Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga
tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening, atau berupa nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran.
Jadi, menurut saya Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang
biasa disebut dengan istilah sehari-hari congek. Dalam perjalanannya penyakit
ini dapat berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap
keluar dari telinga tengah dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen.
Proses hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut.
Tetap terjadi perforasi pada membran timpani. Perforasi yaitu membran
timpani tidak intake / terdapat lubang pada membran timpani itu sendiri.

B. Etiologi
Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan
kelanjutan dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan
lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat,
terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah.
Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh
perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman
penyebab biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah
berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman
anaerob. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus
(26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis
(10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%).
Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas
atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang
menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran
napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai
telinga.

C. Patofisiologi
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna
atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang. (Arif Mansjoer, 2001 : 82). Pada
OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai
tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi
berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal,
subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau
fatal. (Arif Mansjoer, 2001 : 82). Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang
berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus, lalu
menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah besar.

D. Tanda dan gejala


Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau
gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 : 82). Nyeri telinga atau tidak
nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan ditelinga.
Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan
dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga. (www.health
central.com, 2004).
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh
aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering
kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas
atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada
OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang
sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma
dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna
putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga
tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran. Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses
patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai
kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai
tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang
pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
2. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis,
subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
3. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya
akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang
sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang
oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan
meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi
serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian
dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji
fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani,
dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagaiberikut :
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan
Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural
yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani
melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan
ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal
terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea.
Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang
berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau
test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata
kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala
ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai
ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969. Derajat ketulian
Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi
kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara
dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang
pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi
rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan
evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-
20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi
3. Diskontinuit as rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh
penilaian pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani.
Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli
konduktif bilateral dan tuli campur.
2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak
sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid
yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik
memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa
digunakan adalah :
1). Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid
dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena
memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid
yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk
menghindari dura atau sinus lateral.
2). Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah.
Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat
diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3). Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna,
vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum
dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran
akibatkolesteatom.
4). Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga
dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi
dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus
terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk
melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.

F. Penatalaksanaan.
Terapinya sering lama dan harus berulang-ulang karena :
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal,
3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
4. Gizi dan kebersihan yang kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat
pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret
berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga
yang mengandung antibiotika dan kartikosteroid. Banyak ahli berpendapat
bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung
antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar
obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2
minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika
dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap
penisilin), sebelum tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena
penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam
klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama
2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi
ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih
dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi
dan tonsilektomi. Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu
mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat
ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti.
Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi
sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal
retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi.
Infeksi telinga tengah dan mastoid. Rongga telinga tengah dan rongga mastoid
berhubungan langsung melalui aditus adantrum. Oleh karena itu infeksi kronis
telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai infeksi kronis di
rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa
ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.
Jenis pembedahan pada OMSK. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik
operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik
tipe benigna atau maligna, antara lain adalah sebagai berikut :
1). Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy
2) Mastoidektomi radikal,
3) Mastoidektomi radikal dengan modifikasi,
4) Miringoplasti,
5) Timpanoplasti,
6) Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty).
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
koleasteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator.Sesuai dengan
luasnya infeksi atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang
dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya.
1). Mastoidektomi sederhana.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan
pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini
dilakukan permbersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya
ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini
fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2) . Mastoidektomi Radikal.
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau
kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan
kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas
antara liang telinga luar dan telinga tengah tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi suatu
ruangan.
3). Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik,
tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid
dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.Tujuan
operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang msih ada.

4). Miringoplasti

Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal


juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan
pada membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah
berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan
perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna
yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh
perforasi membran timpani.
5) Impanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan
pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran. Menurut Fung 2004, terapi
difokuskan kepada penghilangan gejala dan infeksi. Antibiotik mungkin
dikesepkan untuk infeksi bakteri, terapi antibiotik biasanya untuk jangka
panjang, yaitu melalui pemberian per oral atau tetes telinga jika ada
perforasi membran tympani.
6). Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach
Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada
kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan
granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal
(tanpa meruntuhkan dinding posterior ling telinga).
G. Komplikasi
Menurut Fung, 2004 komplikasi OMSK
1. Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau
ketulian.
2. Mastuiditis
3. Cholesteatoma
4. Abses apidural (peradangan disekitar otak)
5. Paralisis wajah
6. Labirin titis
Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 : Paralisis nervus fasialis,
fistula labirin, labirinitis, labirinitis supuratif, petrositis, tromboflebitis sinus
lateral, abses ekstra dural, abses subdural, meningitis, abses otak, dan
hidrosefalus otitis.
H. Prognosis
Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan.
Biasanya kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan penderita
tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan
komplikasi yang serius (Fung, 2004).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Anamnesa : Tanda-tanda dan gejala utama infeksi ekstrena dan media adalah
nyeri serta hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan mengenai
mulai serangan, lamanya, tingakt nyerinya. Rasa nyeri timbul karena adanya
tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan kepada
membran timpani oleh cairan getah radang yang terbentuk didalam telinga
tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah mengganggu
lewatnya gelombang suara, hal ini menyebabkan pendengaran berkurang.
Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia mengerti tentang cara
pencegahannya.
1. Pemeriksaan Fisik : Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar
dan bila ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan
nyeri pada otitis eksterna dan media. Pengkajian dari saluran luar dan
gedang telinga (membran timpani). Gendang telinga sangat penting dalam
pengkajian telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses
penyakit pada telinga tengah. Membran timpani yang normal
memperlihatkan warna yang sangat jelas, terlihat ke abu-abuan. Terletak
pada membran atau terlihat batas-batasnya. Untuk visulaisasi telinga luar
dan gendang telinga harus digunakan otoskop.
2. Riwayat Kesehatan : OMA lebih dari 2 bulan, Pengobatan OMA yang tidak
tuntas
3. Data Subjektif : Telinga terasa penuh, Nyeri pada telinga yang sakit,
Vertigo
4. Data Objektif: Terdapat abses atau kite retroaurikule, Terdapat polip,
Terlihat Kolesteatoma pada epitimpan, Ottorho, Sekret terbentuk nanah
dan berbau
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan labirin
: vertigo
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penatalaksanaan OMA yang tepat.
3. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan
4. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi
5. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi mastoidektomi
6. Ganguan persepsi sensori pendegaran berhubungan dengan liang telingah
terasa tertutup karena respon inflamasi atau peradangan dan adanya jamur.
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1. Resiko terjadi injuri / trauma Noc: Nic:
 Knowledge: personal Environmental management
berhubungan dengan
safety safety
ketidakseimbangan labirin :  Safety behavior: fall 1. Sediakan lingkungan
prevention yang aman untuk pasien
vertigo
 Safety behavior: 2. Identifikasi kebutuhan
physicial injury kemamanaan pasien,
 Tissue integrity: skin sesuai dengan kondisi
and mucous membrane fisik dan fungsi kognitif
pasien dan riwayat
Kriteria Hasil: penyakit terdahulu
1. Pasien terbebas dari pasien.
trauma fisik 3. Menghindari lingkungan
2. Lingkungan rumah yang berbahaya
aman 4. Memasang slide rail
3. Perilaku pencegahan tempat tidur
jatuh 5. Menyediakan tempat
4. Dapat mendeteksi tidur yang nyaman dan
resiko bersih
5. Pengendalian resiko: 6. Menempatkan saklar
penggunaan alkohol lampu ditempat-tempat
6. Pengendalian resiko: yang mudah dijangkau
penggunaan narkoba pasien
7. Pengendalian resiko: 7. Membatasi pengunjung
pencahayaan sinar 8. Memberikan penerangan
matahari yang cukup
8. Pengetahuaan 9. Menganjurkan keluarga
keamaanan terhadap memahami pasien
anak 10. Mengontrol lingkungan
9. Pengetahuan personal dari kebisingan
sefety 11. Memindahkan barang-
10. Dapat meproteksi barang yang dapat
terhadap kekerasan. membahayakan
12. Berikan penejelasan
pada pasien keluarga
atau pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
2. Kurang pengetahuan NOC: NIC :
berhubungan dengan kurangnya  Kowlwdge : disease 1. Kaji tingkat pengetahuan
informasi tentang Process pasien dan keluarga
penatalaksanaan OMA yang  Kowledge : health 2. Jelaskan patofisiologi
tepat  Behavior dari penyakit dan
bagaimana hal inim
Setelah dilakukan tindakan berhubungan dengan
keperawatan selama 3x24 anatomi dan fisiologi,
jam pasien menunjukkan dengan cara yang tepat.
pengetahuan tentang 3. Gambarkan tanda dan
proses penyakit dengan gejala yang biasa muncul
Kriteria Hasil: pada penyakit, dengan
1. Pasien dan keluarga cara yang tepat
Menyatakan 4. Gambarkan proses
pemahaman tentang penyakit, dengan cara
penyakit, kondisi, yang tepat
prognosis dan program 5. Identifikasi
pengobatan kemungkinan penyebab,
2. Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
mampu melaksanakan 6. Sediakan informasi pada
prosedur yang pasien tentang kondisi,
dijelaskan secara benar dengan cara yang tepat
3. Pasien dan keluarga 7. Sediakan bagi keluarga
mampu menjelaskan informasi tentang
kembali apa yang kemajuan pasien dengan
dijelaskan perawat/tim cara yang tepat
kesehatan lainnya 8. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
9. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
3 Ganguan persepsi sensori Kompensasi Tingkah Communication
Enhancement: Hearing
pendegaran berhubungan Laku Pendengaran
Defecit
dengan liang telingah terasa Setelah dilakukan tindakan 1. Bersihkan serumen
tertutup karena respon inflamasi keperawatan selama 1x15 dengan irigasi,sucstion,
atau peradangan dan adanya menit ganguan pendegaran spoeling atau
jamur. sensori teratasi dengan instrumentasi
kriteria hasil: 2. Kurangi kegaduhan
1. Pasien bisa lingkungan
mendengar dengan 3. Ajari klien untuk
baik menggunakan tanda
2. Telingah bersih non verbal dan bantu
3. Pantau gejala komunikasi lainnya
kerusakan pendegaran 4. Kolaborasi dalam
4. Posisi tubuh untuk pemberian terapi obat
menguntungkan 5. Beritahu pasien bahwa
pendegaran suara akanterdengar
5. Menghilangkan berbeda dengan
gangguan memakai alat bantu
6. Memperoleh alat 6. Jaga kebersihan alat
bantu pendengaran bantu
7. Menggunakan 7. Mendengar dengan
layanan pendukungun penuh perhatian
untuk pendengaran 8. Menahan diri dari
yang lemah berteriak pada pasien
yang mengalami
ganguan komunikasi
9. Dapatkan perhatian
pasien melalui
sentuhan.
4. Resiko Terjadi Infeksi NOC : NIC :
Berhubungan Dengan Post  Immune Status 1. Pertahankan teknik
Operasi Mastoidektomi  Knowledge : Infection aseptif
Control 2. Batasi pengunjung bila
 Risk control perlu
3. Cuci tangan setiap
Setelah dilakukan tindakan sebelum dan sesudah
keperawatan selama 1x15 tindakan keperawatan
menit pasien tidak 4. Gunakan baju, sarung
mengalami infeksi dengan tangan sebagai alat
kriteria pelindung
hasil: 5. Ganti letak IV perifer
1. Klien bebas dari dan dressing sesuai
tanda dengan petunjuk umum
dan gejala infeksi 6. Gunakan kateter
2. Menunjukkan intermiten untuk
kemampuan untuk menurunkan infeksi
mencegah timbulnya kandung kencing
infeksi 7. Tingkatkan intake
3. Jumlah leukosit nutrisi
dala batas normal 8. Berikan terapi antibiotik
4. Menunjukkan 9. Monitor tanda dan
perilaku hidup sehat gejala infeksi sistemik
5. Status imun, dan lokal
gastrointestinal, 10. Pertahankan teknik
genitourinaria dalam batas isolasi k/p
normal 11. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam
5. Cemas berhubungan dengan NOC : NIC :
prosedur tindakan pembedahan  Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
 Koping (penurunan kecemasan)
Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan pendekatan
Selama 1 X 15 menit klien yang menenangkan
kecemasan teratasi dgn 2. Nyatakan dengan jelas
kriteria hasil: harapan terhadap pelaku
1. Klien mampu pasien
mengidentifikasi dan 3. Jelaskan semua prosedur
mengungkapkan gejala dan apa yang dirasakan
cemas selama prosedur
2. Mengidentifikasi, 4. Temani pasien untuk
mengungkapkan dan memberikan keamanan
menunjukkan tehnik dan mengurangi takut
untuk mengontol 5. Berikan informasi
cemas faktual mengenai
3. Vital sign dalam batas diagnosis, tindakan
normal prognosis
4. Postur tubuh, ekspresi 6. Libatkan keluarga untuk
wajah, bahasa tubuh mendampingi klien
dan tingkat aktivitas 7. Instruksikan pada pasien
menunjukkan untuk menggunakan
berkurangnya tehnik relaksasi
kecemasan 8. Dengarkan dengan
penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
perseps
12. Kelola pemberian obat
anticemas
6. Nyeri akut berhubungan yang NOC : NIC :
 Pain Level, 1. Lakukan pengkajian
dengan trauma, respon
 pain control, nyeri secara
inflamasi, edema, dan  comfort level komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
pembengkakan karena bakteri
Setelah dilakukan tindakan durasi, frekuensi,
atau jamur. keperawatan selama kualitas dan faktor
….Pasien tidak mengalami presipitasi
nyeri, dengan kriteria 2. Observasi reaksi
hasil: nonverbal dari
1. Mampu mengontrol ketidaknyamanan
nyeri (tahu penyebab 3. Bantu pasien dan
nyeri, mampu keluarga untuk mencari
menggunakan tehnik dan menemukan
nonfarmakologi untuk dukungan
mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang
mencari bantuan) dapat mempengaruhi
2. Melaporkan bahwa nyeri seperti suhu
nyeri berkurang ruangan, pencahayaan
dengan menggunakan dan kebisingan
manajemen nyeri 5. Kurangi faktor
3. Mampu mengenali presipitasi nyeri
nyeri (skala, intensitas, 6. Kaji tipe dan sumber
frekuensi dan tanda nyeri untuk menentukan
nyeri) intervensi
4. Menyatakan rasa 7. Ajarkan tentang teknik
nyaman setelah nyeri non farmakologi: napas
berkurang dala, relaksasi, distraksi,
5. Tanda vital dalam kompres hangat/ dingin
rentang normal 8. Berikan analgetik untuk
6. Tidak mengalami mengurangi nyeri……...
gangguan tidur 9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign
sebelum sesudaperti kali
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2004. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FK Universitas Indonesia
Nurarif & Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta. Mediaction Publishing

Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. 2004. Buku ajar keperawatan Medikal Bedah.Vol 2.


Jakarta:EGC

Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC :


Jakarta.Mansjoer, Arif. dkk. (2001). Kapita Selwkta Kedokteran Edisi Ketiga
Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Tarwoto, Aryani. Ratna, Wartonah. (2009). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa
Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media.

Wilkinson J.M, dan Ahern N.R. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai