TB PARU
A. Definisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru.Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman
mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer
(Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2002).
Jadi dapat dismpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran pernafasan terutama
parenkim paru.
B. Etiologi
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es).Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant.Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
C. Patofisologi
Kuman micobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi
melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya limfosit T) adalah sel
imunosupresifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya local, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya . Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu
sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah.
Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut kaseosa. Lesi primer pary-paru dinamakan focus Ghon dan dan
gabungan terserangnya getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon.
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair
lepas kedalam bronchus dan menimbulkan kavitas kemudian akan masuk kepercabangan
trakheobronkhial. Proses ini dapat terulang kembali dibagian lain dari paru-paru atau basil
dapat terbawa sampai kelaring, telinga tengah atau usus.
D. Manifestasi Klinik
Gejala Umum :
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
Gejala Lain Yang Sering Dijumpa
Batuk darah.
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari
sebulan.
E. Komplikasi
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
Bronkiectasis
Pneumotoraks spontan: kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
F. Pemeriksaan Penunjang
Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72
jam).
Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran
bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa
cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan TB paru
Pengobatan TB diberikan dalarn 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama
rifampisin.Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 1-2
minggu.Sebagian besar penderita TB dengan BTA (+) ini menjadi BTA (-) atau
konversi pada akhir pengobatan intensif.
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. WHO dan
IUATLD (Intemational Union Against Tuberculosis Lung Disease)
merekomendasikan panduan OAT standar di Indonesia, yaitu:
a) Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Tahap intensif : terdiri. dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol (E). obat-obat terisebut diberikan Setiap hari selama 2 bulan
(2HRZE.). kemudian diteruskan dengan tahap Lanjutan yang terdiri dari
Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4
bulan (4H3R3).
(1) Penderita baru BTA (-) dan rontgen (+) sakit ringan.
(2) Penderita ekstra paru ringan ; yaitu TB kelenjar limfe, TB kulit, TB tulang
(kecuali tulang belakang).
Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE). OAT
sisipan ini diberikan bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan
kategori 1, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan
(HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, kesulitan tidur pada malam atau demam
pada malam hari, menggigil atau berkeringat, mimpi buruk.
Tanda : Takhikardia, takhipnu/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak
(tahap lanjut).
2. Integritas EGO
Gejala : Adanya /factor stress lama, masalah keuangan, rumah, perasaan tdk berdaya/
tdk ada harapan.
3. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan.
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
5. Pernapasan
Gejala : Batuk produktif atau tidak, nafas pendek, riwayat TBC/terpajan pada individu
terinfeksi.
6. Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun.
7. Interaksi social
Gejala :Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa
dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran.
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk, gagal
untuk membaik, tidak berpartisipasi dalam terapi.
B. Dignosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental /darah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
1). Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi
potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
Intervensi :
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal.
Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam
paru-paru yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi
inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan
gejala-gejala respirasi distress.
Intervensi
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang
tepat.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik.
PENYIMPANGAN KDM TB
Tuberkel Pecah
Eksudasi
Bersihan Jalan Nafas Tidak
Fibrosis Jaringan Efektif
aspirasi berkurang
Kurang pengetahuan
Gangguan pertukaran
DAFTAR PUSTAKA gas
1. Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press
2. Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta : EGC (2000). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
3. Doengoes, (2002). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
4. Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius.