memandikan jenazah HIV/AIDS.
Kebijakan 1. Petugas yang merawat jenazah menggunakan alat pelindung
pribadi secara lengkap.
2. Petugas telah mengetahui cara membersihkan mayat yang
infeksius.
3. Jenazah dengan kasus HIV / AIDS tidak boleh dimandikan
di rumah pasien
Prosedur 1. Persiapan :
1.1. Alat :
1.1.1. Masker
1.1.2. Sarung tangan karet
1.1.3. Apron
1.1.4. Sepatu Boot
1.1.5. Kapas / kassa
1.1.6. Plester kedap air
1.1.7. Identitas jenazah
2. Langkah – langkah :
2.1. Tindakan di ruangan :
2.1.1. Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan
karet
2.1.2. Pakai masker penutup mulut dan baju pelindung
(Apron)
2.1.3. Luruskan tubuh, tutup mata telinga dan mulut
jenazah dengan kapas atau kasa.
2.1.4. Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air.

2.1.5. Lepaskan alat kesehatan yang terpasang dan


amankan.
2.1.6. Setiap luka harus diplester rapat.
2.1.7. Pasang label identitas jenazah pada kaki.
2.1.8. Mencuci tangan sesudah melepas sarung tangan.
2.1.9. Keluarga/ teman diberi kesempatan untuk melihat
jenazah.
2.2. Tindakan di kamar jenazah :
2.2.1. Petugas cuci tangan sebelum memakai sarung
tangan.
2.2.2. Alat perlindungan pribadi dikenakan:
2.2.2.1. Sarung tangan karet panjang sampai siku.
2.2.2.2. Sepatu boot
2.2.2.3. Pelindung wajah (masker dan kaca mata)
2.2.2.4. Apron plastik kedap air.
2.2.2.5. Jas
2.2.3. Jenazah dimandikan
2.2.4. Bungkus jenazah dengan kain kafan atau kain
pembungkus sesuai agama dan keyakinan yang
dianut.
2.2.5. Cuci tangan dengan sabun setelah sarung tangan
dilepas.
2.3. Jenazah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
2.4. Jenazah tidak boleh dibalsam, disuntik untuk
pengawetan kecuali oleh petugas khusus.
2.5. Jenazah tidak boleh diotopsi, dalam hal tertentu otopsi
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan
RS.
3. Hal – hal yang harus diperhatikan :
3.1. Segera mencuci kulit dan permukan tubuh lain dengan
air bila terkena darah atau cairan tubuh lain.
3.2. Dilarang memanipulasi alat suntik, atau jarum suntik
buang semua alat/ benda tajam dalam wadah tahan
tusukan.
3.3. Setiap permukaan yang terkena percikan atau
tumpahan darah, segera dibersihkan dengan larutan
klorin 0,5 %.
3.4. Peralatan yang akan dipakai lagi harus diproses dengan
urutan : dekontaminasi, pembersihan, desinfeksi atau
sterilisasi.
3.5. Sampah dan bahan terkontaminasi ditempatkan dalam
kantong plastik, pembuangan sampah dan bahan
tercemar sesuai cara pengelolaan sampah medis.
Unit Terkait IRNA, Kamar Jenazah
PROSEDUR TETAP
VOLUNTARY COUNSELING
AND TESTING (VCT)
No. Dokumen :
No.Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
:
Halaman

KEPALA PUSKESMAS
PUSKESMAS Disahkan Oleh : Kepala CICALENGKA DTP
CICALENGKA DTP Puskesmas Cicalengka DTP
drg.Nurtiana
NIP 19760810 200801 2 010
1. PENGERTIAN 1.1 Konseling dan tes sukarela selanjutnya disebut VCT
(Voluntary Counseling and Testing) adalah kegiatan konseling
yang bersifat sukarela dan rahasia antara konselor dari Tim
penanggulanggan HIV-AIDS puskesmas cicalengka dengan
orang yang ingin mengetahui status HIV nya atau orangyang
berisiko tertular HIV.
1.2 Disebut telahmenjalani VCT apabila menjalani : konseling
pre tes, testing, dan konseling pasca tes.
1.3 Konseling adalah saran, anjuran, nasehat profesional yang
diberikan kepada seseorang yang mempunyai masalah/problem
(oxford Advance Learnes Dictionary 4th ed).
1.4 Konselor adalah petugas yang memiliki ketrampilan
konseling dan pemahaman akan seluk belik HIV/AIDS.
1.5 Prosedur Pelaksanaan VCT adalah alur pelayanan yang
wajib dilalui oleh semua orang yang akan menjalani VCT di
puskesmas cicalengka.
1.6 Tempat melaksanakan VCT adalah poli VCT atau di ruang
rawat inap.
2. TUJUAN Tujuan pembuatan protap ini :
1. Sebagai acuan baagi petugas medis & non medis di
puskesmas cicalengka dalam pelaksanaan VCT.
2. Sebagai acuan bagi orang yang akan menjalani tes HIV.
3. Sebagai pedoman pelaksanaan pemeriksaan tes HIV di
puskesmas cicalengka.
Tujuan pelaksanaan VCT adalah :
 Membantu terduga HIV dan atau ODHA untuk melakukan
perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan aman
melalui:
a. Memberikan dukungan psikologis bagi pasien &
keluarga.
b. Mencegah penularan HIV dengan
- menyampaikan informasi tentang perilaku berisiko
- membantu mengembangkan keahliab pribadi yang
diperlukan untuk mendukung perilaku hidup sehat.
 Memastikan pengobatan yang efektif sedini mungkin
termasuk alternatif pemecahan berbagai masalah.
3. KEBIJAKAN 3.1 Pelaksana pelayanan VCT adalah konselor dari Tim
Penanggulangan HIV/AIDS.
3.2 Biaya pelaksanaan pelayanan VCT adalah sesuai dengan
ketentuan puskesmas cicalengka tentang biaya klinik rawat
jalan dan biaya pemeriksaan laboratorium.
4. PROSEDUR 4.1 Klien atau pasien yang akan menjalani VCT baik datang
sendiri atau dikirim oleh petugas medis terlebih dahulu
mendaftar di tempat pendaftaraan
4.2 Klien/Pasien menjalani konseling.
4.3 Apabila setuju untuk diperiksa tes HIV, klien/pasien
menandatangani Informed Consent yang disediakan
4.4 Klien menjalani tes di laboratorium .
4.5 Untuk pembukaan hasil tes anti HIV, klien/pasien
menjalani konseling pasca tes.
4.6 Bagi pasien yang belum setuju untuk menjalani tes pada
saat itu dianjurkan untuk kunjungan ulang pada waktu yang
disepakati.
5. DOKUMEN 5.1 Pedoman Nasional PERAWATAN DUKUNGAN DAN
TERKAIT PENGOBATAN BAGI ODHA, Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan DEPKES RI
tahun 2005.
5.2 Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS
Secara Sukarela,Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan,DEPKES 2005.
5.3 Modul VCT, DEPKES 2004.
5.4 Ketentuan tentang biaya pelayanan Rawat Jalan dan Rawat
inap di puskesmas cicalengka.
5.5 Formulir Informed Consent puskesmas cicalengka
5.6 Formulir Laporan Pajanan puskesmas cicalengka

PROSEDUR TETAP
PROVIDER INITIATED
TESTING AND COUNSELING
(PITC)
PUSKESMAS CICALENGKA
No. Dokumen :
No.Revisi :
Tanggal Terbit :
SOP :
Halaman

KEPALA PUSKESMAS
PUSKESMAS Disahkan Oleh : Kepala CICALENGKA DTP
CICALENGKA DTP Puskesmas Cicalengka DTP
drg.Nurtiana
NIP 19760810 200801 2 010
1. PENGERTIAN 1.1 PITC (Provider Initiated Testing and Counseling) adalah
testing dan konseling yang diinisiasi oleh petugas kesehatan
untuk kepentingan : 1. Diagnostik (Diagnostic testing)
2. Tawaran Rutin(Routine Offer)
1.2 VCT (Voluntary Counseling and Test) adalah kegiatan
konseling yang bersifat sukarela dan rahasia antara konselor
dan Tim Penanggulangan HIV-AIDS PUSKESMAS
CICALENGKA dengan orang yang ingin mengetahui status HIV
nya atau dengan orang yang berisiko.
2.TUJUAN Tujuan pembuatan Protap ini adalah :
1. Untuk dapat dipakai sebagai acuan bagi petugas medis yang
akan melaksanakan PITC.
2. Untuk diketahui oleh segenap petugas kesehatan tentang
pelaksanaan PITC.
Tujuan PITC adalah :
1. Untuk memeperluas cakupan VCT di lingkungan pelayanan
medis PUSKESMAS CICALENGKA.
2. Agar setiapdokter di lingkungan PUSKESMAS
CICALENGKA dapat mengawali/menginisiasi testing, untuk
kemudian dilanjutkan dengan VCT.
3. Untuk dapat mendeteksi lebih dini status HIV pasien.
3. KEBIJAKAN 3.1 Pelaksanaan kegiatan PITC tetap mengacu kepada consent,
confidentiality, counseling.
3.2 Permintaan awal untuk pemeriksaan tes antibody HIV
dapat dilakukan oleh dokter yang merawat pasien, namun
selanjitnya pasien tetap dianjurkan untuk menjalani konseling
oleh konselor PUSKESMAS CICALENGKA.
4. PROSEDUR - Dokter yang memeriksa atau merawat pasien menawarkan
pemeriksaan tes HIV kepada pasien,
- Dokter memberikan informasi singkat tentang HIV dan alasan
menjalani tes.
- Apabila pasien setuju untuk diperiksa maka pasien
menandatangani persetujuan tes pada kartu rekam medik.
- Kalau pasien tidak setuju, dianjurkan untuk menjalani VCT.
- Bagi pasiean yang setuju, diambil darahnya kemudian dibawa
ke laboratorium.
- Setelah hasil pemeriksaan laboratorium selesai,dokter yang
merawat meminta konselor untuk melakukan konseling
pembukaan hasil pemeriksaan laboratorium.
5.DOKUMEN 5.1 Pedoman Nasional PERAWATAN DUKUNGAN DAN
TERKAIT PENGOBATAN BADI ODHA, Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan DEPKES RI
tahun 2003.
5.2 Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS
Secara Sukarela, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.
5.3 SOP For HIV Counseling and Testing in FHI Supported
Progam Generic Version.June 2006.
5.4 Modul PITC.WHO 2006.
5.5 Prosedur Tetap Pelaksanaan VCT di PUSKESMAS
CICALENGKA.
Protap
5.7 Pemantauan Lingkungan Kerja
5.8 Jadwal Pemantauan Lingkungan Kerja
5.9 Hasil Pemantauan
5.10 Evaluasi dan Tindak Lanjut
6. SUMBER 6.1 Peraturan Menteri Kesehatan RU, Keputusan Direktur
TERKAIT Jenderal PPm & PLP tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit, Cetakan ke-4 tahun 1996.
6.2 Departemen Tenaga Kerja, Makalah Training Material K-3
Bidang Kesehatan Kerja Tahun 1995

ALUR PELAYANAN PITC


Dokter Ruangan Rawat Inap, rawat jalan , UGD , bersalin
Curiga HIV - AIDS

1.Menawarkan Tes
Setuju 2.Memberikan info pretest: Tidak Setuju
 Penularan
 Pencegahan HIV

Penandatanganan Informed Consent

Pengambilan sampel darah oleh:


Dokter ybs / petugas kesehatan

laboratorium

Hasil dibuka oleh dokter pengirim/


positif petugas PUSKESMAS CICALENGKA Negatif

Penanganan Lanjut KONSELING

PELAYANAN
KONSELING PASCATES
DI KLINIK VCT
SOP No. Dokumen :
No.Revisi :
Tanggal Terbit :
:

Halaman

KEPALA PUSKESMAS
PUSKESMAS Disahkan Oleh : Kepala CICALENGKA DTP
CICALENGKA DTP Puskesmas Cicalengka DTP
drg.Nurtiana
NIP 19760810 200801 2 010
Pelayanan yang diberikan kepada klien yang beresiko tinggi
Pengertian
terkena HIV.
1. Klien mendapatkan hasil pemeriksaan test HIV dengan
penjelasan implikasinya dari Konselor.
Tujuan
2. Klien mendapatkan dukungan sesuai dengan hasil tes.
3. Klien mendapat dukungan tindak lanjut.
1. KEPMENKES RI NO.1507/MENKES/SK/X/2005 Tentang
Pedoman Pelayanan Konseling dan Test HIV/AIDS secara
Sukarela.
2. KEPMENKES NO. 1285/MENKES/SK/X/2002 Tentang
Kebijakan
Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular
Seksual
3. Buku Pedoman Pelayanan Konseling dan Tes HIV/AIDS
oleh DEPKES RI tahun 2004
Prosedur Alat dan bahan :
1. Ruangan sesuai standar (nyaman untuk 2 atau 3 orang
2. 1 meja dan 2 kursi yang diatur menurut huruf L
3. Lemari file yang dapat dikunci
4. Lampu/penerangan yang cukup
5. Sirkulasi udara yang baik dan cukup
6. Alat peraga yang minimal terdiri dari ; leaflet kesehatan
tentang IMS dan HIV/AIDS, dildo, kondom, poster,
stiker, alat peraga jarum suntik.
7. Buku registrasi
8. Formulir konseling yang di tes
9. Formulir hasil testing dari laboratorium
10. Formulir rujukan ke manajer kasus
11. Ceklis konseling post test
12. Alat tulis, kalender
13. Tissue, tempat sampah
Konseling pasca tes:
1. Konselor memanggil klien (dengan menyebutkan nomor
registrasi) dan mempersilahkan masuk ruangan.
2. Konselor memperhatikan komunikasi non verbal saat
klien memasuki ruang konseling
3. Konselor mengkaji ulang secara singkat dan
menanyakan keadaan umum pasien
4. Konselor memperlihatkan amplop hasil tes yang masih
tertutup kepada klien.
5. Konselor menanyakan kesiapan klien untuk menerima
hasil tes
- Apabila klien menyatakan sudah siap/sanggup
menerima hasil tes, maka Konselor menawarkan
kepada klien untuk membuka amplop bersama
Konselor.
- Apabila klien menyatakan belum siap, Konselor
memberikan dukungan kepada klien untuk
menerima hasil dan beri waktu sampai klien
menyatakan dirinya siap.
6. Konselor membuka amplop dan menyampaikan secara
lisan hasil testing HIV.
7. Konselor memberi kesempatan klien membaca hasilnya.
8. Sediakan waktu yang cukup untuk menyerap informasi
tentang hasil
Bila hasil positif:
1. Konselor menjelaskan dengan tenang arti hasil testing
2. Konselor memberikan kesempatan pada klien untuk
mengendalikan emosinya dan memfasilitasi
penyelesaian masalah
3. Setelah pasien cukup tenang dan konseling dapat
dilanjutkan, Konselor menjelaskan beberapa informasi:
- Pengobatan ARV
- Kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual
- Menawarkan konseling pasangan
4. Konselor menawarkan secara rutin klien mengikuti
pemeriksaan IMS dan manfaatnya.
5. Untuk klien perempuan terdapat fasilitas layanan
pemeriksaan kehamilan dan rencana penggunaan alat
kontrasepsi bagi laki-laki dan perempuan.
6. Memotivasi agar datang ke klinik untuk evaluasi awal
secara medis.
7. Konselor dan klien menyepakati waktu kunjungan
berikutnya, jika klien pada saat yang ditentukan klien
tidak bisa hadir, disarankan untuk menghubungi
Konselor untuk perjanjian berikutnya.
8. Konselor memberikan kesempatan kepada klien untuk
bertanya mengenai hal-hal yang belum diketahui dan
memotivasi untuk didampingi MK.
9. Jika tidak ada pertanyaan, sesi konseling ditutup dan
Konselor mengisi form pasca konseling.
Bila hasil negatif:
1. Konselor mendiskusikan kemungkinan klien masih
berada dalam periode jendela.
2. Konselor membuat kesimpulan dan gali lebih lanjut
berbagai hambatan.
3. Konselor memastikan klien paham dengan hasil tes dan
pengertian periode jendela.
4. Menjelaskan kebutuhan untuk tes ulang dan pelayanan
VCT bagi pasangan.
5. Menjelaskan upaya penurunan resiko yang dapat
dilakukan.
6. Konselor memberikan kesempatan kepada klien untuk
bertanya tentang hal yang belum diketahuinya.
7. Konselor memotivasi klien agar bersedia didampingi
MK (Manajer Kasus) untuk mempertahankan perilaku
yang aman.
8. Apabila tidak ada pertanyaan, sesi konseling ditutup dan
Konselor membuat perjanjian untuk kunjungan
berikutnya. Konselor mengisi form pasca konseling.
 Dokter konsultan HIV/AIDS
Unit Terkait
 Poliklinik VCT

PENANGANAN DAN
PELAPORAN KTD, KPC,
KNC DAN RESIKO KLINIS
SOP No. Dokumen :
No.Revisi :
Tanggal Terbit :
:

Halaman

KEPALA PUSKESMAS
PUSKESMAS Disahkan Oleh : Kepala CICALENGKA DTP
CICALENGKA DTP Puskesmas Cicalengka DTP
drg.Nurtiana
NIP 19760810 200801 2 010
1.Pengertian Prosedur ini mencakup semua kegiatan yang terkait dengan
identifikasi, dokumentasi dan pelaporan kasus KTD,KPC dan
KNC.
2.Tujuan Pelayanan klinis yang bermutu sangat dipengaruhi oleh
kemampuan puskesmas dalam mengidentifikasi,
mendokumentasi, menganalisis dan melaporkan permasalahan
mutu pelayanan klinis seperti KTD,KPC,KNC untuk itu perlu
dibuat suatu standar prosedur yang dapat membakukan
manajemen resiko klinis.
3.Kebijakan SK Kepala puskesmas tentang kebijakan mutu dan keselamatan
pasien.
4.Referensi

5.Prosedur 1. Pemberi pelayanan klinis yang mendapatkan KTD atau


resiko medis melakukan pertolongan dan penanganan awal
sesuai kondisi
2. Pemberi pelayanan klinis yang mengetahui adanya
KTD,KNC, KPC dan resiko klinis melakukan pengaman
berupa isolasi bukti, laporan dan lingkungan, selanjutnya
melaporkan kondisi tersebut kepada tim peningkatan mutu
pelayanan klinis dan petugas klinis yang berkompeten
3. Pemberi pelayanan klinis memberi tindakan medis dan
observasi sesuai kondisi.
4. Ketua tim peningkatan mutu pelayanan klinis melakukan
identifikasi dengan mengumpulkan informasi dan bukti
yang menyangkut input, proses dan output terjadinya
KTD,KNC, KPC dan resiko klinis. Semua hasil identifikasi
di dokumentasikan dalam lembar manajemen
KTD,KNC,KPC dan resiko medis (formulir pelaporan
insiden keselamatan)
5. Kepala puskesmas dan tim peningkatan mutu pelayanan
mengadakan analisis penyebab dan tindak lanjut
penanganan
6. Sosialisasi rencana tindak dan pelaksanaannya pada rapat
rutin puskesma
6.Distribusi Kepala puskesmas, penanggung jawab klinis, tim peningkatan
mutu pelayanan klinis, dokter, perawat, bidan, analis kesehatan,
nutrisionis, sanitarian.
7.Dokumen Terkait Blangko manajemen KTD, KPC,KNC, dan resiko medis
TATA CARA / PROSEDUR
PELAPORAN INSIDEN
KESELAMATAN PASIEN (
IKP )
No. Dokumen :
No.Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :
KEPALA PUSKESMAS
PUSKESMAS Disahkan Oleh : Kepala CICALENGKA DTP
CICALENGKA DTP Puskesmas Cicalengka DTP
drg.Nurtiana
NIP 19760810 200801 2 010
Insiden Keselamatan Pasien ( IKP ) adalah setiap kejadian
PENGERTIAN yang tidak disengaja dan tidak diharapkan yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada
pasien.
Kesalahan yang mengakibatkan IKP dapat terjadi pada :
1. Diagnostik : kesalahan atau keterlambatan diagnosis
2. Treatment : kesalahan pada operasi, prosedur atau tes,
pelaksanaan terapi
3. Preventive : tidak memberikan terapi profilaktif,
monitoring atau follow up yang tidak sesuai pada suatu
pengobatan
4. Other : gagal melakukan komunikasi, gagal alat atau sistem
lain
1. Terlaksananya sistem pencatatan dan pelaporan insiden
keselamatan pasien
2. Diketahui penyebab insiden keselamatan pasien sampai
pada akar masalah
TUJUAN 3. Untuk memperoleh data / angka insiden keselamatan pasien
4. Upaya pencegahan terjadinya kejadian / insiden
keselamatan pasien berikutnya
5. Didapatkannnya pembelajaran untuk perbaikan asuhan
kepada pasien
Surat Penugasan oleh Direktur Rumah Sakit tentang
KEBIJAKAN penunjukkan sebagai Tim Keselamatan Pasien RS
1. Siapapun yang mengetahui / melihat terjadinya IKP
terutama dapat melaporkan kepada Sekretariat Tim
Keselamatan Pasien
2. Laporan dibuat secara tertulis dengan menggunakan
formulir yang tersedia atau dapat membuat laporan di
Sekretariat Tim Keselamatan Pasien paling lambat 2 x 24
PROSEDUR jam
3. Laporan meliputi : kejadian tidak diharapkan ( KTD ),
kejadian nyaris cedera ( KNC / Near Miss ), kejadian
sentinel dan lain – lain
4. Laporan saat kejadian untuk pencegahan cedera atau
pertolongan segera secara langsung memberitahukan
ke dokter penanggung jawab pelayanan
5. Laporan tertulis ditujukan ke Tim
Keselamatan Pasien Rumah Sakit….Alamat
Sekretariat dan No telp yang bisa dihubungi
6. Laporan tidak boleh difotokopi hanya disimpan
dikantor Sekretariat Tim Keselamatan Pasien. Laporan
tidak boleh disimpan di file ruangan perawatan atau di
status pasien
7. Contoh hal yang perlu dilaporkan : salah diagnosa dan
berakibat buruk bagi pasien, kejadian yang terkait
dengan pembedahan, kejadian yang terkait pengobatan
dan prosedur, kejadian yang terkait dengan darah,
kejadian yang terkait dengan IV, follow up yang tidak
memadai, pasien jatuh, benda asing yang tertinggal di
tubuh pasien, lain – lain kejadian yang berakibat pasien
/ pengunjung cedera.
Seluruh unit – unit pelayanan dan tindakan kesehatan
1. Rawat Inap
2. Laboratorium
3. Farmasi
UNIT TERKAIT
4. UGD
5. Unit Kesling
6. Unit Nosokomial
7. Unit Peristi

Anda mungkin juga menyukai