Anda di halaman 1dari 58

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paparan sinar matahari yang mengeluarkan radiasi ultraviolet (UV) dapat memicu
kemunculan keriput dan bintik noda di wajah. Keriput muncul karena adanya penurunan
produksi kolagen dan akumulasi elastin abnormal. Kolagen merupakan senyawa protein
rantai panjang yang tersusun atas asam amino yaitu alanin, arginin, lisin glisin, prolin, dan
hidroprolin (Medica, 2011). Kolagen berperan untuk mempertahankan struktur kulit. Elastin
berperan dalam elastisitas kulit dalam tubuh sehingga kulit memiliki kemampuan untuk
merengang dan mengendur (Weiss, 2011).
Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh dari paparan polusi lingkungan, terutama
kuLit wajah yang sering terpapar oleh sinar ultraviolet (UV) dapat menimbulkan masalah kulit
seperti keriput, penuaan, jerawat dan pori kulit yang membesar, sehingga merupakan hal
yang penting untuk merawat kulit itu sendiri (Grace dkk, 2015). Bintik noda pada wajah
terbentuk akibat paparan radiasi UV berlebih, penurunan kinerja hormon-hormon produksi
melanin, penuaan (aging), polusi, stres dan genetis (Beauty, 2011). Melanin berfungsi
sebagai pelindung kulit terhadap radiasi sinar UV dan mencegah perkembangan kanker kulit
(Costin dan Hearing, 2007). Paparan sinar matahari yang berlebihan menyebabkan sel
melanosit pada dermis memproduksi melanin lebih banyak (hiperpigmentasi) sehingga
terjadi perubahan permukaan pigmen (bintik noda) (Beauty, 2011).
Kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan pada permukaan kulit
manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik dan
mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat. Contoh dari kosmetik adalah masker
wajah (Sriwidodo, 1986). Pemakaian masker wajah bermanfaat untuk melembutkan kulit,
membuka pori-pori yang tersumbat, dan membersihkan sisa kosmetik yang tidak bisa
dihilangkan menggunakan pembersih biasa (Dechacare, 2011). Kosmetik wajah dapat
diperoleh dalam berbagai bentuk sediaan, salah satunya dalam bentuk masker wajah gel
peel off (Vieira dkk, 2009). Masker wajah peel off merupakan salah satu jenis masker wajah
yang mempunyai keunggulan dalam penggunaanya yaitu dapat dengan mudah dilepas atau
diangkat seperti membran elastis (Rahmawanty dkk, 2015). Penggunaan masker wajah peel
off bermanfaat untuk memperbaiki serta merawat kulit wajah dari masalah keriput, penuaan,
jerawat dan dapat juga digunakan untuk mengecilkan pori (Grace dkk, 2015). Masker peel
off juga dapat digunakan untuk membersihkan serta melembabkan kulit. Kosmetik wajah
dalam bentuk masker peel off bermanfaat dalam merelaksasi otot-otot wajah, sebagai
pembersih, penyegar, pelembab dan pelembut bagi kulit wajah (Vieira dkk, 2009).
Pembuatan kosmetik dari bahan alami lebih baik dari pada bahan sintesis. Bahan sintesis
dapat menimbulkan efek samping bahkan dapat merusak bentuk alami dari kulit (Grace dkk,
2015).

1
Kemajuan teknologi yang semakin modern memacu perusahaan industri kosmetik
untuk menciptakan formulasi produk kecantikan dalam pembuatan produk masker wajah.
Masker wajah dapat dibuat dari bahan-bahan alami yang diformulasikan ke dalam
pembuatan masker alami wajah yang berguna untuk mengurangi keriput dan bintik noda di
wajah. Bahan-bahan alami tersebut diperoleh dari rumput laut yang mengandung vitamin A,
B1, B2, C, E sehingga diharapkan mampu mengurangi keriput dan bintik noda di wajah serta
berperan dalam menjaga dan memelihara kesehatan kulit (Taman, 2011; UMM, 2011).
Menurut Astawan dkk (2004), secara kimia rumput laut terdiri dari abu 29,97%; protein
5,91%; lemak 0,28%; karbohidrat 63, 84%; serat pangan total 78,94% dan iodium 28,93%.
Rumput laut mengandung hidrokoloid yang memiliki serat yang tekandung dalam thallusnya
(Manik dan Purdiwoto, 2005). Rumput laut merah dan coklat banyak dimanfaatkan sebagai
sumber bahan pangan dan kesehatan. Eucheumasp.dan Sargassum sp. merupakan salah
satu rumput laut yang telah dimanfaatkan untuk kesehatan manusia (Firdaus dkk, 2010).
Pengembangan penelitian rumput laut sebagai sumber komponen bioaktif termasuk
karatenoid, asam lemak dan phytosterol telah menjadi perhatian serius, dimana telah
dilaporkan komponen ini memiliki fungsi seperti antioksidan, antibakteri, antikoagulan,
antitumor dan antikanker (Chandini dkk, 2008).

1.2 Tujuan
Tujuan yang dilakukan dalam praktik kerja lapangan ini adalah :
1) Mengamati alur proses pembuatan masker rumput laut Eucheuma cottonii;
2) Mengamati mutu masker rumput laut Eucheuma cottonii;
3) Menghitung kelayakan usaha pengolahan masker rumput laut Eucheuma cottonii;
4) Mengamati kelayakan dasar unit pengolah di PT. Rumah Rumput Laut.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah yang dilakukan dalam praktik kerja lapangan ini adalah :
1) Mengetahui alur proses pengolahan masker rumput laut Eucheuma cottonii;
2) Mengetahui mutu bahan baku dan produk akhir masker rumput laut Eucheuma cottonii
yang meliputi pengujian sensori dan daya sebar masker;
3) Mengetahui perhitungan kelayakan usaha produk masker rumput laut Eucheuma
cottonii;
4) Mengetahui penerapan kelayakan dasar unit pengolahan di PT. Rumah Rumput Laut,
meliputi Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP).

2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
Rumput laut (seaweed) adalah jenis ganggang yang berukuran besar (macroalgae)
yang termasuk tanaman tingkat rendah dan termasuk divisi thallophyta. Rumput laut
memiliki sifat morfologi yang mirip, karena rumput laut tidak memperlihatkan adanya
perbedaan antara akar, batang dan daun walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk-bentuk
tersebut sebenarnya hanyalah thallus. Bentuk thallus rumput laut bermacam-macam antara
lain, bulat seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong dan rambut dan
sebagainya (Aslan, 2008).

Gambar 1. Eucheuma cottonii


Sumber : (Aslan, 2008)

Rumput laut hidup menempel pada karang mati atau cangkang moluska walaupun
rumput laut juga dapat hidup menempel pada pasir atau lumpur. Rumput laut hidup di laut
dan tambak dengan kedalaman yang masih dapat dijangkau cahaya matahari untuk proses
fotosintesisnya. Rumput laut dalam dunia pengetahuan lebih dikenal dengan sebutan algae.
Rumput laut merupakan suatu komoditi laut yang penting bagi manusia, walaupun rumput
laut tidak dapat dikategorikan kebutuhan utama bagi manusia, namun manfaatnya cukup
baik dalam kehidupan sehari-hari (Aslan, 2008).
Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil laut yang berpotensi untuk
dikembangkan. Potensi rumput laut cukup besar dan tersebar hampir diseluruh perairan
nusantara. Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah
(Rhodophyceae) karena mengandung agar-agar, karaginan, porpiran, furcelaran maupun
pigmenfikobilin (terdiri dari fikoeretrin dan fikosianin) yang merupakan cadangan makanan
yang mengandung banyak karbohidrat. Rumput laut jenis lain ada juga yang dimanfaatkan
yaitu jenis ganggang coklat (Phaeophyceae). Ganggang coklat ini banyak mengandung
pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin, fukosantin, pirenoid, dan lembaran
fotosintesa (filakoid). Ganggang coklat juga mengandung cadangan makanan berupa
laminarin, selulose, dan algin, selain itu ganggang merah dan coklat banyak mengandung
iodium (Santi dkk, 1999).

3
Rumput laut dikelompokkan menjadi empat kelas berdasarkan pigmen yang
dikandungnya yaitu Chlorophyceae (ganggang hijau), Cyanophyceae (ganggang hijau biru),
Rhodophyceae (ganggang merah) dan Phaeophyceae (ganggang coklat) (Soegiarto dkk,
1978). Eucheuma sp. merupakan salah satu contoh dari jenis Rhodophyceae, yang
mempunyai ciri-ciri umum seperti thalli (kerangka tubuh tanaman), bulat silindris atau
gepeng, berwarna merah coklat, hijau kuning, bercabang berselang tak teratur, memiliki
benjolan benjolan dan duri-duri. Klasifikasi Eucheuma menurut Doty (1985) adalah
sebagaiberikut:
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma sp.
Beberapa jenis Eucheuma sp. mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan
internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies
Eucheumasp. berkisar antara 54-73 % tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya.
Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina)
selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya
rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu
(Aslan dan Laode, 1998).Dua jenis Eucheuma yang cukup komersil yaitu Eucheuma
spinossum dan Eucheuma cottonii. Eucheuma spinossum (Eucheuma dentilacum)
merupakan penghasil biota karagenan dan Eucheuma cottonii (Kapaphycus alvarezii)
sebagai penghasil kappa karagenan. Eucheuma cottonii, umumnya tumbuh dengan baik di
daerah pantai terumbu karang (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh
aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan
dan Laode, 1998).
Rumput laut (Eucheuma cottonii) adalah Thallus silindris, permukaan licin,
cartilageneus (mempunyai tulang rawan/muda), serta berwarna hijau terang, hijau olive, dan
coklat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus
(tonjolan-tonjolan) dan duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia (alat kelamin yang
terdapat pada tumbuhan lumut). Percabangan bersifat alternatus (berseling), tidak teratur
serta dapat bersifat dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem
percabangan tiga-tiga) (Anggadiredja dkk, 2006). Komposisi kimia Eucheuma cottonii dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

4
Komposisi Kandungan
Air (%) 12,90
Protein (%) 5,12
Lemak (%) 0,13
Karbohiodrat (%) 13,38
Serat kasar (%) 1,39
Abu (%) 14,21
Mineral Ca (ppm) 52,82
Mineral Fe (ppm) 0,11
Riboflavin (mg/100 gr) 2,26
Vitamin C (mg/100 gr) 4,00
Karaginan (5) 65,75
Sumber: Maulana (2005)
Eucheuma cottonii adalah sumber karagenan. Kappa karagenan stabil dalam keadaan
gel dan terhidrolisis bila dipanaskan pada keadaan pH netral atau alkali (Winarno, 1996).
Karagenan larut dalam air, tetapi sedikit larut dalam pelarut-pelarut lainnya, umumnya perlu
pemanasan agar karagenan larut semuanya. Biasanya pemanasan dilakukan sampai suhu
50-80oC, tergantung adanya kation yang dapat mendorong pembentukan gel seperti ion
kalium atau faktor lainnya, pembentukan ion-ion karagenan merupakan dasar teknik pangan
karagenan (Cahyadi, 2006).Titik pH merupakan titik stabil, pemanasan diperpanjang dan pH
dibuat rendah atau lebih tinggi dari pH 9, atau suhu melampaui 110 oC, maka koloid yang
terbentuk akan terdepolymerisasi dan akan kehilangan karakteristik-karakteristik aslinya
secara defenitif (termasuk viskositas).

2.2 Masker Wajah


Masker wajah adalah masker kecantikan yang berwujud sediaan gel, pasta dan serbuk
yang dioleskan untuk membersihkan dan mengencangkan kulit, terutama kulit wajah. Secara
sistematik, masker wajah bertindak merangsang sirkulasi aliran darah maupun limpa,
merangsang dan memperbaiki kulit melalui percepatan proses regenerasi dan memberikan
nutrisi pada jaringan kulit. Masker wajah juga berfungsi sebagai pembawa bahan-bahan aktif
yang berguna bagi kesehatan kulit, seperti ekstrak tumbuhan, minyak esensial atau rumput
laut yang dapat diserap oleh permukaan kulit untuk dibawa ke dalam sirkulasi darah (Novita,
2009). Masker adalah kosmetik yang memiliki kegunaan banyak terutama untuk
mengencangkan kulit, mengangkat sel-sel tanduk yang sudah siap mengelupas,
menghaluskan dan mencerahkan kulit, meningkatkan metabolisme sel kulit, meningkatkan
peredaran darah dan getah bening, memberi rasa segar dan memberi nutrisi pada kulit serta
kulit terlihat cerah, sehat, halus dan kencang (Herni, 2008).
Pemakaian kosmetik merupakan hal yang sangat diperlukan oleh seseorang sejak
usia bayi sampai usia lanjut, tidak terkecuali pria maupun wanita dengan tujuan untuk
mendapatkan kulit yang sehat, wajah yang cantik, penampilan pribadi yang baik dan

5
kepercayaan pada diri sendiri. Kosmetik dikenal oleh manusia sejak berabad-abad yang lalu,
sehingga seiring berkembangnya ilmu tentang kosmetologi banyak ilmuan yang
menggembangkan tentang ilmu dermatologi agar dapat mengetahui efek dari suatu bahan
terhadap kulit, karena saat ini banyak kasus penyakit baru yang muncul karena pemilihan
bahan kosmetik yang ternyata dapat mengiritasi kulit seperti bercak merah, rasa panas dan
terbakar jika terkena paparan sinar matahari langsung (Tranggono, 2007).
Masker wajah saat ini memiliki banyak bentuk seperti serbuk, pasta, ada juga yang
berbentuk gel. Berbagai perusahaan kosmetik besar saat ini banyak mengeluarkan produk
yang berbahan alami atau “back to nature”. Masyarakat saat ini banyak yang beralih pada
produk yang berbahan alami, keistimewaan masker dari bahan alami ini adalah tidak
menimbulkan iritasi dan efek samping. Produk yang terbuat dari bahan alamiah lebih murah,
aman, tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan bagi kulit (Surtiningsih, 2005).
Menurut Rostamailis (2005) masker dipakai pada akhir perawatan, karena kulit akan
mengembang oleh pengompresan air hangat atau uap air panas, hingga pori-pori terbuka
dan mudah mengeluarkan kotoran, debu yang menyumbat jerawat, millium, dan lain-lain.
Keadaan kulit yang merenggang ini harus dinormalkan kembali dengan masker sehingga
pori-pori dapat menciut, mengecil dan menjadi kencang, bersih, dan sehat dengan warnanya
yang cemerlang. Masker adalah bahan kosmetik yang dipergunakan pada akhir perawatan
muka/kulit tubuh, sesudah pembersihan total dari massage, kemudian wajah kecuali alis,
mata, dan bibir dibalut seperti topeng.

2.2.1 Macam-Macam Bentuk Masker


Macam-macam masker, ada yang diolah secara kimiawi (modern) dan ada pula yang
tradisional, tetapi yang terpenting cara pemakaiannya harus disesuaikan pula dengan jenis
kulit, umur, keadaan kulit, dan sebagainya. Macam-macam bentuk masker antara lain:
1) Masker Bubuk (nonsetting)
Merupakan masker yang masih harus diolah dengan menambahkan bahan cairan
sehingga bahan–bahan yang berupa bubuk menjadi berbentuk pasta. Masker bubuk
termasuk dalam jenis masker perawatan, karena zat – zat dan komponen dasar
campuran masker yang sesuai dapat menyebabkan peningkatan suhu kulit sehingga
peredaran darah menjadi lancar.
2) Masker Gelatin (setting mask)
Merupakan masker yang bila dioleskan akan meninggalkan lapisan transparan
pada kulit (tembus terang). Bahan dasar adalah bersifat jelly dari gum, tragocant, latex,
dan biasanya dikemas dalam tube.
3) Masker Kertas

6
Masker yang terbentuk dari katun tipis yang dibasahi dengan formula yang
berfungsi untuk melembabkan, mencerahkan dan mengatasi garis-garis halus pada
wajah. Masker kertas biasanya tersedia dalam satu ukuran.
4) Masker Buatan Sendiri
Masker ini dibuat dari bahan alami, misalnya mengekstrak dari buah–buahan, kulit
buah, tumbuh – tumbuhan, kuning telur, susu dan madu.

2.2.2 Masker Wajah Rumput Laut


Kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan pada permukaan kulit
manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik dan
mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat, contoh dari kosmetik adalah masker
wajah (Sriwidodo, 1986). Pemakaian masker wajah bermanfaat untuk melembutkan kulit,
membuka pori-pori yang tersumbat, dan membersihkan sisa kosmetik yang tidak bisa
dihilangkan menggunakan pembersih biasa (Dechacare, 2011). Pemakaian masker wajah
yang teratur juga dapat membantu mencegah penuaan dini dan mengurangi munculnya
keriput dan garis-garis halus (Aloette, 2011).
Kemajuan teknologi yang semakin modern memacu perusahaan industri kosmetik
untuk menciptakan formulasi dalam pembuatan produk masker wajah. Formulasi pembuatan
masker wajah alami perlu dilakukan sebagai alternatif pilihan. Bahan-bahan alami tersebut
harus mengandung vitamin A, C, E, dan zinc sehingga mampu mengurangi keriput dan
bintik noda di wajah. Vitamin-vitamin tersebut dapat diperoleh dari rumput laut, kunyit,
cokelat dan yoghurt. Rumput laut dan cokelat mengandung vitamin B1 dan B2 yang
berperan dalam menjaga dan memelihara kesehatan kulit. Vitamin C dalam rumput laut
berperan sebagai antioksidan yang dapat mengurangi keriput dan mampu menyembuhkan
kulit (Aloette, 2011).

2.2.3 Komposisi Bahan Baku


Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan blackmask rumput laut
meliputi:

2.2.3.1 Rumput Laut (Eucheuma cottonii)


Upaya untuk membantu memulihkan penampilan kulit wajah, dapat dilakukan dengan
beberapa cara penanganan, antara lain dengan penggunaan antioksidan. Antioksidan
digunakan untuk melindungi kulit dari kerusakan oksidasi sehingga dapat mencegah
kerusakan pada kulit (Masaki 2010). Efek antioksidan untuk perawatan kulit wajah akan
lebih baik diformulasikan dalam bentuk topical dibandingkan dengan oral, karena zat aktif
akan berinteraksi lebih lama dengan kulit wajah (Sari dkk. 2013). Menurut Nurjanah dkk.

7
(2015) bahwa rumput laut Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii) memiliki aktivitas
oksidasi. Aktivitas oksidasi Kappaphycus alvarezii menunjukkan IC50 sebesar 105, 04 µg/mL.
Kappaphycus alvarezii merupakan organisme multiseluler yang tergolomg dalam rumput laut
merah (Rhodopyta), yang diketahui memiliki kandungan senyawa fenolik, senyawa flanovoid
seperti catechin (gallocathecin, eppicathecin, catechin gallate), flavonols, flavonol glycoside,
caffeic acid, hesperidin, myricetin yang berfungsi sebagai antioksidan (Sari dkk. 2013).
Vitamin C dalam Kappaphycus alvarezii juga berperan sebagai antioksidan yang dapat
mencegah keriput dan menyembuhkan kulit akibat sunburn (Anindita dan Masluhiya, 2017).

2.2.3.2 Arang Aktif


Arang aktif merupakan senyawa karbon amorph, yang dapat dihasilkan dari bahan-
bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus
untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan
senyawa-senyawa kimia tertentu. Karbon aktif disusun oleh atom-atom C yang terikat secara
kovalen dalam suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap sudutnya yang
luas permukaan berkisar antara 300 m2/g hingga 3500 m/g dan ini berhubungan dengan
struktur pori internal sehingga mempunyai sifat sebagai absorben (Meilita, 2002). Arang aktif
tidak hanya mengandung atom karbon saja, tetapi juga mengandung sejumlah kecil oksigen
dan hidrogen yang terikat secara kimia dalam bentuk gugus-gugus fungsi yang bervariasi,
misalnya gugus karbonil (CO), karboksil (COO), fenol, lakton, dan beberapa gugus eter.
Arang aktif merupakan absorben suatu padatan berpori yang sebagian besar terdiri dari
unsur karbon bebas dan masing-masing berikatan secara kovalen, dengan demikian,
permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga
merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas
permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin
besar, dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan
absopsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan.
Arang aktif yang digunkan sebagai bahan baku masker berasal dari arang termpurung
kelapa. Arang yang masih berbentukk granul kamudian dihaluskan menjadi bentuk serbuk.
Arang tempurung kelapa merupakan salah satu arang aktif dengan kemampuan adsopsi
yang baik dibandingkan dengan arang dari kayu maupun batu bara. Namun apabila sulit
menemukan arang aktif dari tempurung kelapa, dapat digantikan dengan arang dari sekam
padi. Arang aktif biasanya dipadatkan dari toko bahan kimia atau apotik tertentu. Guna
menbedakan arang biasa dan arang aktif di pasaran dapat dilakukan dengan cara
mengecek kejernihan air, misalnya dua gelas berisi air sirup yang sama lalu dibari arang
aktif dan arang biasa, arang aktif akan menyebabkan warna sirup menjadi memudar atau

8
semakin jernih tetapi arang biasa tidak merubah apapun. Selain itu apabila dilihat secara
visual arang aktif tampak lebih berkilau.
Kandungan senyawa karbon dan mineral dalam arang aktif memberikan banyak
manfaat bagi kesehatan dan kebersihan kulit wajah. Berdasarkan manfaat dari senyawa
karbon tersebut, arang aktif mempunyai fingsi detoksifikasi pada kulit wajah, karena arang
aktif menarik bakteri, racun, bahan kimia, kotoran pada permukaan kulit. (Anonim, 2017).
Detoksifikasi pada wajah oleh arang aktif dapat membantu untuk menyembuhkan jerawat.
Detoksifikasi wajah merupakan penerapan kotoran dan racun dari wajah, racun dan kotoran
tersebut nantinya akan dikeluarkan bersama jerawat, sehingga jerawat yang baru muncul
diwajah akan cepat matang. Jerawat yang sudah matang pada akhirnya akan mudah
mengering dan mengelupas. Kandungan mineral pada arang aktif juga mempunyai manfaat
bagi kulit wajah, karena dapat menyehatkan dan menghaluskan kulit wajah. Namun,
penggunaan arang yang berlebihan dapat membuat kulit menjadi kering karena kulit
mengalami dehidrasi, akibat kandungan air dalam kulit ikut terserap.

2.2.3.3 Propilen Glikol


Propilen Glikol (C2H4O2) merupakan cairan bening, tidak berwarna, kental, praktis tidak
berbau, manis, dan memiliki rasa yang sedikit tajam menyerupai gliserin. Propilen Glikol
larut dalam 6 bagian eter, tidak larut dengan minyak mineral ringan atau fixed oil, tetapi akan
melarutkan beberapa minyak esensial (Rowe dkk., 2009). Propilen Glikol telah banyak
digunakan sebagai peralut, ekstraktan, dan pengawet dalam berbagai formulasi farmasi
parenteral dan nonparenteral. Pelarut ini umumnya lebih baik dari gliserin dan melarutkan
berbagai macam bahan, seperti kortikosteroid, fenol, obat sulfa, barbiturat, vitamin (A dan
D), alkaloid dan banyak anestesi lokal. Propilen glikol biasa digunakan sebagai pengawet
antimikroba, desinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, dan zat penstabil. Konsentrasi
propilen glikol yang biasa digunakan sebagai humektan adalah 15% (Rowe dkk., 2009).

2.2.3.4 Polyvinyl alcohol (PVA)


Polyvinyl alcoholadalah polimer sintetis yang larut dalam air dengan rumus (C 2H4O)n.
Nilai n untuk bahan yang tersedia secara komersial terletak diantara 500 dan 5000 setara
dengan rentang berat molekul sekitar 20.000 – 200.000. Polyvinyl alcohol berupa bubuk
granular berwarna putih hingga krem, dan tidak berbau (Rowe dkk., 2009). Polyvinyl alcohol
larut dalam air, sedikit larut dalam etanol (95%), dan tidak larut dalam pelarut organik.
Polyvinyl alcohol umumnya dianggap sebagai bahan yang tidak beracun. Bahan ini bersifat
noniritan pada kulit dan mata pada konsentrasi sampai dengan 10%, serta digunakan dalam
kosmetik pad konsentrasi hingga 7% (Rowe dkk., 2009). Polyvinyl alcohol diproduksi dengan
cara polimerisasi vinil asetat menjadi polivinil asetat membentuk Polyvinyl alcohol. Polyvinyl

9
alcohol dikenal sebagai agen pembentuk lapisan film, pendispersi, lubrikan, pelindung kulit,
digunakan pada formulasi gel dan lotion, shompo, tabir surya, masker, serta beberapa
aplikasi aplikasi kosmetik dan perawatan kulit lainnya. Namun salah satu kelemahan dari
Polyvinyl alcohol adalah lapisan film yang dihasilkan cenderung lebih kaku dan memiliki
fleksibilitas yang tergolong rendah (Barnard, 2011).

2.2.3.5 Carboxymethyl cellulose (CMC)


Menurut Desmarais (2013), Carboxymethyl cellulose (CMC) mempunyai karakteristik
yang partly solube (larut sebagian) pada larutan etanol dan air, sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pengental dalam campuran etanol dengan air pada proporsi tertentu.
Carboxymethyl cellulose (CMC) berfungsi sebagai gelling agent dalam sediaan gel karena
memiliki stabilitas yang baik pada suasana asam dan basa (pH 2-10)

2.2.3.6 Kolagen
Paparan sinar matahari yang mengeluarkan radiasi ultraviolet (UV) dapat memicu
kemunculan keriput pada wajah. Keriput muncul karena adanya penurunan produksi kolagen
dan akumulasi elastin abnormal. Kolagen merupakan senyawa protein rantai panjang yang
tersusun atas asam amino yaitu alanin, arginin, lisin glisin, prolin, dan hidropolin (Medica,
2011). Kolagen berperan untuk mempertahankan struktur kulit.

2.2.3.7 Aroma
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-
syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung (Winarno, 2008). Aroma yang menarik
dan mudah dikenali umumnya akan lebih dipilih dibandingkan dengan aroma yang tidak
dikenali (Luthfiyana dkk. 2016).

2.2.3.8 Penoxyetanol
Bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang yang berasal dari alam dan
atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik. Food And Drug Administration (FDA)
pada tahun 2001 menyampaikan konsentrasi yang diperbolehkan dalam bahan atau
campuran penoxyetanol antara 0,0075% sampai 0,06%.
2.3 Teknik Penanganan dan Pengolahan
2.3.1 Persyaratan Bahan Baku
Bahan baku rumput laut harus memenuhi persyaratan SNI yang telah ditetapkan.
Berdasarkan SNI 2690.1:2009, bahan baku harus bersih, bebas dari tanda dekomposisi dan
pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak

10
membahayakan kesehatan. Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik
kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut:
- Rupa dan warna : bersih, cemerlang dan warna cerah spesifik jenis, thallus utuh
- Bau : spesifik jenis

2.3.2 Alur Proses


2.3.2.1 Bahan Baku
Bahan baku yang diterima di unit pengolahan masker rumput laut diuji secara
organoleptik dan harus ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu
pusat produk maksimal 5°C dan selanjutnya ditimbang. Penimbangan dilakukan untuk
mengetahui berat totalnya.

2.3.2.2 Pencucian
Rumput laut dicuci dengan air yang bersih dan dingin. Pencucian harus dilakukan
dengan cepat, cermat dan saniter dengan tetap menjaga suhu pusat produk.

2.3.2.3 Penggilingan
Penggilingan rumput laut hingga halus dilakukan dengan cermat, dengan tetap
menjaga suhu rumput laut.

2.3.2.4 Pemasakan dan Pencampuran I


Pemasakan rumput laut dengan cara didihkan dalam suhu 75˚C dan pencampuran I
berupa bahan tambahan dilakukan secara cermat dan saniter.

2.3.2.5 Penirisan
Penirisan selama 24 jam dilakukan dengan cermat dan saniter.

2.3.2.6 Pencampuran II
Pencampuran II dilakukan dengan penambahan aroma secara cermat dan saniter.

2.3.2.7 Pengemasan
Pengemasan masker rumput lau menggunakan kemasan yang sesuai dan dilakukan
secara cepat, cermat dan saniter.

2.3.3 Syarat Mutu Masker

11
Persyaratan mutu sediaan masker harus sesui dengan syarat mutu berdasarkan SNI
16-6070-1999 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat Mutu Sediaan Masker


No Uraian Satuan Persyaratan
1 Deskripsi - - Homogen
- Bebas partikel asing
2 Zat aktif % Sesuai PerMenKes RI No. 445 MenKes
Per V 1998
3 Zat warna % Sesuai PerMenKes RI No. 445 MenKes
Per V 1998
4 Zat pengawet % Sesuai PerMenKes RI No. 445 MenKes
Per V 1998
5 Raksa dan senyawanya - Sesuai PerMenKes RI No. 445 MenKes
Per V 1998
6 Hidrokinon - Sesuai PerMenKes RI No. 445 MenKes
Per V 1998
7 Hidrokinon monobenzileter - Sesuai PerMenKes RI No. 445 MenKes
Per V 1998
8 Cemaran mikroba
8. Angka lempeng total Koloni/g Maksimum 102
1
8. Staphylococus aureus Koloni/0,001 g Negatif
2
8. Pseudomonas seruginosa Koloni/0,001 g Negatif
3
8. Candida albicans Koloni/0,001 g Negatif
4
Sumber: BSN (1999).

2.4 Perhitungan Kelayakan Usaha


Usaha seaweed blackmask di PT. Rumah Rumput Laut merupakan salah satu usaha
yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan nilai tambah dari rumput laut sendiri dan
sebagai pendapatan melalui usaha ini. Usaha ini juga menjadi alternatif sebagai mata
pecaharian dan tidak menutup kemungkinan menjadi sumber utama apabila dapat dikelola
dengan baik. Kajian studi kelayakan ini sehingga akan dilihat apakah usaha ini layak
dikembangkan atau tidak.

2.4.1 Analisis Keuangan


Penelitian dalam aspek ini dilakukan untuk menilai biaya apa saja yang akan dihitung
dan seberapa besar biaya yang akan dikeluarkan, kemudian juga meneliti seberapa besar

12
pendapatan yang akan diterima jika proyek atau usaha akan dilaksanakan. Investasi yang
dilakukan dalam berbagai bidang bisnis (usaha) sudah barang tentu memerlukan sejumlah
modal (uang), disamping keahlian lainnya. Modal yang digunakan untuk membiayai suatu
bisnis, mulai dari biaya pra investasi, biaya investasi dalam aktiva tetap, hingga modal kerja.
Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi ini layak atau tidak untuk dikembangkan,
sehingga diharapkan dari hasil penelitian ini mampu dijadikan bahan pertimbangan dan
evaluasi perusahaan.

2.4.1.1 Biaya Tetap (Fixed Cost)


Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap, tidak tergantung kepada perubahan,
tingkat kegiatan dalam menghasilkan keluaran atau produk didalam interval tertentu. Biaya
tetap penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, antara lain: biaya penyusutan,
tenaga kerja langsung, sewa mesin, tenaga kerja tak langsung, bunga, dll (Umar, 2005).

2.4.1.2 Biaya Tidak Tetap (Variabel Cost)


Biaya tidak tetap merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah, sesuai dengan
perubahan tingkat produksi. Biaya tidak tetap ini habis dalam satu kali produksi. Titik berat
dari biaya dari biaya tidak tetap ini adalah jumlah dari biaya tidak tetap tersebut, bukan
besarnya biaya tidak tetap per unit (Umar, 2005)

2.4.1.3 Total Pengeluaran


Keseluruhan jumlah biaya yang harus dikeluarkan, yang terdiri dari biaya tetap (TFC)
dan biaya variabel (TVC). Keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli semua
keperluan baik barang dan jasa yang akan digunakan dalam proses produksi demi
menghasilkan/produksi suatu barang oleh perusahaan (Umar, 2005).

2.4.2 Analisis Keuntungan


Keuntungan (laba) adalah perbedaan antara penghasilan dan biaya yang dikeluarkan
Astuti (2005). Ukuran keberhasilan dalam menghasilkan keuntungan dapat dilihat dari tinggi
rendahnya profit margin serta tingkat pengembaliannya. Unsur-unsur yang dikaji dalam
analisis keuntungan yaitu biaya dan penerimaan. Keuntungan dari suatu usaha tergantung
pada hubungan antara biaya produksi yang dikeluarkan dengan jumlah penerimaan dari
hasil penjualan, dengan pusat perhatian ditunjukan bagaimana cara menekan biaya
sewajarnya supaya dapat memperolah keuntungan sesuai dengan yang diinginkan. Biaya
yang dikeluarkan adalah biaya tetap dan biaya variabel. Keuntungan adalah selisih antara
penerimaan dengan semua biaya. Keuntungan maksimum dapat ditingkatkan dengan cara
meminimumkan biaya untuk penerimaan yang tepat atau meningkatkan penerimaan pada

13
biaya yang tetap dengan kata lain, keuntungan adalah selisih antara penerimaan dengan
biaya (Soekartawi, 2003).

2.4.3 Penilaian Investasi


2.4.3.1 Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) adalah suatu analisis untuk menetukan dan mencari jumlah
barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi
biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan (Bambang, 2011). Break Event
Point (BEP) terdiri dari Break Event Point (BEP) rupiah dan Break Event Point (BEP) unit.
Break Event Point (BEP) rupiah dipengaruhi oleh biaya tetap, biaya tidak tetap dan
penjualan sedangkan Break Event Point (BEP) unit dipengaruhi oleh biaya tetap, harga,
biaya tidak tetap dan jumlah produksi.

2.4.3.2 Revenue/Cost (R/ C) Ratio


Revenue cost adalah besaran nilai yang menunjukkan perbandingan antara
penerimaan usaha dengan total biaya.

2.4.3.3 Benefit/Cost (B/C) Ratio


Benefit/Cost (B/C) ratio adalah analisis bisnis untuk memberikan gambaran kenapa
harus memilih atau tidak memilih spesifikasi dari suatu investasi (Keen, 2011), dalam
batasan besaran nilai B/C Ratio dapat diketahui apakah suatu usaha menguntungkan atau
tidak menguntungkan. Benefit cost adalah besaran nilai yang menunjukkan perbandingan
antara keuntungan dengan total biaya.

2.4.3.4 Return on Investment (ROI)


Return On Investment (ROI) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan. Return On Investment diperoleh dari perbandingan keuntungan dengan total
biaya dikalikan 100 ℅.

2.4.3.5 Payback Periode (PP)


Payback Period merupakan jangka waktu/lamanya investasi dari suatu proyek
berdasarkan keuntungan yang diperoleh tiap-tiap tahun. Payback Period hanya untuk
mengetahui jangka waktu kembalinya investasi tanpa memperhatikan besarnya benefit atau
keuntungan dari suatu proyek/usaha (Kasmir dan Jakfar, 2003).

14
2.5 Persyaratan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan
Kelayakan dasar unit pengolahan merupakan persyaratan awal dalam memulai suatu
unit pengolahan mampu tidaknya mengembangkan dan menerapkan Program Manajemen
Mutu Terpadu (PMMT). Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) merupakan suatu
program yang merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar dalam sistem
pengawasan. Kelayakan dasar (pre-requisite) merupakan aspek yang harus dipenuhi agar
penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dalam industri pangan
dapat berjalan dengan baik dan efektif. Unit pengolahan yang akan menerapkan sistem
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) harus memenuhi persyaratan kelayakan
dasar (pre-requisite program) yang terdiri dari 2 (dua) bagian pokok, yaitu Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
(Ditjenkan, 1999 dalam Wulandari dkk, 2009)

2.5.1 Persyaratan Fisik


Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23/MEN.KES/SK/I/78
tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Pengolahan Makanan sebagai berikut:

2.5.1.1 Lokasi
Bangunan harus bebas dari pencemaran seperti daerah persawahan atau rawa,
daerah pembuangan kotoran dan sampah, daerah kering dan berdebu, daerah kotor, daerah
berpenduduk padat, daerah penumpukan barang bekas, dan daerah lain yang diduga dapat
mengakibatkan pencemaran.

2.5.1.2 Bangunan
Bangunan dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan
hygiene sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi sehingga mudah dibersihkan, mudah
dilaksanakan tindakan sanitasi dan mudah dipelihara. Bangunan unit produksi harus terdiri
atas ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang harus terpisah sehingga tidak
menyebabkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi. Ruang pokok yang
digunakan untuk memproduksi makanan harus memenuhi persyaratan sesuai dengan jenis
dan kapasitas produksi, ukuran alat produksi serta jumlah karyawan yang berkerja. Susunan
ruangan diatur berdasarkan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas
pekerja yang simpang siur dan tidak mengakibatkan pencemaran makanan yang diproduksi.
Ruang pelengkap harus memenuhi syarat luasnya sesuai dengan jumlah karyawan yang
berkerja dan susunannya diatur berdasarkan urutan kegiatan yang dilakukan.

15
2.5.1.2.1 Lantai
Ruangan pokok harus memenuhi syarat lantai rapat air, tahan terhadap air, garam,
basa, asam dan atau bahan kimia lainnya, permukaannya rata, tidak licin dan mudah
dibersihkan, memiliki kelandaian cukup ke arah saluran pembuangan air dan mempunyai
saluran tempat air mengalir atau lubang pengeluaran serta pertemuan antara lantai dan
dinding tidak boleh membentuk sudut mati, harus melengkung dan rapat air. Lantai ruang
pelengkap harus memenuhi syarat rapat air, tahan terhadap air, permukaanya datar, rata
serta halus, tidak licin dan mudah dibersihkan. Ruang untuk mandi, cuci dan sarana toilet
harus mempunyai kelandaian secukupnya ke arah saluran pembuangan.

2.5.1.2.2 Dinding
Ruangan pokok dan pelengkap harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya 20
cm di bawah dan 20 cm di atas permukaan lantai harus rapat air. Permukaan bagian dalam
harus halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, mudah
dibersihkan dan sekurang-kurangnya setinggi 2 meter dari lantai harus rapat air, tahan
terhadap air, basa asam dan bahan kimia lainnya. Pertemuan antara dinding dengan dinding
dan dinding dengan lantai tidak boleh membentuk sudut mati, harus melengkung dan rapat
air.

2.5.1.2.3 Langit-langit
Terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor. Langit-langit
ruangan pokok dan pelengkap harus memenuhi persyaratan dibuat dari bahan yang tidak
mudah melepaskan bagiannya, tidak terdapat lubang dan tidak retak, tahan lama dan
mudah dibersihkan, tinggi dari lantai sekurang-kurangya 3 meter, permukaan rata, berwarna
terang. Khusus ruangan pokok ditambahkan syarat tidak mudah mengelupas, rapat air bagi
tempat pengolahan yang menimbulkan atau menggunakan uap air.

2.5.1.2.4 Pintu
Memenuhi syarat dibuat dari bahan yang tahan lama, permukaannya rata, halus,
berwarna terang dan mudah dibersihkan, dapat ditutup dengan baik dan membuka ke luar.

2.5.1.2.5 Jendela
Memenuhi syarat dibuat dari bahan yang tahan lama, permukaannya rata, halus,
mudah dibersihkan dan berwarna terang, sekurang-kurangnya setinggi 1 meter dari lantai,
luasnya sesuai dengan besarnya bangunan.

2.5.1.2.6 Penerangan

16
Penerangan di ruangan pokok dan pelengkap harus terang sesuai dengan keperluan
dan persyaratan kesehatan.

2.5.1.2.7 Ventilasi
Suhu pada ruang pokok maupun pelengkap baik secara alami maupun buatan harus
memenuhi persyaratan cukup menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat
menghilangkan uap, gas, debu, asap dan panas yang dapat merugikan kesehatan, dapat
mengatur suhu yang diperlukan, tidak boleh mencemari hasil produksi melalui udara yang
dialirkan serta lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah
masuknya serangga dan mengurangi masuknya kotoran ke dalam ruangan serta mudah
dibersihkan.

2.5.1.3 Fasilitas
Bangunan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan
perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene. Bangunan harus dilengkapi
dengan sarana penyediaan air yang terbagi atas sumber air, pipa pembawa, tempat
persediaan air dan pipa pembagi.
Sarana penyediaan air harus dapat menyediakan air yang cukup bersih sesuai dengan
kebutuhan produksi pada khususnya dan kebutuhan perusahaan pada umumnya. Bangunan
harus dilengkapi dengan sarana pembuangan yang terdiri atas saluran dan tempat
pembuangan buangan akhir, tempat buangan padat, sarana pengolahan limbah dan saluran
pembuangan limbah terolah.

2.5.1.3.1 Sarana Pembuangan Limbah


Sarana pembuangan limbah harus dapat mengolah dan membuang buangan padat,
cair dan atau gas yang dapat mencemari lingkungan.

2.5.1.3.2 Sarana Toilet


Letak toilet tidak langsung ke ruang proses pengolahan, dilengkapi dengan bak cuci
tangan, diberi tanda pemberitahuan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan
sabun dan atau ditergen sesudah menggunakan toilet dan disediakan dalam jumlah cukup
sesuai dengan jumlah karyawan.

2.5.1.3.3 Sarana PencucianTangan


Sarana pencucian tangan diletakan di tempat yang diperlukan, dilengkapi dengan air
mengalir yang tidak boleh dipakai berulang kali, dilengkapi dengan sabun atau detergen,

17
handuk atau alat lain untuk mengeringkan tangan dan tempat sampah berpenutup serta
disediakan dengan jumlah yang sesuai dengan jumlah karyawan.

2.5.1.3.4 Alat Produksi


Alat dan perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi makanan harus dibuat
berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene. Alat dan
perlengkapan harus memenuhi syarat sesuai dengan jenis produksi, permukaan yang
berhubungan dengan makanan harus halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak
mengelupas dan tidak berkarat, tidak mencemari hasil produksi dengan jasad renik, unsur
atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar dan lain-lain serta mudah
dibersihkan.
Bangunan perusahaan berlokasi didaerah yang bebas dari kotoran yang bersifat
bakteriologis, biologis fisik dan kimia, seperti daerah rawa, pembuangan sampah
perkampungan yang padat penduduk dan kotor, daerah kering dan berdebu, dekat industri
yang menyebabkan pencemaran udara dan air, dekat gudang, pelabuhan dan sumber
kotoran lainnya, sehingga tidak menimbulkan penularan dan kontaminasi terhadap produk
dan bahaya bagi masyarakat (Thaheer, 2005).

2.5.2 Persyaratan Operasional


2.5.2.1 Good Manufacturing Practices(GMP)
GMP merupakan suatu cara untuk memproduksi makanan dengan tujuan agar
produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan
produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen, sehingga GMP adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari penerapan PMMT atau HACCP. Penyusutan GMP bertujuan
untuk meningkatkan jaminan dan konsistensi mutu dari produk yang dihasilkan. GMP
merupakan program penunjang keberhasilan dalam implementasi sistem HAACP sehingga
produk pangan yang dihasilkan benar-benar bermutu dan sesuai dengan tuntutan
konsumen, tidak hanya didalam akan tetapi diluar negeri (Thaheer, 2005).
1) Seleksi Bahan Baku
Bahan baku harus bersih, bebas dari bau yang menandakan pembusukan,
dekomposisi dan pemalsuan, sifat-sifat alamiah yang dapat menurunkan mutu serta tidak
membahayakan kesehatan. Unit pengolahan tidak menerima bahan baku yang ditangkap
didaerah perairan yang tercemar. Perairan yang tercemar adalah perairan yang dicemari
baik sengaja atau tidak sengaja oleh kotoran manusia dan hewan yang dapat mencemari
produk yang mungkin dimakan tanpa pemasakan atau pemanasan. Perairan yang
memerlukan pengawasan karena perlakuan dengan bahan kimia, biologis dan fisik.

18
2) Penanganan dan Pengolahan
Teknik penanganan ikan yang paling umum dilakukan untuk menjaga kesegaran ikan
adalah menggunakan suhu rendah. Penggunaan suhu rendah yang paling sering dan
mudah dilakukan adalah menggunakan es (Ilyas, 1983). Penanganan dan pengolahan
produk perikanan perlu diperhatikan dari berbagai aspek yaitu waktu atau lamanya proses,
suhu selama pelaksanaan proses, teknologi yang digunakan, peralatan yang digunakan
serta personil yang dipakai. Penanganan bahan baku hasil perikanan seharusnya
menggunakan wadah yang bersih, dapat dijaga suhunya tetap dingin selama proses,
perlakuan secara cepat disetiap tahapan proses, menggunakan air bersih untuk mencuci
bahan dan menjauhkan bahan baku dari faktor-faktor yang dapat menaikan suhunya. Ikan
yang tidak langsung diolah, disimpan dalam kamar dingin dan dijaga suhunya sekitar 0 oC.
Bahan baku yang sudah busuk tidak dapat diterima, mengandung racun atau ditemukan
benda-benda asing yang dapat membahayakan produk.

3) Persyaratan Bahan Pembantu dan Bahan Kimia


Bahan pembantu adalah bahan yang digunakan dalam proses penanganan dan
pengolahan produk untuk dapat mempertahankan mutu bahan baku sampai menjadi produk
akhir. Syarat bahan pembantu dan kimia harus tetap dan konsisten dalam penerapannya.

4) Pembungkusan dan Pengepakan


Pembungkusan dan pengepakan harus dilakukan pada kondisi yang higiene untuk
menghindari kontaminasi pada hasil perikanan. Bahan pengepak dan bahan lain yang
kontak langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi persyaratan higiene dan
khususnya.
a) Tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan;
b) Tidak boleh menularkan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia;
c) Harus cukup kuat melindungi hasil perikanan.
Pengecualian terhadap wadah tertentu yang terbuat dari bahan yang kedap air, halus
dan tahan karat yang mudah dibersihkan, dapat digunakan kembali setelah pencucian dan
sanitasi. Bahan pengepak harus disimpan, jauh dari tempat produksi, dan terlindung dari
debu dan kontaminasi. Jenis pengemasan yang paling umum digunakan pada bahan
pangan dapat dibedakan berdasarkan bahannya, yaitu kemasan kaca atau gelas, kemasan
logam, kemasan plastik, dan kemasan kertas. Pemilihan jenis kemasan yang akan
digunakan sangat tergantung pada karakteristik dan jenis bahan pangan yang akan
dikemas.

5) Penyimpanan Beku

19
Fungsi penyimpanan beku adalah menyimpan produk beku pada tingkat suhu rendah
yang diinginkan dan dapat mempertahankan kondisi dan mutu produk beku selama jangka
waktu yang ditetapkan (Ilyas, 1993). Teknik terbaik untuk menyimpan produk adalah dengan
cara pembekuan menggunakan freezer atau cold storage dengan suhu penyimpanan -18oC
sampai -20oC untuk penyimpanan jangka waktu yang lama dengan suhu yang diperlukan
adalah -25oC sampai -30oC, sedangkan waktu pengangkutan cukup disimpan dalam suhu
-20oC sampai -25oC.

6) Pengeluaran dan Distribusi


Kendaraan pengangkut hasil perikanan dengan kontruksi dan dilengkapi dengan
peralatan sehingga suhu dapat dijaga selama pengangkutan. Es digunakan untuk
pendinginan maka harus ada saluran pembuangan untuk menjamin lelehan es tidak
menggenangi produk. Permukaan bagian dalam dari alat transportasi harus didesain
sehingga tidak merusak produk, dimana permukaannya harus rata serta mudah dibersihkan
dan disanitasi. Produk tidak boleh diangkut dengan menggunakan kendaraan atau wadah
yang tidak bersih kecuali disanitasi terlebih dahulu. Persyaratan pengangkutan hasil
perikanan yang dipasarkan dalam keadaan hidup harus tidak berpengaruh buruk terhadap
hasil perikanan.

2.5.2.2 Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)


SSOP merupakan prosedur atau tata cara yang digunakan oleh industri untuk
membantu mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan dalam memproduksi
makanan yang bermutu tinggi aman dan tertib (Winarno, 2007). Unit pengolahan dan
peralatan maupun perlengkapan yang dipergunakan bukanlah merupakan sumber
penularan bagi produk yang diolah. Lantai-lantai yang sifatnya untuk pekerjaaan basah
harus selalu bersih, dicuci dan disemprot air selama periode kerja serta di disinfeksi setiap
hari pada saat mulai dan selesai kerja. Delapan fungsi kondisi sanitasi yang ditetapkan
adalah:
1) Pasokan Air dan Es

a. Air
Syarat air yang digunakan dalam pengolahan makanan minimal harus memenuhi
syarat-syarat air yang dapat diminum, adalah sebagai berikut:
- Bebas dari bakteri berbahaya serta bebas dari ketidakmurnian kimiawi;
- Bersih dan jernih;
- Tidak berwarna dan tidak bau;

20
- Air yang digunakan sebagai bahan penolong harus memenuhi persyaratan kualitas
air minum. Air yang digunakan dalam pencucian ikan dapat ditambah klorin dengan
kadar tidak lebih dari 10 ppm. Klorin dapat juga dilakukan dengan cara lain yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas air. Es yang digunakan dalam
pengolahan ikan harus dibuat dari air minum dan tidak boleh terkontaminasi selama
penanganan dan penyimpanan.
b. Es
Es yang digunakan sebagai media dingin sebaiknya dibuat dari air bersih
sebagaimana persyaratan untuk air minum. Es yang tua (matang), yaitu yang mempunyai
suhu lebih rendah daripada es biasa yang baru saja diangkat dari tempat pembuatnya. Es
yang matang mempunyai suhu antara -12ºC sampai -18ºC.Es yang matang dapat diperoleh
dengan cara es yang baru diangkat dari tempat pembuatannya disimpan terlebih dahulu
dengan kamar dingin bersuhu rendah untuk beberapa waktu lamanya dan jangan langsung
digunakan. Menurut Junianto (2003), es yang matang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
Butiran-butiran es lebih kecil dan bersih bila dihancurkan waktu peleburan lebih lama, tidak
mudah membentuk massa padat seperti es biasa.

2) Peralatan dan Pakaian Kerja


Permukaan peralatan yang berhubungan langsung dengan bahan dan produk akhir
harus bebas dari lubang-lubang dan celah-celah tidak dapat menyerap air, tidak berkarat
dan tidak beracun. Peralatan yang dipakai untuk barang yang bukan makanan atau barang
yang mungkin menulari harus ditandai dan tidak boleh digunakan untuk menangani bahan
dan produk akhir (Winarno, 2007).

3) Pencegahan Kontaminasi Silang


Prosedur-prosedur untuk menghindarkan produk dari kontaminasi silang dari pekerja,
bahan mentah, pengemas, dan permukaan yang kontak langsung dengan makanan. SSOP
dapat mencakup tindakan-tindakan yang menyangkut pembersihan bahan baku untuk
mengurangi kontaminasi silang, ketentuan mengenai boleh tidaknya pemindahan pekerja
atau mengunjungi bagian lain, atau melengkapi setiap ruangan pengolahan dengan fasilitas
pembersih dan sanitasi (Thaheer, 2005).

4) Toilet dan Tempat Cuci Tangan


Pabrik harus dilengkapi dengan toilet yang cukup dimana jumlah toilet yang
diharuskan adalah:
- Untuk 1 – 24 karyawan adalah satu toilet;
- Untuk 25 – 50 karyawan adalah dua toilet;

21
- Untuk 51 – 100 karyawan adalah tiga toilet.
Setiap penambahan 50 karyawan maka ditambah dengan satu toilet, selain itu harus
juga terdapat gayung, sabun dan ventilasi serta pintu yang tidak menyerap air yang dijaga
agar tetap selalu bersih yang tidak berhubungan langsung dengan ruangan pengolahan.
Konstruksi toilet harus tipe leher angsa. Ruangan pengolahan harus mempunyai sejumlah
tempat cuci tangan yang cukup sekurang-kurangnya satu tempat cuci tangan untuk
karyawan yang dilengkapi dengan air hangat 43ºC dan bahan sanitizer dan pengering yang
diletakkan ditempat strategis, mudah dijangkau, dekat toilet dan pintu masuk cukup jumlah
(Winarno, 2007).

5) Bahan Kimia, Pembersih dan Saniter


Prosedur pembersihan dalam program hygiene tidak akan berhasil jika disain,
kontruksi, tata letak dan material dari bangunan dan peralatan, tidak memenuhi persaratan
dan ketentuan sanitasi dan hygiene. Permukaan lantai yang retak-retak, pecah-pecah dan
tidak kedap air mustahil dapat dibersihkan secara saniter, meja sortasi dan penyiangan ikan
yang terbuat dari material kayu, misalnya, program dan prosedur kebersihan akan sukses,
persyaratan dan ketentuan sanitasi dan hygiene (Ilyas, 1983).

6) Syarat Label dan Penyimpanan


Label makanan harus dibuat dengan ukuran, kombinasi warna dan/atau bentuk yang
berbeda untuk tiap jenis makanan, agar mudah dibeda-bedakan (Winarno, 2007). Bahan
baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta produk akhir harus disimpan terpisah
masing-masing ruangan yang bersih, bebas serangga binatang pengerat dan binatang lain,
cukup penerangan terjamin peredaran udara dan pada suhu yang sesuai (Winarno, 2007).

7) Kesehatan Karyawan
SSOP ini mencakup kesehatan karyawan agar tidak tidak menjadi sumber kontaminasi
bagi produk, bahan pengemas, atau pemukaan yang kontak dengan makanan. SSOP ini
terdapat ketentuan mengenai cara pelaporan karyawan yang sakit atau mendapatkan
perawatan karena sakit. Disisi penjadwalan bagi pemeriksaan rutin kesehatan karyawan,
imunisasi, dan pengujian untuk penyakit-penyakit tertentu. Kebersihan personil yang harus
senantiasa diperhatikan, yaitu membersihkan rambut, mandi, cuci tangan dan
membersihkan kuku. Rambut kotor dan berminyak sangat menarik bagi bakteri. Ketombe
dapat masuk ke dalam makanan. Kebersihan badan dapat tercium dari bau. Penyelia perlu
mengetahui apakah karyawan tersebut mandi atau tidak (Thaheer, 2005).

8) Pengendalian Hama

22
Pengendalian hama bukanlah masalah pengendaliannya saja melainkan juga
bagaimana cara pencegahan yang dilakukan agar tidak timbul hama di sekitar industri
pangan terutama di area produksi. Pencegahan hama ini dilakukan untuk menjamin tidak
ada hama di fasilitas pengolahan pangan, mencakup prosedur pencegahan, pemusnahan,
sampai dengan pengggunaan jenis bahan kimia untuk mengendalikan hama (Thaheer,
2005). Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan keamanan
pangan. Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan perangkap tikus
atau secara kimia seperti dengan racun tikus. Perlakuan dengan bahan kimia harus
dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan.

2.5.3 Penilaian Kelayakan Dasar


Sistem HACCP telah diakui oleh dunia internasional sebagai salah satu tindakan
sistematis yang mampu memastikan keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri
pangan secara global, agar sistem Hazard Analysis Critical Control Point(HACCP) perlu
diawali dengan pemenuhan program pre requisite yang berfungsi melandasi kondisi
lingkungan dan pelaksanaan tugas dan kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri
pangan yang sangat diperlukan untuk memberi kepastian bahwa proses produksi yang
aman telah dilaksanakan untuk menghasilkan produk pangan dengan mutu yang
diharapkan. Sistem HACCP harus dibangun di atas dasar yang kokoh untuk pelaksanaan
dan tertibnya GMP serta penerapan SSOP (Winarno dan Surono, 2004). Setiap segmen dari
industri pangan harus mampu menyediakan kondisi yang diperlukan untuk menjaga pangan
yang diawasi atau dikendalikan, hal ini dapat dicapai melalui penerapan GMP dan SSOP
sebagai suatu syarat pre-requisite penerapan sistem HACCP (Winarno dan Surono, 2004).
Kelayakan dasar (pre-requisite) merupakan aspek yang harus dipenuhi agar penerapan
sistem HACCP dalam industri pangan dapat berjalan dengan baik dan efektif. Program
kelayakan dasar adalah hal-hal yang berkaitan dengan GMP dan SSOP. Program kelayakan
dasar berfungsi untuk melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan
lain dalam suatu pabrik atau industri pangan yang sangat diperlukan untuk memberi
kepastian bahwa proses produksi yang aman telah dilaksanakan untuk menghasilkan
produk pangan dengan mutu yang diharapkan (Winarno dan Surono, 2004).

23
3. METODE PRAKTIK
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek ini dilaksanakan mulai dari tanggal 10 Desember 2018 sampai dengan 21
Desember 2018 yang bertempat di PT. Rumah Rumput Laut, Kavling Anggraini, Desa
Cihideung Hilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan blackmask rumput laut antara lain: meja
stainless, baskom, wajan, mangkuk, sendok, gunting, teko ukur, timbangan digital, kompor
gas, thermometer, mixer, blender, hand sealer, continuous band sealer dan mesin color
ribbon hot printing.

3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan blackmask rumput laut adalah
rumput laut (Eucheuma cottonii) pilihan, airmineral, arang aktif, propilen glikol, Polyvinyl
alcohol (PVA), Carboxymethyl cellulose (CMC), simeticon, kolagen, aroma, nipagin dan
nipasol.

3.3 Metode Praktik


3.3.1 Alur Proses
Diagram alur proses pembuatan blackmaskrumput laut (Eucheuma cottonii) dapat
dilihat pada Gambar 2.

24
Persiapan Bahan Baku

Pencucian Bahan Baku

Perendaman Bahan Baku

Penghalusan Bahan Baku

Pencampuran Formulasi

Penirisan

Penimbangan

Pengemasan

Gambar 2. Alur Proses Pembuatan Blackmask Rumput Laut (Eucheuma cottonii)


Sumber: PT. Rumah Rumput Laut, 2018

3.3.2 Komposisi Bahan


Komposisi bahan baku pembuatan masker dari Eucheuma cottonii dapat dilihat pada
Tabel 3.

25
Tabel. 3 Komposisi Eucheuma Cottonii
Bahan (%)
Bubur Rumput Laut %
Air Mineral %
Arang aktif %
Propilen glikol %
Polyvinyl alcohol (PVA) %
Carboxymethylcellulose (CMC) %
Simeticon %
Kolagen %
Aroma %
Penoxyetanol %
Sumber: PT. Rumah Rumput Laut, 2018

3.3.3 Mutu Bahan Baku


Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk menilai mutu rumput laut. Pengujian organoleptik ini di lakukan
oleh 6 (enam) panelis dengan 3 (tiga) kali pengamatan dan 3 (tiga) kali pengulangan,
menggunakan scoresheet SNI 2690.1:2009, dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.3.4 Mutu Produk Akhir


3.3.4.1 Sensori
Pengujian sensori merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia sebagai
alat utama untuk menilai mutu produk perikanan yang sudah mengalami proses pengolahan.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui layak atau tidaknya produk tersebut beredar di
pasaran, yang dilakukan pengecekan pada warna, bau dan tekstur. Pengujian ini di lakukan
oleh 6 (enam) panelis dengan 4 (empat) kali pengamatan, menggunakan scoresheet
Sediaan Masker (SNI 16-6070-1999), dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.3.4 Persyaratan Produk Akhir


Pengujian mutu dilakukan pada bahan baku dan produk akhir. Pengujian mutu
dapat dihitung dengan interval nilai mutu rata-rata dari setiap panelis dengan menggunakan
rumus:

P ( x́ - (1,96.s/√ n)) ≤ μ ≤ ( x́ + (1,96.s /√ n)) = 95 %

26
Keterangan:
N = Banyaknya panelis
S² = Keragaman nilai mutu
1,96 = Koefisien standar deviasi pada taraf 95 %
x́ = Nilai mutu rata-rata
Χi = Nilai mutu dari panelis ke I, dimana I = 1,2,3……n
S = Simpangan baku nilai mutu

3.4 Perhitungan Kelayakan Usaha


3.4.1 Analisis Keuangan
Penelitian dalam aspek ini dilakukan untuk menilai biaya-biaya apa saja yang akan
dihitung dan seberapa besar biaya-biaya yang akan dikeluarkan, kemudian juga meneliti
seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika proyek atau usaha akan dilaksanakan.

3.4.1.1 Biaya Tetap (Fixed Cost)


Biaya yang jumlahnya tetap, tidak tergantung kepada perubahan, tingkat kegiatan
dalam menghasilkan keluaran atau produk didalam interval tertentu.

3.4.1.2 Biaya Tidak Tetap (Variabel Cost)


Biaya yang jumlahnya berubah ketika kuantitas output yang diproduksi berubah.

3.4.1.3 Total Pengeluaran

Total Pengeluaran = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap

3.4.2 Analisis Keuntungan


Rumus analisis keuntungan yaitu:

π = TR - TC

27
Keterangan:
π (Income) : Pendapatan bersih (Rp/bln)
TR (Total Revenue) : Total penerimaan (Rp/bln)
TC (Total Cost) : Biaya yang di keluarkan (Rp/bln)

3.4.3 Penilaian Investasi


3.4.3.1 Break Event Point (BEP)
a) Break Event Point (BEP) Rupiah

FC
BEP (Rp) =
1- VC /P

b) Break Event Point (BEP) Unit

FC
BEP (Unit) =
Harga - VC/Jumlah produksi

3.4.3.2 Revenue/Cost (R/ C) Ratio

Total Penerimaan
R/C  =   
Total Biaya

3.4.3.3 Benefit/Cost (B/C) Ratio

Keuntungan
B/C  =   
Total Biaya
 

3.4.3.4 Return on Investment (ROI)

Keuntungan
ROI  =   
Total Biaya
 

3.4.3.5 Payback Periode (PP)

Investasi
PP  =   
Keuntungan
 
28
3.5 Pengamatan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu dikelompokkan menjadi Kritis (Kr), Serius (Sr),
Mayor (My), dan Minor (Mn). Menurut Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan (2015),
dengan perincian sebagai berikut:
1) Kritis (Kr) adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi akan
segera mempengaruhi keamanan pangan.
2) Serius (Sr) adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi dapat
mempengaruhi keamanan pangan.
3) Mayor (My) adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi
mempunyai potensi dapat mempengaruhi keamanan pangan.
4) Minor (Mn) adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi atau
dibiarkan secara terus menerus akan berpotensi mempengaruhi mutu pangan.
Sertifikat Kelayakan Pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 6.

29
4. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah Perusahaan
PT. Rumah Rumput Laut berdiri pada tahun 2017 beralamat di Kavling Anggraeni,
Cihideung Ilir, Bogor. Sudah memiliki izin usaha akta notaris, SIUP, TDP, SKDU, dan
NPWP. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk kosmetik yaitu bubur rumput
laut. Keunggulan dari produk kosmetik rumput laut ini terbuat dari bahan baku rumput laut
pilihan, ramah lingkuangan, zero waste, proses sederhana, bahan baku yang melimpah,
menambah nilai jual dari rumput laut, harga lebih ekonomis. Produk yang dikembangkan di
antaranya: sunscreen ratu: menyehatkan kulit, melindungi kulit agar tidak mudah terbakar,
kaya antioksidan, menyehatkan bibir, harga terjangkau, produk inovatif, proses sederhana.
Pomade Rumput Laut (PORL) menjadikan rambut sehat dan stylish, menjaga agar rambut
tidak bercabang, menjaga warna rambut agar tetap hitam, mencegah rambut rontok,
membuat rambut lebih lebat dan tebal, menguatkan akar rambut, melembutkan rambut yang
kering, harga terjangkau. Seaweed Blackmask (WEDLYN) mengangkat komedo,
mengencangkan kulit, menyehatkan kulit, mengangkat sel kulit mati. Seaweed Lip Balm
(SEALIPS) memiliki komponen aktif antioksidan, melembabkan bibir, mengatasi bibir pecah-
pecah dan kering, mencerahkan warna bibir. Aspek teknologi menggunakan prototype
teknologi tepat guna sederhana yaitu pada aspek pencampuran formulasi bubur rumput laut
dalam pembuatan kosmetik yang alami.
Potensi pemanfaatan rumput laut dalam pembuatan kosmetik ini diharapkan dapat
meningkatkan semangat dalam memanfaatkan sumberdaya alam perairan dan terciptanya
kesejahteraan bagi rakyat khususnya nelayan serta dapat memunculkan produk kosmetik
berbahan baku rumput laut tropikal yang memiliki daya saing. Kosmetik berbahan alami
rumput laut banyak mengandung antioksidan alami banyak diperlukan untuk menghambat
aktivitas radikal bebas yang dapat merugikan bagi kesehatan Manfaat lain dari rumput laut
yaitu mengandung komponen bioaktif seperti karotenoid, senyawa fenol dan turunannya,
sulfat polisakarida, dan vitamin.
Produk kosmetik yang beredar di pasaran dengan berbagai merek semakin meningkat,
namun keterjaminan pemakaian produk sangat minim. Hal ini disebabkan karena
penggunaan bahan sintetis. Pasar yang begitu besar didukung dengan tingkat konsumen
yang tinggi sehingga kami mengeluarkan produk kosmetik dengan bahan baku alami dari
hasil perairan yaitu rumput laut. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk
kosmetik yaitu bubur rumput laut. Penggunaan bahan baku berupa bubur rumput laut
memiliki beberapa kelebihan. Keutamaan dalam penggunaan bahan ini yaitu mengutamakan
“zero waste”. Hal tersebut dikarenakan rumput laut yang digunakan yaitu seluruh bagian
bahan. Selain itu belakangan ini pembuatan kosmetik dari bahan alami hanya menggunakan
sediaan dalam bentuk ekstrak bahan aktif. Penggunaan sediaan ekstrak dapat

30
mempengaruhi biaya produksi dan harga jual produk yang lebih mahal. Pembuatan ekstrak
diketahui dapat menimbulkan kehawatiran tersisanya residu pelarut kimia dari proses
ekstraksi, limbah berupa cairan seperti pelarut atau padatan seperti bahan yang diekstraksi.
Potensi pemanfaatan rumput laut dalam pembuatan kosmetik ini diharapkan dapat
meningkatkan semangat dalam memanfaatkan sumberdaya alam perairan dan terciptanya
kesejahteraan bagi rakyat khususnya nelayan serta dapat memunculkan produk kosmetik
berbahan baku rumput laut tropikal yang memiliki daya saing. Produk kosmetik berbasis
rumput laut diharapkan dapat menjadi suatu produk unggulan yang dapat dipakai oleh
segmentasi pasar yang akan dituju. Produk ini juga bersinergi dengan misi Indonesia yang
harus mempunyai produk yang kompetitif dan berdayasaing pada zona MEA saat ini.
Kosmetik berbahan alami rumput laut banyak mengandung antioksidan alami banyak
diperlukan untuk menghambat aktivitas radikal bebas yang dapat merugikan bagi kesehatan
Manfaat lain dari rumput laut yaitu mengandung komponen bioaktif seperti karotenoid,
senyawa fenol dan turunannya, sulfat polisakarida, dan vitamin.
Karya inovasi kosmetik rumput laut yang berbasis bubur rumput laut adalah inovasi
pertama di Indoneisa yang membutuhkan langkah lanjutan dalam hilirisasi, implementasi,
dan finalisasi yang terintegrasi. Melalui progam Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi
(PPBT) oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, diharapkan
perkembangan produk dan usaha yang direncanakan dapat terfasilitasi dengan baik, sesuai
yang diharapkan. Program tersebut meliputi pendampingan usaha/ inkubasi (manajemen
usaha, teknologi, fasilitasi pembiayaan, penyusunan business plan, fasilitasi pemasaran,
pameran produk, dll) yang dilakukan oleh Pusat Inkubator Bisnis dan Pengembangan
Kewirausahaan (Incubie) Institut Pertanian Bogor.

4.2 Lokasi dan Tata Letak


Lokasi perusahaan terletak di dekat pemukiman warga yang terletak di Kapling
Anggraeni, Jl. Cibanteng Proyek, Cihideung Ilir, Ciampea, Bogor. Keadaan lingkungan
perusahaan teratur dan bersih. Lokasi strategis karena dekat dengan tempat pengiriman
barang yang akan dikirim ke luar kota seperti pada JNE dan J&T. Tata letak perusahaan
dapat dilihat pada Lampiran 1/
Batas-batas perusahaan sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Pemukiman warga
b. Sebelah Barat : Pemukiman warga
c. Sebelah Selatan : Pemukiman warga
d. Sebelah Timur : Pemukiman warga

31
4.3 Struktur Organisasi
Perusahaan dalam menjalankan bisnis usaha memiliki struktur organisasi yang jelas
sehingga hubungan antara bagian satu dengan bagian yang lainnya tampak jelas tugas dan
tanggung jawab dan dapat dilaksanakan dengan baik yang tentunya akan menunjang
kelancaran aktivitas perusahaan. Struktur organisasi perusahaan yang sederhana dan
bergaris linear dimana semua tugas dan tanggung jawab langsung disampaikan kebawahan
untuk mempermudah jalannya administrasi. Struktur organisasi PT. Rumah Rumput Laut
dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.4 Sarana dan Prasarana Produksi


4.4.1 Sarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dan bahan dalam
mencapai maksud atau tujuan dari suatu proses. Sarana yang dimiliki oleh perusahaan
adalahmeja stainless steel, baskom, wajan, mangkuk, sendok, gunting, teko ukur, timbangan
digital, kompor gas, thermometer, mixer, blender, hand sealer, continuous band sealer dan
mesin color ribbon hot printing.

4.4.2 Prasarana
Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya proses produksi. Prasarana yang dimiliki oleh perusahaan adalahruang
unit pengolahan, ruang kantor, ruang ganti karyawan, dan toilet. Layout ruang produksi yang
terdapat di PT. Rumah Rumput Laut dapat dilihat pada Lampiran 1.

32
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Alur Proses
5.1.1 Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku yang diterima didatangkan dalam bentuk rumput laut kering. Penerimaan
bahan baku tidak dilakukan setiap hari karena perusahaan sekali mendatangkan bahan
baku 50 kg untuk stock produksi selanjutnya. Bahan baku rumput laut (Eucheuma cottonii)
berasal dari daerah Banten dan Bekasi. Penerimaan bahan baku dilakukan oleh karyawan
yang bertanggung jawab pada proses penerimaan bahan baku.

5.1.2 Pencucian Bahan Baku


Rumput laut terlebih dahulu dibersihkan dan disortir dari benda-benda atau pasir yang
ikut terbawa pada saat proses penerimaan dan kemudian dicuci dengan air bersih yang
mengalir secara cepat dan saniter pada bak pencucian stainless steel. Pencucian ini
bertujuan untuk menghilangkan sisa kotoran yang menempel pada rumput laut sehingga
bebas dari kandungan garam atau pasir yang menempel. Pencucian dilakukan oleh
karyawan yang bertanggung jawab pada proses pencucian. Menurut Hadiwiyoto (1993),
perlakuan pencucian ditujukan untuk menghilangkan kotoran, disamping itu pencucian
menggunakan air bersih dapat mengurangi jumlah bakteri yang ada. Proses pencucian
dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses Pencucian


Sumber: PT. Rumah Rumput Laut, 2018

5.1.3 Perendaman Bahan Baku


Perendaman bahan baku menggunakan toples dengan dilakukan pemotongan terlebih
dahulu pada rumput laut (Eucheuma cottonii) berukuran 2 cm - 1 cmuntuk memudahkan
dalam proses penghalusan sehingga proses penghalusan menjadi lebih singkat, setelah
semua terpotong lalu ditambahkan air menggunakan teko ukur sebanyak 1.500 ml ke dalam
toples yang berisi potongan rumput laut dan kemudian ditutup rapat menggunakan tutup

33
toples. Waktu perendaman selama 24 jam. Proses perendaman bahan baku dilakukan oleh
karyawan yang bertanggung jawab pada proses perendaman bahan baku. Menurut
Luthfiyana dkk (2016), rumput laut yang sudah dibilas, kemudian dilakukan perendaman
dengan kapur tohor (CaO) 0,5 % selama 30 menit sambil terus diremas-remas untuk
membantu mempercepat proses pemucatan, selanjutnya kembali dibilas dengan air
mengalir. Proses perendaman bahan baku dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Proses Perendaman Bahan Baku


Sumber: PT. Rumah Rumput Laut, 2018

5.1.4 Penghalusan Bahan Baku


Penghalusan bahan baku rumput laut (Eucheuma cottoni) menggunakan blender.
Rumput laut diblender sampai halus selama 5 menit agar tidak terdapat gumpalan pada
proses selanjutnya. Penghalusan dilakukan oleh karyawan yang bertanggung jawab pada
proses penggilingan. Menurut Luthfiyana dkk (2016), pembuatan bubur rumput laut
dilakukan dengan pemotongan rumput laut yang bertujuan untuk memudahkan dalam
proses penghalusan sehingga proses penghalusan menjadi lebih singkat, kemudian
dihomogenisasi dengan blender selama 3-5 menit. Proses Penggilingan dapat dilihat pada
Gambar 5.

34
Gambar 5. Proses Penghalusan Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
Sumber: PT. Rumah Rumput Laut, 2018
5.1.5 Pencampuran Formulasi
Formulasi pembuatan masker blackmask dibuat dengan dengan cara
mengembangkan polyvinyl alcohol (PVA) dan air dalam mangkuk stainless steel yang
dipanaskan dengan air rebusan diatas wajan penggorengan dengan suhu 75 ºC, kemudian
diaduk hingga homogen. Pengembangan bahan-bahan yang ditambahkan selanjutnya
adalah cimeticon, kolagen, arang aktif, carboxymethyl cellulose (CMC), nipagin yang sudah
dicampur nipasol dan air, kemudian dihomogenkan dengan mixer hingga rata. Bahan-bahan
yang sudah dihomogenkan didiamkan untuk menurunkan suhu menjadi 60°C. Pencampuran
berikutnya yaitu penambahan bubur rumput laut (Eucheuma cottonii) lalu dihomogenkan
dengan menggunakan mixer hingga tercampur rata, setelah tercampur rata lalu
pencampuran yang terakhir adalah dengan penambahan aroma. Selama proses
pencampuran formulasi suhu pemanasan bahan-bahan yang dihomogenkan selalu dijaga
tidak boleh melebihi suhu 75℃ agar kandungan dari bahan-bahan tidak hilang.
Menurut Septiani dkk (2012), masker peel off dapat dibuat dengan dengan cara
mengembangkan PVA dalam aquadestilat panas suhu 80 ºC, diaduk hingga homogen,
kemudian dikembangkan Na. CMC dalam aquadest dingin hingga mengembang,
selanjutnya ditambahkan CMC yang telah mengembang, gliserin, dan emulgid kedalam
basis PVA, lalu diaduk hingga homogen, pada suhu 40 ºC tambahkan metil paraben,
kolagen, rumput laut dan serbuk kunyit ke dalam basis, sedikit demi sedikit sambil diaduk
hingga homogen. Tiap formulasi pada sediaan masker yang dihasilkan, disimpan dalam
wadah yang tidak tembus cahaya tersebut, kemudian diberi label dan dilakukan analisis.

35
1) Cimeticon 2) Kolagen 3) Arang aktif

4)Carboxymethyl cellulose(CMC) 5)Nipasin dan Nipasol


Gambar 6. Pencampuran Formulasi
Sumber: PT. Rumah Rumput Laut, 2018

36
1) 2) 3)

4) 5) 6)

7)
Gambar 7. Proses Pencampuran Formulasi
Sumber: PT Rumah Rumput Laut, 2018
Keterangan:
1) Pemasakan dan Pencampuran Carboxymethyl
cellulose(CMC)
2) Pemasakan dan Pencampuran Arang aktif
3) Pemasakan dan Pencampuran Cimeticon
4) Pemasakan dan Pencampuran Nipasin dan Nipasol
5) Pemasakan dan Pencampuran Kolagen
6) Pemasakan dan Pencampuran Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
7) Pemasakan dan Pencampuran Aroma

5.1.6 Penirisan
Penirisan dilakukan untuk menurunkan suhu setelah dilakukan pemanasan. Suhu yang
baik untuk dilakukan proses selanjutnya adalah berkisar 60°C. Adonan masker yang sudah
siap untuk dikemas dimasukkan kedalam pelastik polyethylen (PE) dan diikat, hal ini

37
bertujuan untuk mempermudah proses penimbangan dan pengemasan. Menurut Neneng
dan Nina (2014), kemasan jenis plastik Polyethylen (PE) dan Polypropylen (PP) selain
memiliki keunggulan mudah dibentuk, tidak korosif, praktis, permeabilitas terhadap oksigen
dan memiliki daya tembus uap air yang rendah, juga memiliki nilai ekonomis. Proses
penirisan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Proses Penirisan


Sumber: PT. Rumah Rumput Laut, 2018
5.1.7 Penimbangan
Blackmask yang sudah ditiriskan kemudian dilakukan penimbangan menggunakan
timbangan digital dengan berat per kemasannya 11 gram. Proses penimbangan dapat dilihat
pada Gambar 9.

Gambar 9. Proses Penimbangan


Sumber: PT. Rumah Rumput Laut, 2018

5.1.8 Pengemasan

38
Pengemasan yang digunakan untuk mengemas blackmask menggunakan jenis
kemasan aluminium foil berukuran 12 x 8 cm kemudian ditimbang menggunakan timbangan
digital dengan berat 11 gram. Kemasan lalu di sealer menggunakan continuous band
sealerkemudiandiberikan tanggal masa simpan dengan menggunakan mesin color ribbon
hot printing.Proses terakhir adalah penempelan stiker produk pada kemasan aluminium foil.
Menurut Rahimah (2010), produk yang dikemas dengan aluminium foil menunjukkan produk
tersebut cukup baik dan tahan terhadap alumunium dengan resiko pengkaratan kecil. Teknik
pengemasan dengan cara mengkombinasikan berbagai jenis bahan kemas bentuk
(fleksibel) telah menghasilkan suatu bentuk yang disebut “retort pouch”. Keunggulan “Retort
Pouch” diantaranya yaitu: daya simpan tinggi,teknik penutupan mudah dengan panas, tidak
mudah sobek, tahan terhadap proses pemanasan sterilisasi, resisten terhadap penetrasi
lemak atau komponen makanan lainnya serta tahan terhadap UV. Proses pengemasan
dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 10. Proses Pengemasan


Sumber: PT. Rumah Rumput Laut, 2018

5.2 Pengamatan Mutu


Pengamatan mutu dilakukan berdasarkan penilaian terhadap uji organoleptik
Eucheuma cottonii yang meliputi kenampakan, bau, tekstur dan uji sensori seaweed
Blackmask yang meliputi penilaian terhadap kulit wajah terasa panas ketika masker
ditempelkan, kulit wajah terasa lembut setelah pengaplikasian masker, kulit wajah terasa
gatal pada saat masker tersebut dalam tahap kering, kulit wajah terasa perih saat
pengaplikasian masker, setelah penggunaan masker saat wajah dibersihkan timbul titik-titik
kemerahan pada wajah, bagi kulit berminyak apabila disentuh berminyak apabila disentuh
menggunakan telapak tangan atau dicubit tidak terasa lengket. Mutu bahan baku dan produk
akhir bisa diketahui dari hasil uji penilaian tersebut dengan mengambil nilai rata-rata dari
hasil penilaian masing-masing panelis berdasarkan kriteria pengujian.

39
5.2.1 Mutu Organoleptik Bahan Baku
Pengujian organoleptik bahan baku rumput laut (Eucheuma cottonii) dilakukan dengan
mengambil sampel dan melakukan penilaian terhadap kenampakan, bau dan tekstur. Nilai
organoleptik produk akhir dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Organoleptik Bahan Baku
Pengamatan Nilai Simpangan Baku Nilai Organoleptik
1 8, 16≤ μ ≤8, 44 8
2 6, 89≤ μ ≤9, 93 9
3 7, 74≤ μ ≤8,46 8
4 6, 24≤ μ ≤9, 96 9
5 7, 74≤ μ ≤8, 46 8
6 8, 16≤ μ ≤8, 44 8

Cara pengujian organoleptik dengan menggunakan indera manusia sebagai cara


utama untuk menilai mutu rumput laut. Hasil pengujian organoleptik bahan baku 8, karena
saat dilakukan pengamatan bahan baku hasil pengamatan 1, 3, 5, dan 6 bahan baku yang
diamati memiliki nilai rata-rata 8 sedangkan pada pengamatan 2 dan 4 hasil rata-rata nilai
organoleptiknya 9, sehingga nilai organoleptik bahan baku rumput laut (Eucheuma cottonii)
untuk seaweed blackmask 8 (delapan), untuk lebih jelasnya hasil perhitungan pengujian
organoleptik di PT Rumah Rumput Laut dapat dilihat pada Lampiran 3.

5.2.2 Mutu Organoleptik Produk Akhir


Pengujian organoleptik produk akhir dilakukan pengamatan pada seaweed blackmask
dengan mengambil sampel dan melakukan penilaian terhadap kulit wajah terasa panas
ketika masker ditempelkan, kulit wajah terasa lembut setelah pengaplikasian masker, kulit
wajah terasa gatal pada saat masker tersebut dalam tahap kering, kulit wajah terasa perih
saat pengaplikasian masker, setelah penggunaan masker saat wajah dibersihkan timbul titik-
titik kemerahan pada wajah, bagi kulit berminyak apabila disentuh berminyak apabila
disentuh menggunakan telapak tangan atau dicubit tidak terasa lengket. Nilai organoleptik
produk akhir dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Organoleptik Produk Akhir


Pengamatan Nilai Simpangan Baku Nilai Organoleptik
1 8, 24≤ μ ≤8, 56 8
2 8, 03≤ μ ≤8, 05 8
3 7, 44≤ μ ≤9, 36 9
4 7, 95≤ μ ≤8, 85 8

40
5 8, 17≤ μ ≤8, 43 8
6 8, 12≤ μ ≤8, 68 8

Mutu produk akhir seaweed blackmask dapat diuji dengan penilaian sensori. Penilaian
sensori produk akhir yang dilakukan dengan mengambil sampel dan melakukan penilaian
terhadap kulit wajah terasa panas ketika masker ditempelkan, kulit wajah terasa lembut
setelah pengaplikasian masker, Kulit wajah terasa gatal pada saat masker tersebut dalam
tahap kering, kulit wajah terasa perih saat pengaplikasian masker, setelah penggunaan
masker saat wajah dibersihkan timbul titik-titik kemerahan pada wajah, bagi kulit berminyak
apabila disentuh berminyak apabila disentuh menggunakan telapak tangan atau dicubit tidak
terasa lengket . Hasil pengamatan 1, 2, 4, 5 dan 8 rata-rata nilai organoleptik 8 dan
pengamatan 3 nilai organoleptik 9, hasil rata-rata organoleptiknya 8. Hasil perhitungan
pengujian produk akhir dapat dilihat pada Lampiran 4.

5.3 Perhitungan Kelayakan Usaha


Perhitungan kelayakan usaha bertujuan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu
usaha. Perhitungan tersebut merupakan bagian perencanaan perusahan. Perhitungan
kelayakan usaha seaweed blackmask di PT. Rumah Rumput Laut meliputi biaya
penyusutan, biaya operasional meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap, Break Event Point
(BEP) yang terdiri dari BEP harga dan BEP unit, analisis penerimaan, analisis keuntungan,
dan analisis kelayakan usaha yang terdiri dari Revenue/Cost Ratio (R/C) Ratio, Benefit/Cost
Ratio (B/C) Ratio dan Return On Investment (ROI).

5.3.1 Biaya Penyusutan


Aset perusahaan sebagian besar mengalami penyusutan, karena nilainya turun seiring
dengan waktu baik melalui penggunaan maupun keusangan. Biaya penyusutan bertujuan
untuk menghitung biaya aset selama masa pakainya. Biaya penyusutan seaweed blackmask
di PT. Rumah Rumput yaitu biaya penyusutan peralatan yang digunakan dalam proses
pembuatan seaweed blackmask meliputi mixer, kipas dinding, pocket scale, alat kebersihan,
kursi plastik, gayung, ember besar, rak, tempat sampah, gunting, meja besi, meja kantor,
kursi, wajan, panci, sendal lab, etalase, baskom, sendok, pisau, talenan, timbangan,
regulator, selang gas, kursi jongkok, gelas ukur, mangkuk kecil, ember kecil, toren air,
pompa air, selang air, lampu, dispenser, serbet, sealer, box container, jam dinding, kanebo,
cabang gas, stempel, PVC curtain, kompor gas. Adapun biaya penyusutan peralatan proses
pengolahan seaweed blackmask dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Biaya Penyusutan Peralatan Proses Pembuatan Seaweed Blackmask

No Komponen Uni Harga (Rp) Jumlah UE (Bln) Susut (Bln)

41
t (Rp)
1 Mixer 1 400.000 400.000 120 3.333
2 Kipas Dinding 1 250.000 250.000 96 2.604
3 Pocket Scale 1 120.000 120.000 120 1.000
4 Alat Kebersihan 1 100.000 100.000 36 2.778
5 Kursi Plastik 3 25.000 75.000 36 2.083
6 Gayung 2 5000 10.000 24 417
7 Ember besar 2 65.000 130.000 24 5.416
8 Rak 2 50.000 100.000 72 1.388
9 Tempat Sampah 3 10.000 30.000 12 2.500
10 Gunting 3 5.000 15.000 12 1.250
11 Meja Besi 4 500.000 2.000.000 120 16.667
12 Meja Kantor + Kursi 1 600.000 600.000 120 5.000
13 Wajan 1 35.000 35.000 120 292
14 Panci 2 48.500 97.000 120 808
15 Sendal Lab 5 15.000 75.000 12 6.250
16 Etalase 1 1.500.000 1.500.000 120 12.500
17 Baskom 2 14.000 28.000 12 2.333
18 Sendok 2 16.500 33.000 120 275
19 Pisau 5 20.000 100.000 120 833
20 Talenan 2 17.500 35.000 60 583
21 Timbangan 1 100.000 100.000 24 4.166
22 Regulator 1 55.000 55.000 24 2.292
23 Selang Gas 2 35.000 70.000 24 2.917
24 Kursi jongkok 2 35.000 70.000 24 2.917
25 Gelas Ukur 2 19.000 38.000 12 3.167
26 Mangkuk kecil 5 8.000 40.000 12 3.333
27 Ember kecil 2 19.500 39.000 12 3.250
28 Toren Air 1 1.100.000 1.100.000 60 18.333
39 Pompa Air 1 450.000 450.000 24 18.750
30 Selang Air 3 8.000 24.000 24 1.000
31 Lampu 15 39.000 585.000 12 48.750
32 Dispenser 1 210.000 210.000 60 3.500
33 Serbet 4 5.000 20.000 12 1.667
34 Sealer 1 325.000 325.000 60 5.416
35 Box Container 3 90.000 270.000 60 4.500
36 Kanebo 2 15.000 30.000 12 2.500
37 Cabang Gas 1 15.000 15.000 12 1.250
38 Stempel 1 100.000 100.000 120 833
39 PVC Curtain 80 25.000 2.000.000 120 16.667
40 Kompor Gas 2 150.000 300.000 36 4.167
Jumlah 11.574.000 217.695
Sumber : PT. Rumah Rumput Laut (2018)

Hasil perhitungan berdasarkan tabel 6 menyatakan bahwa biaya penyusutan


peralatan seaweed blackmask sebesar Rp 217.695. Penyusutan tersebut dipengaruhi oleh
umur ekonomis peralatan tersebut. Nilai penyusutan diperoleh dari jumlah unit dikali dengan
harga dibagi dengan umur ekonomis.

5.3.2 Biaya Operasional

42
5.3.2.1 Biaya Tetap
Biaya tetap seaweed blackmask di PT. Rumah Rumput Laut terdiri dari gaji pegawai,
bangunan, motor, listrik, gas, dan biaya penyusutan. Gaji pegawai dihitung sebanyak 5
pegawai, bangunan PT. Rumah Rumput Laut seluas 192 m², satu unit motor, penggunaan
listrik yang dihitung dalam satu bulan, 1 unit tabung gas dan biaya penyusutan peralatan.
Adapun biaya tetap proses pembuatan seaweed blackmask di PT. Rumah Rumput Laut
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Biaya Tetap Pembuatan Seaweed Blackmask

No Uraian Jumlah Harga Jumlah Umur Penyusutan


(Rp/unit) (Rp) Ekonomis (Rp/Bulan)
(bulan)
1 Gaji pegawai 5 orang 500.000 2.500.000 - 2.500.000
2
2 bangunan 192 m 300.000 57.600.000 240 240.000
3 Motor 1 10.000.000 10.000.000 120 83,333
4 Listrik 1 bulan 150.000 150.000 - 150.000
5 Gas 1 tabung 21.000 21.000 - 21.000
6 penyusutan - - - - 217.695
Total Biaya Tetap 3.191.028
Sumber : PT. Rumah Rumput Laut (2018)

Hasil perhitungan biaya tetap berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa biaya tetap
seaweed blackmask sebesar Rp 3.191.028. Komponen biaya tetap yang mengalami
penyusutan yaitu bangunan dan motor. Bangunan mengalami penyusutan disebabkan oleh
waktu yang menyebabkan keusangan pada material penyusun bangunan tersebut
sedangkan motor mengalami penyusutan disebabkan oleh waktu dan tenaga motor tersebut
semakin berkurang. Nilai penyusutan diperoleh dari jumlah unit dikali dengan harga
dibagikan dengan umur ekonomis.

5.3.2.2 Biaya Tidak Tetap


Biaya tidak tetap pembuatan seaweed blackmask tergantung pada biaya jumlah unit
yang diproduksi. Biaya tidak tetap terdiri dari biaya alat dan bahan yang digunakan pada
proses pengolahan siomay ikan. Biaya tidak tetap meliputi propilenglikol, PVP, CMC,
nipagin, kolagen, PVA, cottoni, nipasol, aroma, simeticon, kemasan, stiker, arang aktif.
Adapun biaya tidak tetap pembuatan seaweed blackmask dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Biaya Tidak Tetap Pembuatan Seaweed Blackmask
Bahan Takaran (Gram) Harga / G Harga/Resep
Propilenglikol 30 250 7.500
PVP 40 1200 48.000
CMC 15 90 1.350
Cottoni 150 25 3,750
PVA 240 75 18.000

43
Kolagen 10 965 9.650
Nipagin 6,5 380 2.470
Nipasol 1,25 300 375
Aroma 5,75 (mL) 80 460
Simeticon 1,5 400 600
Kemasan 250 pcs 250 62.500
Stiker 10 10.000 100.000
Arang Aktif 40 36 1.440
Total Biaya Tidak Tetap 256.095
Sumber : PT. Rumah Rumput Laut (2018)

Hasil perhitungan pada tabel 8 menunjukkan bahwa biaya tidak tetap tersebut dihitung
berdasarkan satu kali proses pembuatan. Satu kali proses pembuatan menghasilkan satu
adonan seaweed blackmask, satu adonan seaweed blackmask menghasilkan 250 seaweed
blackmask. Jika menghitung hasil produksi dalam satu bulan dengan estimasi satu bulan
adalah 4 kali melakukan seaweed blackmask dan satu hari produksi dapat menghasilkan 1
adonan dengan masing-masing adonan rata-rata menghasilkan 250 seaweed blackmask
maka hasil akhir dapat menghasilkan 1.000 kemasan seaweed blackmask sehingga akan
diperoleh rincian biaya tidak tetap pembuatan seaweed blackmask. Adapun rincian biaya
variabel pembuatan seaweed blackmask dalam satu bulan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Biaya Tetap Proses Pembuatan Seaweed Blackmask
Komponen Jumlah Total Biaya Variabel
Biaya Variabel Rp 256.095 Rp 1.024.380
Adonan 4
Sumber : PT. Rumah Rumput Laut (2018)

Hasil perhitungan total biaya variabel dalam satu bulan dihitung dengan cara
mengkalikan jumlah biaya variabel dengan jumlah adonan yang dihasilkan sehingga
diperoleh total biaya variabel dalam satu bulan adalah Rp 1.024.380 selanjutnya dengan
biaya tersebut akan diperoleh total biaya operasional. Total biaya operasional merupakan
seluruh biaya yang digunakan dalam proses pembuatan seaweed blackmask. Total biaya
operasional diperoleh dengan menjumlahkan total biaya tetap dan total biaya tidak tetap.
Adapun rincian total biaya operasional dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Total Biaya Operasional Pembuatan Seaweed Blackmask


Penerimaan Biaya Jumlah (Rp)
Total biaya tetap 3.191.028
Total biaya tidak tetap 1.024.380
Total Biaya 4.215.408
Sumber : PT. Rumah Rumput Laut (2018)

44
5.3.3 Analisis Penerimaan
Analisis penerimaan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu usaha,
menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat
ditingkatkan atau tidak. Pendapatan merupakan total nilai produksi dari usaha dalam jangka
waktu tertentu dikali dengan harga jual. Adapun rata-rata produksi dan nilai produksi dari
pengolahan siomay ikan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Penerimaan Pembuatan Seaweed Blackmask
Uraian Produksi Jumlah Harga Nilai Produk
(kemasan/hari) Produksi (Rp/Kemasan) (Rp/Bulan)
(kemasan/bulan)
Seaweed 250 1000 10.000 10.000.000
Blackmask
Sumber : PT. Rumah Rumput Laut (2018)

Hasil berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa seaweed blackmask memiliki


harga jual Rp 10.000/kemasan. Besar pendapatan yang diperoleh yaitu sebesar Rp
10.000.000.

5.3.4 Analisis Keuntungan


Keuntungan merupakan kegiatan usaha yang mengurangkan beberapa biaya yang
dikeluarkan dengan hasil penjualan yang diperoleh. M. Nafarin (2007) mengemukakan
bahwa keuntungan adalah perbedaan antara pendapatan dengan keseimbangan biaya-
biaya dan pengeluaran untuk periode tertentu. Rata rata keuntungan pada usaha produksi
seaweed blackmask dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Keuntungan Usaha Seaweed Blackmask per Bulan
No Uraian Jumlah (Rp/Bulan)
1. Total Penerimaan 10.000.000
2. Total biaya 4.215.408
Keuntungan 5.784.592
Sumber : PT. Rumah Rumput Laut (2018)

Hasil perhitungan dapat dilihat total penerimaan usaha seaweed blackmask sebesar
Rp. 10.000.000/ bulan , sedangkan total biaya yang dikeluarkan sebanyak Rp. 4.215.408/
bulan. Adapun keuntungan yang diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total
biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 5.784.592/bulan.

5.3.5 Analisis Kelayakan Usaha


5.3.5.1 Break Event Point (BEP)

45
Break Event Point (BEP) pengolahan seaweed blackmask di PT. Rumah Rumput Laut
terdiri dari Break Event Point (BEP) rupiah dan Break Event Point (BEP) unit. Break Event
Point (BEP) rupiah dipengaruhi oleh biaya tetap, biaya tidak tetap dan penjualan sedangkan
Break Event Point (BEP) unit dipengaruhi oleh biaya tetap, harga, biaya tidak tetap dan
jumlah produksi. Adapun perhitungan BEP rupiah dan BEP unit dapat dilihat pada Lampiran
5. Berdasarkan perhitungan diperoleh Break Event Point (BEP) rupiah. Titik impas atau
Break Event Point produk seaweed blackmask tercapai pada penjualan Rp. 3.191.028.
Berdasarkan perhitungan diperoleh Break Event Point (BEP) unit. Titik impas atau Break
Event Point produk seaweed blackmask tercapai pada penjualan 319 kemasan seaweed
blackmask. Hasil perhitungan menyatakan bahwa perusahaan mendapat Break Event Point
(BEP) Rp. 3.191.028 atau sama dengan penjualan produk 319 kemasan seaweed
blackmask.

5.3.5.2 Revenue/Cost (R/ C) Ratio


Revenue cost adalah besaran nilai yang menunjukkan perbandingan antara
penerimaan usaha dengan total biaya. Perhitungan analisis revenue / cost dapat di lihat
pada Lampiran 5. Berdasarkan perbandingan total penerimaan dan total biaya menunjukkan
bahwa perhitungan R/C rasio pada usaha seaweed blackmask di PT. Rumah Rumput Laut
yaitu menguntungkan karena nilai R/C rasio 2,4. Hal ini memiliki arti bahwa setiap
pengeluaran Rp 100, memberikan penerimaan sebesar Rp 240 maka pengolahan seaweed
blackmask di PT. Rumah Rumput Laut layak untuk diusahakan.

5.3.5.3 Benefit/Cost (B/C) Ratio


Benefit/Cost (B/C) ratio adalah analisis bisnis untuk memberikan gambaran kenapa
harus memilih atau tidak memilih spesifikasi dari suatu investasi (Keen, 2011), dalam
batasan besaran nilai B/C Ratio dapat diketahui apakah suatu usaha menguntungkan atau
tidak menguntungkan. Benefit cost adalah besaran nilai yang menunjukkan perbandingan
antara keuntungan dengan total biaya. Perhitungan analisis benefit / cost ratio dapat dilihat
pada Lampiran 5. Berdasarkan perbandingan keuntungan dan total biaya menunjukkan
bahwa perhitungan B/C rasio pada usaha seaweed blackmask di PT. Rumah Rumput Laut
yaitu menguntungkan karena nilai B/C rasio 1,37. Hal ini memiliki arti bahwa setiap biaya
produksi yang dikeluarkan sebesar Rp. 100, maka akan diperoleh keuntungan sebesar Rp.
137 menunjukkan bahwa pembuatan seaweed blackmask di PT. Rumah Rumput Laut dapat
dikatakan layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan total penerimaan
dengan total biaya produksi yang lebih besar dari nol.

5.3.5.4 Return On Investment (ROI)

46
Return On Investment (ROI) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan. Return On Investment diperoleh dari perbandingan keuntungan dengan total
biaya dikalikan 100 ℅. Perhitungan Return On Investment dapat dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan perbandingan laba dan modal produksi diperoleh nilai ROI sebesar 17%, yang
berarti bahwa besarnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan investasi yang
ditanamkan adalah baik, artinya setiap modal sebesar Rp 100, diperoleh keuntungan
sebesar Rp 137.

5.3.5.5 Payback Period (PP)


Payback Period (PP) adalah jangka waktu kembalinya investasi yang telah
dikeluarkan, melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek yang telah direncanakan.
Adapun secara rinci payback periode (PP) pembuatan seaweed blackmask di PT. Rumah
Rumput Laut dalam satu tahun dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa di PT. Rumah Rumput Laut menanamkan investasi awal sebesar Rp
11.574.000 dan memiliki keuntungan penjualan dalam satu tahun adalah Rp 5.784.592
sehingga payback periode (PP) tersebut adalah 2,1. PP produk seaweed blackmask 2,1
menyatakan bahwa jangka waktu pengembalian investasi setelah dibagi dengan keuntungan
adalah 25 bulan 2 hari

5.4 Pengamatan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan


5.4.1 Persyaratan Fisik
5.4.1.1 Lokasi
Lokasi perusahaan telah memenuhi persyaratan unit pengolahan ikan menurut
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
52A/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PERSYARATAN JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN
HASIL PERIKANAN PADA PROSES PRODUKSI, PENGOLAHAN DAN DISTRIBUSI. Lokasi
perusahaan berada di Kavling Anggraini, Jl. Cibanteng Proyek, Cihideung Ilir, Ciampea,
Bogor. Keadaan lingkungan perusahaan teratur dan bersih.
5.4.1.2 Bangunan
Bangunan adalah tempat atau ruangan yang digunakan untuk melakukan kegiatan
proses produksi. Bangunan untuk industri pangan harus berada di tempat yang bebas dari
pencemaran dan berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan sanitasi dan
higiene yang sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi sehingga memudahkan proses
pembersihan termasuk tindakan sanitasi dan mudah dalam pemeliharaan. Berdasarkan
peraturan Kepala BPOM RI No. HK. 03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 dimana bangunan dan

47
fasilitas industri harus dapat menjamin bahwa selama proses produksi tidak tercemar oleh
bahaya baik fisik, kimia, maupun biologis serta mudah untuk dibersihkan dan diberi tindakan
sanitasi.
Konstruksi bangunan perusahaan telah memenuhi standar sesuai dengan persyaratan
konstruksi bangunan pabrik yang higienis. Proses produksi dilakukan dengan baik dan benar
sehingga menghasilkan produk yang aman dan bermutu. Menurut (Winarno, 2007)
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang suatu pabrik adalah struktur suara,
keamanan, lay out pabrik yang baik, ruang yang cukup untuk memenuhi tujuan produksi dan
pemisahan ruang pengolahan dengan ruang lain, seperti gudang penyimpanan dan fasilitas
lain. Lay out ruang proses seperti ruang pengolahan dan ruang pengepakan belum terpisah.
Penyebab terjadinya karena kurang luasnya ruang proses pada perusahaan. Bangunan unit
pengolahan, perlengkapan, peralatan serta semua sarana fisik yang digunakan selalu
dirawat dan dibersihkan oleh petugas kebersihan dan semua karyawan yang bekerja di PT.
Rumah Rumpu Laut yang dilakukan secara berkelanjutan dan setiap hari.

5.4.1.2.1 Lantai
PT Rumah Rumput Laut memiliki lantai ruangan yang berbeda-beda, ada yang terbuat
dari keramik dan ada yang terbuat dari semen yang telah diplester, hal ini di karenakan
fungsi ruangan yang berbeda. Ruangan penerimaan bahan baku dan pencucian terbuat dari
semen yang telah diratakan atau telah diplester. Selain itu keramik licin jika digunakan
dalam ruangan penerimaan bahan baku dan pencucian. Lantai ruang produksi terbuat dari
kramik yang kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, dan mudah dibersihka. Pertemuan lantai
dan dinding di ruangan proses membentuk sudut. Selama proses produksi berlangsung
petugas sanitasi tetap menjaga kebersihan dengan selalu mengambil kotoran yang berada
lantai.

5.4.1.2.2 Dinding
Dinding yang terdapat dalam semua ruangan terbuat dari tembok yang dicat putihdan
rata, selain itu mudah dibersihkan dan tidak mengelupas ketika di sikat. Terdapat perbedaan
dalam ruang penerimaandan ruang produksi karena memang fungsi ruangan ini sendiri
berbeda-beda. Dinding pada ruang penerimaan dan pencucian bahan baku dengan
ketinggian 4 meter, sedangkan pada ruang proses produksi memiliki ketinggian 5 meter dari
permukaan laintai.

5.4.1.2.3 Langit-langit
Konstruksi langit-langit perusahaan didesain dengan baik untuk mencegah
penumpukan debu, pertumbuhan jamur, dan pengelupasan. Bahan yang digunakan untuk

48
langit-langit ini adalah plafon yang tahan lama dan mudah dibersihkan. Langit-langit (plafon)
pada ruang pengolahan memiliki karakteristik bahan yang tidak retak, tidak bercelah, tidak
terdapat tonjolan dan sambungan yang terbuka, kedap air dan berwarna terang serta tidak
boleh ada pipa yang terlihat diatas tempat ikan diolah ataupun dikemas. Tinggi langit-langit
pada ruang produksi berada sekitar 5 meter di atas lantai.

5.4.1.2.4 Pintu
Pintu yang dipakai pada perusahaan memiliki karakteristik pintu dengan jenis stainless
steel yang sesuai standar yaitu kuat, tahan karat, permukaannya halus dan rata, kedap air
dan mudah dibersihkan. Pintu masuk kantor terbuat dari kayu jatidan untuk pintu ruang
produksi dan ruang ganti baju terbuat dari stainless steel. Pintu dalam ruang proses produksi
dilengkapi dengan penutup berbahan fiber yang mudah dibersihkan.

5.4.1.2.5 Jendela
Jendela yang terdapat di PT. Rumah Rumput Laut adalahjendela yang bisa dibuka
tutup yang beradada diruangan produksi tepatnya didekat tempat penyimpanan kompor gas,
hal ini bertujuan untuk memberikan udara pada kompor gas.

5.4.1.2.6 Penerangan
Pencahayaan (lampu) pada ruang produksi perusahaan dipasang di titik-titik yang
memerlukan lampu seperti pada area cuci tangan, ruang ganti, toilet, area pengolahan
produk, area membersihkan alat, area penyimpanan dan area penerimaan bahan baku.
Lampu yang dipakai tidak ditutup dengan mika namun aman kerena petugas pembersihan
selalu memeriksa lampu seminggu sekali untuk dibersihkan dan menghindari adanya
keretakan pada lampu.

5.4.1.2.7 Ventilasi
Ruangan pengolahan perusahaan dilengkapi dengan ventilasi yang berada diatas
tempat penyimpanan komor gas. Ruang produksi juga dilengkapi kipas angin untuk tetap
menjaga suhu ruang dan kenyamanan karyawan yang bekerja.
5.4.1.3 Fasilitas
5.4.1.3.1 Sarana Pembuangan Limbah
Pembuangan limbah cair air pencucian melalui selokan sedangkan limbah padat
berupa potongan stiker pengemas ditempat sampah yang setiap hari dibuang ke tempat
pembuangan sampah besar oleh karyawan yang bertugas. Limbah PT. Rumah Rumput Laut
termasuk kedalam limbah rumah tangga karena tidak terdapat limbah berbahaya.

49
5.4.1.3.2 Sarana Toilet
Toilet di PT. Rumah Rumput Laut berjumlah 2 toliet yang dipisah antara toilet
karyawan laki-laki dan perempuan. Toilet karyawan berjumlah 1 untuk perempuan dan 1 lagi
untuk laki-laki. Toilet menggunakan closet jongkok tetapi tetap menggunakan water flush
shower dan pembuang otomatis sehingga didalam toilet tidak ada gayung maupun ember
dan didepannya terdapat satu tong sampah dan keset kaki. Toilet juga dibersihkan secara
rutin dan berada di luar area produksi. Pintu toilet yang digunakan belum otomatis dapat
menutup sendiri sehingga, masih terdapat kemungkinan untuk terjadinya kontaminasi pada
tangan yang menyentuh ganggang pintu.

5.4.1.3.3 Sarana Pencucian Tangan


Fasilitas cuci tangan terdiri dari air dan sabun. Karyawan harus diberikan petunjuk
yang mudah dipahami mengenai cara mencuci tangan yang baik. Karyawan mencuci tangan
sebelum dan sesudah bekerja maupun saat tangan terkontaminasi.

5.4.1.3.4 Alat Produksi


Alat yang dimiliki oleh perusahaan adalah meja stainless steel, baskom, wajan,
mangkuk, sendok, gunting, teko ukur, timbangan digital, kompor gas, thermometer, mixer,
blender, hand sealer, continuous band sealer dan mesin color ribbon hot printing.

5.4.2 Persyaratan Operasional


5.4.2.1 Good Manufacturing Practices (GMP)
5.4.2.1.1 Seleksi Bahan Baku
Seleksi bahan baku merupakan bagian pertama dalam Good Manufacturing Practices.
Menurut Thaheer (2005), pengelolaan sistem manajemen manufaktur yang baik dimulai dari
proses pengendalian bahan baku yang meliputi pengendalian pemasok, proses pengadaan
bahan baku. PT. Rumah Rumput Laut dalam seleksi bahan baku dilakukan denga baik.
Pengendalian pemasok bahan baku rumput laut (Eucheuma cottonii) didapatkan dari
supplier yang memiliki mutu ataupun dapat dipercaya. Monitoring mencatat nama supplier,
kode supplier, tanggal penerimaan, berat total. Proses pengadaan bahan baku dilakukan
dengan baik, proses pengiriman dilakukan menggunakan kurir terpercaya.

5.4.2.1.2 Penanganan dan Pengolahan


Penanganan dan pengolahan bleckmask rumput laut (Eucheuma cottonii) dilakukan
dengan baik. Penerapan yang dipakai untuk penangan dan pengolahan masker
menggunakan penerapan carefully, cool, clean and quick. Penerapan dimulai dari bahan
baku yang datang ditangani secara hati-hati menggunakan pallet yang dilapisi plastik pada

50
sisi pallet untuk mencegah bahan baku jatuh kelantai pada saat diangkat forklift menuju cold
storage sebelum bahan baku dilanjut pada tahap pencucian. Pengolahan bahan baku tahap
pencucian juga dilakukan cermat dan saniter. Tahap berikutnya yaitu perendaman selama
24 jam, dilanjutkan dengan penghalusanbahan baku yang sebelumnya sudah direndam
selama 24 jam, kemudian pemaskan I yaitu pemasakan PVA, lalu pencampuran I,
dilanjutkan dengan pemasakan II dan pencampuran II menggunakan kompor dan wajan
yang berisi air mendidih lalu diatasnya disimpan wadah (stainless steel) yang sudah berisi
Polyvinylalcohol (PVA) lalu dicampur dengan bahan-bahan yang sudah dilakukan
pencampuran I sebelumnya. Pencampuran pertama dicampurkan Carboxymethyl cellulose
(CMC) diaduk dengan menggunakan mixer, setelah tercampur rata ditambahkan arang aktif,
diaduk dengan menggunakan mixer, setelah tercampur rata ditambahkan simeticon, diaduk
dengan menggunakan mixer, setelah tercampur rata ditambahkan nipasin dan nipasol,
diaduk dengan menggunakan mixer, setelah tercampur rata ditambahkan kolagen, diaduk
dengan menggunakan mixer, setelah tercampur rata didiamkan selama beberapa menit
untuk menurunkan suhu menjadi 60°C. Pencampuran berikutnya setelah suhu sesuai yaitu
penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan diaduk dengan menggunakan mixer
hinga tercampur rata, setelah tercampur rata lalu pencampuran yang terakhir adalah dengan
penambahan aroma. Proses selanjutnya adalah penirisan, pengemasan dan penyimpanan
produk dikulkas besar.

5.4.2.1.3 Bahan Pembantu dan Bahan Kimia


PT Rumah Rumput Laut dalam proses pembuatan blackmask rumput laut (Eucheuma
cottonii) menggunakan bahan tambahan berupadan untuk bahan kimia yang digunakan
adalah propilen glikol, Polyvinyl alcohol (PVA), Carboxymethyl cellulose (CMC), Cimeticon,
kolagen, Nipagin dan Nipasol.

5.4.2.1.4 Pengemasan
Pengemasan blackmask rumput laut (Eucheuma cottonii) dikemas menggunakan
aluminium foil yang sudah didesai sesuai karakteristik jenis masker oleh perusahaan.
Pengemasan dilakukan dengan hati-hati. Pengemasan melampirkan label yang berisi
ukuran produk, berat produk, jenis produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa,
perusahaan, umur simpan produk dan lain-lain.

5.4.2.1.5 Penyimpanan
Penyimpanan produk akhir akhir disimpan dalam kulkas besardengan suhu -25ºC, dan
masker yang akan segera di distribusikan disimpan dalam etalase perusahaan.

51
5.4.2.1.6 Distribusi
Blackmask rumput laut (Eucheuma cottonii) di distribusikan ke beberapa supermaket
yang telah bekerja sama dengan perusahaan menggunakan jasa pengiriman. Pengiriman
diluar kerjasama sesuai dengan jumlah pemesan dan daerah pemesanan dengan
menggunakan jasa pengiriman JNE, J&T dan lain-lain sesuai kesepakan produsen dan PT
Rumah Rumput Laut.

5.4.2.2 Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)


SSOP adalah prosedur pelaksanaan sanitasi standar yang harus dipenuhi oleh suatu
perusahaan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Tujuan
SSOP untuk membantu UPI mengembangkan dan menerapkan SSOP yang meliputi
bagaimana menyusun SSOP, melaksanakan monitoring, menerapkan dan menjaga kondisi
sanitasi.

5.4.2.2.1 Air dan Es


Sumber air menggunakan air PDAM. Air cukup untuk memenuhi kebutuhan proses,
memenuhi standar air bersih (tidak berbau, berasa dan berwarna). Es tidak digunakan
dalam proses. Monitoring air dilakukan 3 bulan sekali oleh pihak perusahaan, menurut
Kepmenkes RI No.907/MENKES/SK/VII/2002 adalah air yang melalui proses pengolahan
atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan (bakteriologis, kimiawi,
radioaktif, dan fisik) dan dapat langsung diminum (Permenkes RI
No.416/Menkes/PER/IX/1990).

5.4.2.2.2 Peralatan dan Pakaian Kerja


Karyawan dilengkapi pakaian kerja sebelum memasuki ruang proses atau pengolahan
dengan pakaian kerja. Pakaian kerja berupa seragam perusahaan. Pakaian kerja dan
peralatan harus terjamin kebersihannya karena dicuci oleh petugas sanitasi. Perlengkapan
kerja berupa apron, sarung tangan, dan masker. Peralatan terbuat dari bahan yang tahan
korosi dan tidak bereaksi dengan produk.
5.4.2.2.3 Pencegahan Kontaminasi Silang
Karyawan wajib menggunakan pakaian kerja yang bersih dan lengkap, setelah itu tim
saniter membersihkan kotoran dan serpihan kemasan pada lantai agar tidak adanya
kontaminai silang dengan produk, serta selalu mengecek karyawan jika ada rambut yang
keluar dari jilbab dan karyawan yang tidak menggunakan masker agar tidak ada kontaminasi
silang dengan produk.

5.4.2.2.4 Toilet dan Tempat Cuci Tangan

52
Toilet di PT. Rumah Rumput Laut berjumlah 2 toliet yang dipisah antara toilet
karyawan laki-laki dan perempuan. Toilet karyawan berjumlah 1 untuk perempuan dan 1 lagi
untuk laki-laki. Toilet menggunakan closet jongkok tetapi tetap menggunakan water flush
shower dan pembuang otomatis sehingga didalam toilet tidak ada gayung maupun ember
dan didepannya terdapat satu tong sampah dan keset kaki. Toilet juga dibersihkan secara
rutin dan berada di luar area produksi. Pintu toilet yang digunakan belum otomatis dapat
menutup sendiri sehingga, masih terdapat kemungkinan untuk terjadinya kontaminasi pada
tangan yang menyentuh ganggang pintu. Toilet terdapat 50 meter dari luar tempat istirahat
karyawan. Tempat cuci tangan dibuat terpisah dengan toilet, tempat cuci tangan berada
disebelah tempat ganti pakaian karyawan dan menyimpan barang karyawan.

5.4.2.2.5 Bahan Kimia dan Fasilitas Sanitasi


Tempat penyimpanan bahan kimia memadai, terpisah dan tertutup campuran. Bahan
kimia disimpan sebaik mungkin dan selalu di periksa untuk menghindari adanya bahan kimia
yang bocor maupun yang tutupnya terbuka.

5.4.2.2.6 Syarat Label dan Penyimpanan


Pengemasan blackmask rumput laut (Eucheuma cottonii) dikemas menggunakan
aluminium foil yang sudah didesai sesuai karakteristik jenis masker oleh perusahaan.
Pengemasan dilakukan dengan hati-hati. Pengemasan melampirkan label yang berisi
ukuran produk, berat produk, jenis produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa,
perusahaan, umur simpan produk dan lain-lain. Penyimpanan produk akhir akhir disimpan
dalam kulkas besar dengan suhu -25ºC, dan masker yang akan segera di distribusikan
disimpan dalam etalase perusahaan.

5.4.2.2.7 Kesehatan Karyawan


Kesehatan karyawan belum dilakukan secara berkala. Karyawan yang sedang sakit
dilarang mengikuti proses pengolahan dan diizinkan untuk pulang.

5.4.2.2.8 Pengendalian Hama


Pengendalian hama tersedia dalam perusahaan ini, sehingga lalat dan serangga
lainnya tidak masuk kedalam ruang produksi karena pada setiap ventilasi terdapat jaring-
jaring yang mencegah hama masuk.

53
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1) Proses pembuatan masker blackmask rumput laut (Eucheuma cottonii) terdiri dari proses
penerimaan bahan baku, pencucian bahan baku, pencucian bahan baku, perendaman
bahan baku, penghalusan bahan baku, pencampuran formulasi, penerisan, penimbangan
dan pengemasan.
2) Mutu bahan baku dan mutu produk akhir pembuatan masker blackmask rumput laut
(Eucheuma cottonii) di PT Rumah Rumput Laut memiliki nilai organoleptik bahan baku 8
(delapan) dan nilai organoleptik produk akhir 8, hal ini menyatakan bahwa bahan baku
yang baik akan menghasilkan produk akhir yang baik.
3) Analisa usaha PT. Rumah Rumput Laut yang terdiri dari BEP rupiah sebesar
Rp.3.191,028,00 sedangkan BEP unit sebesar 319 unit, R/C ratio sebesar 2,4, B/C Ratio
sebesar 1,37, dan ROI sebesar 137%.
4) Kelayakan dasar unit pengolah di PT. Rumah Rumput Laut memiliki penilaian
ketidaksesuaian minor sebanyak 19, mayor sebanyak 13, serius sebanyak 8, kritis
sebanyak 0 dan NA sebanyak 5.

6.2 Saran
Secara keseluruhan perusahaan bisa dikatakan layak disebut sebagai UPI, hanya saja
perlu dilakukan perbaikan seperti :
1) Fasilitas perlu diadakan seperti ruang peristirahatan karyawan.
2) Ruang pengepakan seharusnya terpisah dengan ruang produksi untuk menghindari
kontaminasi silang pada produk
3) Sebaiknnya setiap ruangan diberi ventilasi agar udara cukup untuk mencegah
kondensasi, kelembaban
4) Sebaiknya setiap lampu diberi pelindung agar tidak mengontaminasi produk
5) Sebaiknya pemberihan dilakukan sebelum dan sesudah proses agar tidak
mengontaminasi produk selama proses yang akan berlangsung
6) Sebaiknya menerapkan IPAL agar limbah tidak mencemari lingkungan sekitar
7) Sebaiknya melukan pemisahan peralatan untuk bahan baku
8) Sebaiknya menyediakan fasilitas pengendalian serangga dan binatang pengganggu
agar tidak mengontaminasi produk

54
DAFTAR PUSTAKA

Aloette. 2011. Face Mask: Meminimalkan Pori-Pori, Mencegah Penuaan


Dini.http://www.aloette.com/Face_Mask _Benefits. Diakses Tanggal 9 November
2018.

Anggadiredja, J.T., Achmad, Z., Heri, P., dan Sri, I. 2011. Rumput Laut. Jakarta: Penebar
Swadaya. Hal. 6, 20, 63, 77-80.

Anindita, A. H., Masluhiya, S. 2017. Formulasi Masker Alami Berbahan Dasar Rumput
Laut Dan Coklat Mengurangi Keriput Dan Bintik Noda Pada Kulit Wajah. Jurnal
Care, 5 (2): 205-219

Aslan. 2008. Rumput Laut. Cetakan VII. Kanisius. Yogyakarta. 97 Hal.

Aslan dan Laode. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. 54 Hlm.

Astawan,M,S.Koswara.,F.Herdiani. 2004. Pemanfaatan rumput laut (eucheuma cottoni)


untuk meningkatkan kadar iodium dan serat pangan pada selai dan dodol.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan XV (1): 61-69.

Astuti,H. 2005.Psikologi Perkembangan Masa Dewasa. Surabaya: Usaha. Nasional.

Bambang. 2011. Dasar – Dasar Pembelanjaan Perusahaan. EdisiKeempat. Cetakan


Ketujuh. Yogyakarta: YBPFE UGM.

Barnard, Malcolm. 2011. Fashion sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Jalan Sutra

Beauty. 2011. How ToTreat Brown Spots And How To Get Rid Of Brown
Spots.http://www.beautyadvices.com/how-to-treatbrown-spots-and-how-to-get-ridof-
brown-spots/. Diakses tanggal 22 November 2018.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. Sediaan masker. SNI 16-6070-1999. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.

. 2009. Persyaratan Bahan Baku Rumput Laut (Eucheuma cottonii). SNI


2690.1: 2009. Badan Standarisasi Nasional: Jakarta.

Cahyadi,W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi
Aksara: Jakarta.

Chandini,SK.Ganesan,P.Bhaskar,N. 2008. Invitro antioxidant activities of three selected


brown seaweeds of India. Food Chemistry 107:707-713.

Costin,G,E dan Hearing,V,J. 2007. Human skin pigmentation: melanocytes modulate


skin color in response to stress. The FASEB Journal. 21(4): 976-994

Dechare. 2011. Masker Wajah Alami dan Fungsinya. http://www.dechare.com/Masker-


Wajah-Alami-dari-Buah-1203.html. Diakses Tanggal 9 November 2018.

Ditjenkan.1999. Potensi dan PenyebaranSumberdayaIkanLaut di Perairan Indonesia.


Jakarta: Departemen Pertanian.

55
Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan. 2015.Kuisioner Supervisi Sertifikat Kelayakan
Pengolahan Unit Pengolahan Ikan Skala Mikro-Kecil.Direktorat Jendral
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP.Jakarta.

Doty,M,S. 1985. Eucheuma Farming ForCarrageenan-Sea Grant Advisory Report. New


Jersey: Prentice-Hall.

Food and Drug Adminstration (FDA). 2001. Guidance for Industry Bioanalytical Method
Validation. AS

Firdaus, dkk. 2010. Prevention of endhotelial dysfunction in streptozotoc-inducted


diabetic rats by Sargassum echinocarpum extract. Med J Indo 19:32-35.

Grace,F.X.,C.Darsika,K.V.Sowmya,K.Suganya, and S.Shanmuganathan. 2015. Preparation


and Evaluation of Herbal Peel Off Face Mask. American Journal of PharmTech
Research. (5): 33-336.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Liberty: Yogyakarta

Herni,K. 2008. Tata Kecantikan Kulit Jilid 3. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.

Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid 1. Penerbit Liberty.


Yogyakarta.

.1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid 1 Teknik Pendingin


Ikan. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penerbit Swadaya. Bandung

Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta. Kencana.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23/MEN.KES/SK/I/1978. Tentang


Pedoman Cara Produksi Yang Baik Untuk Pengolahan Makanan. Jakarta

Lutfiyana, N., Nurjanah., Nurulmala, M., Anwar, E., Hidayat, T. 2016. Rasio Bubur Rumput
Laut (Eucheuma cottonii) Dan (Sargassum sp.) Sebagai Formula Krim Tabir
Surya . jurnal pengolahan hasil perikanan, 19 (03): 183-195.

Manik, H dan Purdiwoto, B. 2005.Kandungan Kimiawi. Beberapa Jenis Rumput Laut


Dari Pantai Selatan Jawa Tengah. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur, Vol 4 No.1,
Jakarta.

Maulana, 2005, Loyalitas Pelanggan. Swasembada.

Masaki, H. 2010. Role Of Antioxidants In The Scan: Anti-Aging Affects. Journal of


Dermatological Seince, 58 (03): 85-90.

Medica. 2011. Mengenal Kulit dan Penuaan Dini.


http://medicastore.com/serc/penuaan_dini.html. Diakses tanggal 22 November 2018.

Nafarin, M.2007. Penganggaran Perusahaan. Penerbit: Salemba Empat. Jakarta.

Novita,W. 2009. Buku Pintar Merawat Kecantikan Di Rumah. Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum.

56
Nurjanah., Nurilmala, N., Anwar, E., Luthfiyana, N. 2015. Identification Of Bioactive
Compounds Seaweed As Raw Sunscreen Cream. The 2nd International
Symposium on Aquatic Products. Processing and Healt, 54 (4): 311-318

Rahmawanty, Dina., Nita. Yulianti, dan Mia. Fitriana. 2015. Formulasi dan Evaluasi
Masker Wajah Peel-Off Mengandung Kuersetin Dengan Variasi Konsentrasi
Gelatin dan Gliserin. Media Farmasi. 12 (1): 17-32.

Rostamailis. 2005. Penggunaan Kosmetik Dasar Kecantikan dan Berbusana Yang


Sehat. Jakarta: PT Rineka Cipta

Rowe,R.C.,P.J.Sheskey, dan M.E.Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients.


Sixth Edition. USA: Pharmaceutical Press.

Santi, R.A., Sunarti, T.C., Santoso D., Triwisara, D.A. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan
Pemasaran Rumput Laut.Cetakan VII. Penebar Swadaya. Jakarta.108 Hal.

Sari, K.D., Wardhani, H.D., Prasetyaningrum, A. 2013. Kajian Isolasi Senyawa Fenolik
Rumput Laut (Euceuma cottoni) Berbau Gelombang Mikro Dengan Variasi Suhu Dan
Waktu. Jurnal Teknik Kimia, 19 (03): 38-43.

Septiani, S., Wathoni, N., Mita, R.S. 2012. Formulasi Sediaan Masker Gel Antioksidan
Dari Ekstrak Etanol Biji Mlinjo (Gnetum Gnemon Linn). Jurnal Tata Rias, 1 (1): 1-27

Soegiarto, A.,Sulistyo., W.A Atmadja dan M. Mubarak. 1978. “Rumput Laut (Algae)
Manfaat, Potensi dan Usaha Budidaya”. LON – LIPI Jakarta.

Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis


CobbDouglas. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 250 hal.

Surtiningsih, 2005. Cantik dengan Bahan Alami. Jakarta:PT. Elex Media Computindo.

Sriwidodo. 1986. Cermin Dunia Kedokteran. Pusat Penelitian dan Pengembangan.


Jakarta: PT. Kalbe Farma.

Taman,N. 2011.Is B2 Vitamin is Skin a Vitamin?http://www.livestrong.com/article /360522-


is -vitaminb2-a-skin-vitamin/. Diakses tanggal 25 November 2018.

Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen Hazard analysis Critical Control Points (HACCP).
PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Tranggono. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama,Anggota IKAPI

Umar, 2005, “Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis”. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.

UMM. 2011. Vitamin B1 (Thiamine). http://www.umm.edu.com/altmed/articles/vitamin-b1


000333.html. Diakses tanggal 25 November 2018.

Vieira, R.P., A.R. Fernandes, T.M. Kaneko, V.O. Consiglieri, C.A.S.O. Pinto. 2009. Physical
and Physicochemical Stability Evaluation of Cosmetic Formulations
Containing Soybean Extract Fermented by Bifidobacterium animalis. Brazilian
Journal of Pharmaceutical Sciences. 45 (3): 515-525.

57
Weiss, A.S. 2011. The Science of Elastin. http://www.elastagen.com/media/The_Science_
of _Elastin. pdf. Diakses tanggal 26 November 2018.

Winarno, F.G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT Sinar Pustaka Harapan.
Jakarta.

Winarno dan Surono. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik. Bogor: M-brio
Press, cetakan 2.

Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

. 2008. Kimia pangan dan Gizi. MBRIO Press. Bogor

Wulandari, D. A., Abida, I. W., & Farid, A. 2009. Kualitas Mutu Bahan Mentah dan Produk
Akhir. Jurnal Kelautan, Volume2, No 1, 40-4.

58

Anda mungkin juga menyukai