Rev3 - Petunjuk Teknis Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi (Aksi 1 - 4)
Rev3 - Petunjuk Teknis Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi (Aksi 1 - 4)
PEDOMAN PELAKSANAAN
INTERVENSI PENURUNAN
STUNTING TERINTEGRASI
EDISI NOVEMBER 2018
Dokumen berikutmerupakan
Dokumen berikut merupakan Petunjuk
Petunjuk Teknis
Teknis Pelaksanaan
Pelaksanaan Intervensi
Intervensi Penurunan
Penurunan Stunting
Stunting Terintegrasi
Terintegrasi (Aksi-1
(Aksi
sampai1 - Aksi-4)
Aksi 4) dalam versi rancangan
rancangan layout
lay-outyang
yangdisiapkan
disiapkanuntuk
untukmempermudah
mempermudahpengguna
pengguna menemukan
menemukan
poin-poin kunci.
poin-poin kunci. Petunjuk
PetunjukTeknis
Teknisselengkapnya
selengkapnyadapat
dapatdiunduh
diunduhmelalui tautan
melalui bit.ly/pedomanintegrasi
tautan bit.ly/pedomanintegrasi
DAFTAR ISI
DELAPAN AKSI INTEGRASI INTERVENSI PENURUNAN Stunting iv
Aksi #8 #1 Aksi #2
Melakukan reviu kinerja Menyusun rencana kegiatan
pelaksanaan program dan untuk meningkatkan
kegiatan terkait penurunan pelaksanaan integrasi
stunting selama satu tahun
terakhir
#8 Analisis
#2 intervensi gizi
Reviu Situasi
Kinerja Rencana
Tahunan Kegiatan
8 Aksi
Aksi #7 Aksi #3
Melakukan pengukuran Menyelenggarakan
pertumbuhan dan
#7 Pengukuran #3 Rembuk Stunting tingkat
Integrasi
perkembangan anak Kabupaten/Kota
balita dan publikasi angka & Publikasi Rembuk
stunting Kabupaten/Kota Stuning Stuning
Sistem Peraturan
Bupati/Walikota
Manajemen Tentang peran
Data Desa
#6 #4
Pembinaan
Aksi #6 Aksi #4
Meningkatkan sistem KPM Memberikan kepastian
pengelolaan data stunting hukum bagi desa untuk
dan cakupan intervensi di #5 menjalankan peran dan
tingkat Kabupaten/Kota kewenangan desa dalam
intervensi gizi terintegrasi
Aksi #5
Memastikan tersedianya dan
berfungsinya kader yang
membantu Pemerintah Desa
dalam pelaksaaan intervensi gizi
terintegrasi di tingkat desa
Aksi integrasi adalah instrumen dalam bentuk kegiatan yang digunakan untuk meningkatkan pelaksanaan
integrasi intervensi gizi dalam penurunan stunting. Pelaksanaan intervensi gizi penurunan stunting terintegrasi
membutuhkan perubahan pendekatan pelaksanaan program dan perilaku lintas sektor agar program dan
kegiatan intervensi gizi dapat digunakan oleh keluarga sasaran sasaran rumah tangga 1.000 HPK.
Tujuan analisis situasi ini adalah untuk memberikan informasi bagi keputusan strategis kabupaten/kota dalam
hal:
1. Memprioritaskan alokasi sumber daya yang dikelola kabupaten/kota bagi peningkatan cakupan
layanan pada intervensi gizi prioritas.
2. Memprioritaskan upaya perbaikan manajemen layanan bagi peningkatan akses rumah tangga 1.000
HPK secara simultan terhadap intervensi gizi prioritas.
3. Meningkatkan efektivitas sistem manajemen data untuk menunjang keputusan alokasi program dan
lokasi fokus.
4. Menentukan kegiatan yang diperlukan dalam memberdayakan kecamatan dan desa untuk
meningkatkan integrasi layanan di tingkat desa.
Penanggung jawab aksi analisis situasi ini adalah Bappeda. Dalam pelaksanaannya,
Bappeda membentuk tim yang melibatkan OPD-OPD yang bertanggung jawab dalam
PENANGGUNG
JAWAB penyediaan intervensi gizi spesifik dan sensitif.
Bagi kabupaten/kota yang telah memiliki Tim Teknis RAD-PG dapat memanfaatkan tim tersebut sebagai
pelaksana analisis situasi. Dalam melaksanakan analisis situasi, tim juga dapat melibatkan pemangku
kepentingan lain sesuai kebutuhan.
Pemangku kepentingan lain yang terkait adalah individu atau institusi di luar OPD yang dapat
dilibatkan sesuai kebutuhan untuk mendukung/memperkuat proses analisis, seperti pakar/praktisi
di bidang gizi maupun penyelenggaraan layanan bidang lainnya ataupun isu-isu spesifik setempat,
seperti tradisi/budaya yang mempengaruhi perilaku Rumah Tangga 1.000 HPK.
Idealnya analisis situasi dilakukan pada Januari sampai dengan Februari tahun berjalan.
Sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk proses perencanaan dan penganggaran
JADWAL tahunan daerah tahun berjalan dan/atau satu tahun mendatang.
Tahapan Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan Analisis Situasi terdiri dari:
Tahap 1: Merancang Tujuan Pelaksanaan Analisis Situasi
Tahap 2: Reviu Hasil Analisis Sebelumnya yang Relevan
Tahap 3: Pelaksanaan Analisis Situasi
Pada tahun pertama Tujuan Analisis Situasi lebih ditekankan untuk memberikan data
dasar (baseline) permasalahan integrasi intervensi program
penurunan stunting kabupaten/kota.
Pada tahun kedua dan Analisis Situasi bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya
selanjutnya perbaikan situasi program penurunan stunting sebagai dasar
perumusan rekomendasi tindakan.
Hasil kajian/studi dan laporan yang relevan dimanfaatkan untuk memberikan informasi mengenai:
1. Prevalensi stunting dan sebarannya.
2. Rekomendasi program yang diperlukan untuk penurunan stunting, sumber pembiayaan, dan
lokasi prioritas (fokus penanganan).
3. Permasalahan dalam penyelenggaraan layanan terkait intervensi gizi prioritas dan rekomendasi
tindakan untuk perbaikan manajemen layanan.
4. Strategi komunikasi perubahan perilaku bagi rumah tangga 1.000 HPK.
5. Kebijakan/dukungan regulasi yang diperlukan.
Jika tidak ada hasil-hasil analisis yang relevan, Bappeda melanjutkan ke persiapan Analisis Situasi.
1. Analisis sebaran
Bagaimana pola sebaran 1. Jumlah analisis situasi
prevalensi stunting
prevalensi stunting dalam 2. Lokasi-lokasi fokus
dalam wilayah
wilayah kabupaten/kota? penurunan stunting
kabupaten/kota
Analisis situasi khusus pada wilayah tertentu dilakukan jika ada satu atau lebih dari hal-hal
berikut ini ditemukan:
a. Terdapat wilayah dengan prevalensi stunting atau jumlah kasus stunting secara
signifikan berada di atas rata-rata. Rata-rata yang digunakan adalah rata-rata
seluruh desa atau rata-rata seluruh kecamatan atau rata-rata seluruh wilayah layanan
Puskesmas di kabupaten/kota tersebut.
b. Terdapat wilayah dengan program terkait intervensi gizi prioritas yang relatif lengkap,
cakupan layanan relatif memadai, namun prevalensi stunting relatif masih tinggi.
c. Terdapat wilayah dengan masalah pada beberapa cakupan layanan.
Idealnya, data yang digunakan adalah data jumlah kasus dan prevalensi stunting pada
anak bawah dua tahun (baduta) pada satu tahun terakhir, untuk tingkat kecamatan
UNTUK
DIINGAT
dan desa/kelurahan.
Tim pelaksana meminta Dinas Kesehatan memberikan data stunting (dalam jumlah kasus dan prevalensi)
yang merupakan hasil surveilans gizi atau hasil pengukuran pada Bulan Penimbangan Balita (Februari
dan Agustus), atau hasil kegiatan lainnya yang telah divalidasi/dikonfirmasi oleh Dinas Kesehatan.
Data stunting kabupaten/kota tersebut dirinci per desa/kelurahan atau per kecamatan atau per wilayah
Puskesmas untuk mengetahui di mana stunting terjadi dan bagaimana prevalensinya di lokasi tersebut.
Jika Maka
Jika data ideal tersebut belum tersedia Tim pelaksana analisis situasi tetap dapat
memanfaatkan data-data berikut (urutan disusun dari
data yang paling diharapkan):
• Jumlah kasus stunting atau prevalensi stunting
pada Balita (usia 0-59 bulan) pada 3-6 bulan
terakhir.
• Jumlah kasus stunting atau prevalensi stunting
pada Balita pada satu tahun terakhir.
• Jumlah kasus stunting atau prevalensi stunting
pada Balita per wilayah Puskesmas.
• Jika data stunting sama sekali belum tersedia,
tim menggunakan beberapa indikator untuk
mendeteksi kecamatan atau desa berisiko:
1. Jumlah kasus atau prevalensi Berat Bayi
Lahir Rendah (BBLR).
2. Jumlah kasus atau prevalensi Bumil
Kekurangan Energi Kronis (KEK).
Jika data pada indikator-indikator Tim memfasilitasi diskusi dengan seluruh Puskesmas
tersebut juga belum tersedia untuk memperoleh gambaran situasi stunting di
kecamatan dan desa yang termasuk wilayah layanan
Puskesmas masing-masing.
Jika data prevalensi stunting hanya Hal ini menjadi catatan bagi penanggung jawab
tersedia pada tingkat Puskesmas Aksi Integrasi untuk mengomunikasikan kepada
penanggung jawab Aksi Integrasi #6 (Sistem
Manajemen Data Stunting) untuk memprioritaskan
penyediaan data yang lebih rinci di tingkat desa/
kelurahan.
Jika data prevalensi stunting belum Dinas Kesehatan memasukkan Pengukuran Data
tersedia pada tingkat Puskesmas Stunting (Aksi Integrasi #7) sebagai rencana aksi
Dinas.
Contoh analisis pola sebaran stunting dan hasil identifikasi calon-calon wilayah yang akan mendapatkan
Analisis Situasi secara khusus (tersendiri) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
40%
30%
21%
15%
12% 12% 13%
10%
6% 6% 7% 7%
4%
2% 2%
Kecamatan 10
Kecamatan 11
Kecamatan 12
Kecamatan 13
Kecamatan 14
Kecamatan 15
Kecamatan 1
Kecamatan 2
Kecamatan 3
Kecamatan 4
Kecamatan 5
Kecamatan 6
Kecamatan 7
Kecamatan 8
Kecamatan 9
• Angka Stunting kabupaten/kota (rata-rata prevalensi stunting dari 15 kecamatan) adalah 12%.
• Terdapat 5 kecamatan dengan situasi stunting yang relatif lebih buruk (di atas rata-rata).
• Jika perbedaan yang signifikan ditunjukkan oleh perbedaan > 50% rata-rata, maka kecamatan dengan
prevalensi > 18% menunjukkan kecamatan yang perlu mendapat perhatian khusus.
• Ada tiga kecamatan dengan prevalensi signifikan berbeda dari rata-rata. Ketiga kecamatan ini menjadi
calon wilayah yang mendapatkan Analisis Situasi tersendiri (khusus).
118
111
93 92
68
46 42
40
34 32
25 29 30
21 25
Kecamatan 10
Kecamatan 11
Kecamatan 12
Kecamatan 13
Kecamatan 14
Kecamatan 15
Kecamatan 1
Kecamatan 2
Kecamatan 3
Kecamatan 4
Kecamatan 5
Kecamatan 6
Kecamatan 7
Kecamatan 8
Kecamatan 9
• Berdasarkan jumlah kasus, rata-rata jumlah kasus stunting per kecamatan adalah 54 kasus.
• Ada 5 kecamatan dengan jumlah kasus stunting yang relatif lebih buruk (di atas rata-rata).
• Jika perbedaan yang signifikan ditunjukkan oleh perbedaan > 50% rata-rata, maka kecamatan dengan
kasus > 81 menunjukkan kecamatan yang perlu mendapat perhatian khusus.
• Memperhatikan prevalensi stunting pada Gambar 1.2 dan jumlah kasus stunting pada Gambar 1.3, maka
Kecamatan 15 menjadi calon wilayah yang mendapatkan Analisis Situasi tersendiri karena prevalensi dan
jumlah kasus stunting signifikan di atas rata-rata.
• Tim pelaksana analisis situasi dapat mempertimbangkan Kecamatan 8, Kecamatan 9, Kecamatan 12,
Kecamatan 13, Kecamatan 14, dan Kecamatan 15 sebagai wilayah yang memerlukan perhatian khusus
karena merupakan wilayah dengan prevalensi tinggi atau jumlah kasus tergolong tinggi.
31% 32%
30% 30%
27%
25%
24%
21%
19% 20% 20%
18%
16% 16% 17%
Kecamatan 10
Kecamatan 11
Kecamatan 12
Kecamatan 13
Kecamatan 14
Kecamatan 15
Kecamatan 1
Kecamatan 2
Kecamatan 3
Kecamatan 4
Kecamatan 5
Kecamatan 6
Kecamatan 7
Kecamatan 8
Kecamatan 9
• Angka Stunting kabupaten/kota (rata-rata prevalensi stunting dari 15 kecamatan) adalah 23%.
• Terdapat 7 kecamatan dengan situasi stunting yang relatif lebih buruk (di atas rata-rata).
• Jika perbedaan yang signifikan ditunjukkan oleh perbedaan > 50% rata-rata, maka kecamatan dengan
prevalensi > 35% merupakan kecamatan yang perlu mendapat perhatian khusus.
• Pola sebaran menunjukkan tidak ada kecamatan dengan prevalensi signifikan di atas rata-rata.
• Pola sebaran tidak menunjukkan perlunya analisis situasi tersendiri atau perhatian khusus pada wilayah
tertentu. Dengan kata lain pola pada Gambar 1.4 mengindikasikan Analisis Situasi hanya dilakukan secara
umum di tingkat Kabupaten/Kota.
TIPS
Dalam pengambilan keputusan jumlah wilayah (kecamatan/desa) yang memerlukan
analisis situasi secara tersendiri (khusus) atau daftar wilayah yang memerlukan
perhatian khusus, tim pelaksana dapat mempertimbangkan beberapa hal berikut:
a) Pengaruh/kontribusi wilayah-wilayah tersebut untuk mempercepat
penurunan stunting kabupaten/kota (misalnya dilihat dari proporsi jumlah
kasus/kejadian terhadap total kasus).
b) Cakupan layanan dari intervensi gizi prioritas di wilayah tersebut.
c) Jumlah ibu hamil atau baduta pada tahun tersebut.
Indikator Utama
1. Cakupan Bumil KEK Persentase Bumil KEK yang Jumlah Bumil KEK Jumlah seluruh Dinas Kesehatan
yang mendapat mendapat PMT pemulihan yang mendapat PMT Bumil KEK di
PMT pemulihan terhadap seluruh Bumil KEK pemulihan wilayah tsb dalam
dalam kurun waktu yang sama kurun waktu satu
tahun yang sama
2. Cakupan Ibu Persentase ibu hamil mendapat Jumlah ibu hamil Jumlah semua ibu Dinas Kesehatan
Hamil mendapat TTD minimal 90 tablet selama mendapat TTD hamil di wilayah tsb
IFA (TTD) minimal kehamilan terhadap seluruh ibu minimal 90 tablet dalam kurun waktu
90 tablet selama hamil dalam kurun waktu yang selama kehamilan satu tahun yang
kehamilan sama sama
3. Cakupan kelas Persentase ibu hamil yang Jumlah ibu hamil Jumlah semua ibu Dinas Kesehatan
ibu hamil (ibu mengikuti kelas ibu hamil yang mengikuti hamil dalam kurun
mengikuti terhadap jumlah semua ibu kelas ibu hamil waktu satu tahun
konseling gizi dan hamil yang sama
kesehatan)
4. Cakupan keluarga Persentase keluarga yang Jumlah keluarga Jumlah semua Dinas yang
yang mengikuti mengikuti BKB terhadap seluruh dengan balita yang keluarga dengan membidangi urusan
Bina Keluarga Balita keluarga yang memiliki Balita mengikuti BKB balita dalam kurun keluarga berencana
waktu satu tahun
yang sama
6. Cakupan kehadiran Rata-rata persentasi jumlah anak Jumlah anak usia 0-5 Jumlah anak usia Dinas Kesehatan
di posyandu (rasio usia 0-5 tahun yang hadir per tahun yang hadir per 0-5 tahun dalam
yang datang bulan di posyandu terhadap bulan di posyandu wilayah kerja
terhadap total semua anak usia 0-5 tahun dalam posyandu
sasaran) wilayah kerja posyandu
7. Cakupan Ibu Persentase ibu hamil yang Jumlah ibu hamil Jumlah semua ibu Dinas Kesehatan
Hamil-K4 mendapatkan pelayanan yang mendapatkan hamil di wilayah tsb
antenatal minimal 4 kali selama pelayanan K4 di dalam kurun waktu
kehamilan dengan jadwal satu fasilitas pelayanan satu tahun yang
kali pada trimester pertama, satu kesehatan sama
kali pada trimester kedua dan
dua kali pada trimester ketiga
terhadap seluruh ibu hamil
dalam kurun waktu yang sama
8. Cakupan anak Persentase jumlah bayi usia 6-59 Jumlah bayi usia Jumlah semua bayi Dinas Kesehatan
6-59 bulan yang bulan yang memperoleh Vit. A 6-59 bulan yang usia 6-59 bulan
memperoleh Vit A terhadap semua bayi usia 6-59 memperoleh Vit. A pada tahun tsb
bulan
9. Cakupan bayi Persentase bayi usia 0-11 Jumlah bayi usia Jumlah semua bayi Dinas Kesehatan
0-11 bulan telah bulan yang telah mendapatkan 0-11 bulan yang usia 0-11 bulan
diimunisasi dasar imunisasi dasar dan imunisasi telah mendapatkan dalam kurun waktu
secara lengkap lengkap terhadap semua bayi imunisasi dasar dan satu tahun yang
berusia 0-11 bulan imunisasi lengkap sama
10. Cakupan balita Persentase balita diare yang Jumlah balita diare Jumlah seluruh Dinas Kesehatan
diare yang memperoleh suplementasi zinc yang memperoleh balita diare pada
memperoleh suplementasi zinc kurun waktu satu
suplementasi zinc tahun tersebut
11. Cakupan remaja Persentase remaja putri (13-18 Jumlah remaja putri Jumlah seluruh Dinas Kesehatan
putri mendapatkan tahun) yang mendapat TTD yang mendapat TTD remaja putri pada
TTD kurun waktu satu
tahun tersebut
13. Cakupan rumah Persentase rumah tangga yang Jumlah rumah Jumlah seluruh Dinas Kesehatan
tangga yang telah menggunakan sanitasi tangga yang telah rumah tangga pada
menggunakan layak terhadap seluruh rumah menggunakan tahun tsb
sanitasi layak tangga sanitasi layak
14. Cakupan rumah Persentase penduduk yang telah Jumlah penduduk Jumlah penduduk Dinas Kesehatan
tangga peserta menjadi peserta JKN/Jamkesda yang telah menjadi pada tahun tsb
JKN/Jamkesda terhadap semua penduduk peserta JKN/
JamKesda
15. Cakupan KPM PKH Persentase KPM PKH yang Jumlah KPM PKH Jumlah seluruh Dinas Sosial
yang mendapatkan mengikuti Pertemuan yang mengikuti KPM PKH
FDS gizi dan Peningkatan Kemampuan Pertemuan
kesehatan Keluarga (P2K2)/FDS gizi dan Peningkatan
kesehatan terhadap seluruh KPM Kemampuan
PKH Keluarga (P2K2)/FDS
gizi dan kesehatan
16. Cakupan orang tua Persentase ibu hamil dan Jumlah ibu hamil Jumlah ibu hamil Dinas Pendidikan
yang mengikuti orang tua dengan baduta yang dan orang tua dan anak baduta dan Kebudayaan
kelas parenting mengikuti kelas parenting dengan anak pada tahun
usia baduta yang tersebut
mengikuti kelas
parenting
17. Cakupan anak usia Persentase anak usia 2-6 tahun Jumlah anak usia Jumlah seluruh Dinas Pendidikan
2-6 tahun terdaftar terdaftar (peserta didik) di PAUD 2-6 tahun terdaftar anak usia 2-6 tahun dan Kebudayaan
(peserta didik) di terhadap jumlah semua anak (peserta didik) di
PAUD usia 2-6 tahun PAUD
18. Cakupan keluarga Persentase keluarga 1000 Jumlah keluarga Jumlah keluarga Dinas Sosial
1000 HPK HPK kelompok miskin sebagai 1000 HPK kelompok 1000 HPK
kelompok miskin penerima BPNT terhadap jumlah miskin sebagai kelompok miskin
sebagai penerima seluruh keluarga 1000 HPK penerima BPNT
BPNT kelompok miskin
20. Cakupan layanan Persentase ibu nifas Jumlah ibu nifas Jumlah semua ibu Dinas Kesehatan
Ibu Nifas mendapatkan pelayanan yang mendapatkan nifas di wilayah tsb
postnatal minimal 3 kali pelayanan postnatal dalam kurun waktu
terhadap semua ibu nifas dalam minimal 3 kali satu tahun yang
kurun waktu yang sama sama
Indikator Pelengkap
1. Cakupan balita Persentase balita gizi buruk yang Jumlah balita Jumlah seluruh Puskesmas
yang mengalami ditangani terhadap seluruh kasus gizi buruk yang kasus balita gizi
gizi buruk yang balita gizi buruk ditangani buruk dalam kurun
ditangani (BGM) waktu satu tahun
yang sama
2. Cakupan Persentase jumlah Puskesmas Jumlah Puskesmas Jumlah seluruh Dinas Kesehatan
Puskesmas yang yang mampu tata laksana MTBS yang mampu tata Puskesmas di kab/
mampu tata laksana terhadap seluruh Puskesmas di laksana MTBS kota
MTBS kab/kota
3. Cakupan keluarga Persentase keluarga 1000 Jumlah keluarga Jumlah seluruh Dinas Sosial
1000 HPK HPK kelompok miskin sebagai 1000 HPK kelompok keluarga 1000 HPK
kelompok miskin penerima PKH terhadap jumlah miskin sebagai kelompok miskin
sebagai penerima seluruh keluarga 1000 HPK penerima PKH
PKH kelompok miskin
4. Cakupan bayi Persentase baduta yang memiliki Jumlah baduta Jumlah seluruh Dinas Dukcapil
yang memiliki akta akta kelahiran terhadap semua yang memiliki akta baduta pada tahun
kelahiran baduta kelahiran yang sama
5. Cakupan balita Persentase balita gizi buruk yang Jumlah balita Jumlah seluruh Puskesmas
yang mengalami ditangani terhadap seluruh kasus gizi buruk yang kasus balita gizi
gizi buruk yang balita gizi buruk ditangani buruk dalam kurun
ditangani (BGM) waktu satu tahun
yang sama
1. Cakupan Ibu hamil Persentase Bumil yang Jumlah bumil yang Jumlah seluruh Puskesmas
menggunakan menggunakan kelambu menggunakan bumil
kelambu di daerah terhadap seluruh bumil kelambu
endemis
2. Cakupan Ibu Persentase Bumil positif HIV Jumlah Bumil positif Jumlah seluruh Puskesmas
hamil positif HIV mendapatkan pelayanan PPIA HIV mendapatkan bumil positif HIV
mendapatkan terhadap seluruh bumil positif pelayanan PPIA
pelayanan HIV
Prevention
Mother to Child
Transmition (PPIA:
Pencegahan
Penularan Ibu ke
Anak)
3. Cakupan balita Persentase balita yang Jumlah balita yang Jumlah seluruh Puskesmas
yang memperoleh mendapat obat cacing terhadap mendapat obat balita
obat cacing seluruh balita cacing
Keterangan:
* Pada tahun kedua pelaksanaan Analisis Situasi menggunakan data terpilah Baduta dan balita
Indikator Utama: indikator yang wajib digunakan
Indikator Pelengkap: indikator yang sebaiknya juga digunakan untuk menunjang analisis cakupan intervensi
Indikator untuk wilayah dengan kondisi khusus: hanya berlaku pada wilayah dengan kondisi khusus, misalnya
endemis malaria, Hotspot HIV
Jika Maka
Jika data cakupan layanan hanya Hal ini menjadi catatan bagi penanggung jawab aksi
tersedia pada tingkat puskesmas atau untuk mengomunikasikan kepada penanggung jawab
kecamatan Aksi #6 (Sistem Manajemen Data Stunting) untuk
memprioritaskan penyediaan data yang lebih rinci di
tingkat desa/kelurahan.
Jika data cakupan layanan tidak tersedia OPD penanggung jawab layanan memasukkan
pada tingkat puskesmas atau kecamatan pengumpulan data sebagai rencana aksi OPD.
OPD memprioritaskan penyiapan data cakupan layanan untuk wilayah-wilayah Hotspot (prevalensi atau
jumlah kasus stunting melebihi rata-rata secara signifikan).
Hal ini untuk mengetahui jenis sumber daya yang perlu diprioritaskan penyediaannya atau
penambahannya. Misalnya menyediakan Puskesmas Pembantu (Pustu), menambah Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM), atau menambah Posyandu.
Tim pelaksana menggunakan data stunting untuk mengidentifikasi lokasi prioritas penyediaan atau
penambahan alokasi sumber daya agar tepat sasaran. Wilayah konsentrasi kejadian stunting atau
wilayah Hotspot harus menjadi prioritas dalam penentuan lokasi program/kegiatan.
Desa 9
Desa 8
Desa 7
Desa 6
Desa 5
Desa 4
Desa 3
Desa 2
Desa 1
Nama
Desa 16
Desa 15
Desa 14
Desa 13
Desa 12
Desa 11
Desa 10
Prevalensi Stunting
Cakupan Bumil KEK yang mendapat
1
PMT pemulihan
Cakupan Ibu Hamil mendapat TTD
2
mendapatkan PMT
Prevalensi Sangat Tinggi
memperoleh Vit A
Prevalensi Tinggi
Cakupan Rendah
Cakupan bayi 0-11 bulan telah
9
TTD
Cakupan rumah tangga yang
12
Prevalensi Rendah
menggunakan sumber air minum layak
Cakupan rumah tangga yang
13
Jamkesda
15 Cakupan KPM PKH yang mendapatkan
FDS gizi dan kesehatan
Cakupan orang tua yang mengikuti
16
17
(peserta didik) di PAUD
Cakupan keluarga 1000 HPK kelompok
18
miskin sebagai penerima BPNT
19
Cakupan desa menerapkan KRPL
20
Cakupan layanan Ibu Nifas
Rekomendasi realokasi dan penambahan alokasi program
Tim pelaksana mengidentifikasi opsi tindakan untuk memperbaiki alokasi sumber daya agar cakupan
layanan (intervensi gizi) di lokasi fokus dapat meningkat. Informasi yang dibutuhkan adalah sumber-
sumber pembiayaan yang dapat dimanfaatkan kabupaten/kota untuk penyediaan/penambahan
sumber daya tersebut, termasuk potensi pembiayaan dari DAK dan Dana Desa.
Opsi tindakan untuk memperbaiki alokasi sumber daya peningkatan cakupan layanan meliputi:
Untuk memastikan lokasi program/kegiatan mencakup desa-desa yang menjadi lokasi fokus dan
kebutuhan realokasi atau penambahan alokasi program/kegiatan APBN atau APBD Provinsi dapat
terpenuhi, tim pelaksana atau OPD terkait membahas mekanisme penentuan lokasi dan realokasi/
penambahan anggaran dengan K/L atau OPD terkait di tingkat provinsi. Tim pelaksana dapat
meminta Pemerintah Provinsi memfasilitasi pembahasan dengan K/L atau OPD provinsi tersebut.
TIPS
Apabila diperlukan, tim pelaksana dapat melakukan observasi lapangan untuk melakukan
Analisis Situasi secara khusus pada wilayah tertentu, dengan memperhatikan beberapa
aspek sebagai berikut:
1. Karakteristik wilayah yang memicu faktor penyebab stunting.
2. Karakteristik keluarga dengan anak stunting.
3. Kendala bagi keluarga sasaran untuk mengakses layanan.
Apakah proses • Sistem yang dimaksud antara lain tujuan dan target
penyelenggaraan kinerja layanan, data/informasi yang digunakan dalam
layanan saat ini perencanaan dan pemantauan kemajuan capaian
memiliki sistem layanan, koordinasi dengan penyelenggara layanan lain
yang membuat yang terkait, dan pengawasan untuk memastikan layanan
rumah tangga terselenggara bagi target penerima manfaat.
1.000 HPK menjadi
target penerima • Bisa saja sejumlah layanan telah memiliki sistem tersebut,
manfaat misalkan layanan antenatal care yang menyasar pada ibu
hamil. Sedangkan layanan lainnya belum memiliki sistem
tersebut, misalnya layanan air minum dan sanitasi yang
menyasar masyarakat secara umum.
CHECK Apakah penyedia layanan paham tentang intervensi gizi yang harus
LIST diprioritaskan?
Apakah mereka tahu siapa yang menjadi target utama intervensi gizi
prioritas?
Rekomendasi tersebut harus difokuskan pada upaya perbaikan manajemen pada tahun berjalan
dan/atau satu tahun mendatang. Tim teknis memfasilitasi pembahasan rekomendasi perbaikan ini
dengan sektor-sektor yang terlibat untuk mengkonfirmasi temuan analisis situasi dan menyepakati
rekomendasi perbaikan manajemen layanan.
5) Analisis Kebutuhan Penguatan Koordinasi Antar Program dan Antara Kabupaten/Kota dengan
Kecamatan dan Desa
• Reviu koordinasi di antara penyedia layanan dan upaya komunikasi perubahan perilaku untuk
merekomendasikan forum koordinasi penyedia layanan di tingkat kabupaten/kota atau di tingkat
kecamatan yang akan diperkuat untuk mendukung integrasi layanan bagi rumah tangga 1.000 HPK
di tingkat desa/kelurahan.
• Reviu koordinasi diantara kabupaten/kota dengan kecamatan dan desa adalah untuk
merekomendasikan forum koordinasi lintas pemerintahan yang akan diperkuat untuk mendukung
integrasi layanan bagi rumah tangga 1.000 HPK di tingkat desa/kelurahan.
Koordinasi antara upaya perubahan perilaku dengan upaya perbaikan penyampaian layanan
oleh penyedia layanan.
Rekomendasi terkait dengan forum yang akan diperkuat untuk koordinasi teknis para penyedia
layanan dan para pelaksana upaya perubahan perilaku rumah tangga 1.000 HPK.
Termasuk dalam hal ini koordinasi pembiayaan program/kegiatan prioritas pada lokasi
prioritas, koordinasi pemantauan kemajuan integrasi layanan di tingkat kecamatan
dengan memanfaatkan data KPM, dan koordinasi pelaksanaan layanan dari sejumlah
penyedia layanan.
Tim penyusun juga dapat berupa tim yang sama dengan tim teknis Analisis Situasi atau beberapa anggotanya
berasal dari tim teknis Analisis Situasi.
Idealnya analisis situasi dilakukan pada Januari sampai dengan Februari tahun berjalan.
JADWAL
Tahapan Pelaksanaan
Penyusunan Rencana Kegiatan meliputi tahapan sebagai berikut:
Tahap 1: Penyusunan Rancangan Rencana Kegiatan
Tahap 2: Diskusi Rancangan Rencana Kegiatan dengan DPRD
Tahap 3: Ekspose Rancangan Rencana Kegiatan pada Rembuk Stunting Kabupaten/Kota
Tahap 4: Finalisasi Rancangan Rencana Kegiatan berdasarkan Kesepakatan Rembuk Stunting
Kab/Kota
Tahap 5: Integrasi Rencana Kegiatan ke dalam RKPD, Renja OPD, KUA PPAS, dan RKA OPD
Contoh-contoh kegiatan untuk meningkatkan cakupan dan integrasi intervensi gizi serta OPD penanggung
jawabnya ditampilkan pada Tabel berikut:
OPD Penanggung
Intervensi Contoh kegiatan
Jawab
1. Pendataan jumlah dan sebaran remaja putri dan
ibu hamil
Suplementasi tablet tambah darah pada
Dinas Kesehatan
Remaja dan Wanita Usia Subur (WUS) 2. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD)
Dinas Kesehatan
12. Pengembangan instrumen komunikasi
Kampanye nasional, termasuk perubahan perilaku Dinas Kesehatan Bidang
penyebarluasan informasi melalui berbagai Promosi Kesehatan
jalur organisasi masyarakat madani, jejaring 13. Pelatihan kader
lintas agama, organisasi profesi, dan Dinas yang membidangi
komunitas. 14. Kegiatan konseling rumah tangga terpadu Kominfo
(interpersonal counseling)
Integrasi modul gizi pada program Pengasuhan
Penyediaan konseling pengasuhan untuk Dinas Pendidikan
Bersama dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
orang tua Parenting, Bina Keluarga Balita (BKB)
Akses air minum yang aman 19. Peningkatan kapasitas pengelola SPAM Dinas PU
perdesaan
Jika Maka
OPD melanjutkan pengusulan kegiatan baru dengan target kinerja, lokasi, dan
Tidak anggaran (jika diperlukan) serta OPD penanggung jawab yang sesuai dengan
rekomendasi hasil analisis situasi.
4) Masing-masing OPD memetakan berbagai opsi sumber pendanaan untuk membiayai program/
kegiatan penyediaan intervensi dan kegiatan peningkatan integrasi.
5) Bappeda dan OPD membahas dan mengkonsolidasikan rancangan rencana kegiatan untuk
bahan
Informasi penting yang diharapkan dari hasil konsolidasi ini adalah sebagai berikut:
Daftar prioritas kegiatan peningkatan cakupan intervensi
Daftar prioritas kegiatan peningkatan integrasi intervensi
Kegiatan yang sudah ada dan tidak perlu penyesuaian (dalam salah satu atau lebih hal
berikut: target kinerja, lokasi prioritas (fokus), perbaikan manajemen pelaksanaan
intervensi, anggaran)
Kegiatan yang sudah ada namun perlu penyesuaian
Kegiatan baru namun tidak memerlukan anggaran
Kegiatan baru yang memerlukan alokasi anggaran
Diskusi bertujuan untuk mengkomunikasikan Rancangan Rencana Kegiatan Intervensi Penurunan Stunting
Terintegrasi kepada DPRD dan dukungan kebijakan anggaran yang diperlukan.
Melalui diskusi ini, DPRD diharapkan lebih awal memahami kebutuhan kabupaten/kota dalam upaya
menurunkan prevalensi stunting dan memahami implikasi kebijakan yang perlu disesuaikan, terutama
dalam perumusan pokok-pokok pikiran DPRD dan KUA-PPAS.
OPD memberikan klarifikasi/konfirmasi yang diperlukan atas rancangan kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya.
Kesepakatan Rembuk Stunting atas rencana kegiatan pelaksanaan intervensi penurunan stunting
terintegrasi menjadi dasar finalisasi dan pengesahan rencana kegiatan.
Rencana kegiatan yang telah difinalkan berdasarkan hasil Rembuk Stunting selanjutnya disampaikan
kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan OPD.
OPD menggunakan Rencana Kegiatan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan intervensi gizi terintegrasi
pada tahun berjalan ataupun dalam penyusunan Renja dan RKA OPD tahun rencana berikutnya.
Jadwal pengintegrasian ini mengikuti jadwal penyusunan RKPD, KUA-PPAS, dan RAPBD/RAPBD-P.
TIPS
Untuk mengetahui kemajuan proses integrasi ini, penanggung jawab dapat
menggunakan:
• Matriks Integrasi Rencana Program/Kegiatan, yaitu matriks untuk mengetahui
daftar program/kegiatan dalam Rencana Kegiatan yang masuk dalam RKPD dan/atau
Renja OPD (Tabel 2.4)
• Matriks Integrasi Anggaran, yaitu matriks untuk mengetahui daftar program/kegiatan
dalam Rencana Kegiatan sesuai angka 1 yang masuk dalam KUA-PPAS dan RAPBD/
RAPBD-P (Tabel 2.5)
Total
Tahun 20…
Tahun 20…
Materi utama yang akan disampaikan dalam kegiatan rembuk stunting adalah:
1. Program/kegiatan penurunan stunting yang akan dilakukan pada tahun berjalan, dan
2. Komitmen Pemerintah Daerah dan OPD terkait untuk program/kegiatan penurunan stunting yang
akan dimuat dalam RKPD/Renja tahun berikutnya.
Lembaga non pemerintah dan swasta yang dimaksud misalnya Lembaga Ikatan Ibu Menyusui,
Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Himpunan PAUD Indonesia (Himpaudi), Persatu Ahli Gizi Indonesia
(Persagi), Aisyiyah, Fatayat dan Muslimah NU, WKRI (Wanita Katholik Republik Indonesia), PWKI
(Persatuan Wanita Kristen Indonesia), Wanita Buddhis Indonesia, Persada Hindu, PAMSIMAS,
SANIMAS, Ikatan Wanita Tani (IWT), Ikatan Pengusaha Muda Indonesia (IPMI), dan lain sebagainya.
Waktu penyelenggaraan disesuaikan dengan jadwal perencanaan tahunan kabupaten/kota sehingga hasil
rembuk bisa terakomodir dalam dokumen perencanaan dan penganggaran kabupaten/kota.
Kegiatan Rembuk Stunting dapat dilaksanakan pada saat kegiatan Forum OPD untuk Penyusunan Renja OPD
kabupaten/kota (Februari).
Tahapan Pelaksanaan
Tahap 1: Merancang Agenda Pelaksanaan Rembuk Stunting
Tahap 2: Menyiapkan Dokumen Pendukung
Tahap 3: Sosialisasi dan Diseminasi Komitmen Aksi Integrasi Penurunan Stunting
2) Narasumber
Narasumber dapat berasal dari unsur pemerintah daerah, kementerian/lembaga terkait, universitas.
3) Peserta
Peserta Rembuk Stunting tingkat kabupaten/kota adalah bupati/wakil bupati (walikota/wakil walikota),
sekretaris daerah (Sekda), DPRD, Bappeda, OPD penanggung jawab layanan (terkait intervensi gizi
prioritas), Badan Kantor Perwakilan Kementerian Teknis, unsur PKK, para camat dan kepala desa,
pendamping dan fasilitator program terkait (kabupaten/kota, kecamatan, desa), akademisi, organisasi
masyarakat sipil, akademisi, serta unsur-unsur masyarakat lainnya.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan bahwa hasil Analisis Situasi dan rancangan Rencana
Kegiatan tersebut telah terkonfirmasi secara formal sebelum kegiatan rembuk stunting
PENTING dilakukan.
Musrenbang Desa
TIPS
Sosialisasi komitmen bersama dapat dilakukan melalui berbagai media komunikasi yang
tersedia seperti radio, koran, televisi lokal, dan sebagainya.
Pemerintah daerah melakukan sosialisasi dan diseminasi komitmen hasil Rembuk Stunting untuk
menegaskan kembali komitmen dan mendorong seluruh pihak untuk berkontribusi secara aktif dalam
upaya penurunan stunting terintegrasi.
Dengan adanya sosialisasi dan diseminasi, masyarakat juga dapat melakukan monitoring sosial terhadap
pelaksanaan komitmen dalam upaya penurunan stunting terintegrasi di wilayahnya masing-masing.
Tujuan utama dari peraturan Bupati/Walikota terkait peran desa dalam penurunan
stunting terintegrasi untuk memberikan kepastian hukum yang dapat digunakan
sebagai rujukan bagi desa untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan-
TUJUAN
kegiatan dalam mendukung upaya penurunan stunting.
Peraturan Bupati/Walikota terkait peran desa dalam penurunan stunting terintegrasi dapat meliputi hal-hal
berikut:
1. Menetapkan kewenangan desa dalam mendukung integrasi intervensi penurunan stunting
2. Meningkatkan alokasi penggunaan APBDes terutama penggunaan Dana Desa untuk kegiatan yang
dapat mendukung penurunan stunting
3. Menyediakan kader pembangunan manusia (KPM) untuk memfasilitasi pelaksanaan intervensi
penurunan stunting terintegrasi di tingkat desa
4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas penyediaan layanan penurunan stunting
5. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan layanan penurunan stunting
Tahapan Pelaksanaan
Tahapan Aksi Integrasi ke-empat (4) Peraturan Bupati/Walikota tentang Peran Desa terdiri dari:
Tahap 1: Penyusunan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota
Tahap 2: Pembahasan Rancangan Peraturan Bupati/ Walikota
Tahap 3: Penetapan dan Sosialisasi Peraturan Bupati/Walikota
1. Tim Penyusun diketuai oleh Pimpinan OPD pemrakarsa atau pejabat lain
yang ditunjuk oleh Kepala Daerah dan Sekretaris berasal dari Bagian Hukum
UNTUK Kabupaten/Kota.
DIINGAT
2. Tim Penyusun ditetapkan melalui Surat Keputusan Pemerintah Daerah.
3. Tim penyusun sebaiknya melibatkan OPD lain yang terkait dan perwakilan
dari lembaga masyarakat yang relevan dan akademisi.
Proses reviu dapat dilakukan melalui diskusi kelompok terarah dengan melibatkan lintas
sektor, mitra pembangunan, lembaga kemasyarakatan, dan akademisi.
3) Konsultasi publik
• Konsultasi publik penting dilakukan sebagai wujud penerapan prinsip tata kelola pemerintahan
yang baik dan untuk mendapatkan input dari masyarakat.
• Masyarakat berhak mendapatkan informasi dan memberikan masukan atas peraturan yang
akan dibuat oleh pemerintah kabupaten/kota.
• Konsultasi publik dapat dilakukan dengan berbagai cara dan disesuaikan dengan kondisi
daerah masing-masing.
• Pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan yang ada di desa merupakan kelompok
utama yang diharapkan dapat memberikan input dalam rancangan Peraturan Bupati/Walikota.