Anda di halaman 1dari 17

STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DESA JAMPIT,

KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO

PROPOSAL MAKALAH

disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Metodologi Penelitian Kualitatif


yang dibimbing oleh Dr. Endang Suarsini, M.Ked. dan Dr. H. Sueb, M.Kes.,
yang disajikan pada 07 Desember 2018

Disusun Oleh
Muhammad Khalid Faruq
180341863004

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
NOVEMBER 2018
STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DESA JAMPIT,
KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO
Muhammad Khalid Faruq, Dr. Endang Suarsini, M. Ked.
dan Dr. H. Sueb, M. Kes.
Pascasarjana Program Studi Pendidikan Biologi
Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang No.5, Malang, Jawa Timur,
e-mail: khalidfaruq24@gmail.com, sueb.fmipa@um.ac.id

Abstrak: Desa Jampit memiliki keindahan alam seperti pekarangan rumah milik
masyarakat dengan aneka macam tanamannya, wisata Kawah Wurung, agrowisata
kopi, agrowisata strawberry, dan beberapa obyek yang berpotensi untuk
dikembangakan menjadi obyek ekowisata, sehingga perlu adanya penelitian lebih
lanjut dalam mengembangkan potensi ekowisata di Desa Jampit, Kecamatan
Sempol, Kabupaten Bondowoso. Data diperoleh dari kuesioner yang diberikan
kepada 30 responden yang terdiri dari pengunjung, penambang, pedagang,
masyarakat, dan pembuat kebijakan. Pengembangan strategi menggunakan
analisis SWOT. Beberapa aspek SWOT meliputi aspek kekuatan (S), kelemahan
(W), peluang (O) dan ancaman (T), di mana keempat terkait satu sama lain.
Penentuan konsep dasar pembangunan didasarkan pada analisis SWOT dengan
menilai (bobot) menggunakan Internal Factor Analysis Summary (IFAS)-
Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS).

Kata Kunci: Ekowisata, SWOT, IFAS-EFAS

ECOTOURISM DEVELOPMENT STRATEGY IN JAMPIT VILLAGE,


SEMPOL DISTRICT, BONDOWOSO REGENCY
Muhammad Khalid Faruq, Dr. Endang Suarsini, M. Ked.
dan Dr. H. Sueb, M. Kes.
Postgraduate Biology Education
Malang State University, Semarang Street No.5 Malang, East Java,
e-mail: khalidfaruq24@gmail.com, sueb.fmipa@um.ac.id

Abstract: Jampit Village has natural beauty such as community-owned yard with
various kinds of plants, Wurung Crater tourism, coffee agro tourism, strawberry
agro tourism, and several objects that have the potential to be developed into
ecotourism objects, so further research is needed in developing ecotourism
potential in Jampit Village, Sempol District, Bondowoso Regency. Data was
obtained from questionnaires given to 30 respondents consisting of visitors,
miners, traders, communities, and policy makers. Strategy development uses
SWOT analysis. Some aspects of SWOT include aspects of strength (S),
weakness (W), opportunity (O) and threat (T), where all four are related to each
other. Determination of the basic concept of development is based on SWOT
analysis by assessing (weighting) using Internal Factor Analysis Summary (IFAS)
- External Factor Analysis Summary (EFAS).

Keywords: Ecotourism, SWOT, IFAS-EFAS


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia, pariwisata memberikan kontribusi signifikan di sektor ekonomi.
PDB pariwisata di Indonesia pada tahun 2015 tercatat sekitar Rp 461,36 triliun,
atau setara dengan 4,23% dari PDB nasional. Pariwisata juga memberikan
kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan nilai ekonomi nasional dan
mendukung pekerjaan bagi masyarakat lokal di banyak wilayah di Indonesia. Di
Indonesia, catatan statistik pada 2015 menyatakan bahwa sektor pariwisata
mampu menyediakan pekerjaan bagi 12,16 miliar orang (KEMENPAR, 2016).
Menurut para ahli pariwisata efektif untuk memberikan peluang untuk
meningkatkan kegiatan ekonomi, terutama dalam memerangi kemiskinan dan
menyediakan pekerjaan bagi masyarakat setempat. Oleh karena itu, banyak negara
di dunia memberikan perhatian serius pada pengembangan sektor pariwisata
(Weaver dan Oppermann, 2000).
Pengembangan ekowisata adalah konsep pengembangan pariwisata
berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan
(alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam manajemen,
sehingga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat (Pforr, 2001).
Pengembangan ekowisata yang berkelanjutan bertujuan untuk memberikan
pengalaman yang berkualitas bagi para pelancong dan untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat setempat. Sebagian besar tujuan ekowisata terletak di
daerah terpencil. Oleh karena itu, pengembangan ekowisata membutuhkan
beberapa strategi termasuk meningkatkan promosi, melestarikan lingkungan dan
melibatkan masyarakat dalam pengembangan pariwisata (Parwanti dkk, 2017).
Aspek pelembagaan, baik pemerintah dan masyarakat, juga perlu dianalisis
sehingga tidak akan menjadi kendala dalam pengembangan ekowisata (Antonius
dkk, 2018).
Konsep pengembangan ekowisata meliputi proses belajar (learning proces),
prinsip konservasi, pengembangan masyarakat, dan evaluasi. Pengembangan
ekowisata sebagai penunjang dalam pembelajaran kontekstual menjadikan siswa
lebih bermakna karena secara langsung, membangun pengetahuannya sendiri,
aktif dan menghubungkan terhadap situasi kehidupan nyata. Sehingga mampu
menumbuhkankan dan mengembangkan sikap kepedulian terhadap lingkungan.
Serta meningkatkan ekonomi masyarakat yang nantinya akan terwujud suatu
kehidupan yang serasi, seimbang, dan selaras dengan lingkungan (Muhlisin,
2013). Berbagai keuntungan yang ditawarkan konsep ekowisata adalah bahwa
para wisatawan tidak hanya berwisata di alam, tetapi mereka juga akan belajar
sesuatu dari alam maupun melakukan berbagai aktifitas wisata yang sangat ramah
lingkungan, selain keutungan dari sisi ekonomi dan pengembangan masyarakat
lokal (Kiper, 2013).
Sebuah penelitian pernah dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan
dan sikap antara konservasi penyu dan ekowisata. Hasilnya terdapat hubungan
positif antara pengetahuan dan sikap masyarakat desa Hadiwarno terhadap
konservasi penyu dan ekowisata. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
sumber belajar berupa RPP bagi peserta didik SMA kelas X pada materi pokok
upaya pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia dan pemanfaataannya
(Kurniarum dkk, 2015). Lebih lanjut Mumpuni (2012) mengungkapkan bahwa
relevansi pendidikan keunggulan lokal dengan dunia nyata mendorong
terbentuknya aplikasi praktis pada pembelajaran kontekstual biologi. Oleh karena
itu, pembelajaran biologi harus memuat pengetahuan dan sikap positif tentang
potensi lokal setempat sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar dan
mengembangkan keterampilan sesuai potensi lokal.
Desa Jampit di Kabupaten Bondowoso memiliki keindahan alam seperti
pekarangan rumah milik masyarakat dengan aneka macam tanamannya, wisata
Kawah Wurung, agrowisata kopi, agrowisata strawberry, dan beberapa obyek
yang berpotensi untuk dikembangakan menjadi obyek ekowisata. Melihat
fenomena yang terjadi seperti ini, sehingga perlu adanya studi lebih lanjut dalam
mengembangkan potensi ekowisata yang nantinya bisa dijadikan sebagai bahan
edukasi baik dimasyarakat maupun untuk siswa disekolah.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana gambaran dan potensi ekowisata di Desa Jampit, Kecamatan
Sempol, Kabupaten Bondowoso?
2. Bagaimana strategi pengembangan ekowisata yang cocok digunakan di
Desa Jampit, Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso yang
berkelanjutan?

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui gambaran dan potensi ekowisata di Desa Jampit,
Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso
2. Untuk mengetahui strategi pengembangan ekowisata yang cocok
digunakan di Desa Jampit, Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso
yang berkelanjutan

D. Definisi Operasional
1. Strategi Pengembangan
Strategi merupakan suatu pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan
dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan pelaksanaan suatu kegiatan.
2. Ekowisata
Ekowisata merupakan suatu konsep pariwisata yang menggabungkan
kegiatan konservasi, edukasi, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan
ekonomi secara berkelanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekowisata
Pariwisata mulai dilirik sebagai salah satu sektor yang sangat menjanjikan
bagi perkembangan wilayah di skala global (Suriani dan Razak, 2014). Seiring
dengan perkembangannya, muncul konsep ekowisata berbasis masyarakat, yaitu
wisata yang menyuguhkan segala sumber daya wilayah yang masih alami, yang
tidak hanya mengembangkan aspek lingkungan dalam hal konservasi saja, namun
juga memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar, sebagai salah satu upaya
pengembangan pedesaan untuk meningkatkan perekonomian lokal, dimana
masyarakat di kawasan tersebut merupakan pemegang kendali utama (Tayana &
Iwan, 2014). Pariwisata adalah pilihan terbaik untuk menghindari konflik
kepentingan, melestarikan lingkungan alam, dan pada saat yang sama
meningkatkan nilai sosial dan ekonomi masyarakat. Karena itu, kegiatan
penambangan baru-baru ini telah beralih ke pariwisata (Kent, 2003). Namun,
kegiatan baru ini menghadapi banyak tantangan, seperti kurangnya manajemen
terstruktur, dampak pariwisata massal, dan aktivitas manusia pada keberlanjutan
pariwisata (Mensah & Ernest, 2013).
Ekowisata dapat dilihat berdasarkan keterkaitannya dengan 5 elemen inti,
yaitu bersifat alami, berkelanjutan secara ekologis, lingkungannya bersifat
edukatif, menguntungkan masyarakat lokal, dan menciptakan kepuasan wisatawan
(Hill dan Gale, 2009). Ekowisata sebagai sebuah bentuk berkelanjutan dari wisata
berbasis sumberdaya alam yang fokus utamanya adalah pada pengalaman dan
pembelajaran mengenai alam, yang dikelola dengan meminimalisir dampak, non-
konsumtif, dan berorientasi lokal (kontrol, keuntungan dan skala). Terlihat jelas
bahwa perlu adanya keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat lokal, sehingga
ekowisata harus dapat menjadi alat yang potensial untuk memperbaiki perilaku
sosial masyarakat untuk tujuan konservasi lingkungan (Fennell, 2003).
Masyarakat Ekowisata Internasional atau The International Ecotourism
Society (TIES) menyebutkan setidaknya ada 6 prinsip dalam ekowisata, antara
lain:
1. Meminimalisasi dampak
Ekowisata muncul sebagai bentuk respon terhadap pariwisata massal (mass
tourism). Tak bisa dimungkiri lagi bahwa pariwisata massal memberikan
banyak dampak negatif, tak hanya bagi lingkungan, tapi juga sosial. Di ranah
sosial, pariwisata massal berdampak pada masyarakat, khususnya anak-anak.
Data dari PBB menyebutkan, setidaknya 13-19 juta anak-anak di seluruh
dunia bekerja di sektor pariwisata.
2. Membangun kesadaran dan kepedulian terhadap budaya dan lingkungan
Ekowisata bisa disebut sebagai filter (penyaring) dari dampak pariwisata
massal. Ini tak lain karena ekowisata lebih merupakan small tourism.
Wisatawan bisa berinteraksi lebih intens dengan warga lokal. Ini membuat
mereka punya waktu lebih banyak untuk menyelami budaya warga lokal
sekaligus menghormati lingkungan tempat mereka berada.
3. Memberikan pengalaman positif, baik bagi wisatawan maupun warga lokal
sebagai tuan rumah
Jumlah wisatawan yang sedikit, ekowisata bisa memberi pengalaman positif
yang lebih intensif dengan masyarakat lokal. Interaksi ini jauh lebih
berkualitas.
4. Memberikan keuntungan finansial langsung bagi konservasi
Walaupun small tourism, namun ekowisata bisa memberikan keuntungan
finansial yang tidak sedikit. Ekowisatawan biasanya sudah menyadari bahwa
ekowisata itu mahal, karena para ekowisatawan paham mengenai karena efek
positif yang diberikannya untuk beragam lapisan.
5. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi warga lokal
Ekowisata mengondisikan masyarakat di destinasi dan sekitarnya untuk
menghidupkan potensi lokal yang dimiliki. Hal ini sedikit berbeda dengan
pariwisata masal yang cenderung membuat warga di sana beralih profesi
karena tergiur oleh uang yang melimpah. Sebaliknya, ekowisata akan
membuat kehidupan di destinasi menjadi lebih sustainable (berkelanjutan).
6. Meningkatkan sensitivitas bagi iklim politik, lingkungan, maupun sosial pada
negara tuan rumah
Ekowisata yang dijalankan dengan optimal akan berdampak pada banyak hal.
Jika ekowisata diberi perhatian besar, maka mau tak mau akan berimbas pada
kebijakan. Sebab, bagaimanapun juga, ekowisata perlu diregulasi. Ini untuk
menjaga agar tidak kebablasan kea rah pariwisata massal. Efek lingkungan
dan sosial pun sudah pasti menjadi keniscayaan.
Ekowisata adalah tentang menyatukan konservasi, komunitas, dan perjalanan
yang berkelanjutan. Ini berarti bahwa mereka yang melaksanakan, berpartisipasi
dalam, dan memasarkan kegiatan ekowisata harus mengadopsi prinsip ekowisata
berikut (Martina dkk, 2015):
a. Minimalkan dampak fisik, sosial, perilaku, dan psikologis.
b. Membangun kesadaran lingkungan dan budaya, dan rasa hormat.
c. Berikan pengalaman positif bagi pengunjung dan tuan rumah.
d. Menghasilkan manfaat keuangan langsung untuk konservasi.
e. Hasilkan manfaat keuangan bagi masyarakat lokal dan industri swasta.
f. Memberikan pengalaman interpretatif yang mengesankan kepada
pengunjung yang membantu meningkatkan kepekaan terhadap iklim
politik, lingkungan, dan sosial negara-negara tuan rumah.
g. Merancang, membangun, dan mengoperasikan fasilitas berdampak rendah.
h. Kenali hak-hak dan keyakinan spiritual dari Masyarakat Asli di komunitas
Anda dan bekerja dalam kemitraan dengan mereka untuk menciptakan
pemberdayaan.
Pengembangan pariwisata adalah salah satu pendorong ekonomi yang
berkembang di setiap wilayah di Indonesia. Para sarjana menunjukkan bahwa ada
beberapa perkembangan pariwisata yang memiliki konsep seperti wisata alam,
seni budaya, dan bangunan bersejarah (Pigram dan Wahab, 2005). Salah satu
bagian pariwisata saat ini adalah ekowisata. Ekowisata adalah salah satu kegiatan
pariwisata ramah lingkungan yang mengutamakan aspek konservasi alam, aspek
pemberdayaan sosial-budaya, ekonomi dan aspek pembelajaran dan pendidikan
(Bunruamkaew, 2011). Ekowisata juga merupakan manajemen pariwisata yang
mengutamakan lingkungan dan nilai budaya atau kearifan lokal dalam masyarakat
(Wight, 2002).
Tujuan dari pengembangan ekowisata adalah untuk meningkatkan kualitas
masyarakat lokal yang konsep pengembangannya terbagi menjadi 3 dimensi yang
terintegrasi, yaitu dimensi ekonomi, sosial, dan budaya. Kontribusi dari
pengembangan ekowisata berbasis masyarakat terhadap pengembangan ekowisata
seharusnya merata dan nyata pada ketiga dimensi tersebut (Parwanti dkk, 2018).

B. Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata


Pengembangan pariwisata harus sesuai kebutuhan masyarakat dan wisatawan.
Ekowisata mampu menumbuhkan dan mengembangkan sikap kepedulian
terhadap lingkungan demi keberlangsungan bersama dalam upaya mewujudkan
kehidupan yang serasi, seimbang, dan selaras dengan lingkungan. Serlain itu,
mampu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat memalui pengembangan
potensi lokal sekaligus sebagai atraksi wisata. Oleh karena itu, untuk
mengembangkan ekowisata perlu untuk mengintegrasikan beberapa hal yakni, (1)
konservasi hutan, (2) keindahan panorama alam, (3) potensi kegiatan pemanfaatan
kekayaan daerah, (4) potensi budaya lokal, dan (5) partisipasi masyarakat desa
sebagai sumber daya pelaksana (Shkira dkk., 2011).
Konsep ekowisata menghubungkan antara perjalanan wisata alam yang
memiliki visi dan misi konservasi dan kecintaan lingkungan. Hal ini dapat terjadi
karena keuntungan finansial yang didapat dari biaya perjalanan wisata digunakan
juga untuk kebutuhan konservasi alam serta perbaikan kesejahteraan penduduk
lokal (Fandeli, 2002). Dalam perkembangan kepariwisataan secara umum,
muncul pula istilah sustainable tourism atau wisata berkelanjutan. Wisata
berkelanjutan dipandang sebagai suatu langkah untuk mengelola semua sumber
daya yang secara sosial dan ekonomi dapat dipenuhi dengan memelihara integritas
budaya, proses-proses ekologi yang mendasar, keragaman hayati, dan unsur-unsur
pendukung kehidupan lainnya (Maharani dan Budiarti, 2010).
Secara konseptul ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep
pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya
pelestarian lingkungan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat
setempat. Sementara ditinjau dari segi pengelolaanya, ekowisata dapat diartikan
sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat alami
atau daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan mendukung upaya
pelestarian lingkungan, serta meningkatnkan kesejahtraan masyarakat setempat.
Walaupun banyak nilai positif yang ditawarkan dalam konsep ekowisata, namun
model ini masih menyisakan kritik dan persoalan terhadap pelaksanaanya.
Beberapa kritikan terhadap konsep ekowisata antara lain (Hill dan Gale, 2009):
1. Konsep ekowisata
Prinsip ekowisata salah satunya adalah konservasi. Namun dalam praktiknya,
tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak pelanggaran mengenai prinsip
tersebut. Hal ini selain disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan
kesadaran masyarakat sekitar dan wisatawan tentang konsep ekowisata, juga
disebabkan karena lemahnya manajemen dan peran pemerintah dalam
mendorong upaya konservasi dan tindakan yang tegas dalam mengatur
masalah kerusakan lingkungan.
2. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam Ekowisata
Pengembangan ekowisata seringkali melupakan partisipasi masyarakat
sebagai stakeholder penting dalam pengembangan wisata. Masyarakat sekitar
seringkali hanya sebagai obyek atau penonton, tanpa terlibat secara aktif
dalam setiap proses didalamnya.
3. Pengelolaan yang salah
Persepsi dan pengelolaan yang salah dari konsep ekowisata seringkali terjadi,
karena pemahaman yang rendah dari konsep ekowisata yang disebabkan
lemahnya peran dan pengawasan pemerintah
Suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan
pada empat aspek yaitu, mempertahankan kelestarian lingkungan, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, menjamin kepuasan pengunjung, dan meningkatkan
pembangunan masyarakat di sekitar kawasan. Untuk menuju tujuan seperti yang
disebutkan sebelumnya, perlulah dilakukan analisis mendalam untuk menentukan
strategi pengembangan yang cocok untuk suatu kawasan wisata. Konsep
pengembangan ekowisata pada dasarnya meliputi beberapa tahapan yaitu, (1)
menjalin komunikasi dan kerjasama dengan masyarakat (tokoh, RT, RW,
masyarakat), pemerintah daerah, dan kalangan pengusaha atau swasta, (2)
memberikan pemahaman terhadap masyarakat akan pentingnya ekowisata dalam
hal peningkatan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup, (3) membangun
kemampuan masyarakat (community capacity building) dalam meningkatkan
produktivitas potensi lokal dan menumbuhkan kesadaran akan lingkungan hidup,
(4) mempersiapkan tenaga ahli dan penyediaan sarana prasarana dalam
menunjang keberhasilan pengembangan program ekowisata, dan (5) melakukan
promosi yang memadai baik dalam lokal maupun nasional (Muhlisin, 2013).
Terdapat beberapa faktor pendorong manusia untuk berwisata yakni, (1)
keinginan untuk melepaskan diri dari tekanan hidup sehari-hari di kota, keinginan
untuk mengubah suasana dan memanfaatkan waktu senggang atau libur, (2)
kemajuan pembangunan dalam hal bidang komunikasi dan transportasi, (3)
keinginan untuk melihat dan memperoleh pengalaman-pengalaman langsung atau
baru mengenai budaya masyarakat dan di tempat lain, dan (4) meningkatnya
pendapatan seseorang, sehinggadapat memungkinkan dengan bebas melakukan
perjalanan yang jauh (Mukaryanti & Saraswati, 2005).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan potensi desa yang
mampu dikembangkan menjadi destinasi ekowisata.di Desa Jampit, Kecamatan
Sempol, kabupaten Bondowoso.

B. Populasi dan Sampel


Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah setiap orang yang
terlibat dalam kegiatan ekowisata di Desa Jampit, Kecamatan Sempol, Kabupaten
Bondowoso yang terdiri dari pengelola, pengunjung (wisatawan), dan masyarakat
lokal. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 40 responden yang
terdiri dari 10 orang penelola, 15 pengunjung (wisatawan), dan 15 masyarakat
lokal.

C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa angket kuisioner,
pedoman wawancara terstruktur dan tidak terstruktur, dan lembar observasi.
1. Angket
Angket ini digunakan untuk menggali pengetahuan seluruh elemen
masyarakat tentang ekowisata dan potensi apa saja yang dapat dikembangkan
menjadi suatu destinasi wisata
2. Pedoman wawancara
Wawancara dilakukan dengan terstruktur dan tidak terstruktur kepada
masyarakat lokal, pemangku kebijakan, ddan pihak terkait mengenai potensi lokal
desa yang dapat dijadikan sebagai destinasi ekowisata
3. Lembar Observasi
Lembar observasi ini digunakan untuk membantu peneliti dalam melakukan
pengamatan dan pengambilan data selama penelitian berlangsung
4. Analisis SWOT
Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi relasi sumberdaya
ekowisata dengan sumberdaya yang lain sesuai matriks SWOT
Tabel 1. Matriks SWOT (Muttaqin dkk, 2011)

D. Pengumpulan Data
Data diperoleh dari angket kuesioner yang diberikan kepada seluruh sampel
yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu 10 pengelola, 15 pengunjung
(wisatawan), dan 15 masyarakat lokal. Pengamatan juga didasarkan pada kondisi
fisik terlihat dan kegiatan yang ada. Pertanyaan digunakan sebagai representasi
dari persepsi pada ekowisata di Desa Jampit, Kecamatan Sempol, Kabupaten
Bondowoso, yaitu 1) kekuatan (keunikan, keamanan, kebersihan, kondisi jalan,
jarak, akses akomodasi, dan jaringan selular), 2) Kelemahan (kebisingan, layanan,
kurangnya akomodasi dan informasi), 3) Peluang (potensi lapangan kerja,
pengembangan pariwisata nasional, pemandangan yang menarik di jalan akses),
4) ancaman (regulasi, manajemen parsial, kurangnya investor, kurangnya analisis
dampak ekowisata, dan tarif yang tidak terintegrasi).

E. Teknik Analisis Data


Hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif. Kemudian dianalisis untuk
strategi pada pengembangan obyek wisata. pengembangan strategi menggunakan
analisis SWOT (Kent, 2003). Beberapa aspek SWOT meliputi aspek kekuatan (S),
kelemahan (W), peluang (O) dan ancaman (T), di mana keempat terkait satu sama
lain. Penentuan konsep dasar pembangunan didasarkan pada analisis SWOT
dengan menilai (bobot) menggunakan analisis Internal Factor Analysis Summary
(IFAS) - External Factor Analysis Summary (EFAS). (Kent, 2003). Penilaian
dilakukan pada setiap aspek dari SWOT dengan menetapkan bobot 0,00-1,00,
yang jika faktor masing-masing (internal/eksternal) aspek ditambahkan, akan
mendapatkan bobot 1. Setelah bobot, skor diberikan dalam Peringkat mana rating
menunjukkan tingkat kepentingan (1 = tidak penting; 2 = agak penting; 3 =
penting; 4 = sangat penting) dari masing-masing aspek (Kent, 2003). Kemudian,
nilai tertimbang dikalikan dengan rating ditentukan. Jumlah masing-masing faktor
(internal/eksternal) kemudian yang dijumlahkan untuk membuat kuadran SWOT
dalam menentukan strategi pembangunan.
DAFTAR RUJUKAN

Antonius, A. S., A. S. Leksono, dan H. Riniwati. 2018. Ecotourism Management


Strategy of peat swamp forest in Baning Nature TouristPark Area in West
Kalimantan Indonesia. IOSR Journal of Business and Management 20(1),
78-83.

Bunruamkaew, K. 2011. Site suitability evaluation for ecotourism using GIS and
AHP: a case study of Surat Thani Province, Thailand. Procedia-Social
and Behavioral Sciences 21, 269-278.

Damanik, J. & Helmut F. W. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke


Aplikasi. Yogyakarta: PUSPAR UGM dan Penerbit Andi.

Fandeli, C. 2002. Perencanaan Pariwisata Alam. Penerbit Kerjasama PT


Perhutani dan Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta.

Fennell, David A. 2003. Ecotourism: An Introduction. Edisi Kedua. New York:


Routledge

Hill, J. dan Gale, T. (Eds.). 2009. Ecotourism and Environmental Sustainability:


Principles and Practice. Burlington: Ashgate.

Kent, M. 2003. Ecotourism, environmental preservation and conflicts over natural


resources. Horizontes Antropológicos (20), 185-203.

Kementerian Pariwisata. 2016. Report on the accountability of Tourism Ministry


2015. Jakarta.

Kiper, T., 2013. Role of Ecotourism in Sustainable Development. Advances in


Landscape, InTech.

Kurniarum, M., Wahyu P., & Sri W. 2015. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat
Terhadap Konservasi Penyu Dan Ekowisata Di Desa Hadiwarno
Kabupaten Pacitan Sebagai Sumber Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan
Biologi Indonesia. Volume 1 Nomor 2

Maharani R. & Budiarti T. 2010. Studi potensi lanskap perdesaan untuk


pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di Cigombong, Bogor.
Prosiding Simposium Nasional IALI. Bogor .

Martina, K., Wahyu P., & Sri W. 2015. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat
TerhadapKonservasi Penyu dan Ekowisata di Desa Hadiwarno Kabupaten
Pacitan Sebagai Sumber Belajar Biologi. Jurnal Penddikan Biologi
Indonesia. Vol. 1 No.2. ISSN:2442-3750

Mensah, I. & A. Ernest. 2013. Community participation in ecotourism: the case


of Bobiri Forest Reserve and butterfly sanctuary in Ashanti Region of
Ghana. American Journal of Tourism Management 2(1A), 34-42.

Muhlisin, A. 2013. Ekowisata Sebagai Penunjang Pembelajaran Kontekstual


Menumbuhkan Sikap Kepedulian Lingkungan. Jurnal Pendidikan Biologi
Vol 4, No 2

Muttaqin T., Ris H.P., & Siti N.R. 2011. Kajian Potensi dan Strategi
Pengembangan Ekowisata Di Cagar Alam Pulau Sempu Kabupaten
Malang Provinsi Jawa Timur. GAMMA, Volume 6, Nomor 2, 152 - 161

Mukaryanti & Saraswati, A. 2005. Pengembangan Ekowisata Sebagai Pendekatan


Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berkelanjutan. Kasus Desa Blendung
Kabupaten Pemalang. Jurnal Teknik Lingkungan P3TL BPPT, 6(2): 391-
396.

Mumpuni, K. E. 2013. Potensi Keunggulan Lokal Berbasis Karakter dalam


Pendidikan Biologi di Indonesia. Jurnal Seminar Nasional Biologi X
Pendidikan Biologi UNS. http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/

Pamungkas, R.N., S. Indriyani, dan L. Hakim. 2013. The Etnobotany of


Homegardens Along Rural Corridors as a Basis for Ecotourism Planing: a
Case Study of Rajegwesi Village, Banyuwangi, Indonesia. J. Bio. Env. Sci.
3 (9): 60-69

Parmawati, R.,A. S. Leksono, B. Yanuwiadi & A. S. Kurnianto. 2017.


Exploration of marine tourism in Watulimo, Trenggalek Regency:
challenges, potentials, and development strategies. Journal of Indonesian
Tourism and Development Studies 5(3), 175-184

Parmawati, R., Rifatul I., Lutvita E.R., Muhammad I.R., & Agung S.K. 2018.
Ecotourism Development Strategy of Bukit Jaddih karst, Madura. Journal
of Indonesian Tourism and Development Studies. Vol 6 No 2. E-ISSN
2338-1647

Pforr, C. 2001. Concepts of sustainable development, sustainable tourism, and


ecotourism: Definitions, principles, and linkages. Scandinavian Journal of
Hospitality and Tourism 1(1), 68-71.

Pigram, J. J. & S. Wahab (Eds). 2005. Tourism, development and growth: the
challenge of sustainability. Routledge.

Shkira, E., Zoto, S., & Theodhori, O. 2011. Community Based Tourism: A
Strategy For Sustainable Tourism Management In Korca Region.

Suriani, E. N., & Razak, M. N. 2014. Pemetaan Potensi Ekowisata di Taman


Nasional Baluran. Jurnal Pariwisata. 24 (3): 251.
Weaver, D. & M. Oppermann. 2000. Tourism Management. Brisbane. John
Wiley and Sons.

Wight, P. A. 2002. Supporting the principles of sustainable development in


tourism and ecotourism: government's potential role. Current Issues in
Tourism 5(3-4), 222-244.

Anda mungkin juga menyukai