Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

NAMA : HATIPA

NIM 01.2016.079

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES) KURNIA JAYA PERSADA
PALOPO TAHUN 2017/2018
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang
berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung. Dimana trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma
tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh
(Sjamsuhidajat, 2011).

B. ETIOLOGI
Penyebab dari Fraktur terbuka adalah Trauma langsung: benturan pada
tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat itu Trauma tidak langsung:
bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Sedangkan Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena Fragmen tulang
merusak jaringan lunak dan menembus kulit.Fraktur terbuka paling sering di
sebabkan dari pukulan langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan
bermotor. Dapat juga disebabkan oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja.
Tingkat keparahan cidera fraktur terbuka berhubungan langsung dengan
lokasi dan besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran luka bisa hanya
beberapa milimeter hingga terhitung diameter. tulang mungkin terlihat atau
tidak terlihat pada luka. Fraktur terbuka lainnya dapat mengekspos banyak
tulang dan otot, dan dapat merusak saraf dan pembuluh darah sekitarnya.
Fraktur terbuka ini juga bisa terjadi secara tidak langsung, seperti cidera tipe
energi tinggi yang memutar.
Menurut Oswari E Penyebab Fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung: Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan

C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

D. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah
perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih
dan sel berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di
tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat
anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN LABORATERIUM
1. Pemeriksaan radiologis (Rontgen)
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan
lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang
bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler, CCT kalau banyak
kerusakan otot, pemeriksaan Darah Lengkap,
4. Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca
meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multiple, atau cederah hati.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
a. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardia, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membrane mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
b. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
c. Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar
rochi/aspirasi.
2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesa
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua
membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas
badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui jenis kuman penyebab
Pada pengkajian klien dengan meningitis, biasanya didapatkan keluhan
yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai
akibat iritasi meningen. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan
gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit.
c. Riwayat penyakit dahulu pengkajian penyakit yang pernah dialami klien
yang memungkingkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan
napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan
adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.

3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena, keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
Hipertensi (kadang terlihat sebgai respon nyeri/ansietas) hipotensi
(respon terhadap kehilangan darah) tachikardia
c. Penurunan nadi pada bagian distal yang cedera capillary refill melambat
d. Pucat pada bagian yang terkena masa hematoma pada sisi cedera
e. Neurosensori kesemutan
f. Deformitas, krepitasi, pemendekan
g. Kelemahan
h. Kenyamanan nyeri tiba-tiba saat cedera
i. Spasme/kram otot
j. Keamanan
k. Laserasi kulit
l. Perdarahan, Perubahan warna Pembengkakan local (Musliha, 2010)

B. DIAGNOSA
1. Nyeri akut b/d berhubungan dengan Agen injuri fisik
2. Gangguan mobilitas fisik b/d tidak nyaman nyeri kerusakan
muskuloskeletal dan neuromuskuler
3. Risiko tinggi Faktor-faktor risiko prosedur infasif, kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan
4. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan ditandai Hipertermia atau
hipotermia, kelembaban, faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat
menimbulkan luka, tekanan, restraint).

No Diagnosa Noc Nic


1. Nyeri akut b/d NOC : NIC :
berhubungan dengan -Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri fisik -Pain control, secara komprehensif
Ds: Setelah dilakukan termasuk lokasi,
Laporan secara verbal tinfakan keperawatan karakteristik, durasi,
DO: selama …. Pasien tidak frekuensi, kualitas dan
-Posisi untuk menahan mengalami nyeri, faktor presipitasi
nyeri dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal
-Tingkah laku berhati- -Mampu mengontrol dari ketidaknyamanan
hati nyeri (tahu penyebab 3. Bantu pasien dan keluarga
-Gangguan tidur (mata nyeri, mampu untuk mencari dan
sayu, tampak capek, menggunakan tehnik menemukan dukungan
sulit atau gerakan nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang
kacau, menyeringai) mengurangi nyeri, dapat mempengaruhi nyeri
mencari bantuan) seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi

2. Gangguan mobilitas NOC NIC


fisik b/d tidak nyaman -Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
nyeri kerusakan Active 1.Monitoring vital sign
muskuloskeletal dan -Mobility Level Sebelum / sesudah latihan dan
neuromuskuler ditandai Setelah dilakukan lihat respon pasien saat latihan
DS tindakan keperawatan 2.Konsultasikan dengan terapi
- Gangguan selama….gangguan fisik tentang rencana ambulasi
metabolisme sel
mobilitas fisik teratasi sesuai dengan kebutuhan
- Keterlembatan pe
rkembangan dengan kriteria hasil : 3.Bantu klien untuk
- Pengobatan
- Klien meningkat dalam menggunakan tongkat saat
- Kurang support
lingkungan aktivitas fisik berjalan dan cegah terhadap
DO : -Mengerti tujuan dari cedera
-Penurunan waktu peningkatan mobilitas 4.Ajarkan pasien atau tenaga
reaksi kesehatan lain tentang teknik
-Kesulitan merubah ambulasi
posisi 5.Kaji kemampuan pasien
-Perubahan gerakan dalam mobilisasi
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)

3. Risiko tinggi Faktor- NOC : NIC :


faktor risiko prosedur -Immune Status 1.Pertahankan teknik aseptif
infasif, kerusakan -Knowledge : Infection 2.Batasi pengunjung bila perlu
jaringan dan control 3.Cuci tangan setiap sebelum
peningkatan paparan NIC: dan sesudah tindakan
lingkungan ditandai Setelah dilakukan keperawatan
tindakan keperawatan 4.Gunakan baju, sarung tangan
-Prosedur Infasif selama…… pasien tidak sebagai alat pelindung
-Kerusakan jaringan mengalami infeksi 5.Ganti letak IV perifer dan
dan peningkatan dengan kriteria hasil: dressing sesuai dengan
paparan lingkungan -Klien bebas dari tanda petunjuk umum
-Malnutrisi dan gejala infeksi 6.Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
7.Tingkatkan intake nutrisi

4. Noc : Nic : Pressure Management


Kerusakan integritas -Tissue Integrity : Skin 1.Anjurkan pasien untuk
jaringan yang and Mucous Membranes menggunakan pakaian yang
berhubungan ditandai -Wound Healing : longgar
Hipertermia atau primer dan sekunder 2.Hindari kerutan pada tempat
hipotermia, Setelah dilakukan tidur
kelembaban, faktor tindakan keperawatan 3.Jaga kebersihan kulit agar
mekanik (misalnya : selama….. kerusakan tetap bersihdan kering
alat yang dapat integritas kulit pasien 4.Mobilisasi pasien (ubah
menimbulkan luka, teratasi dengan kriteria posisi pasien) setiap dua jam
tekanan, restraint) hasil: sekal
DO: -Integritas kulit yang 5.Monitor kulit akan adanya
-Gangguan pada bagian baik bisa dipertahankan kemerahan
tubuh (sensasi, elastisitas, 6.Oleskan lotion atau
-Kerusakan lapisa kulit temperatur, hidrasi, minyak/baby oil pada derah
( dermis) pigmentasi) yang tertekan
-Gangguan permukaan 7.Monitor aktivitas dan
kulit (epidermis) mobilisasi pasien

DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat. . 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC,. 840-841.

Newton CD. Etiology, Classification, and Diagnosis of Fracture. http://www.ivis.org


[diakses 14 Mei 2011].

Smeltzer, Suzann. 2009. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol
3. Jakarta : EGCZydlo, Stanley M..

Anda mungkin juga menyukai