Anda di halaman 1dari 30

PRODUKSI MASKER WAJAH BERBASIS RUMPUT LAUT Caulerpa

racemosa

PRODUCTION OF FACE MASK BASED OF SEAWEED Caulerpa


racemosa

USULAN PENELITIAN
PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

Oleh :
ADARY KARUNIA FITRI
JAKARTA SELATAN – D.K.I JAKARTA

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
0

PRODUKSI MASKER WAJAH BERBASIS RUMPUT LAUT Caulerpa


racemosa

PRODUCTION OF FACE MASK BASED OF SEAWEED Caulerpa


racemosa

Sebagai Salah Satu Syarat Gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :
ADARY KARUNIA FITRI
141611233070

Menyetujui,
Komisi Pembimbing
I PENDAHULUAN

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

Prof. Dr. Mirni Lamid, drh.,M.P. Prof. Moch. Amin Alamsjah, Ir. M.Si., Ph.D.
NIP. 19620116 199203 2 001 NIP. 197001161995031002
1

1.1 Judul

PRODUKSI MASKER WAJAH BERBASIS RUMPUT LAUT Caulerpa


racemosa

1.2 Latar Belakang

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perawatan kesehatan kulit

merupakan faktor pendorong terjadinya peningkatan permintaan produk

perawatan kulit. Menurut Primadiati (2001), kelembapan udara di Indonesia dapat

mencapai angka 80% dengan suhu udara relatif tinggi yaitu mencapai 35 oC serta

sinar matahari yang menyengat. Purwanti et al., (2005), melaporkan beberapa

dampak negatif terhadap kulit akibat paparan langsung sinar ultraviolet secara

terus menerus antara lain kulit kemerahan, kulit kering, kulit keriput, iritasi, serta

kerusakan kulit lainnya. Salah satu cara untuk mengatasi dampak negatif akibat

radiasi sinar UV ialah penggunaan masker wajah.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 6.400.000 km 2 luas lautan

dan 110.000 km panjang garis pantai, serta didukung iklim tropis yang memiliki

keanekaragaman jenis rumput laut yang sangat tinggi, bahkan para ahli rumput

laut mengatakan Indonesia sebagai lumbung rumput laut. Tercatat 555 jenis

rumput laut dari sekitar 8000 jenis yang ada di dunia, dapat tumbuh dengan baik

di wilayah Indonesia (Merdekawati dan Susanto, 2009). Walaupun demikian,

budidaya rumput laut di Indonesia ternyata baru mulai dikembangkan sejak tahun

1967, dan mulai berkembang pada dasawarsa 1980-an.

Rumput laut saat ini merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai

ekonomi tinggi mengingat perannya yang sangat penting dalam berbagai produk

yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Saat ini produktivitas budidaya


2

rumput laut di Indonesia masih sebatas industri makanan dan bahan baku

komoditi ekspor. Upaya pemanfaatan rumput laut sebagai bahan industri

makanan, kosmetik, farmasi, kedokteran dan pertanian masih perlu dikembangkan

lagi (Kadi, 2004).

Penggunaan rumput laut bisa digunakan sebagai bahan tambahan untuk

produk non pangan dalam bidang kosmetik seperti masker wajah. Mitsui (1997),

menyatakan bahwa kosmetik umumnya mengandung campuran senyawa kimia

dan tidak banyak yang berasal dari sumber alami. Rumput laut merupakan salah

satu hasil perairan yang banyak mengandung senyawa bioaktif karena

mengandung klorofil atau pigmen warna lain. Lobban dkk (1985) dalam Winarno

(1991) mengatakan bahwa setiap spesies rumput laut, masing-masing memiliki

jenis pigmen fotosintesa yang berbeda-beda, sehingga jenis warna cahaya yang

diserap juga berbeda-beda untuk tercapainya proses fotosintesa yang optimal.

Proses fotosintesa yang optimal, pada akhirnya akan berpengaruh langsung

terhadap seluruh proses biologis dari rumput laut tersebut, seperti pertumbuhan

maupun kandungan karetonoidnya.

Pigmen merupakan zat warna yang selama ini memang telah banyak

dilaporkan memiliki aktifitas biologis seperti: antibakteri, antioksidan, antikanker,

antifungal, dan lainnya. Hanya saja belum ada penelitian yang mengkaji mengenai

aplikasi dari pigmen alga hijau ini untuk aplikasi antioksidan yang dapat

digunakan sebagai suplemen dalam mengurangi bahaya radikal bebas yang

terpapar ke dalam tubuh (Mahmudah dan Nursandi, 2014). Hal tersebut


3

memberikan peluang yang sangat besar untuk rumput laut agar dapat

dimanfaatkan menjadi produk kosmetik.

Salah satu komuditas rumput laut yang potensial untuk dikembangkan

sebagai masker wajah adalah Caulerpa racemosa, spesies ini umum dikenal

dengan sebutan anggur laut (sea grape), banyak tersebar di perairan

Indonesia. Saat ini cara memperolehnya hanya berdasarkan pada hasil ekstraktif

atau hanya mengumpulkan secara langsung dari pinggir pantai. Sehingga sangat

potensial untuk dikembangkan dan dibudidayakan (Mahmudah dan Nursandi,

2014).

Penelitian ini dilakukan atas dasar pemikiran tersebut serta pentingnya

mengembangkan produk non pangan yaitu masker wajah yang berbasis rumput

laut C. racemesa.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh konsentrasi rumput laut C. racemosa pada

masker wajah?

2. Konsentrasi rumput laut C. racemosa manakah yang paling baik pada

masker wajah?

1.4 Tujuan

1. Mengetahui adanya pengaruh konsentrasi rumput laut C. racemosa pada

masker wajah.
4

2. Mengetahui konsentrasi rumput laut C. racemosa yang terbaik pada

masker wajah.

2.5 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai

pengaruh perbedaan pada masker wajah yang berbasis dari rumput laut C,

racemosa.
5

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput laut Caulerpa racemosa

Caulerpa racemosa merupakan alga hijau yang belum banyak

dimanfaatkan dan termasuk dalam feather seaweed/ edible seaweed (rumput laut

yang dapat dimakan). Spesies C. racemosa tumbuh menjalar di sela-sela bebatuan

atau lamun dengan cara melekat pada substrat pasir atau pecahan batu karang,

memiliki thalus lunak menyerupai tulang rawan, berwarna hijau muda, tumbuh di

sela-sela batu karang, thalus melekat pada substrat dengan perakaran (holdfast)

serabut relatif besar; thalus dapat tumbuh menjalar panjang, diameter mencapai

0,5 mm; tingginya mencapai tinggi 15 cm menyerupai anggur atau silindris atau

pipih, ramuli sedikit atau rapat dan tersusun radial, alternate, pinnate atau tidak

teratur pada thalus tegak. C. racemosa tumbuh bergerombol atau berumpun serta

terdapat bulatan-bulatan seperti anggur pada 5 puncak cabang, panjang setiap

puncak cabang sekitar 2,5-10,0 cm sehingga sering disebut sebagai anggur laut

(Trono dan Ganzo-Fortes, 1988 dalam Suhartini, 2003).

Spesies ini sering ditemukan tumbuh di zona subtidal bagian bawah, pada

berbagai substrat berlumpur lunak, tepi karang yang terbuka dan terkena ombak

laut yang keras, serta perairan tenang yang jernih dan bersubstrat pasir keras,

dengan sebaran yang luas (Atmadja dkk., 1996). Sampai saat ini rumput laut ini

dipercaya memiliki manfaat sebagai bahan anestesi (caulerpin), obat antijamur,

dan tekanan darah rendah (Trono dan Ganzon-Fortes, 1988 dalam Suhartini,

2003).
6

2.2 Klasifikasi Caulerpa racemosa

Menurut Dawson (1946), yang dikutip oleh Soegiarto dkk. (1978),

rumput laut jenis anggur laut, C. racemosa memiliki sistematika klasifikasi

sebagai berikut.

Divisi : Chlorophyta
Kelas : Clorophyceae
Ordo : Caulerpales
Famili : Caulerpaceae
Genus : Caulerpa
Spesies : Caulerpa racemosa

Gambar 1. Anggur Laut (Caulerpa racemosa)

(Sumber: Soegiarto dkk., 1978)

2.3. Masker Wajah

Masker wajah atau face mask berdasarkan SNI 16-6070-1999 (BBP2HP,

2015) adalah sediaan kosmetik dengan campuran bahan kimia atau bahan lainnya

yang digunakan untuk memberikan rasa kencang pada kulit dan memiliki efek

membersihkan. Kemudian, berdasarkan KBBI masker adalah sediaan yang

berwujud cairan (atau bahan lunak) yang dioleskan untuk membersihkan dan

mengencangkan kulit, terutama kulit wajah. Masker wajah juga termasuk


7

kosmetik yang bekerja secara mendalam (depth cleansing) karena dapat

mengangkat sel-sel tanduk yang sudah mati. Secara sistematik, masker wajah

bertindak merangsang sirkulasi aliran darah maupun limpa, merangsang dan

memperbaiki kulit melalui percepatan proses regenerasi dan memberikan nutrisi

pada jaringan kulit. Masker wajah pada umumnya dapat meningkatkan hidrasi

pada kulit, karena adanya oklusi. Masker wajah memiliki beberapa manfaat di

antaranya mampu merilekskan otot-otot wajah, membersihkan, menyegarkan,

melembabkan, dan melembutkan kulit wajah (Novita, 2009). Pemakaian masker

gel secara teratur dapat mengurangi kerutan halus yang terdapat pada kulit wajah.

Menurut Harry (2000), terdapat beberapa jenis bentuk sediaan masker,

yaitu masker serbuk, masker gel (peel off), masker kertas atau kain, serta masker

krim. Masker krim dapat digunakan untuk segala jenis kulit dan umumnya

dikemas dalam kemasan tube atau pot. Cara pemakaian masker wajah ialah

dengan mengaplikasikan masker pada permukaan kulit dengan cara dioleskan,

selanjutnya ditunggu mengering, mengeras, dan membentuk lapisan tipis. Masker

wajah akan mengeras 15-30 menit setelah pengaplikasian pada kulit wajah,

kemudian dibersihkan dengan cara dibilas. Penggunaan masker di salon

kecantikan sering ditambahkan kain kasa sebelum menggunakan masker, hal ini

memungkinkan masker untuk menyebar mengikuti kain kasa sehingga dapat

merata keseluruh wajah, sementara pada saat yang sama memungkinkan masker

untuk dillepas dengan cepat dan efisien dalam satu lembar (Shai et al., 2009).
8

2.4 Potensi Penggunaan Rumput Laut Caulerpa racemosa Sebagai

Masker Wajah

Sejak dahulu, manusia sudah mulai menggunakan berbagai macam jenis

kosmetik. Ilmu kosmetologi telah banyak dikembangkan oleh ilmuwan untuk

mendalami dermatologi agar dapat mengetahui efek dari suatu bahan terhadap

kulit, karena saat ini banyak kasus penyakit baru yang muncul karena pemilihan

bahan kosmetik yang tidak cocok dengan kulit sehingga menyebabkan iritasi

seperti bercak merah, rasa panas dan terbakar jika terkena paparan sinar matahari

langsung (Draelos dan Thaman, 2006).

Masyarakat saat ini banyak yang beralih pada produk kosmetik yang

berbahan alami, karena itu banyak berbagai perusahaan kosmetik besar saat ini

yang mengeluarkan produk yang berbahan dasar alami atau “back to nature”.

Salah satu bentuk sediaan dari kosmetika wajah ialah dalam bentuk masker.

Keistimewaan masker wajah dari bahan alami ini adalah tidak menimbukan iritasi

dan efek samping, sebab produk yang terbuat dari bahan alamiah lebih murah,

aman, dan tidak menimbulkan efek samping yang dapat membahayakan kulit

(Grace et al., 2015). Beberapa studi menemukan bahwa rumput laut memiliki

potensi antioksidan yang dapat diaplikasikan dibidang kosmetik. Salah satu

spesies rumput laut yang memungkin untuk memiliki kandungan antioksidan ialah

anggur laut (C.racemosa). Hasil penelitian Aryudhani (2007) menunjukkan bahwa

anggur laut C. racemosa mengandung senyawa fenol sebagai komponen non gizi.

Komponen ini diduga berfungsi sebagai antioksidan (Aryudhani, 2007). Aplikasi

senyawa antioksidan tersebut yang dapat berfungsi sebagai anti penuaan (anti-
9

aging), anti keriput (anti-wrinkle) perlindungan sel tubuh, pemutih, serta UV

protektif (Wijengshie dan Jeon, 2011).

2.5 Tahapan Proses Pembuatan Masker Wajah Rumput Laut

Teknik pembuatan masker wajah rumput laut dibagi menjadi tiga fase

yaitu fase minyak, fase cair, dan filler / pengisi. Tahapan awal yang dilakukan

ialah pemanasan fase minyak dan fase cair lalu hasil pemanasan tersebut di

campurkan hingga homogen. Kemudian, dimasukan bahan pengisi / filler ke

dalam hasil pencampuran tersebut.

Berdasarkan Wahyuni et al., (2016), masker wajah rumput laut dibuat

dengan cara penambahan fase minyak yang ditambahkan sedikit demi sedikit

secara terus menerus kedalam fase cair sambil diaduk dengan mixer selama

kurang lebih dua menit. hasil pencampuran kemudian didiamkan selama 30 detik,

dilanjutkan dengan pengadukan sampai terbentuk cairan kental. Jika suhu sudah

mencapai 50oC ditambahkan emulgator novemmer dan dilakukan pengadukan

hingga terbentuk basis krim kemudian ditambahkan kolagen rumput laut dan

alkohol sambil terus diaduk hingga homogen. Pengadukan dihentikan jika krim

masker wajah rumput laut yang terbentuk mempunyai tekstur yang halus.

Selanjutnya krim masker tersebut dikemas kedalam tube yang telah di sterilisasi.

2.6 Formulasi Dasar Penyusun Masker Wajah Rumput Laut

Formulasi dasar pembuatan masker wajah rumput laut berdasarkan uji

pendahuluan yang sebelumnya telah dilakukan dapat dilihat dalam tabel berikut:
10

Tabel 1. Formulasi masker wajah dengan rumput laut Eucheuma cottonii

No Formulasi Fungsi
Komposisi bahan
. A B C D
Fasa Minyak
1. Emulgade 6% 6% 6% 8% Emulsifier
2,5 2,5 2,5 Emulsifier &
2. Cetyl Alkohol 3%
% % % pengeras
3. Parafin Oil 2% 2% 2% 4% Emollient
Fasa Cair
4. Aquadest 70% 70% 70% 70% Pelarut
5. Titan Dioksida 10% 10% 10% 10% Tabir surya
0,2 0,2 0,2 0,2
6. Metil Paraben Anti bakteri
% % % %
0,2 0,2 0,2 0,2
7. Propil Paraben Anti jamur
% % % %
Pencerah dan
8. Asam Sitrat 2% 2% 2% 2%
pengatur pH
Emulsifier &
9. TEA 2% 2% 2% 2%
penyeimbang pH
10. Alkohol 2% 2% 2% 2% Pelarut parfum
11. Parfum 1% 1% 1% 1% Pengharum
12. Susu 2% 2% 2% 2% Pencerah
Pengisi/ Filler
Stabilizer & gelling
13. Karaginan 4% - - 4%
agent
Bubur Rumput 10 15 Stabilizer & gelling
14. - -
Laut % % agent
Premium BA
15. 5% 5% 5% 5% Pengisi
(Bolus Alba)
Premium ACA
Pencegah
16. (Anti Cracking 1% 1% 1% 1%
penggumpalan
Agent)
(Sumber: Uji Pendahuluan)
11

Bahan-bahan yang digunakan dalam penyusunan masker wajah sesuai

dengan tabel diatas diantaranya sebagai berikut:

2.6.1 Cetyl Alkohol

Cetyl alkohol merupakan alkohol lemak yang terbentuk serpihan licin,

granul, atau kubus, yang mengandung gugusan kelompok hidroksil (DepKes,

1995). Cetyl alkohol banyak digunakan sebagai bahan pengemulsi dan pengeras

dalam sediaan pembuatan masker wajah. Titik leleh dari cetyl alkohol yaitu 42-

45oC dan sangat mudah larut dalam etanol 95% dan eter. Kelarutan bahan ini akan

meningkat bila suhunya dinaikan. Akan tetapi cetyl alkohol tidak larut dalam air.

Kosentrasi umum yang digunakan sebagai pengeras 2-10% dan sebagai bahan

pengemulsi, penstabil, maupun pengental ialah 2- 5%. Semakin besar konsentrasi

cetyl alkohol yang digunakan dalam formulasi, emulsi yang terbentuk akan

semakin padat (Kibbe, 2000 dalam Rowe et al., 2009).

2.6.2 Parafin oil

Parafin oil merupakan cairan kental, transparan, tidak berflourensi, tidak

berwarna, hampir tidak berbau serta tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%).

Parafin oil juga merupakan campuran hidrokarbon cair dan minyak bumi yang

umumnya mudah mengalami oksidasi sehingga dalam penyimpananya sering

ditambahkan antioksidan seperti Butil Hidroksi Toluene (BHT). Bahan ini

digunakan untuk menghaluskan basis pasta dan mengurangi viskositas sediaan

krim (Bissets and Donald, 2009). Apabila paraffin oil dicampur dengan 5% low

density polietilen, lalu dipanaskan dan dilakukan pendinginan secara cepat akan

menghasilkan massa gel yang mampu memepertahankan konsistensinya dalam


12

rentang suhu yang cukup luas (-15oC hingga 60oC), stabil pada perubahan suhu,

mudah digunakan dan melekat pada kulit serta tidak terasa berminyak dan mudah

di bersihkan (Rieger and Martin, 2000).

2.6.3 Titan dioksida

Titan dioksida yang biasa disebut dengan titanium anhydride, anhidrida

asam titanium, titanium oksida, atau titania merupakan logam transisi golongan

IV pada tabel periodik yang secara kimia dituliskan TiO 2. Bentuk titan dioksida

pada fasa keseimbangan suhu ialah rutil, sedangkan anatase dan brookite adalah

fasa metastabil yang dapat diubah menjadi rutil dengan proses pemanasan. Titan

dioksida merupakan pigmen putih yang paling banyak digunakan karena

kecerahan dan indeks biasnya sangat tinggi (n = 2,4), biasanya ditemukan dalam

bentuk bubuk pada produk seperti cat, pelapis, kertas, tinta, makanan, obat-obatan

(pil dan tablet), serta pasta gigi; sebagai pigmen untuk memutihkan susu skim;

sebagai tabir surya dan penyerap UV dalam kosmetik (Rieger and Martin, 2000)

atau dicampur dengan ion nitrogen maupun oksida logam seperti tungsten

trioksida; sebagai media penyimpanan data elektronik.

2.6.4 Metil Paraben (Nipagin)

Metil paraben yang biasa disebut dengan nipagin memiliki bentuk kristal

berwarna atau hablur putih. Metal paraben merupakan agen anti-jamur yang

sering digunakan dalam berbagai kosmetik dan produk perawatan pribadi.

Nipagin umumnya dianggap sebagai bahan yang diakui aman (GRAS) untuk

makanan dan antibakteri pada kosmetik karena nipagin mudah diserap oleh

saluran pencernaan atau melalui kulit. Rentang konsentrasi nipagin yang aman
13

sebagai bahan pengawet untuk makanan, kosmetik, dan obat ialah 0,02 – 0,03%

(Rowe et al., 2009). Pada tubuh manusia, nipagin di hidrolisis menjadi asam p-

hidroksibenzoat dan cepat dieksresikan dalam urin. Akan tetapi, apabila seseorang

yang diketahui memiliki alergi terhadap metil paraben kemudian berkontak

langsung dengan senyawa tersebut maka metil paraben dapat bereaksi dengan

UVB sehingga dapat menyebabkan peningkatan penuaan kulit dan kerusakan

DNA (Puspaningdya, 2016).

2.6.5 Propil paraben (Nipasol)

Propil paraben yang biasa disebut dengan nipasol merupakan senyawa

fenolik yang stabil di udara, sensitif terhadap pemaparan cahaya serta tahan

terhadap panas dan dingin termasuk uap sterilisasi. Stabilitas nipasol menurun

dengan meningkatnya pH sehinga dapat menyebabkan hidrolisis. Nipasol

merupakan bahan pengawet yang banyak digunakan dalam sediaan kosmetik

sebagai anti jamur (Puspaningdya, 2016). Mekanisme kerja senyawa fenolik

adalah dengan menghilangkan permeabilitas membran sehingga isi sitoplasma

keluar dan menghambat sistem transport elekrolit yang lebih efektif terhadap

kapang dan khamir dibandingkan terhadap bakteri. Berdasarkan Cosmetic

Ingredients Review (CIR) dan BPOM (2003), batas maksimal penggunaan propil

paraben ialah 0,4% b/b.

2.6.6 TEA (Triethanolamine)

Dalam sebuah sediaan masker, dibutukan bahan yang dapat berfungsi

untuk mengatur atau menyeimbangkan pH (buffer) dalam sediaan. Hal ini

ditujukan agar sebuah sediaan dapat sesuai dengan pH fisiologis kulit yaitu 4,6 –
14

6,5. Triethanolamine atau yang sering disingkat dengan TEA merupakan bahan

pengatur pH yang telah umum digunakan untuk produk industri. Pada umumnya

kulit wajah memiliki nilai pH dibawah 7, yaitu sekitar 5,5 - 6 sehingga pemberian

TEA yang memiliki pH sekitar 10 pada konsentrasi 1% merupakan jumlah

optimal untuk formulasi produk kecantikan. Selain itu, TEA juga digunakan

sebagai emulsifier dan surfaktan. TEA berfungsi untuk menetralkan asam lemak

serta melarutkan minyak dan juga bahan yang sulit larut dalam air. Selain itu,

TEA berfungsi sebagai penyeimbang pH (buffer) di banyak produk kosmetik

mulai dari krim pembersih wajah, lotion kulit, gel mata, pelembab, masker,

shampoo, shaving bus, dll (Purwanti, 2005).


15

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Produk kosmetika kini banyak yang menggunakan bahan alami sebagai sumber

antioksidan, yang diketahui mampu mengurangi efek buruk radikal bebas terhadap kulit.

Produk kosmetika ini sendiri terbagi menjadi dua berdasarkan lokasi pengaplikasian

sediaan, yaitu pada bagian tubuh (badan) dan wajah. Kulit wajah merupakan bagian

yang paling beresiko tekena efek paparan sinar matahari, polusi, serta faktor

lingkungan yang lain, sehingga memerlukan perawatan dan pemeliharaan agar

penampilan kulit dapat terlihat sehat, terawat, serta senantiasa memancarkan

kesegaran (Septiani, 2012). Masker wajah dengan bahan alami seperti rumput laut

Caulerpa racemosa merupakan salah satu pilihan kosmetika yang digunakan

untuk merawat kulit wajah.

Salah satu produk turunan rumput laut yang nilainya tinggi adalah

hidrokoloid, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam produk

pangan maupun non pangan. Hidrokoloid merupakan komponen polimer yang

berasal dari sayuran, hewan, mikroba atau komponen sintetik yang dapat larut

dalam air, mampu membentuk koloid, dan dapat mengentalkan atau membentuk

gel dari suatu larutan. Dengan karakteristik tersebut, hidrokoloid dapat

dimanfaatkan dalam berbagai industri seperti makanan minuman, tekstil, farmasi,

cat sebagai campuran dalam pembentukan gel, pengental, emulsifier, perekat,

penstabil, dan pembentuk lapisan film (Herawati, 2018). Produk hidrokoloid dari

rumput laut dapat dikelompokkan menjadi karaginan, agar, dan alginat. Agar dari

rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyusun dalam masker wajah.
16

Masker wajah dengan bahan alami C. racemosa terdiri dari 3 fase yaitu

fase minyak, fase cair, dan filler (pengisi). Fase minyak merupakan campuran

senyawa pembuat gel untuk menurunkan tegangan antar fase hidrofilik dan

hidrofobik yang berguna untuk melindungi, melembabkan, serta melumasi kulit.

Kemudian fase cair yang terdiri dari asam sitrat sebagai stabilizer pH agar tidak

terjadi iritasi kulit, serta nipagin dan nipasol sebagai pencegah kontaminasi

mikroba dan jamur. Terakhir, filler atau bahan pengisi yang terdiri dari rumput

laut sebagai antioksidan, yang berguna sebagai pembentuk gel thermoreversible ,

lalu Premium Bolus Alba (BA) sebagai penyerap respirasi dan sebum serta

berguna untuk menambah kemilau kulit, dan terakhir Premium Anti Cracking

Agent (ACA) yang digunakan sebagai anti gumpal dalam sediaan. Ketiga fase

tersebut kemudian di homegenisasi dan kemudian menjadi sediaan masker. Bagan

kerangka konseptual dapat dilihat pada gambar 2.

3.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual yang ada, maka hipotesis yang dapat

diberikan sebagai berikut :

H0 = Tidak terdapat pengaruh pada perlakuan tanpa penambahan

konsentrasi

H1 = Terdapat pengaruh pada perlakuan penambahan konsentrasi

Kosmetik Rumput Laut C. racemosa

Badan Wajah karraginan agar alginat

Daun teh
Sabun Wajah Bedak Masker Wajah
Lidah buaya
Buah-buahan
Bahan Penyusun

17

Masker Wajah C. racemosa

Filler / Pengisi Fase Cair Fase Minyak

aut sebagai antioksidan, pembentuk gel thermoreversible


SenyawaAsam sitratgelsebagai
pembuat untuk stabilizer
menurunkan pH tegangan
agar tidakantar
terjadi iritasi
fase kulit dan hidrofobik yang bergu
hidrofilik

a sebagai penyerap respirasi & sebum serta menambah kemilau kulit

Nipagin & nipasol sebagai pencegah kontaminasi mikroba dan jamur


m Anti Cracking Agent sebagai anti gumpal pada sediaan

Keterangan Homogenisasi
Aspek yang diteliti :
Aspek yang tidak diteliti :
Pengujian

Gambar 2. Kerangka Konseptual


18

IV METODOLOGI

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Pangan, Fakultas

Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga pada bulan November 2019 sampai

Februari 2020.

4.2 Alat dan Bahan

Produksi masker wajah juga membutuhkan alat berupa beaker glass 250

mL dan 100 mL, blender, termometer, timbangan analitik, batang pengaduk, pot

kemasan masker serta kompor dan panci. Bahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah rumput laut Caulerpa racemosa dan Eucheuma cottonii, emulgade,

cetyl alkohol, parafin oil, aquadest, titan dioksida, metil paraben, propil paraben,

asam sitrat, TEA, alkohol, parfum, susu, premium BA (Bolus Alba), dan premium

ACA (Anti Cracking Agent).

4.3 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental untuk mengetahui variabel tertentu

terhadap suatu kelompok dalam kondisi yang terkontrol. Percobaan ini terdapat

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana kelompok kontrol berperan

sebagai pembanding hingga terjadi perubahan akibat berbagai eksperimen tersebut

(Azwar, 1998). Media dan bahan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini

dianggap seragam, yang membedakan hanya penggunaan konsentrasi bahan dasar,

yaitu rumput laut.

Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas, variabel kontrol, dan

variabel terikat. Variabel bebas penelitian ini adalah perbedaan jenis dan
19

konsentrasi rumput laut yang digunkanan Variabel kontrol meliputi bahan-bahan

kimia tambahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan masker. Sedangkan

variabel terikat dari penelitian ini adalah hasil uji antioksidan IC50.

4.3.1 Prosedur Kerja

Prosedur pembuatan sediaan masker dari formulasi rumput laut (C.

racemosa) secara garis besar dengan tahapan penelitian sebagai berikut, yaitu:

pelumatan rumput laut, pembuatan masker dari formulasi rumput laut serta tahap

pengujian.

A. Pelumatan rumput laut

Rumput laut dibersihkan dan disortir dari benda-benda atau pasir yang ikut

terbawa pada saat proses pengambilan dan kemudian dicuci dengan air laut.

Rumput laut yang telah dicuci dengan air laut, kemudian dibilas dengan air tawar

yang mengalir untuk menghilangkan kandungan garam atau pasir yang menempel

(Luthfiyana et al., 2016). Selanjutnya rumput laut yang telah ditimbang dilakukan

penghalusan dengan perbandingan dengan air sebesar 1:1 agar rumput laut dan air

dapat tercampur rata.

B. Pembuatan masker dari formulasi rumput laut

Pembuatan masker wajah rumput laut dilakukan dengan melakukan

pemanasan fase minyak (emulgade, cetyl alkohol, dan parafin oil) pada suhu 90 oC

yang merupakan titik kelarutan bahan tersebut. Kemudian dilakukan pemanasan

aquadest lalu penambahan titan dioksida. Aquadest dipanaskan hingga suhu 45oC

yang merupakan titik larut dari titan dioksida. Ditambahkan pula nipagin dan

nipasol yang diperlukan dalam formulasi sediaan gel untuk mencegah


20

kontaminasi mikroba & jamur karena tingginya kandungan air pada sediaan.

Kombinasi konsentrasi 0,2% nipagin dan nipasol akan menghasilkan kombinasi

pengawet dengan aktivitas antimikroba yang kuat (Rowe et al., 2009). Kemudian

dilanjutkan dengan penambahan asam sitrat sebagai stabilizer pH pada sediaan

masker agar tidak terjadi perubahan pH selama pemakaian dan penyimpanan

karena dapat berakibat iritasi pada kulit yang berkontak langsung (Draelos dan

Thaman, 2006). Fase cair kemudian diaduk sampai homogen dan mencapai suhu

90oC agar seluruh bahan dapat terlarut dengan sempurna.

Proses pencampuran fase minyak pada fase cair dilakukan dengan cara

menambahkan fase minyak sedikit demi sedikit kedalam fase cair sambil diaduk

menggunakan batang pengaduk. Pada proses ini suhu antar kedua fase harus sama

(90oC) karena apabila temperatur tersebut tidak sama maka beberapa lemak atau

lilin akan menjadi padat, fase minyak & fase cair tersebut tidak akan tercampur

hingga homogen (Widodo, 2013).

Kemudian pencampuran kedua fase dan pemasukan bahan pengisi atau

filler (rumput laut yang telah dihaluskan, premium BA, dan premium ACA).

Setelah bahan pengisi / filler ditambahakan pada larutan campuran tersebut,

ditambahkan pula TEA, alkohol, parfum serta susu secara bergantian sambil

diaduk hingga homogen. Penambahan TEA kedalam beaker glass memiliki

manfaat sebagai bahan pengemulsi anionik serta dapat memproduksi emulsi

minyak dalam air, secara homogen dan stabil (Grace, dkk. 2015). Penambahan

parfum pada larutan sebagai upaya untuk mengharumkan masker dan alkohol

sebagai pelarut parfum tersebut. Terakhir, ditambahkan susu untuk melembutkan


21

tekstur serta memberikan efek putih/ pencerah dan bersih pada kenampakan

masker. Pengadukan dihentikan jika krim masker wajah rumput laut yang

terbentuk mempunyai tekstur yang halus. Selanjutnya krim masker tersebut

dikemas kedalam pot yang tidak tembus cahaya dan telah di sterilisasi (BBP2HP,

2015). Langkah tersebut kemudian diulang untuk rumput laut pada konsentrasi

5%, 10% dan 15%.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dimana

data dari pengamatan secara langsung dan sistematis terhadap kejadian objek yang

diteliti. Berdasarkan uji pendahuluan yang sebelumnya telah dilakukan, yaitu

dengan penggunaan rumput laut E. cottoni sebagai bahan dasar masker wajah,

digunakan rumput laut dalam bentuk bubur dan tepung. Konsentrasi rumput laut

E. cottoni yang digunakan yaitu 10% dan 15% dalam bentuk bubur, dan sebanyak

4% dalam bentuk tepung. Hasil pengujian yang diperoleh ialah bubur rumput laut

dengan konsentrasi 10% merupakan formulasi masker yang terbaik/ terpilih

dibandingkan formulasi lainnya. Hal tersebut yang mendorong formulasi masker

tersebut digunakan sebagai perlakuan kontrol dalam penelitian ini serta pemicu

penggunaan rumput laut C. racemosa sebagai formulasi sediaan masker.

Pada penelitian ini digunakan 2 jenis rumput laut, yaitu E. cottoni sebagai

variabel kontrol dan C. racemosa sebagai variabel bebas. Model penelitian ini

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 4 perlakuan yang

masing-masing diulang 5 kali. Perlakuan menggunakan 4 dosis penambahan

rumput laut sebagai basis dalam maser wajah yaitu:

1. P0: Penggunaan bubur rumput laut E. cottoni 10% (kontrol)


22

2. P1: Penggunaan bubur rumput laut C. racemosa 5%

3. P2: Penggunaan bubur rumput laut C. racemosa 10%

4. P3: Penggunaan bubur rumput laut C. racemosa 15%

C. Pengujian

Sediaan masker yang telah dibuat dilakukan pengujian kimia, berupa pH ,

Angka Lempeng Total (ALT), viskositas, dan Antioksidan IC50.

4.3.2 Parameter Uji Utama

Aktivitas antioksidan IC 50 menggunakan metode DPPH. Sediaan masker

gel dilarutkan dalam aquades terlebih dahulu, selanjutnya untuk pengkondisian

sediaan dilarutkan dalam etanol, kemudian larutan dibuat dalam berbagai

konsentrasi. Masing-masing larutan sampel dimasukan kedalam kuvet,

ditambahkan larutan DPPH 40 ppm dengan perbandingan 2:3 didiamkan selama

35 menit. Absorbansi DPPH diukur pada panjang gelombang maksimumnya.

Kemudian ditentukan persen inhibisi dari masing-masing formula sediaan, dan

dihitung nilai IC50 (Septiani dkk, 2012).

4.3.3. Parameter Uji Pendukung

A. Angka Lempeng Total (ALT)

Sediaan masker rumput laut sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam garam

fisiologis kemudian dihomogenkan. Pengenceran dilakukan sampai 10-3. Sampel

sebanyak 1 mL diinokulasikan pada cawan petri steril. Media plate count agar

(PCA) atau Angka Lempeng Total (ALT) yang sudah steril pada suhu 45-55°C

dituangkan pada cawan petri sebanyak 10-15 mL. Cawan petri digerakkan dan

dibiarkan memadat. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah
23

koloni yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba, mengacu pada metode (SNI

19-2897-1992).

B. pH

Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi dengan larutan bufer pH 7 dan 4.

Elektroda yang digunakan dibilas dengan aquades sebelum dan setelah

pengukuran. Sebanyak 1 gram gel di encerkan dengan air suling hingga 10 mL.

Diambil larutan tersebut dan ditempatkan pada pH meter. Hasil pH akan muncul

pada layar setelah beberapa saat. Campuran dihomogenkan dengan cara dibolak-

balik selama 1 menit. Pembacaan pada alat pH meter dilakukan setelah 5 menit

untuk memastikan angka sudah stabil dan tidak bergerak lagi (Froelich dkk.,

2017).

C. Kadar Air

Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara menghilangkan molekul air

melalui pemanasan baik dengan oven vakum.oven yang diggunakan dikondisikan

pada suhu 95o C-100oC hingga suhu stabil. Cawan kosong dimasukan ke dalam

oven minimal 2 jam dan kemudian dipindahkan ke dalam deikator selama 30

menit hingga mencapai suhu ruang dan kemudian cawan kosong ditimbang

sebagai berat A. kemudian sampel uji ditimbang sebanyak ±2gr ke dalam cawan

B lalu dimasukan ke dalam oven dengan tekanan udara tidak lebih dari 100

mmHg selama ± 5 jam. Selanjutnya cawan dipindahkan menggunakan alat

pnejepit ke dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang C. Selanjutnya

perhitungan kadar air dilakukan sesuai dengan rumus dari AOAC 2000.
24

Keterangan:
A = berat cawan kosong (gram)
B = berat cawan dan sampel awal sebelum di oven (gram)
C = berat cawan dan sampel setelah di oven (gram)

4.3.4 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidak ragam atau

Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang

diberikan. Apabila dari analisis statistik diketahui bahwa perlakuan tersebut

menjukan hasil pengaruh yang signifikan atau berbeda nyata maka dilanjutkan

dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf

nyata 5%.
25

Fase Minyak Fase Cair


(Cetyl alkohol, emulgade, & parafin oil) (Titan dioksida, asam sitrat, nipagin &
nipasol)

Aquadest dipanaskan hingga 45o C


Dipanaskan sampai suhu fase mencapai
90o C Dkdkdkdkdkdkdkdkdkdkdkkkkkkddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddd

Ditambahkan campuran bahan fase cair

WdnejndejnfjenfjenfjenfenfenfejfnejfnejfnejnfjenfjendjsnsncjddjdnjdnjndjenfjenfjefjenfjenfjenfjenfjenfjenjdnjendjendjendjendjendjendjendjnejdnejndjenjenfjenfjenfjenfjenjnfejfnejnfnvnvnvnvnvnnvnvnvnvnvnnvnvnvnnvnvvnvnvnvnvnvvnWdnej
ndejnfjenfjenfjenfenfenfejfnejfnejfnejnfjenfjendjsnsncjddjdnjdnjndjenfjenfjefjenfjenfjenfjenfjenfjenjdnjendjendjendjendjendjendjendjnejdnejndjenjenfjenfjenfjenfjenjnfejfnejnfnvnvnvnvnvnnvnvnvnvnvnnvnvnvnnvnvvnvnvnvnvnvvnWdnejndejnf
jenfjenfjenfenfenfejfnejfnejfnejnfjenfjendjsnsncjddjdnjdnjndjenfjenfjefjenfjenfjenfjenfjenfjenjdnjendjendjendjendjendjendjendjnejdnejndjenjenfjenfjenfjenfjenjnfejfnejnfnvnvnvnvnvnnvnvnvnvnvnnvnvnvnnvnvvnvnvnvnvnvvn
Fase diaduk sampai homogen dan
Fase diaduk hinga larut & homogen mencapai suhu 90o C

Fase minyak dicampurkan dalam fase cair kemudian


diaduk hingga homogen

Penambahan Penambahan Penambahan Penambahan


rumput laut rumput laut rumput laut rumput laut
E. cottoni 10% C. racemosa 5% C. racemosa 10% C. racemosa 15%

Premium BA & Premium ACA ditambahkan dan diaduk hingga homogen

TEA, alkohol, parfum, dan susu ditambahkan secara bergantian sambil diaduk hingga homogen

Masker rumput laut dimasukan dalam kemasan

Pengujian

Gambar 3. Kerangka Penilitian


26

DAFTAR PUSTAKA

Aryudhani, N. 2007. Kandungan Senyawa Fenol Rumput Laut Caulerpa racemosa


dan Aktivitas Antioksidannya. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 86 hal.

Atmadja, W. S., A. Kadi, Sulistijo, dan R. Satari. 1996. Pengenalan Jenis Jenis
Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Puslitbang Oseanografi LIPI. 191 hal.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2003. Bahan Tambahan Pangan
dan Kosmetik. Direktorat SPKP, Deputi III. Jakarta. 92 hal.

[BBP2HP] Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan. 2015.


Masker Rumput Laut. Jakarta. 312 hal.

Bissett and Donald, L. 2009 Common cosmeceuticals. Clinics in Dermatology,


27(6): 435-445.

Badan Standar Nasional Indonesia (BSNI), 2014, Minuman Sari Buah, SNI 3719-
2014, Badan Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta. 27 hal.

Departemen Kesehatan RI, 1995, Parameter Standarisasi Umum Ekstrak


Tumbuhan Obat, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Jakarta. 73 hal.

Distantina, S., Rochmadi F., Fahrurrozi M., dan Wiratni. 2010. Proses Ekstraksi
Karaginan Dari Eucheuma Cottonii. Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro. Semarang. 6 hal.

Draelos, Z.D., and L.A. Thaman. 2006. Cosmetic Formulation of Skin Care
Product. New York: Taylor & Francis Group. 14 (3): 219-232.

[FAO] Food and Agricultur Organization. 2015. Training manual on Gracilaria


Culture and Seaweed Processing in China. Rome.p 37-42.

Froelich, A., Osmalek, T., Snela, A., Kunstman, P., Jadach, B. 2017. Novel
microemulsion-based gels for topical delivery of indomethacin:
Formulation, physicochemical properties and in vitro drug release
studies. Journal of Colloid and Interface Science. 507(8) : 323-336.

Garg A, Deepika A, Garg S, Singla AK. 2010. Spreading of semisolid


formulation. USA: Pharmaceutical Technology. Pp 84-104

Grace, F.X., C. Darsika, K.V. Sowmya, K. Suganya, and S. Shanmuganathan.


2015. Preparation and Evaluation of Herbal Peel off Face Mask.
American Journal of PharmTech Research 11 (5): 33-36.
27

Harry, R. G. 2000. Harry’s Cosmeticology. Eight Edition. New York: Chemical


Publishing. 966 p.

Herawati, H. 2018. Potensi Hidrokoloid Sebagai Bahan Tambahan Pada Produk


Pangan dan Nonpangan Bermutu. Jurnal Litbang Pertanian 37(1): 17 -
25.

Kadi, A. 2004. Potensi Rumput Laut dibeberapa Perairan Pantai Indonesia.


Oseana, 29 (4) : 25 – 36.

Mahmudah, N. dan N.J. Nursandi. 2014. Karakteristik Kimiawi Rumput Laut


Lokal (Caulerpa sp.) dan Potensinya Sebagai Sumber Antioksidan.
Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung. ISBN
978-602-70530-0-7 halaman 593.

Merdekawati, W. dan Susanto, A.B. 2009. Kandungan Dan Komposisi Pigmen


Rumput Laut Serta Potensinya Untuk Kesehatan. Squalen. 4(2) : 12 – 18.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science 1st Edition . Elsevier Science B. V.,
Amsterdam, Netherlands. p. 499.

Novita, W. 2009. Buku Pintar Merawat Kecantikan Dirumah-Kumpulan Tips


Praktis dan Murah Merawat Kecantikan dari Ujung Rambut Hingga
Ujung Kaki. PT. Gramedia Pustaka: Jakarta. 222 hal.

Primadiati, R. 2001. Kecantikan, Kosmetika, dan Estetika. Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta. 262 hlm.

Purwanti, T., Erawati, T., dan Kurniawati, E., 2005, Penentuan Komposisi
Optimal Bahan Tabir Surya Kombinasi Oksibenson-Oktildimetil Paba
Dalam Formula Vanishing Cream, Majalah Farmasi Airlangga. 5 (2): 11

Puspaningdya, Y. C. 2016. Pengembangan Metode Analisis Metil Paraben dan


Propil Paraben pada Sediaan Hand Body Lotion Secara Simultan Dengan
Spektrofotometri UV/VIS. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 78 hal.

Rieger and Martin M. 2000. Harry’s Cosmeticology 8 th Edition. New York:


Chemical Publishing Co., Inc. P. 878-895.

Rowe, R. C., Paul, J. S., and Marian, E. Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical


Excipient 6th. USA. Pharmaceutical Press. p. 147-155.

Septiani, S., N. Wathoni dan S. R. Mita. 2012. Formulasi Sediaan Masker Gel
Antioksidan dan Ekstrak Etanol Biji Melinjo (Gnetun gnemon Linn.).
Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Bandung. 25 hal.
28

Shai, A., H. I. Maibach and R. Baran. 2009. Handbook of Cosmetics Skin Care:
Second Edition. Informa Healthcare. India. p. 445.

Soegiarto, A., Sulistijo., Atmadja W.S., Mubarak H. 1978. Rumput Laut


(Algae): Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. Jakarta: Lembaga
Oseanografi Nasional-LIPI. 61 hal.

Suhartini, S. 2003. Penapisan awal Caulerpa racemosa, Sesuvium portulacastrum,


Xylocarpus granatum, dan Ulva lactuca Sebagai Antimikroba. [Skripsi].
Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 65 hal.

Wahyuni, Alfrda L., dan Dyah W. A. 2016. Formulasi dan Peningkatan Mutu
Masker Wajah dari Biji Kakao Non Fermentasi dengan Penambahan
Rumput Laut. Balai Besar Industri Hasil Perkebunan. Makassar. 58 hal.

Widodo, H. 2013. Ilmu Meracik Obat untuk Apoteker. Cetakan Pertama.


Yogyakarta: Penerbit D-Medika. 242 hal.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama. 251 hal.

Wijengshie, W., dan Jeon, Y.J. 2011. Biological activities and potential
cosmeceutical applications of bioactive components from brown
seaweeds: a review. Phytochem. Rev., 10 (3):431-443.

Anda mungkin juga menyukai