Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KEHAMILAN EKTOPIKN PADA NY.

A
DI RUANGAN POLI OBGYN{ANC} RS. BHAYANGKARA MAKASSAR

OLEH :
NIRMA YULAN
O1.2016.015

CI LAHAN CI INSTITUSI

(.......................................) (......................................)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KURNIA JAYA PERSADA
PALOPO
2019
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFENISI

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan berbahaya bagi wanita

yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan

yang gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik

terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat

dihadapi oleh setiap dokter, karena sangat beragamnya gambaran klinik

kehamilan ektopik terganggu itu (Sarwono, 2005). Kehamilan ektopik adalah

kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya buah kehamilan di luar

tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim Sedangkan yang disebut

sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang

mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Wibowo, 2007).

Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi

di luar endometrium kavum uteri. (Yusuf B dkk, 2008). Dari ketiga definisi

diatas dapat disimpulkan kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum

yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni

dalam endometrium kavum uteri.

B. LOKASI KEHAMILAN

1. Tuba fallopi

Pars-interstisialis Implantasi telur biasanya terjadi dalam pars

institialis tuba. Miometrium memiliki lapisan yang lebih tebal sehingga


ruptur terjadi lebih kambat kira-kira pada bulan ke 3 dan ke 4. Apabila

terjadi ruptur, makan akan terjadi perdarahan yang hebat karena tempat

ini banyak pembuluh darah. Sehingga dalam waktu yang singkat dapat

terjadi kematian. {Isthmus, Ampula, Infundibulum, Fimbrae}.

2. Uterus

 Kanalis servikalis

 Divertikulum.

 Kornua.

 Tanduk rudimenter.

3. Ovarium

Kehamilan ovarial ditegakan atas dasar kriteria Spiegelberg, sebagai

berikut:

 Tuba pada sisi kehamilan harus normal.

 Kantong janin harus terletak dalam ovarium.

 antung janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii

proprium.

 Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dindiing

kantong janin. d. Intraligamenter.

4. Intraligamentar

Biasa terjadi di ligamentum rotundum.

Abdominal :

 Primer, terjadi bila telru dari awal mengadakan implantasi dalam

rongga perut.
 Sekunder, berasal dari kehamilan tuba dan setelah ruptur baru

mengalami kehamilan abdominal.

5. Servikal

Kehamilan yang jarang terjadi. Pada implantasi di servik dapat

terjadi perdarahan tanpa disertai nyeri dan kemungkinan terjadinya

abortus spontan sangat besar. Jika kehamilan lebih besar perdarahan atau

ruptur yang terjadi sangat besar sehingga sering dilakukan histerektomi

total. Kriteria kehamilan servikal menurut Paalman dan Mc Elin, ostium

uteri internum tertutup ostium uteri eksternum terbuka sebagian fase

konsepsi terletak di dalam endoserbiks perdarahan iterus setelah fase

amenore tanpa disertai nyeri serviks lunak, membesar, dapat lebih besar

daripada fundus.

C. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi

embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Faktor-

faktor yang disebutkan adalah sebagai berikut:

a. Faktor tuba

Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen

tuba menyempit atau buntu. Faktor tuba yang lain adanya kelainan

endometriosis tuba atau divertikal saluran tuba yang bersifat kongenital.

Adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau mioma

ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga

dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.

b. Faktor abnormalitas dari zigot


Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar,

maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba,

kemudian terhenti dan tumbuh di salauran tuba.

c. Faktor ovarium

Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang

kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih

panjang sehingga kemungkianan terjadinaya kehamilan ektopik lebih

besar.

d. Faktor hormonal

Pada akseptor pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat

mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat

menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.

e. Faktor lain

Termasuk disini antara lain pemakai IUD dimana proses

peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat

menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Factor umur penderita yang

sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan

kehamilan ektopik.

D. Tanda dan gejala

perbedaan tanda dan gejala pada kehamilan ektopik dan pada kehamilan

intrauteri, yaitu:

a. Keluhan gastrointestinal

Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan

ektopik terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya


keluhan gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan

tersebut mempunyai keragaman dalam hal insiden terjadinya akibat

kecepatan dan taraf perdarahannya di samping keterlambatan diagnosis.

b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis

Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan,

khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per

empat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur,

tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadinya.

c. Amenore

Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau

lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan

pervaginam yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang

normal, dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.

d. Spotting atau perdarahan vaginal

Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus

biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari

endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami

perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat

gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.

e. Perubahan Uterus

Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi

oleh masa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau

ligamentum latum terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat.

Uterine cast akan dieksresikan oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5%


atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram

yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari

kavum uteri.

f. Tekanan darah dan denyut nadi

Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan

pada denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama

seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah

yaitu kenaikan ringan tekanan darah atau respon vaso vagal disertai

bradikardi serta hipotensi.

g. Hipovolemi

Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam

posisi duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya

penurunan volume darah yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut

mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.

h. Suhu tubuh

Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau

bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan

tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting

untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura

dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya

diatas 38oC.

i. Masa pelvis

Masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut

mempunyai ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya


masa ini berukuran 5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi

dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa

tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di

sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap

kali mendahului terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.

j. Hematokel pelvik

Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap

akan diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen

tuba, kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak

terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun darah yang

terus merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus

dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis.

E. Patofisiologi

Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba

(lokasitersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium,

rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi

tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan

yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang

relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian

diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua

jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan

endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul.

Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai

lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat


tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang, dan perkembangannya

tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan

tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas. Seperti

kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi

akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda

kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium

pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel

endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan

sitoplasmanya bervakuol.

Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella.

Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk

berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan

terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan

ektopik adalah:

a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.

b. Abortus ke dalam lumen tuba.

c. Ruptur dinding tuba.

Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars

ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars

isthmica. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna

atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi

sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan

kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke


dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk

hematokel retrouterina.

Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih

awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada

kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu)

karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif,

sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan

intrauterin biasa. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis

cepat berakibat fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan

ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik

dengan angka mortalitas tertinggi.

Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga

histerektomi pun diindikasikan.Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae,

ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan

maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila

setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput

amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat

berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari

tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus,

usus dan ligamen (Rachimhadhi, 2005)

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun

setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.


b. USG : Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri, Adanya kantung

kehamilan di luar kavum uteri, Adanya massa komplek di rongga panggul.

c. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam

kavum Douglas ada darah.

d. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.

e. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong

gestasi di luar uterus

f. Terapi dan Penanganan.

Prinsip dasar penanganan adalah sebagai berikut :

a. Segera di bawa ke rumah sakit.

b. Transfusi darah dan pemberian cairan alkaloid untuk koreksi anemia

dan hipovolemia.

c. Operasi (laparotomi) segera setelah diagnosis dipastikan :

Salpingektomi untuk kehamilan tuba, Ooforektomi atau

salpingo-ooforektomi untuk kehamilan kornu, Pada kehamilan kornu

yang usia lebih dari 35 tahun dapat dilakukan histerektomi, atau

fundektomi, bila usia masih muda, atau hanya insisi dan reparasi bila

kerusakan pada kornu kecil saja.

Kehamilan abdominal dilakukan laparotomi lalu produk

kehamilan diambil seluruhnya, jikalau kehamilan tersebut kecil.

Tetapi pada kehamilan abdominal lanjut, tali pusat di potong sedekat

mungkin dengan plasenta dan plasenta tersebut ditinggalkan secara

utuh dalam rongga abdomen lalu dinding abdomen ditutup (pasang

drain kalau perlu). Upaya untuk mengangkat plasenta pada


kehamilan abdominal lanjut dapat berakhir dengan bencana, yakni

pendarahan yang tidak dapat dikendalikan ataupun diatasi.

d. Tingkat kewenangan

Setiap kecurigaan kehamilan ektopik terganggu (KET) harus

dikonsulkan kepada dokter spesialis obstetri dan ginekologi,

selanjutnya diambil alih untuk dilakukan laparotomi.

e. Perawatan rumah sakit

Segera dirawat, baik untuk keperluan perbaikan keadaan umum

maupun persiapan laparotomi.

G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi, pada kehamilan ektopik, yaitu : Pada

pengobatan konservatif, yaitu jika rupture tuba telah lama berlangsung (4-6

minggu), terjadi pendarahan ulang (recurrent bleeding). Ini merupakan

tindakan operasi.

Anda mungkin juga menyukai