Anda di halaman 1dari 7

UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN MENURUT ALKITAB

Istilah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga
kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Maka, secara etimologis, kebudayaan
dapat diartikan sebagai suatu tata cara yang menjadi kebiasaan dalam suatu masyarakat yang
bersumber dari akal dan budi manusia.

Ada 7 unsur kebudayaan, antara lain:

1. Bahasa
2. Sistem Pengetahuan
3. Sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencaharian manusia
6. Sistem religi
7. Kesenian

Apakah agama merupakan kebudayaan juga? Tidak. Agama bukanlah suatu kebudayaan, sebab,
agama tidak bersumber dari akal dan budi manusia. Melainkan, berasal dari Allah. Namun, segala tata
cara menjadi seorang yang beragamalah yang merupakan kebudayaan.

Sekarang, marilah kita tilik, apa-apa saja sih unsur-unsur kebudayaan yang ada di dalam Alkitab.

1. Bahasa
Alkitab menyatakan bahwa pengacauan bahasa dan penyebaran manusia terjadi di ”tanah
Syinar”, yang belakangan disebut Babilonia. (Kejadian 11:2) Kapan itu terjadi? Alkitab mengatakan
bahwa pada zaman Peleg, yang lahir 250 tahun sebelum Abraham, penduduk bumi ”terbagi-bagi”. Jadi,
peristiwa di Babel pasti terjadi sekitar 4.200 tahun yang lalu.—Kejadian 10:25; 11:18-26. Manusia
memiliki bahasa yang berbagi akibat suatu bentuk kebudayaan yang terdapat di Babel.
Dari sini dapat kita lihat, bahasa telah berkembang dan bertumbuh di dalam masyarakat sejak
dalam Alkitab sekalipun.

2. Sistem Religi

Yesus sebagaimana bangsa Israel juga melaksanakan sunat (khitan) yaitu memerintahkan setiap
anak laki-laki untuk dikhitan.  Yesus bahkan mengancam untuk melenyapkan orang-orang yang tidak
dikhitan karena dianggap melanggar perjanjian (melanggar perintah).

"Dan ketika genap delapan hari dan ia disunatkan.  Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut
oleh malaikat Ia dikandung ibu-Nya" (Lukas 2 : 21)

"Inilah perjanjianku yang harus kamu pegang, perjanjian antara aku dan kamu serta keturunanmu,
yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat; haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan
menjadi tanda perjanjian antara aku dan kamu.  Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat,
yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun temurun, baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli
dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu. Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-
laki dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya , ia
telah mengingkari perjanjianKu"  (Kejadian 17 : 10-14)

"Kemudian Abraham menyunat Ishak anak itu, ketika berumur delapan hari, seperti yang
diperintahkan Allah kepadanya" (Kejadian 21 : 4)

"Lalu Allah memberikan kepadanya perjanjian sunat; dan demikianlah Abraham meperanakkan
Ishak, lalu menyunatkannya pada hari yang kedelapan; dan Ishak memperanakkan Yakub, dan Yakub
memperanakkan keduabelas bapa leluhur kita" (Kisah Para Rasul 7 : 8) 

"Ketika genaplah delapan hari sesuai dengan hukum Allah, sebagaimana yang tertulis dalam kitab
Nabi Musa, mereka bopong anak itu dan membawanya ke rumah ibadat untuk mengkhitankannya.   Dan
begitulah mereka sunatkan anak itu, lalu memberinya nama Yesus, sebagaimana malaikat utusan Allah
telah mengatakan lebih dahulu setelah ia dikandang di dalam rahim"

Walaupun Rasul Paulus juga mengatakan bahwa tidak ada bedanya bersunat atau tidak. Bagi
Paulus, Allah akan membenarkan baik yang bersunat maupun yang tidak bersunat. "Sebab bersunat atau
tidak bersunat tidak penting, yang penting ialah menaati hukum-hukum Allah" (I Korintus 7 : 19).
Walaupun demikian bersunat dalam Alkitab telah menjadi tradisi yang dilakukan oleh anak laki-laki di
tanah Israel.

Di sini juga dapat kita lihat, bahwa dari zaman Musa juga sudah ditegaskan agar bersunat di hari
kedelapan kelahiran anak laki-laki. Apa sebenarnya kegunaan dari bersunat ini? Bersunat memberikan
tanda bahwa seorang sudah terhisab dalam perjanjian dengan Allah.

3. Kesenian

Ceracap (metziltayim atau tziltzal) dibuat dari tembaga dan merupakan satu-satunya alat musik
pukul dalam orkes di bait suci. Alat musik itu digunakan pada waktu umat Israel sedang memuliakan dan
memuji Allah. Ceracap digunakan bersama-sama dengan nafiri dan para penyanyi untuk
mengungkapkan sukacita dan ucapan syukur kepada Tuhan (I Taw. 15:16; 16:5). Asaf, pemusik utama
Daud (I Taw. 16:5) adalah pemain ceracap. Ketika bangsa Israel kembali dari Pembuangan, keturunan
Asaf diminta bergabung dengan para penyanyi dan peniup nafiri untuk memuji Tuhan (Ezr. 3:10).

Dua istilah Ibrani diterjemahkan sebagai kecapi. (KJV menggunakan kata harpa.) Satu alat
disebutkan hanya dalam satu kitab di Alkitab (Dan. 3:5, 7, 10, 15). Kecapi yang satu ini (nevel) sering kali
digunakan untuk musik nonrohani, seperti ketika orang banyak bersenang-senang pada perjamuan
Nebukadnezar. Alat ini dimainkan dengan memetik talinya dengan jari tangan.

Kecapi yang lebih kecil (kinnor) dianggap sebagai alat musik yang paling canggih. Bentuknya dan
jumlah talinya berbeda-beda, tetapi semua jenis kecapi menghasilkan bunyi yang paling menyenangkan.
Kecapi dipakai di lingkungan yang sekular (Yes. 23:16), tetapi juga diterima di lingkungan agama. Alat
inilah yang dipakai oleh Daud untuk menenangkan Raja Saul. Pada umumnya, "kecapi kecil" ini
dimainkan dengan mengusap tali-talinya dengan sebuah alat petik (plectrum), hampir seperti sebuah
gitar dapat dimainkan. Akan tetapi, rupanya Daud lebih suka menggunakan tangannya (I Sam. 16:16, 23;
18:10; 19:9). Tukang-tukang yang terampil membuat kecapi dari perak atau gading dan menghiasnya
dengan indah.
Seruling (mashrokitha) sebenarnya adalah sebuah suling besar. (KJV memakai kata pipe.) Karena
suling itu besar dan mempunyai bagian yang ditempat di bibir, alat ini mungkin mengeluarkan bunyi
yang tajam dan menusuk, agak seperti bunyi sebuah obo. Seruling sangat disukai untuk maksud sekular
dan agama, tetapi tidak disebut sebagai sebuah alat dalam orkes bait suci yang pertama. Kadang-kadang
seruling dipakai di bait suci yang kedua. Karena bunyinya yang menusuk, alat ini dipakai dalam
perarakan (Yes. 30:29).

Dari sini dapat kita lihat bahwa sejak zaman perjanjian lama, alat musik telah digunakan untuk
memuliakan Allah. Baik untuk ibadah, dan alat music sering digunakan untuk perarakan dan orkes dalam
bait suci. Sampai sekarang pun, dizaman modern ini, ketika ingin beribadah kurang lengkap rasanya jika
tidak ada alat music yang mengiringi. Daud juga dalam Alkitab mengajak rakyatnya untuk memuliakan
Tuhan dengan alat musik.

4. Sistem Pengetahuan dan Teknologi

Dalam perjanjian Lama, disebutkan bahwa Salomo membangun Bait Suci sebagai tempat ibadah
untuk memuliakan Allah. Pendahulu Bait Suci adalah Kemah Suci (Keluaran 25:9), kemah yang didirikan
orang Israel atas perintah Allah sementara berkemah di Gunung Sinai. Setelah memasuki tanah
perjanjian di Kanaan, mereka tetap memakai tempat kudus yang dapat dipindah-pindah ini hingga masa
pemerintahan Raja Salomo. Sepanjang awal masa pemerintahannya, Salomo menugaskan ribuan orang
untuk ikut ambil bagian di dalam pembangunan Bait Suci ini. Pada tahun keempat pemerintahannya,
dasar sudah diletakkan; tujuh tahun kemudian seluruh bangunan itu selesai. Penyembahan kepada
Tuhan, khususnya korban-korban yang dipersembahkan kepada-Nya, kini memiliki tempat yang tetap di
kota Yerusalem.

Bait Suci melambangkan kehadiran dan perlindungan Tuhan Allah atas umat-Nya. Ketika Bait Suci
ditahbiskan, Allah turun dari surga dan memenuhi bait itu dengan kemuliaan-Nya dan berjanji untuk
menempatkan nama-Nya di situ. Jadi, apabila umat Allah ingin berdoa kepada Tuhan, mereka dapat
melakukannya dengan menghadap bait suci dan Allah akan mendengar mereka dari bait-Nya.

Ini dapat dijadikan budaya melihat bahwa begiu megahnya bait suci ini dibangun. Begitu besar dan
mewah, berlapis emas berukir bunga. (1 Raja-raja 6:3)
‘Balai di sebelah depan ruang besar rumah itu dua puluh hasta panjangnya, menurut lebar rumah itu,
dan sepuluh hasta lebarnya ke sebelah depan rumah itu’. Ini menunjukkan bahwa di Perjanjian Lama
telah berkembang ilu pengetahuan dan tenologi. Tidak mungkin Bangsa Israel dapat melapisi bangunan
dengan emas apabila tidak ada tekonologi yang mereka gunakan. Teknologi memang telah berkembang
dalam Alkitab.

5. Sistem Kemasyarakat dan Organisasi

Kebangkitan sejarah Israel merupakan latar pembentukan monarki Israel. Kedaulatan Raja Daud
merupakan titik awal dari periode kedua dalam perkembangan Yahwisme, sejak kerajaan Saul yang
terlalu singkat. Maka pemerintahan Raja Daud disebut masa transisi. Perubahan yang secara mutlak
dilakukan oleh raja Daud berdasarkan sifat-sifat pribadinya sebagai seorang pemimpin. Status Raja Daud
lebih tinggi dibanding seorang hakim.

Selanjutnya raja Salomo, keadaan berubah secara radikal. Bangsa Israel yang sebelumnya memiliki
sistem semi nomadis atau pertanian menjadi kerajaan modern yang sangat kuat. Banyak kota-kota dan
benteng dibangun dan Yerusalem sebagai ibukota (1 Raja-raja 9: 15). Kerajaan diperlengkapi perangkat
kerajaan seperti pejabat istana, tentara dengan kereta kuda, dan pasukan sewaan. Dalam aspek materi,
pembangunan tambang emas, sistem pajak, industri dan perdagangan yang berkembang luas. Dalam
aspek seni, kesenian dan ilmu pengetahuan berkembang dengan cepat.

Pengaruh perkembangan atas agama Israel sangat revolusioner. Israel mempelajari kepustakaan
mazhab hikmat, sehingga mereka menjadi sadar akan unsur kemanusiaan universal dan
perbendaharaan pemikiran manusia. Berdasarkan perkembangan itu, Yahweh dipandang sebagai Tuhan
seluruh umat manusia. Sepert teori Sumber Y Yahwis menggambarkan Yahweh sebagai Allah sejak awal
kejadian atau penciptaan. Konsep penciptaan kemudian disesuaikan dari teologi El Elyon di Yebus dan
dimasukkan ke dalam struktur keimanan Yahwis, sehingga disadari bahwa semesta alam bergantung
pada Yahweh.

Dengan demikian, kerajaan Salomo berkembang sejajar dengan perkembangan negara. Kerajaan
dimutlakkan dengan berbagai sumber tradisi dan upacara di Kanaan, Mesir, dan Fenisia, bahkan
mendapat warna keagamaan seperti tradisi-tradisi Yebus. Bangsa Israel menekankan beradaan Yahwe
sebagai Allah berbeda di negara tetangga yang mengangap raja sebagai oknum ilahi seperti di Mesir dan
di Babel, raja mewakili ilah di Babel. Bangsa Israel percaya bahwa raja hanya sebagai anak Allah atau
hamba agung Yahweh (Mazmur 2: 7 dan 110). Dalam Mazmur 110, penobatan raja berarti imam sejati.
Imam menjadi sumber keadilan yang agung yang menyelamatkan kaum tertindas dan kedamaian.

Dari sini, dapat kita lihat bagaimana mulai terciptanya organisasi dan kemasyarakatan dimana
mereka memiliki pemimpin yang mereka taati. Mereka manaati raja mereka. Mereka memiliki tujuan
menjadi negara yang maju da kut. Sebelumnyya mereka tidak memiliki raja. Mereka hanya memiliki
nabi-nabi yang mereka akan harapkan dapat menuntun mereka ke jalan yang benar. Namun, setelah
mereka memilki raja, mereka menjadi memiliki arah yang lebih jelas. Karena itulah tujuan organisasi
untuk memajukan anggota dan memilki seorang pemimpin ya ng bisa mengarahkan.

6. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Seperti seorang gembala ia akan menggembalakan kawanannya. Dengan lengannya ia akan


mengumpulkan anak-anak domba; dan di dadanya ia akan membawa mereka.”—YESAYA 40:11.

GEMBALA sering disebutkan dalam Alkitab, mulai dari buku yang pertama, Kejadian, sampai buku
yang terakhir, Penyingkapan, atau Wahyu. (Kejadian 4:2; Penyingkapan 12:5) Tokoh-tokoh seperti
Abraham, Musa, dan Raja Daud, adalah gembala. Sang pemazmur Daud dengan indah melukiskan
tanggung jawab dan kekhawatiran seorang gembala yang baik. Dan, sebuah mazmur yang bisa jadi
ditulis oleh Asaf menyebut Daud sebagai gembala atas umat Allah pada zaman dahulu.—Mazmur 78:70-
72.

Belakangan, pada zaman Yesus, menggembalakan domba masih merupakan pekerjaan yang penting.
Yesus menyebut dirinya ”gembala yang baik” dan sering menggunakan sifat-sifat gembala yang baik
untuk mengajarkan hal-hal penting. (Yohanes 10:2-4, 11) Bahkan, Allah Yehuwa Yang Mahakuasa,
disamakan dengan ”seorang gembala”.—Yesaya 40:10, 11; Mazmur 23:1-4.

Para gembala di Israel kuno kemungkinan besar mengurus domba-domba Karakul, yang memiliki
ekor yang besar dan berlemak serta bulu yang tebal. Yang jantan bertanduk, sementara yang betina
tidak. Binatang-binatang yang jinak  ini penurut dan sama sekali tidak berdaya menghadapi alam sekitar
dan pemangsa.

Gembala juga mengurus kambing. Biasanya, kambing berwarna hitam atau cokelat. Kuping mereka,
yang panjang dan terkelepai, mudah robek karena tersangkut duri dan semak belukar ketika mereka
memanjat lereng bukit yang berbatu dan makan di semak-semak.

Gembala harus terus melatih domba dan kambing untuk mematuhi perintahnya. Hal ini tidaklah
mudah. Walaupun begitu, gembala yang baik merawat kawanannya dengan lembut, bahkan memberi
mereka nama yang mereka kenali.—Yohanes 10:14,

Pada musim semi, gembala setiap hari menggiring kawanan dari kandang di dekat rumahnya agar
mereka bisa merumput di padang yang subur dan hijau. Selama musim ini, kawanan akan bertambah
besar karena kelahiran anak-anak domba dan kambing. Pada saat itu, para pekerja juga akan
memangkas bulu domba, dan ini adalah saat yang menggembirakan!

Seseorang yang sederhana mungkin hanya punya beberapa ekor domba. Jadi, dia sering meminta
bantuan seorang gembala upahan, yang akan menggabungkan beberapa kawanan kecil. Gembala
upahan biasanya tidak terlalu memedulikan ternak yang bukan miliknya.—Yohanes 10:12, 13.

Setelah ladang di dekat desanya selesai dipanen, para gembala akan membawa dombanya untuk
memakan tunas dan biji-bijian yang tersisa. Saat musim panas tiba, para gembala memindahkan
kawanan ke padang yang lebih sejuk di dataran tinggi. Para gembala bisa bekerja dan tidur di alam
terbuka hingga berhari-hari, supaya kawanan bisa merumput di tebing yang hijau. Pada malam hari, ia
tidak tidur untuk menjaga kawanan. Kadang-kadang, gembala bisa membawa kawanan ke dalam gua di
malam hari, sehingga mereka terlindung dari anjing hutan dan dubuk. Jika lolongan seekor dubuk
membuat panik kawanan di kegelapan malam, suara sang gembala yang lembut dan menenteramkan
akan menenangkan mereka.

Setiap malam, gembala akan menghitung dan memastikan kesehatan setiap domba. Di pagi hari, ia
akan memanggil kawanan, dan mereka akan mengikutinya ke padang rumput. (Yohanes 10:3, 4) Pada
tengah hari, gembala menuntun kawanan untuk minum dari kolam air yang sejuk. Saat kolam air
mengering, gembala menggiring mereka ke sumur dan menimba air untuk mereka.

Menjelang berakhirnya musim kering, seorang gembala mungkin akan memindahkan  kawanannya
ke daerah pesisir dan lembah. Saat musim dingin datang, sang gembala akan menggiring kawanan
kembali ke kandang yang tertutup. Jika tidak, domba-domba tersebut bisa mati karena hujan deras,
badai es, dan salju. Dari bulan November sampai musim semi, para gembala tidak akan membawa
kawanan mereka ke luar.

Pekerjaan gembala banyak dianut oleh masyrakat Israel. Hasil gembalaan mereka akan dijual atau
disembelih dan inilah sumber pendapatan mereka.

7. Sistem Pengetahuan

Alkitab menyebut orang-orang yang mengunjungi bayi Yesus di Matius 2:1-12 sebagai magoi (bentuk
jamak dari magos), tetapi Alkitab tidak memberitahukan siapa sebenarnya mereka. Para penerjemah
biasanya mempertahankan istilah yang dipakai tanpa bermaksud untuk menerjemahkannya (“Magi”)
atau menerjemahkannya dengan “orang-orang bijaksana” (“wise men”). Perbedaan penerjemahan ini
menyiratkan kerancuan arti di balik kata magos.

Kata magos ini tidak sering ditemukan dalam Alkitab. Kalau pun ditemukan, pemunculan hanya terbatas
pada konteks-konteks tertentu. Dalam Perjanjian Baru kata ini hanya muncul di Kisah Para Rasul 13:6, 8,
dan dikenakan pada Baryesus atau Elimas yang adalah seorang tukang sihir. Dalam Perjanjian Lama kata
yang sama muncul beberapa kali di Kitab Daniel untuk para ahli nujum atau tafsir mimpi di Kerajaan
Babilonia. Di berbagai tulisan kuno di luar Alkitab, kata magos juga memiliki arti yang variatif, walaupun
tetap berdekatan. Kata ini bisa merujuk pada suku tertentu di antara bangsa Median, orang-orang yang
bijaksana, ahli perbintangan dan ilmu lain, atau tukang sihir.

Berdasarkan konteks Matius 2:1-12, kita sebaiknya memahami magos sebagai “orang-orang yang
memiliki kapasitas pemahaman yang istimewa berdasarkan ilmu perbintangan” (Louw-Nida Lexicon).
Mereka sangat bergantung pada penampakan bintang (2:1). Ketika lokasi persis yang ditunjuk oleh
bintang itu tidak bisa diketahui, mereka menggunakan cara-cara yang alamiah dan logis untuk
mengetahuinya, yaitu dengan bertanya kepada para pemimpin Yahudi (2:2).

Dari sini dapat kita pahami bahwa orang Majus itu sudah memiliki pengetahuan dengan
membaca bintang untuk meramal kelahiran Tuhan Yesus.

Anda mungkin juga menyukai