Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

TB PARU
A. Definisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru.Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman
mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer
(Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2002).
Jadi dapat dismpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran pernafasan terutama
parenkim paru.
B. Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil


mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas
asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan
lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik

Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es).Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant.Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil


mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar
kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya
dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang
kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post
primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang
yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.

C. Patofisologi
Kuman micobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi
melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya limfosit T) adalah sel
imunosupresifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya local, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya . Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu
sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah.
Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut kaseosa. Lesi primer pary-paru dinamakan focus Ghon dan dan
gabungan terserangnya getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon.
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair
lepas kedalam bronchus dan menimbulkan kavitas kemudian akan masuk kepercabangan
trakheobronkhial. Proses ini dapat terulang kembali dibagian lain dari paru-paru atau basil
dapat terbawa sampai kelaring, telinga tengah atau usus.
D. Manifestasi Klinik

 Gejala Umum :
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
Gejala Lain Yang Sering Dijumpa

 Dahak bercampur darah.

 Batuk darah.

 Sesak napas dan rasa nyeri dada.

 Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari
sebulan.

E. Komplikasi
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
Bronkiectasis
Pneumotoraks spontan: kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
F. Pemeriksaan Penunjang
Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72
jam).
Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran
bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa
cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan TB paru
Pengobatan TB diberikan dalarn 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

1) Tahap intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama
rifampisin.Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 1-2
minggu.Sebagian besar penderita TB dengan BTA (+) ini menjadi BTA (-) atau
konversi pada akhir pengobatan intensif.

2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. WHO dan
IUATLD (Intemational Union Against Tuberculosis Lung Disease)
merekomendasikan panduan OAT standar di Indonesia, yaitu:

a) Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Tahap intensif : terdiri. dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol (E). obat-obat terisebut diberikan Setiap hari selama 2 bulan
(2HRZE.). kemudian diteruskan dengan tahap Lanjutan yang terdiri dari
Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4
bulan (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :

(1) Penderita baru TB Paru BTA Positif


(2) Penderita TB Paru BTA negatif Rontgen Positif
(3) Penderita TB Ekstra Paru Berat ; yaitu TB
pada meningen ( meningitis), TB milier, peritonitis, perikarditis, TB tulang
belakang, TB usus, TB saluran kemih.
b) Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan
streptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan. Setelah itu dilanjutkan
dengan tahap lanjutan selama, 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali
dalam seminggu.

Obat ini diberikan untuk :

(1) Penderita kambuh (relaps)


(2) Penderita gagal (failure)
(3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai
c) Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3
kali seminggu (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :

(1) Penderita baru BTA (-) dan rontgen (+) sakit ringan.
(2) Penderita ekstra paru ringan ; yaitu TB kelenjar limfe, TB kulit, TB tulang
(kecuali tulang belakang).

Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE). OAT
sisipan ini diberikan bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan
kategori 1, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan
(HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, kesulitan tidur pada malam atau demam
pada malam hari, menggigil atau berkeringat, mimpi buruk.

Tanda : Takhikardia, takhipnu/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak
(tahap lanjut).

2. Integritas EGO
Gejala : Adanya /factor stress lama, masalah keuangan, rumah, perasaan tdk berdaya/
tdk ada harapan.

Tanda : Menyangkal, ansietas, ketakutan dan mudah terangsang.

3. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan.

Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak


subkutan.

4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : Berhati-hati pada area sakit, perilaku distraksi, gelisah.

5. Pernapasan
Gejala : Batuk produktif atau tidak, nafas pendek, riwayat TBC/terpajan pada individu
terinfeksi.

Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan, pengembangan pernapasan tidak simetris,


perkusi pekak dan penurunan fremitus, karakteristik sputum (hijau,/purulen,
mukoid kuning atau bercak darah), deviasi tracheal, tdk perhatian, mudah
terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut.

6. Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun.

Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.

7. Interaksi social
Gejala :Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa
dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran.

8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk, gagal
untuk membaik, tidak berpartisipasi dalam terapi.

B. Dignosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental /darah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

3. Resiko tinggi infeksi sekunder dan penyebaran infeksi


4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum/batuk, dyspnea atau anoreksia
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
C. Intervensi Keperawatan

1). Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi
potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

Intervensi:

a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan,


imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi
secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot
aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.

b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan


secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan
paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.

c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler,


Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan

d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea,


suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak
mampu mengeluarkan sekret.

e. Pertahankan intake cairan minimal 2500


ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan

f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.


Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.

g. Berikan obat: agen mukolitik,


bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen
trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang
luas.

h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.


Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau
perdarahan paru akut.

2). Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran


alveolar-kapiler.
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari
gejala distress pernapasan.

Intervensi :
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal.
Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam
paru-paru yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi
inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan
gejala-gejala respirasi distress.

b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda


sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menganggap oksigenasi di organ vital dan
jaringan.

c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan


bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan
napas.

d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai


kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.

e. Monitor Gas darah arteri (GDA).


Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02
menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau
perubahan terapi.

f. Berikan oksigen sesuai indikasi.


Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder
hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.

3). Resiko tinggi infeksi sekunder dan penyebaran infeksi


Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang.aman.

Intervensi

a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran


infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem
limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau
menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang
diberikan untuk mencegah komplikasi.

b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi


seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran infeksi.

c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak


di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.

d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.


Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.

e. Monitor temperatur klien.


Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.

f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk


terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi
bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya
diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk
mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang
lebih buruk.

g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.


Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan
kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan.

h. Kolaborasi pemberian terapi INH, etambutol,


Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer
dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek
INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan
pertama.

i. Kolaborasi pemberian terapi Pyrazinamid


(PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.

j. Monitor sputum BTA


Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien
terhadap terapi.

4). Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan
pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang
tepat.

Intervensi:

a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang
tepat.

b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.


Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake
diet pasien.

c. Monitor intake dan output secara periodik.


Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

d. Catatan adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada


hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air
Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik.

f. Lakukan perawatan mulut sebelurn dan sesudah tindakan


pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
digunakan yang dapat merangsang muntah.

g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein


dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.


Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet.

i. Bicarakan dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam


sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek
samping obat.

j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).


Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

k. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik yang tepat.


Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.

5). Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.


Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan
pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk
memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang
luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan
evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi

a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan,


perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan,
media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan
fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.

b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter


misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan
pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang
membutuhkan evaluasi secepatnya.

c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein


(TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan
membantu mengencerkan dahak.

d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan


misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan


perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi
obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan
mencegah putus obat.

f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi,


gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani
terapi.

g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi


INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi
etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat
warna hijau.

i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan


kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk
mekanisme koping.

j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap


penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.

k. Anjurkan untuk berhenti merokok.


Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi
gangguan pernapasan/ bronchitis.

l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko


kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh
kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema,
pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis,
hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural,
Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

PENYIMPANGAN KDM TB

Meningkatnya aktivitas selulerKuman TB

Pe ↑ Metabolisme Invasi pada saluran nafas Reaksi inflamasi

Pemecahan karbohidrat Limfatogen & Hematogen Pe ↑ produksi mukus

Lemak & protein


Paru Penumpukan sekresi mucus

Berat badan menurun Pada jalan nafas

Tuberkel Pecah

Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Batuk - batuk

Eksudasi
Bersihan Jalan Nafas Tidak
Fibrosis Jaringan Efektif

Resiko tinggi infeksi

Jumlah total jaringan paru berkurang

Informasi yang tidak adekuat Luas total membrane

aspirasi berkurang
Kurang pengetahuan

Gangguan pertukaran
DAFTAR PUSTAKA gas

1. Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press
2. Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta : EGC (2000). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
3. Doengoes, (2002). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
4. Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius.

Anda mungkin juga menyukai