Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN

GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan

Oleh:
Kelompok 6 (B12-A)

1. I Gusti Ayu Indah Masriadewi 193223060

2. I Wayan Noviarta 193223071

3. Made Hendra Wirawan 193223076

4. Ni Luh Dikananda Pradnyanri 193223087

5. Ni Luh Putu Juliani 193223089

6. Ni Made Erawati 193223093

PROGRAM ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi kekuatan dan hidayah sehingga makalah yang berjudul “MAKALAH
MANAJEMEN KEPERAWATAN GAYA KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan Stikes Wira Medika PPNI Bali Tahun 2020. Dalam penyusunan
tugas ini banyak pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, baik
yang secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Penulis pun menyadari dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangan
maupun kesalahan, seperti kata pepatah “ tak ada gading yang tak retak “ karena
penulis hanya manusia biasa yang masih perlu banyak belajar. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyusunan tugas di masa depan yang lebih baik lagi. Semoga tugas ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi yang memerlukan.

Denpasar, 10 Mey 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………. 1
B. Perumusan Masalah ……………………………………………….. 4
C. Tujuan Penulisan ………….………………………………………. 4
D. Manfaat Penulisan ……….………………………………………... 4
BAB II. PEMBAHASAN
A. Transformasi Keperawatan …………………………………........... 5
B. Kepemimpinan Transformasional …………………………............ 9
C. Perilaku Kepemimpinan Transformasional ………………….......... 13
D. Kepemimpinan etikal dalam keperawatan yang visioner dan
transformasional…………………………………………………… 19

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan ………………………………………………………... 21
B. Saran ………………………………………………………............. 22
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan politik, perubahan iklim, perubahan teknologi, perubahan
akses media oleh masyarakat dalam memperluas wawasan dan persepsi
mereka tentang pelayanan kesehatan, hak-hak yang bisa mereka dapatkan,
kewajiban-kewajiban yang harus mereka tunaikan. Munculnya kebijakan-
kebijakan pembiayaan kesehatan dari Jaminan Kesehatan Masyarakat,
Jaminan Kesehatan Daerah bahkan Jaminan Persalinan membuat kemampuan
masyarakat untuk mengakses fasilitas pelayanan kesehatan meningkat. Salah
satu yang dituntut oleh masyarakat ketika memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang paripurna.
Menurut Azrul Azwar (1988), dalam upaya mencapai pelayanan yang
paripurna tersebut maka Rumah Sakit perlu melakukan pembenahan secara
internal, antara lain: Mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan
tuntutan perubahan dan kebutuhan yang spesifik, Menerapkan manajemen
strategis secara konkrit, Mendayagunakan dan mengembangkan pengetahuan
dan kemampuan tenaganya, termasuk tenaga keperawatan (perawat dan
bidan), Memanfaatkan pendapatan sendiri untuk memperoleh kemandirian
dan kesinambungan1.
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang dimaksud
dengan Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan
yang paripurna bersifat komprehensif dan holistik. Rumah sakit merupakan
organisasi yang sangat komplek dan merupakan komponen yang sangat
penting dalam upaya peningkatan status kesehatan bagi masyarakat. Salah
satu fungsi rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan dan asuhan
keperawatan yang merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dengan
tujuan memelihara kesehatan masyarakat seoptimal mungkin2.

1
Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pelayanan
kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat
promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan
pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Pelayanan kesehatan
kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang
ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif
adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas
penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota
masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuannya3.
Masyarakat yang semakin teredukasi dengan baik melalui media massa
maupun televisi berpotensi memunculkan tuntutan hukum jika pelayanan
kesehatan yang mereka harapkan tidak bisa memberikan kepuasan seperti
yang mereka harapkan. Menanggapi dan mensikapi perubahan wawasan,
persepsi dan tuntutan masyarakat ketika memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan maka pelayanan kesehatan harus berbenah untuk menghindari
tuntutan dari masyarakat terkait dengan pelayanan kesehatan.
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan, keberadaan perawat merupakan
posisi kunci, yang dibuktikan oleh kenyataan bahwa 40-60 % pelayanan
rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan dan hampir semua pelayanan
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di rumah sakit maupun
tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Menurut Nursalam
(2008), keperawatan sebagai pelayanan yang professional bersifat humanistik,
menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, berorientasi kepada kebutuhan obyektif klien, mengacu pada
standar professional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan
sebagai tuntunan utama. Keperawatan profesional secara umum merupakan
2
tanggung jawab seorang perawat yang selalu mengabdi kepada manusia dan
kemanusiaan, sehingga dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan
keperawatan dengan benar (rasional) dan baik (etikal)4.
Keperawatan di Indonesia di masa depan sampai saat ini masih berada
dalam proses mewujudkan keperawatan sebagai profesi, maka dari itu akan
terjadi beberapa perubahaan dalam aspek keperawatan yaitu: penataan
pendidikan tinggi keperawatan, pelayanan dan asuhan keperawatan,
pembinaan dan kehidupan keprofesian, dan penataan lingkungan untuk
perkembangan keperawatan. Pelayanan keperawatan melalui pelaksana fungsi
perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengarahan, evaluasi
dan pengendalian mutu keperawatan.
Pelayanan keperawatan merupakan salah satu bagian dari area
kesehatan yang selalu berusaha menciptakan pelayanan kesehatan serta
mampu menghadapi berbagai macam perubahan. Dalam keadaan ini
dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu merespon perubahan-perubahan
tersebut. Pemimpin transformasional yang mampu mendorong beberapa staff
keperawatan untuk meningkatkan kapasitanya, menciptakan kaderisasi
kepemimpinan, menerapkan aspek-aspek manajemen asuhan keperawatan
dalam layanan keperawatan. Kepemimpinan yang mampu mengarahkan
profesi keperawatan dalam menyesuaikan dirinya ditengah-tengah perubahan
dan pembaharuan sistem pelayanan kesehatan. Kepemimpinan ini sekiranya
yang fleksible, accessible, dan dirasakan kehadirannya, serta bersifat
kontemporer. Transformasi yang kokoh dan beberapa faktor mendasar telah
teridentifikasi dalam proses evolusi yang terjadi pada sistem pelayanan
kesehatan. Proses ini pula telah memberikan peluang kepada profesi
keperawatan untuk bangkit dan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan
sistem ini.
Untuk dapat melakukan hal tersebut di atas, baik atasan maupun
bawahan perlu memahami tentang pengelolaan kepemimpinan secara baik,
yang pada akhirnya akan terbentuk motivasi dan sikap kepemimpinan yang
professional guna mendukung pelayanan kesehatan paripurna.
3
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang muncul dari fenomena tersebut adalah
bagaimanakah kepemimpinan transformasional dalam pengembangan profesi
keperawatan guna mendukung pelayanan kesehatan paripurna.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah menggambarkan
bentuk kepemimpinan transformasional dalam pengembangan profesi
keperawatan guna mendukung pelayanan kesehatan paripurna.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah :
a. Mengetahui beberapa pengertian dari Kepemimpinan
b. Mengetahui bagaimana proses Kepemimpinan Transformasional
c. Mengetahui peran serta Transformasi Profesi Keperawatan dalam
Pelayanan kesehatan

D. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah
bagaimana seorang pemimpin transformasional yang mampu mendorong staff
keperawatan untuk meningkatkan kapasitanya, menciptakan kaderisasi
kepemimpinan, menerapkan aspek-aspek manajemen asuhan keperawatan
dalam layanan keperawatan. Menggerakkan staff sebaik mungkin untuk
mencapai kesuksesan bersama sesuai dengan target yang telah ditetapkan
sebelumnya yaitu pelayanan kesehatan paripurna.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Transformasi Keperawatan
Lingkungan pelayanan kesehatan pada saat ini telah memberikan
peluang pada tenaga keperawatan untuk memperoleh status profesional
dengan cara proaktif berespon terhadap kebutuhan perubahan dan harapan
masyarakat. Sebagai kelompok pemberi pelayanan kesehatan terbesar, profesi
keperawatan telah diposisikan untuk mempengaruhi bukan hanya
perkembangan sistem tetapi juga bagaimana praktik harus dibentuk dengan
mengubah tatanan lapangan pelayanan kesehatan. Proses yang timbal balik
ini tentu saja akan mempengaruhi setiap aspek praktik professional dan
sangat tergantung dari proses kepemimpinan keperawatan yang terjadi.
Transformasi yang kokoh dan beberapa faktor mendasar telah
teridentifikasi dalam proses evolusi yang terjadi pada sistem pelayanan
kesehatan. Proses transformasi ini telah memberikan peluang kepada profesi
keperawatan untuk bangkit dan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan
sistem ini. Berikut ini dijelaskan tiga aspek yang merupakan landasan
kontemporer kepemimpinan keperawatan yaitu sistem pelayanan kesehatan,
struktur pemberian pelayanan keperawatan, dan fungsi kepemimpinan
melalui ketrampilan orang lain.
Beberapa faktor telah mempengaruhi perkembangan praktik
keperawatan dan sistem pemberian asuhan. Praktik keperawatan dipengaruhi
oleh derajat profesionalisme dan tugas-tugas perkembangan, sedangkan
sistem pemberian asuhan direfleksikan oleh perkembangan saat ini dan status
pengetahuan dalam praktik keperawatan.
Berdasarkan situasi ini maka seorang pemimpin keperawatan
selayaknya memahami perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan dan
mengidentifikasi berbagai upaya untuk mengembangkan praktik keperawatan
dengan mengendalikan faktor yang berpengaruh negatif dan meningkatkan
faktor yang berpengaruh positif terhadap praktik keperawatan.
5
Organisasi kesehatan ditetapkan disetiap tatanan pelayanan dan
bertujuan untuk membantu mengorganisasikan berbagai kegiatan yang
mengarah pada pencapaian tujuan insititusi dimana struktur organisasinya
diterapkan. Fungsi organisasi pelayanan kesehatan ini adalah selain untuk
mengakomodasi berbagai kegiatan, namun juga untuk mengorganisasikan
para pelaku organisasi didalamnya termasuk tenaga keperawatan agar bekerja
secara sinergis mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Suatu sistem pelayanan kesehatan memerlukan organisasi yang dapat
memimpin pada saat ini dan di masa depan. Oleh karena itu, organisasi harus
mengutamakan dua hal yaitu bakat dan lingkungan. Suatu organisasi harus
mempekerjakan orang-orang yang terbaik, cemerlang, dan mampu melakukan
diversifikasi dalam rangka inovasi serta bukan hanya memperhitungkan latar
belakang kedisiplinan ilmu. Melalui struktur organisasi mereka akan
bekerjasama untuk menghasilkan keluaran yang berkualitas dan lebih cepat
(mobilitas tinggi). Sebaliknya, Menurut Chowdhury (2003), organisasi harus
mampu menciptakan:
1. Lingkungan belajar yang konstan yang dapat menimbulkan tantangan
positif.
2. Lingkungan yang tidak mencemaskan dimana orang dapat berkomunikasi
dan berkolaborasi satu sama lain.
3. Lingkungan yang berbeda dimana setiap orang akan dapat berpikir secara
berbeda dan menghargai pemikiran orang lain.
4. Cara lain dalam memandang masalah dan peluang serta memiliki “rasa”
yang kuat akan pentingnya suatu masalah.
5. Budaya yang dapat mendongkrak bakat secara efektif.
Dengan demikian, suatu struktur organisasi dalam pelayanan kesehatan
harus mampu mewadahi bakat stafnya termasuk tenaga keperawatan dan
menciptakan lingkungan bekerja yang sesuai dengan kelima kondisi di atas
dan berlaku secara merata untuk semua pihak yang tergabung dalam tim
kesehatan. Demikian pula berbagai peluang sebaiknya diberikan secara sama

6
kepada tim kesehatan termasuk tenaga keperawatan, sehingga tenaga ini
dapat mengembangkan leadership skill-nya dengan baik.
Menurut Leffton & Buzzotta (2004), Kepemimpinan efektif merupakan
gaya memimpin yang dapat menghasilkan keluaran melalui pengaturan
kinerja orang lain. Pemimpin ini harus mampu memastikan bahwa bawahan
melaksanakan pekerjaannya berdasarkan ketrampilan yang dimiliki dan
komitmen terhadap pekerjaan untuk menghasilkan keluaran yang terbaik.
Oleh karena itu, kepemimpinan efektif timbul sebagai hasil sinergis berbagai
ketrampilan mulai dari administratif (perencanaan pengorganisasian,
pengendalian, dan pengawasan) sampai pada ketrampilan teknis seperti
pengelolaan, pemasaran, dan teknis prosedural.
Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal,
selain dengan menguasai ketrampilan di atas tetapi juga apabila seorang
pemimpin perawat mampu memperlihatkan ketrampilan dalam menghadapi
orang lain dengan efektif adalah ketrampilan dalam:
1. Menilai orang lain
2. Berkomunikasi
3. Memotivasi
4. Menyesuaikan diri
Di dalam pelayanan kesehatan/keperawatan, ketrampilan menilai orang
lain merupakan kemampuan untuk menetapkan tingkat ketrampilan perawat
di bawah tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan kepada pasiennya
dan kegiatan lain yang terkait dengan pelayanan.
Demikian juga ketrampilan menilai ini harus dilakukan oleh pemimpin
perawat diberbagai bidang atau sistem lain. Pemimpin harus mencermati apa
yang dilakukan oleh orang lain sebagai bawahannya dengan mempertahankan
obyektifitas dan memahami mengapa bawahan melakukannya. Melalui
pemahaman ini pemimpin akan mampu berinteraksi berdasarkan
pengetahuannya tentang bawahan tersebut.
Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang amat menentukan
keberhasilan pencapaian keluaran. Pemimpin yang telah memahami secara
7
mendalam dan spesifik tentang bawahannya akan mampu menciptakan dan
memodifikasi materi komunikasi sehingga hasil komunikasi dapat menjadi
lebih optimal.
Disamping itu, sebagai seorang pemimpin harus mampu
mengembangkan strategi yang tepat dalam menggali ide dan pendapat orang
lain serta bertukar ide dalam menyelesaikan masalah secara efektif.
Keterampilan berkomunikasi juga diperlukan ketika pemimpin perawat
melakukan lobi ke berbagai pihak terutama penentu kebijakan yang
berhubungan dengan profesi keperawatan. Komunikasi yang dilakukan
seyogyanya tidak menimbulkan ancaman atau ketidaknyamanan pihak yang
sedang dilobi, sehingga kegiatan negosiasi dapat dilakukan tanpa disadari dan
berpotensi menghasilkan sesuatu yang positif.
Ketrampilan memotivasi merupakan kompetensi kepemimpinan
berikutnya yang harus dimiliki oleh pemimpin keperawatan. Ketrampilan ini
sangat penting karena memiliki potensi untuk mengarahkan bawahan
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya karena ia merasa ada sesuatu
yang menarik hati untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
Namun, cara memotivasi ini tidak harus selalu sama karena motivasi
seseorang untuk bekerja utamanya berasal dari dalam diri bawahan yang sulit
dilihat secara sekilas oleh pemimpin. Oleh karena itu, dalam memotivasi
bawahan, seorang pemimpin keperawatan perlu mempertimbangkan berbagai
aspek yang dapat memotivasi bawahan baik secara internal maupun eksternal,
termasuk didalamnya menetapkan insentif (Swansburg & Swansburg, 1999;
Rocchiccioli & Tilbury, 1998; Chowdhury, 2003)9.
Keterampilan menyesuaikan diri merupakan modal dasar bagi
pemimpin keperawatan dalam upaya mengoptimalisasi keluaran. Pemimpin
yang efektif mengetahui secara tepat bagaimana dan dengan cara apa
pemimpin berinteraksi dengan setiap bawahan. Hal ini karena pemimpin
sangat memahami keunikan masing-masing bawahan.
Pemimpin keperawatan yang efektif tidak akan menggunakan cara dan
pendekatan yang sama untuk semua bawahan melainkan membedakan teknik
8
komunikasi dan cara memotivasi bawahan yang satu dengan lainnya.
Sebaliknya, ketika berinteraksi pemimpin perawat juga tidak menjadi merasa
kalah atau lebih rendah ketika diperlukan upaya menyesuaikan diri dengan
kondisi bawahan ketika interaksi terjadi.

B. Kepemimpinan Transformasional
Transformasi adalah seluruh proses perubahan yang diperlukan untuk
memposisikan diri agar lebih baik dalam menyikapi dan menjawab tantangan-
tantangan baru, lingkungan yang berubah secara cepat maupun keinginan-
keinginan baru yang muncul dari dalam. Transformasi atau perubahan terdiri
dari 3 hal yaitu : Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun
melalui proses organisasi, Perubahan Peningkatan, yang mencakup
keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi, Perubahan Inovatif, yang
mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.
Menurut Kottler ada 8 cara untuk melakukan perubahan pada organisasi
pelayanan kesehatan : membangun sense of urgency dengan menciptakan
alasan kuat yang mendukung perubahan, membentuk koalisi untuk
mendukung perubahan, menciptakan visi baru untuk mengarahkan perubahan
dan strategi, mengkomunikasikan visi pada semua anggota organisasi,
memberdayakan orang lain untuk bertindak sesuai visi, Merencanakan
kemudian menciptakan serta merayakan kemenangan jangka pendek menuju
visi yang baru, mengkonsolidasikan perbaikan, meninjau perubahan untuk
program baru, menjalankan perubahan dengan menunjukkan perilaku baru
dan keberhasilan organisasi.
Langkah-langkah transformasi kepemimpinan (Transformative
Leadership): dimulai dari proses rekrutmen, dimulai dari atas dengan cara
membangun Trust, transformasi dari integritas individu menuju integritas
organisasi, memberdayakan nilai-nilai lokal (local and indigenous wisdom),
Pembangunan team work and networking. Kepemimpinan transformasional
yang efektif membutuhkan sebuah kekuasaan agar leader diikuti dengan
kerelaan hati oleh follower. Menurut Dunhamm (1990), Kekuasaan terbagi
9
menjadi 4 jenis yaitu : kuasa pribadi (personal power), kuasa legitimasi
(legitimate power), kuasa ahli (expert power) dan kuasa politik ( politic
power). Setelah memiliki kekuasaan seorang leader secara positif dapat
melakukan pendekatan kepada follower untuk mengajukan beberapa langkah
perubahan dengan beberapa pertimbangan imbalan ekonomis
bagi follower dengan cara: mengembangkan pengetahuan follower,
memfasilitasi follower untuk lebih mandiri dan memotivasi follower10.
Beberapa langkah sederhana melakukan transformasi kepemimpinan :
Menanamkan value dan belief dengan tujuan menjadikan misi, visi dan nilai
sebagai sebuah personal beliefs yang akan dipegang teguh. Membangun
Sistem untuk menjalankan values dan beliefs, terus menerus melakukan
upaya internalisasi dalam kegiatan sehari-hari sehingga menjadi sebuah
kebiasaan yang kemudian tumbuh menjadi karakter. Selain itu juga dengan
cara menjadikannya sebagai bagian dari sistem pengembangan tenaga
kesehatan, role model dari para pimpinan organisasi (Leadership) Menjadikan
para pimpinan contoh dari implementasi misi, visi dan nilai sehingga
menunjukkan bahwa misi, visi dan nilai itu adalahsesuatu yang penting dan
harus dipegang teguh dalam menjalankan proses pelayanan kesehatan.
Menurut Wolf, Boland dan Aukerman (1994), Kepemimpinan
transformasional sebagai sebuah interaksi yang berbasis pada trust, yang
secara positif berdampak pada leader dan follower. Leader dan follower
mulai lebih fokus, menciptakan kesatuan, menyeluruh dan menyusun tujuan.
Seorang pemimpin transformasional menunjukkan komitmen yang kuat
kepada profesi dan organisasi dengan cara menciptakan kelompok
pembelajar. Seorang pemimpin transformasional mampu menciptakan
lingkungan yang sinergis untuk mensikapi perubahan. Seorang pemimpin
tranformasional mendorong follower untuk mengembangkan diri dan
kapasitas demi mencapai tujuan kelompok.
Menurut Tyrell (1994), Visi menjadi tanda dari seorang pemimpin
transformasional, seorang pemimpin visioner memperbolehkan perawat untuk
menciptakan gambaran yang ideal di masa depan. Hal ini berarti pemimpin
10
menetapkan sasaran dan tujuan dengan jelas dan memberi kesempatan kepada
perawat menciptakan cara dan metode pencapaian sasaran seperti yang
mereka harapkan. Pemimpin secara konsisten memonitor perkembangan dari
proses pencapaian visi oleh perawat.
Menurut Sorrell (1999), ilmu pengetahuan berkembang menjadi
semakin kompleks dan terspesialisasi sehingga sangat mustahil seorang
individu dapat bekerja secara efektif jika bekerja secara sendirian. Dalam
upaya menciptakan sebuah pelayanan keperawatan yang holistik dan
komprehensif untuk memenuhi pelayanan kesehatan yang paripurna maka
seorang pemimpin transformasional perlu membentuk tim. Dalam proses
kerja tim, peran pemimpin transformasional adalah mengupayakan sebuah
interkoneksi antara perawat dengan tim pelayanan kesehatan yang lain
sehingga masing – masing profesi mampu memberikan fungsi dan peran yang
maksimal dalam upaya penyembuhan klien, menciptakan kepuasan pengguna
pelayanan kesehatan, meningkatkan kenyamanan suasana kerja dan
mempertahankan motivasi bekerja tenaga kesehatan di tataran pelayanan
kesehatan11.
Menurut Zahroh dkk (2006), Beberapa indikator pelayanan
keperawatan yang mampu menjadi tolok ukur kepuasan pasien maupun
keluarga ketika memanfaatkan pelayanan kesehatan: keteraturan pelayanan
perawat setiap hari (pemeriksaan nadi, suhu tubuh, dan sejenisnya),
tanggapan perawat terhadap keluhan responden, kesungguhan perawat
melayani kebutuhan responden, keterampilan perawat dalam melayani
(menyuntik, mengukur tensi, dan lain-lain), pertolongan sifatnya pribadi
(mandi, menyuapi makanan, dan sebagainya), sikap perawat terhadap
keluarga pasien dan pengunjung/tamu pasien, pemberian obat dan penjelasan
cara meminumnya, penjelasan perawat atas tindakan yang akan dilakukannya,
pertolongan perawat untuk duduk, berdiri, dan berjalan12.
Secara aspek legal, profesionalisme perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan belum memiliki payung hukum yang kuat, mengapa
aspek legal ini masih lemah? Menurut sejarah para perawat menghindari
11
kesempatan untuk memperoleh kekuasaan dan kekuatan politis. Sekarang
perawat menyadari bahwa kekuasaan dan politis akan membantu dalam
pencapaian tujuan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan dan
meningkatkan otonomi perawat. Untuk mencapai tujuan – tujuan tersebut
maka perawat harus melakukan beberapa upaya untuk memperbaiki
pelayanan kesehatan.
Menurut Millio dalam Marquiss (2000), Beberapa hal yang harus
dilakukan perawat untuk memperbaiki pelayanan kesehatan: Mengatur,
Melakukan pekerjaan keperawatan (belajar mengerti proses politik,
kelompok-kelompok penting, masyarakat dan kejadian tertentu), Menyusun
perbedaan pendapat yang bersifat memancing untuk mencocokkan target
peserta dengan mengajukan pembatalan biaya, dukungan politik, kejujuran
dan keadilan dan data lain yang berhubungan dengan hal tertentu,
Mendukung dan memperkuat kedudukan pembuat keputusan yang tidak
mantap, Menghimpun kekuatan, Merangsang perdebatan masyarakat,
Membuat kedudukan perawat di media massa, Memilih suatu strategi utama
yang paling efektif, Bertindak pada saat yang tepat, Mempertahankan
kegiatan, Memelihara format desentralisasi organisasi, Mendapatkan dan
mengembangkan data penelitian yang terbaik untuk menunjang posisi
masing-masing, Mempelajari pengalaman, Jangan menyerah tanpa
mencoba13.
Pengembangan-pengembangan, penelitian dan riset terbaru,
peningkatan pendidikan tinggi keperawatan maupun perubahan dalam tatanan
pelayanan bertujuan mengembangkan profesi keperawatan, Karakteristik
profesi adalah memiliki ilmu pengetahuan, attitude, responsible, dan
accountable. Menurut Emil (2000), Tugas perawat menerapkan prinsip-
prinsip etik, dalam pemberian pelayanan keperawatan; memberikan
pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan;
menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian
pelayanan kesehatan; menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan
keluarganya; peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap
12
kejadian tidak diharapkan; serta mendokumentasikan dengan benar semua
asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga14.
Kualitas pelayanan keperawatan ditentukan oleh kualitas
profesionalisme perawat, perawat profesional membutuhkan pemimpin-
pemimpin transformasional untuk membantu mereka memaksimalkan
kapasitas dan kemampuan yang mereka miliki, dorongan, motivasi, trust dari
pemimpin transformasional akan membantu meningkatkan kepercayaan diri
perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan yang profesional, asuhan
keperawatan yang profesional akan berdampak pada pelayanan kesehatan
yang paripurna.

C. Perilaku Kepemimpinan Transformasional


Kepemimpinan merupakan kekuatan dinamis yang penting dalam
memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi atau institusi untuk mencapai
tujuan. Selain itu, kepemimpinan juga adalah kemampuan untuk menciptakan
rasa percaya diri dan menghasilkan dukungan dari bawahan sehingga tujuan
yang ditetapkan bersama dalam organisasi dapat tercapai. Seorang pemimpin
dianggap berhasil menjalankan fungsi kepemimpinannya apabila berdasarkan
upayanya untuk memperlihatkan kriteria perilaku berikut dapat menghasilkan
keluaran secara efektif. Menurut DuBrin (2000), Kriteria yang harus dimiliki
seorang pemimpin transformasional adalah sebagai berikut15 :
1. Berpikir seperti pemimpin
Perilaku kepemimpinan yang baik dapat ditumbuhkan sejak dini.
Namun, pemimpin harus memiliki dasar talenta untuk cepat tanggap
(responsive) terhadap lingkungan. Melalui respon yang selalu ditimbulkan
sebenarnya pemimpin melatih kemampuan berpikir kritis. Pemikiran kritis
ini harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Hal ini karena pemimpin sering
menggunakan imaginasi dan teknik penyelesaian masalah kreatif yang
berasal dari kemampuan berpikir kritis tadi. Pemimpin juga harus
menciptakan visi bagi organisasi atau lingkungan dimana seorang
pemimpin memimpin. Pemimpin menspesifikasikan tujuan yang luas dan
13
strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Pemimpin juga
memberikan inspirasi yang banyak bagi bawahannya sehingga mereka
menjadi mampu melakukan kegiatan produktif. Kemampuan berpikir kritis
seorang pemimpin melandasi pelaksanaan fungsi kepemimpinan yang juga
meliputi fungsi manajerial. Oleh karena itu, menggali ide-ide kreatif,
memberikan ide cemerlang tersebut pada suatu pertemuan serta
menciptakan terobosan yang dapat meningkatkan produktifitas tanpa
meningkatkan beban kerja bawahan merupakan hasil upaya berpikir
seorang pemimpin. Hal ini akan menghasilkan sesuatu yang lebih optimal
apabila pemimpin juga mampu menciptakan teamwork yang handal dan
kerjasama yang didasasi motivasi yang terpelihara dengan baik. Untuk
mencapai situasi ini pemimpin harus mampu berupaya mempengaruhi
banyak orang melalui beberapa cara seperti misalnya memberi petunjuk,
instruksi, dan delegasi (DuBrin, 2000). Di dalam keperawatan, fungsi
kepemimpinan yang dilaksanakan pemimpin perawat yang
memperlihatkan daya berpikir layaknya pemimpin dapat diterapkan secara
bertahap. Pemimpin keperawatan harus mulai berpikir positif tentang
dirinya dan orang lain, tentang situasi yang dihadapi atau yang akan
terjadi. Pemimpin juga harus banyak bergaul dengan pemimpin besar
dibidangnya, dan selalu mempelajari visi yang telah ditetapkan dan
membandingkan juga dengan berbagai pandangan pemimpin perawat
diluar negeri yang memiliki sikap futuristic. Pemimpin juga harus berpikir
secara sistem, untuk memahami bagaimana menerapkan pembaharuan
dalam suatu bidang akan mempengaruhi biadng lainnya baik pada saat
sekarang maupun mendatang15.
2. Berkomunikasi seperti pemimpin
Perilaku lain yang dapat memperlihatkan integritas dan kredibilitas
pemimpin adalah kemampuan berkomunikasi. Seorang pemimpin akan
memilih kalimat, mengucapkan kata-kata dan bahasa tubuh yang dapat
memberikan pengaruh pada orang lain. Selain itu, materi komunikasi yang
disampaikan dapat memberi inspirasi pada bawahan atau orang lain.
14
Bahasa yang digunakan oleh seorang pemimpin yang memahami bahwa
teknik komunikasi dapat memperlancar pencapaian tujuan merupakan
kekuatan internal diri yang memberikan pengaruh mendalam agar
bawahan terlarut dalam pemikiran yang diharapkan pemimpin.
Cara berkomunikasi layaknya seorang pemimpin juga dapat dilakukan
melalui penggunaan analogi atau metafora yang sesuai yang akan lebih
menarik imaginasi pemimpin dalam mengutarakan ide atau pandangan
kreatifnya. Analogi diperlukan ketika seorang pemimpin sedang berusaha
menjelaskan ide atau pandangannya dengan cara lebih jelas sehingga
orang yang diajak berkomunikasi dapat memahami. Sebaliknya, metafora,
yang tampak lebih tersamar dibandingkan dengan analogi juga dapat
membandingkan dua hal yang tidak terlalu mirip sebagai contoh situasi
dari apa yang sedang dihadapi (DuBrin, 2000). Dalam bidang
keperawatan, kepemimpinan dapat dijalankan oleh pemimpin keperawatan
melalui cara berkomunikasi yang efektif. Sikap bicara, sikap berdiri,
pandangan terfokus kepada lawan bicara, dan senyum akan banyak
membantu pemimpin perawat untuk berkomunikasi layaknya seorang
pemimpin yang memiliki pengaruh besar terhadap orang lain. Memberikan
cerita tambahan dapat digunakan sebagai variasi materi yang ingin
disampaikan. Yang terpenting adalah materi yang disampaikan harus dapat
diterima dan kejujuran dalam menyampaikan harus dapat ditangkap oleh
pihak yang diajak berkomunikasi. Hindari ucapan sebagai hasil pemikiran
negatif, demikian juga gossip yang tidak diketahui sumbernya; keduanya
berpotensi untuk menurunkan kepercayaan bawahan terhadap
15
pemimpinnya .
3. Bertindak layaknya pemimpin
Seorang pemimpin harus dapat memperlihatkan contoh peran yang
baik sebagai pemimpin didepan bawahan atau orang lain. Memberi contoh
peran atau role modeling pada orang lain akan merefleksikan siapa
pemimpin itu sebenarnya. Contoh peran ini harus orisinal dan tidak dibuat-
buat. Oleh karena contoh peran itu merupakan keteladanan yang ingin
15
diberikan kepada orang lain supaya dicontoh. Keteladanan ini adalah
landasan kuat untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sesuai
dengan harapan. Melalui keteladanan seorang pemimpin akan mampu
menyampaikan budaya organisasi/institusi kepada orang lain.
Pemimpin yang menghargai budaya organisasi/institusi akan dapat
menghormati kebijakan yang berlaku dan hal ini akan diikuti oleh
pengikutnya. Selain itu, pemimpin juga seyogyanya mampu
memperlihatkan kebiasaan bekerja yang baik, professional, dan
mengandung makna keamanan, kenyamanan, dan keselamatan kerja yang
selalu dipertahankan. Untuk menjadi pemimpin yang baik seseorang harus
menjadi sumber inspirasi bagi orang lain untuk mencapai tujuan. Sumber
inspirasi ini ditunjukkan baik berasal dari sikap kepemimpinan, cara
berkomunikasi, cara mengendalikan emosi, dan bertindak yang tepat
sebagai pemimpin dari seseorang pemimpin. Kepemimpinan dalam
keperawatan dapat ditunjukkan melalui sikap, tindakan, dan kemampuan
berkomunikasi secara efektif dan dapat diteladani oleh orang lain. Dalam
menjalankan fungsi kepemimpinannya, seorang pemimpin perawat
memiliki fungsi unik untuk mempengaruhi bawahannya karena pada
umumnya mayoritas bawahan adalah perempuan yang dipersepsikan
kurang menggunakan rasional dan lebih mengemukakan emosinya dalam
menghadapi suatu situasi. Oleh karena itu, pemimpin perawat juga harus
membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan bermitra dengan
tenaga yang berjenis kelamin sama. Namun demikian, kelebihan juga
dimiliki oleh bawahan perempuan yaitu tekun, setia dan komitmen tinggi.
Faktor inilah yang harus diberdayakan pemimpin agar bawahannya dapat
dipengaruhi sehingga tujuan bersama dapat dicapai. Hal ini dapat dicapai
dengan selalu menyediakan diri untuk membantu bawahan/orang lain,
mendengarkan berbagai keluhan dan harapan bawahan15.
4. Membantu orang lain memimpin dirinya
Banyak pemimpin yang lebih mengetengahkan egonya dibandingkan
dengan keinginan memajukan atau memberdayakan orang lain. Hal ini
16
tentu saja dapat menurunkan efektifitas fungsi kepemimpinannya. Untuk
itu, pemimpin harus memahami hakekat pemberdayaan atau penguatan
orang lain terutama bawahan yang memiliki potensi kuat untuk
diberdayakan. Oleh karena itu, sebagai pemimpin seseorang harus
mengetahui siapa yang layak untuk diberdayakan dan siapa yang tidak
layak/tidak mungkin untuk diberdayakan.
Pemimpin yang efektif seyogyanya mampu memberdayakan
bawahannya. Pemberdayaan adalah suatu pendelegasian otoritas dalam
pengambilan keputusan dan tanggung jawab pemimpin kepada bawahan
yang dianggap cocok untuk mengembannya. Ini berarti, pemimpin
membebaskan orang tersebut dari kewajiban berkonsultasi dan berdiskusi
dengan pimpinan. Untuk menetapkan seseorang mampu untuk
diberdayakan, ada beberapa faktor yang perlu dipahami pemimpin
sebelum memberdayakan seseorang yaitu: makna pemberdayaan terhadap
kewenangan pimpinan pada aspek yang didelegasikan; kompetensi yang
didelegasikan; self-determination dari orang yang didelegasikan; dampak
yang akan diperoleh melalui pendelegasian tersebut15.
Pemimpin dalam keperawatan dapat mendelegasikan sebagian fungsi
kepemimpinannya kepada orang yang diyakini akan mampu mengemban
pendelegasian ini. Hal ini perlu dicermati karena pendelegasian berarti
pemberian sebagian kekuasaan, tanggung jawab, dan kewenangan dalam
memutuskan. Oleh karena itu, pemimpin perawat harus mampu memilih
dan menetapkan seseorang dalam menerima pendelegasian tugas yang
memiliki makna penting karena berkaitan dengan kepentingan orang lain
misalnya pasien dan keluarga (di tatanan pelayanan keperawatan) atau
mahasiswa dan dosen lain (ditatanan pendidikan keperawatan).
5. Membantu mengembangkan potensi
Fungsi kepemimpinan memiliki makna fungsi pembinaan pada orang
lain. Pemimpin yang memahami bawahan akan dapat menetapkan fungsi
pembinaan pada saat dan tempat yang tepat. Melalui pembinaan ini
pemimpin berupaya menciptakan perkembangan yang dibutuhkan oleh
17
bawahan setelah mengkajinya dengan teliti. Untuk dapat berfungsi
menjadi pembina, sebagai pemimpin seseorang harus bersikap humanistik
dan suportif serta mampu menjadi suri teladan untuk orang lain15.
Membina orang lain mengembangkan potensinya meliputi berbagai
kegiatan kepemimpinan seperti; menunjukkan perhatian terhadap tingkat
kesejahteraan orang lain (bawahan), mendengarkan keluhan dan masalah
kerja yang dialami oleh bawahan, meluangkan waktu untuk mendengarkan
keluhan pribadi dan menunjukkan empatinya, menyampaikan selamat pada
yang berhasil, membantu bawahan menyelesaikan masalah, berperan
sebagai pelatih yang menguasai teknik kerja, dan menyediakan diri untuk
menjadi mentor atau penasehat ketika bawahan memerlukannya.
Disamping itu, peran pembinaan yang dilaksanakan oleh pimpinan
terutama sangat tergantung dari ketrampilan dan teknik berkomunikasi
yang bersifat suportif. Komunikasi suportif mengandung landasan
orientasi pada masalah, diberikan secara verbal dan non-verbal yang
sinkron, menekankan pada pembenaran sehingga orang yang sedang
berkomunikasi merasa nyaman karena berarti telah memberi pengakuan
akan kehadiran, keunikan dan arti penting dari orang lain yang diajak
berkomunikasi. Komunikasi suportif juga bersifat spesifik, terkait logis
dengan informasi sebelumnya, dan diakui secara nyata, serta mengandung
sikap mau mendengar dan memberi informasi.
Sebagai pembina yang sadar bahwa pengembangan potensi orang
lain terletak sebagian besar pada dirinya sebagai pemimpin, maka
pemimpin juga seyogyanya harus bersedia untuk memberi umpan balik
dan dorongan positif. Salah satu tugas dasar seorang pemimpin adalah
memberi umpan balik tentang kinerja dan perilaku yang diperlihatkan
bawahan. Umpan balik baik yang positif maupun negatif harus diberikan
dengan tepat, sesuai tempat, dan waktu sehingga dapat membantu
bawahan untuk tumbuh dan berkembang serta menjadi kekuatan untuk
memotivasinya dalam berkinerja dan berperilaku lebih baik. Umpan balik
yang diberikan sebaiknya pada akhir peristiwa, bersifat spesifik, memberi
18
kesempatan pada bawahan untuk menjelaskan, dan berfokus pada perilaku
bukan personal bawahan.
Dalam keperawatan, tidak banyak pemimpin perawat yang mau
memberikan umpan balik secara terbuka karena takut dipersepsikan salah
oleh yang menerima umpan balik. Sebaliknya perawat di bawah
kepemimpinannya juga belum siap menerima umpan balik terbuka
terutama yang bersifat negatif. Hal ini karena mereka tidak terbiasa untuk
menerima kinerja dan perilaku mereka dikritik, dikomentari atau
ditanggapi. Pada umumnya, mereka dinilai tidak berdasarkan keterbukaan
sehingga obyektifitas penilaian menjadi minimal. Dengan demikian agak
sulit bagi pemimpin perawat untuk menjalankan tugas pembinaannya
dalam rangka menumbuhkan-kembangkan potensi seseorang bawahan
melalui pemberian umpan balik namun suportif.

D. Kepemimpinan Etikal dalam Keperawatan yang Visioner dan


Transformasional
Kepemimpinan merupakan fungsi untuk mempengaruhi orang lain agar
mau bekerja sesuai dengan arah yang ditetapkan untuk mencapai tujuan.
Fungsi ini dilaksanakan meliputi berbagai aspek dan bidang kerja serta
melibatkan kegiatan memotivasi, membina, dan mengembangkan potensi
bawahan. Seluruh komponen yang menjadi cakupan kerja kepemimpinan
seseorang dipersepsikan sebagai sub-subsistem yang harus dikoordinasikan
menjadi sistem yang terintegrasi.
Namun demikian, kepemimpinan ini juga harus dilaksanakan secara
etikal karena tidak jarang pemimpin perawat menghadapi masalah yang
melibatkan keputusan etik sehingga memerlukan kerjasama dengan pihak lain
untuk menemukan solusi etik. Pengambilan keputusan yang melibatkan
kepentingan pasien dan keluarga sering menuntut pemimpin perawat untuk
membuat keputusan etik yang mempertimbangkan norma dan nilai-nilai dari
berbagai pihak khususnya pasien dan keluarga. Demikian pula keputusan etik
yang harus diambil dalam masalah sistem pelayanan kesehatan dan
19
perasuransian, keterbatasan sumber-sumber, dan perilaku tim kesehatan yang
dipersepsikan melecehkan pihak lain16.
Dengan kata lain, kepemimpinan dalam keperawatan melibatkan
banyak aspek dan unsur yang terkait didalamnya sehingga diperlukan
pemimpin yang mampu menjalankan kepemimpinannya bukan hanya
mempertimbangkan aspek etik saja tetapi juga pertimbangan visi ke depan
dan bagaimana mentransformasikan perubahan dan pembaharuan kedalam
kegiatan harian tanpa menimbulkan kecemasan, ketidakpastian, dan ancaman
bagi yang terlibat didalamnya serta mewujudkan perubahan itu secara
terrencana, bertahap, namun berhasil guna. Pemimpin seperti ini tentu harus
memiliki visi masa depan yang kuat dan melalui pengaruh serta kekuatannya
sebagai pemimpin mampu membawa anggotanya mengarah pada pencapaian
visi tersebut sehingga menciptakan pelayanan kesehatan yang parpurna.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan adalah profesi yang terus mengalami perubahan. Peran
serta keperawatan semakin luas, baik sebagai pelaksana asuhan, pengelola,
pendidik, ahli, maupun peneliti keperawatan. Melihat peranannya yang luas
sebagaimana tersebut di atas, maka perawat profesional harus dipersiapkan
dengan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang kepemimpinan.
Perawat sebagai seorang pimpinan memiliki tanggung jawab yang luas
dalam wilayah pelayanan kesehatan. Lingkungan pelayanan kesehatan saat ini
memberikan banyak peluang bagi perawat untuk dapat memperoleh status
profesionalisme dengan secara proaktif berespon terhadap kebutuhan
perubahan dan harapan masyarakat. Keperawatan bisa menjadi jelas
kedudukannya apabila berada dalam daftar kepemimpinan nasional.
Saat ini profesi keperawatan mulai memahami bahwa kekuatan dan
kekuasaan serta peranan politik telah menjadi salah satu faktor penentu
mencapai tujuan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan
sekaligus meningkatkan otonomi keperawatan. Ketika terjadi banyak
perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan maka para pemimpin perawat
harus berpartisipasi secara aktif dan proaktif untuk mencari jalan bagaimana
mempengaruhi pengambil keputusan dalam sistem pelayanan kesehatan dan
membuat untuk didengar suaranya oleh mereka. Para pemimpin perawat
memiliki kapasitas kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan publik
sepanjang mereka memiliki berbagai potensi kepemimpinan seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Melalui model kepemimpinan transformasional yang efektif diharapkan
mulai saat ini dan mengarah pada masa yang akan datang profesi keperawatan
bisa diterima dengan citra yang baik di masyarakat luas, sebagai suatu profesi
21
yang dikembangkan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sedang berkembang. Kesemuanya itu demi tercapainya cita-cita profesi
keperawatan guna mendukung pelayanan kesehatan paripurna.

B. Saran
Kepemimpinan transformasional seorang pemimpin hendaknya didasari
dengan rasa keinginan untuk membawa organisasi yang dipimpin,
menggerakkan perubahan memalui peran serta staff yang mendukung penuh
ke arah yang lebih baik demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya yaitu pelayanan kesehatan paripurna.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Azrul Azwar. 1988. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi kedua, PPT


Bina Rupa Aksara.

2. UU 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

4. Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam prektik


Keperawatan Profesional Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

5. Sullivan EJ. 2013. Effective Leadership and Management in Nursing. Edition


8th. Pearson Education. USA.

6. Gillies, Dee Ann. 1994. Nursing Management A System Approach,


3rd Edittion: USA, Saunders

7. Bass M, Stogdill’s handbook of leadership (New York : Free Press 1982)


dalam J. Gibson, J. Ivancevich dan J.Donelly, Organization : Behavior,
structure, processes, 6 th ed. Homewood, IL : Richard D Irwin, 1988).

8. Suarli S, Bachtiar Y. 2009. Manajemen Keperawatan Pendekatan Praktis:


Jakarta: Erlangga

9. Swansburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan; alih bahasa, Suharyati Samba; editor, Monica Ester. Jakarta,
EGC.

10. Dunhamm J dan Klafehn K A. 1990. Tranformasional Leadership and nurse


executive, Journal Nursing of Administration.

11. Sitorus R dan Panjaitan. 2011. Managemen Keperawatan: Managemen


keperawatan di Ruang Rawat

12. Chriswardani, Dharminto, Zahroh .2006. Penyusunan Indikator Kepuasan


Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Tengah Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan Volume 09/nomor 04/ Desember/2006 ISSN 1410 –
6515.

13. Marguiss, Huston. 2000. Leadership roles and management function in


nursing, Third edition, Lippincott, Philadelpia.

23
14. Soejitno S, Alkatari A, Emil I .2000. Reformasi Perumahsakitan Indonesia,
Dirjen Yanmedik Depkes RI & WHO, Jakarta.
15. DuBrin AJ. 2006. Leadership: Research Findings, Practice And Skills. Fifth
Edition. South Westren, USA.

16. Rigolosi ELM. 2013. Management and Leadership in Nursing and Health
Care : An Experiential Approach. Third Edition. Springer Publishing
Company, New York.

24
25

Anda mungkin juga menyukai