PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paparan sinar matahari yang mengeluarkan radiasi ultraviolet (UV) dapat memicu
kemunculan keriput dan bintik noda di wajah. Keriput muncul karena adanya penurunan
produksi kolagen dan akumulasi elastin abnormal. Kolagen merupakan senyawa protein
rantai panjang yang tersusun atas asam amino yaitu alanin, arginin, lisin glisin, prolin, dan
hidroprolin (Medica, 2011). Kolagen berperan untuk mempertahankan struktur kulit. Elastin
berperan dalam elastisitas kulit dalam tubuh sehingga kulit memiliki kemampuan untuk
merengang dan mengendur (Weiss, 2011).
Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh dari paparan polusi lingkungan, terutama
kuLit wajah yang sering terpapar oleh sinar ultraviolet (UV) dapat menimbulkan masalah kulit
seperti keriput, penuaan, jerawat dan pori kulit yang membesar, sehingga merupakan hal
yang penting untuk merawat kulit itu sendiri (Grace dkk, 2015). Bintik noda pada wajah
terbentuk akibat paparan radiasi UV berlebih, penurunan kinerja hormon-hormon produksi
melanin, penuaan (aging), polusi, stres dan genetis (Beauty, 2011). Melanin berfungsi
sebagai pelindung kulit terhadap radiasi sinar UV dan mencegah perkembangan kanker kulit
(Costin dan Hearing, 2007). Paparan sinar matahari yang berlebihan menyebabkan sel
melanosit pada dermis memproduksi melanin lebih banyak (hiperpigmentasi) sehingga
terjadi perubahan permukaan pigmen (bintik noda) (Beauty, 2011).
Kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan pada permukaan kulit
manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik dan
mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat. Contoh dari kosmetik adalah masker
wajah (Sriwidodo, 1986). Pemakaian masker wajah bermanfaat untuk melembutkan kulit,
membuka pori-pori yang tersumbat, dan membersihkan sisa kosmetik yang tidak bisa
dihilangkan menggunakan pembersih biasa (Dechacare, 2011). Kosmetik wajah dapat
diperoleh dalam berbagai bentuk sediaan, salah satunya dalam bentuk masker wajah gel
peel off (Vieira dkk, 2009). Masker wajah peel off merupakan salah satu jenis masker wajah
yang mempunyai keunggulan dalam penggunaanya yaitu dapat dengan mudah dilepas atau
diangkat seperti membran elastis (Rahmawanty dkk, 2015). Penggunaan masker wajah peel
off bermanfaat untuk memperbaiki serta merawat kulit wajah dari masalah keriput, penuaan,
jerawat dan dapat juga digunakan untuk mengecilkan pori (Grace dkk, 2015). Masker peel
off juga dapat digunakan untuk membersihkan serta melembabkan kulit. Kosmetik wajah
dalam bentuk masker peel off bermanfaat dalam merelaksasi otot-otot wajah, sebagai
pembersih, penyegar, pelembab dan pelembut bagi kulit wajah (Vieira dkk, 2009).
Pembuatan kosmetik dari bahan alami lebih baik dari pada bahan sintesis. Bahan sintesis
dapat menimbulkan efek samping bahkan dapat merusak bentuk alami dari kulit (Grace dkk,
2015).
1
Kemajuan teknologi yang semakin modern memacu perusahaan industri kosmetik
untuk menciptakan formulasi produk kecantikan dalam pembuatan produk masker wajah.
Masker wajah dapat dibuat dari bahan-bahan alami yang diformulasikan ke dalam
pembuatan masker alami wajah yang berguna untuk mengurangi keriput dan bintik noda di
wajah. Bahan-bahan alami tersebut diperoleh dari rumput laut yang mengandung vitamin A,
B1, B2, C, E sehingga diharapkan mampu mengurangi keriput dan bintik noda di wajah serta
berperan dalam menjaga dan memelihara kesehatan kulit (Taman, 2011; UMM, 2011).
Menurut Astawan dkk (2004), secara kimia rumput laut terdiri dari abu 29,97%; protein
5,91%; lemak 0,28%; karbohidrat 63, 84%; serat pangan total 78,94% dan iodium 28,93%.
Rumput laut mengandung hidrokoloid yang memiliki serat yang tekandung dalam thallusnya
(Manik dan Purdiwoto, 2005). Rumput laut merah dan coklat banyak dimanfaatkan sebagai
sumber bahan pangan dan kesehatan. Eucheumasp.dan Sargassum sp. merupakan salah
satu rumput laut yang telah dimanfaatkan untuk kesehatan manusia (Firdaus dkk, 2010).
Pengembangan penelitian rumput laut sebagai sumber komponen bioaktif termasuk
karatenoid, asam lemak dan phytosterol telah menjadi perhatian serius, dimana telah
dilaporkan komponen ini memiliki fungsi seperti antioksidan, antibakteri, antikoagulan,
antitumor dan antikanker (Chandini dkk, 2008).
1.2 Tujuan
Tujuan yang dilakukan dalam praktik kerja lapangan ini adalah :
1) Mengamati alur proses pembuatan masker rumput laut Eucheuma cottonii;
2) Mengamati mutu masker rumput laut Eucheuma cottonii;
3) Menghitung kelayakan usaha pengolahan masker rumput laut Eucheuma cottonii;
4) Mengamati kelayakan dasar unit pengolah di PT. Rumah Rumput Laut.
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
Rumput laut (seaweed) adalah jenis ganggang yang berukuran besar (macroalgae)
yang termasuk tanaman tingkat rendah dan termasuk divisi thallophyta. Rumput laut
memiliki sifat morfologi yang mirip, karena rumput laut tidak memperlihatkan adanya
perbedaan antara akar, batang dan daun walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk-bentuk
tersebut sebenarnya hanyalah thallus. Bentuk thallus rumput laut bermacam-macam antara
lain, bulat seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong dan rambut dan
sebagainya (Aslan, 2008).
Rumput laut hidup menempel pada karang mati atau cangkang moluska walaupun
rumput laut juga dapat hidup menempel pada pasir atau lumpur. Rumput laut hidup di laut
dan tambak dengan kedalaman yang masih dapat dijangkau cahaya matahari untuk proses
fotosintesisnya. Rumput laut dalam dunia pengetahuan lebih dikenal dengan sebutan algae.
Rumput laut merupakan suatu komoditi laut yang penting bagi manusia, walaupun rumput
laut tidak dapat dikategorikan kebutuhan utama bagi manusia, namun manfaatnya cukup
baik dalam kehidupan sehari-hari (Aslan, 2008).
Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil laut yang berpotensi untuk
dikembangkan. Potensi rumput laut cukup besar dan tersebar hampir diseluruh perairan
nusantara. Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah
(Rhodophyceae) karena mengandung agar-agar, karaginan, porpiran, furcelaran maupun
pigmenfikobilin (terdiri dari fikoeretrin dan fikosianin) yang merupakan cadangan makanan
yang mengandung banyak karbohidrat. Rumput laut jenis lain ada juga yang dimanfaatkan
yaitu jenis ganggang coklat (Phaeophyceae). Ganggang coklat ini banyak mengandung
pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin, fukosantin, pirenoid, dan lembaran
fotosintesa (filakoid). Ganggang coklat juga mengandung cadangan makanan berupa
laminarin, selulose, dan algin, selain itu ganggang merah dan coklat banyak mengandung
iodium (Santi dkk, 1999).
3
Rumput laut dikelompokkan menjadi empat kelas berdasarkan pigmen yang
dikandungnya yaitu Chlorophyceae (ganggang hijau), Cyanophyceae (ganggang hijau biru),
Rhodophyceae (ganggang merah) dan Phaeophyceae (ganggang coklat) (Soegiarto dkk,
1978). Eucheuma sp. merupakan salah satu contoh dari jenis Rhodophyceae, yang
mempunyai ciri-ciri umum seperti thalli (kerangka tubuh tanaman), bulat silindris atau
gepeng, berwarna merah coklat, hijau kuning, bercabang berselang tak teratur, memiliki
benjolan benjolan dan duri-duri. Klasifikasi Eucheuma menurut Doty (1985) adalah
sebagaiberikut:
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma sp.
Beberapa jenis Eucheuma sp. mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan
internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies
Eucheumasp. berkisar antara 54-73 % tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya.
Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina)
selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya
rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu
(Aslan dan Laode, 1998).Dua jenis Eucheuma yang cukup komersil yaitu Eucheuma
spinossum dan Eucheuma cottonii. Eucheuma spinossum (Eucheuma dentilacum)
merupakan penghasil biota karagenan dan Eucheuma cottonii (Kapaphycus alvarezii)
sebagai penghasil kappa karagenan. Eucheuma cottonii, umumnya tumbuh dengan baik di
daerah pantai terumbu karang (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh
aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan
dan Laode, 1998).
Rumput laut (Eucheuma cottonii) adalah Thallus silindris, permukaan licin,
cartilageneus (mempunyai tulang rawan/muda), serta berwarna hijau terang, hijau olive, dan
coklat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus
(tonjolan-tonjolan) dan duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia (alat kelamin yang
terdapat pada tumbuhan lumut). Percabangan bersifat alternatus (berseling), tidak teratur
serta dapat bersifat dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem
percabangan tiga-tiga) (Anggadiredja dkk, 2006). Komposisi kimia Eucheuma cottonii dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
4
Komposisi Kandungan
Air (%) 12,90
Protein (%) 5,12
Lemak (%) 0,13
Karbohiodrat (%) 13,38
Serat kasar (%) 1,39
Abu (%) 14,21
Mineral Ca (ppm) 52,82
Mineral Fe (ppm) 0,11
Riboflavin (mg/100 gr) 2,26
Vitamin C (mg/100 gr) 4,00
Karaginan (5) 65,75
Sumber: Maulana (2005)
Eucheuma cottonii adalah sumber karagenan. Kappa karagenan stabil dalam keadaan
gel dan terhidrolisis bila dipanaskan pada keadaan pH netral atau alkali (Winarno, 1996).
Karagenan larut dalam air, tetapi sedikit larut dalam pelarut-pelarut lainnya, umumnya perlu
pemanasan agar karagenan larut semuanya. Biasanya pemanasan dilakukan sampai suhu
50-80oC, tergantung adanya kation yang dapat mendorong pembentukan gel seperti ion
kalium atau faktor lainnya, pembentukan ion-ion karagenan merupakan dasar teknik pangan
karagenan (Cahyadi, 2006).Titik pH merupakan titik stabil, pemanasan diperpanjang dan pH
dibuat rendah atau lebih tinggi dari pH 9, atau suhu melampaui 110 oC, maka koloid yang
terbentuk akan terdepolymerisasi dan akan kehilangan karakteristik-karakteristik aslinya
secara defenitif (termasuk viskositas).
5
kepercayaan pada diri sendiri. Kosmetik dikenal oleh manusia sejak berabad-abad yang lalu,
sehingga seiring berkembangnya ilmu tentang kosmetologi banyak ilmuan yang
menggembangkan tentang ilmu dermatologi agar dapat mengetahui efek dari suatu bahan
terhadap kulit, karena saat ini banyak kasus penyakit baru yang muncul karena pemilihan
bahan kosmetik yang ternyata dapat mengiritasi kulit seperti bercak merah, rasa panas dan
terbakar jika terkena paparan sinar matahari langsung (Tranggono, 2007).
Masker wajah saat ini memiliki banyak bentuk seperti serbuk, pasta, ada juga yang
berbentuk gel. Berbagai perusahaan kosmetik besar saat ini banyak mengeluarkan produk
yang berbahan alami atau “back to nature”. Masyarakat saat ini banyak yang beralih pada
produk yang berbahan alami, keistimewaan masker dari bahan alami ini adalah tidak
menimbulkan iritasi dan efek samping. Produk yang terbuat dari bahan alamiah lebih murah,
aman, tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan bagi kulit (Surtiningsih, 2005).
Menurut Rostamailis (2005) masker dipakai pada akhir perawatan, karena kulit akan
mengembang oleh pengompresan air hangat atau uap air panas, hingga pori-pori terbuka
dan mudah mengeluarkan kotoran, debu yang menyumbat jerawat, millium, dan lain-lain.
Keadaan kulit yang merenggang ini harus dinormalkan kembali dengan masker sehingga
pori-pori dapat menciut, mengecil dan menjadi kencang, bersih, dan sehat dengan warnanya
yang cemerlang. Masker adalah bahan kosmetik yang dipergunakan pada akhir perawatan
muka/kulit tubuh, sesudah pembersihan total dari massage, kemudian wajah kecuali alis,
mata, dan bibir dibalut seperti topeng.
6
Masker yang terbentuk dari katun tipis yang dibasahi dengan formula yang
berfungsi untuk melembabkan, mencerahkan dan mengatasi garis-garis halus pada
wajah. Masker kertas biasanya tersedia dalam satu ukuran.
4) Masker Buatan Sendiri
Masker ini dibuat dari bahan alami, misalnya mengekstrak dari buah–buahan, kulit
buah, tumbuh – tumbuhan, kuning telur, susu dan madu.
7
(2015) bahwa rumput laut Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii) memiliki aktivitas
oksidasi. Aktivitas oksidasi Kappaphycus alvarezii menunjukkan IC50 sebesar 105, 04 µg/mL.
Kappaphycus alvarezii merupakan organisme multiseluler yang tergolomg dalam rumput laut
merah (Rhodopyta), yang diketahui memiliki kandungan senyawa fenolik, senyawa flanovoid
seperti catechin (gallocathecin, eppicathecin, catechin gallate), flavonols, flavonol glycoside,
caffeic acid, hesperidin, myricetin yang berfungsi sebagai antioksidan (Sari dkk. 2013).
Vitamin C dalam Kappaphycus alvarezii juga berperan sebagai antioksidan yang dapat
mencegah keriput dan menyembuhkan kulit akibat sunburn (Anindita dan Masluhiya, 2017).
8
semakin jernih tetapi arang biasa tidak merubah apapun. Selain itu apabila dilihat secara
visual arang aktif tampak lebih berkilau.
Kandungan senyawa karbon dan mineral dalam arang aktif memberikan banyak
manfaat bagi kesehatan dan kebersihan kulit wajah. Berdasarkan manfaat dari senyawa
karbon tersebut, arang aktif mempunyai fingsi detoksifikasi pada kulit wajah, karena arang
aktif menarik bakteri, racun, bahan kimia, kotoran pada permukaan kulit. (Anonim, 2017).
Detoksifikasi pada wajah oleh arang aktif dapat membantu untuk menyembuhkan jerawat.
Detoksifikasi wajah merupakan penerapan kotoran dan racun dari wajah, racun dan kotoran
tersebut nantinya akan dikeluarkan bersama jerawat, sehingga jerawat yang baru muncul
diwajah akan cepat matang. Jerawat yang sudah matang pada akhirnya akan mudah
mengering dan mengelupas. Kandungan mineral pada arang aktif juga mempunyai manfaat
bagi kulit wajah, karena dapat menyehatkan dan menghaluskan kulit wajah. Namun,
penggunaan arang yang berlebihan dapat membuat kulit menjadi kering karena kulit
mengalami dehidrasi, akibat kandungan air dalam kulit ikut terserap.
9
alcohol dikenal sebagai agen pembentuk lapisan film, pendispersi, lubrikan, pelindung kulit,
digunakan pada formulasi gel dan lotion, shompo, tabir surya, masker, serta beberapa
aplikasi aplikasi kosmetik dan perawatan kulit lainnya. Namun salah satu kelemahan dari
Polyvinyl alcohol adalah lapisan film yang dihasilkan cenderung lebih kaku dan memiliki
fleksibilitas yang tergolong rendah (Barnard, 2011).
2.2.3.6 Kolagen
Paparan sinar matahari yang mengeluarkan radiasi ultraviolet (UV) dapat memicu
kemunculan keriput pada wajah. Keriput muncul karena adanya penurunan produksi kolagen
dan akumulasi elastin abnormal. Kolagen merupakan senyawa protein rantai panjang yang
tersusun atas asam amino yaitu alanin, arginin, lisin glisin, prolin, dan hidropolin (Medica,
2011). Kolagen berperan untuk mempertahankan struktur kulit.
2.2.3.7 Aroma
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-
syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung (Winarno, 2008). Aroma yang menarik
dan mudah dikenali umumnya akan lebih dipilih dibandingkan dengan aroma yang tidak
dikenali (Luthfiyana dkk. 2016).
2.2.3.8 Penoxyetanol
Bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang yang berasal dari alam dan
atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik. Food And Drug Administration (FDA)
pada tahun 2001 menyampaikan konsentrasi yang diperbolehkan dalam bahan atau
campuran penoxyetanol antara 0,0075% sampai 0,06%.
2.3 Teknik Penanganan dan Pengolahan
2.3.1 Persyaratan Bahan Baku
Bahan baku rumput laut harus memenuhi persyaratan SNI yang telah ditetapkan.
Berdasarkan SNI 2690.1:2009, bahan baku harus bersih, bebas dari tanda dekomposisi dan
pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak
10
membahayakan kesehatan. Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik
kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut:
- Rupa dan warna : bersih, cemerlang dan warna cerah spesifik jenis, thallus utuh
- Bau : spesifik jenis
2.3.2.2 Pencucian
Rumput laut dicuci dengan air yang bersih dan dingin. Pencucian harus dilakukan
dengan cepat, cermat dan saniter dengan tetap menjaga suhu pusat produk.
2.3.2.3 Penggilingan
Penggilingan rumput laut hingga halus dilakukan dengan cermat, dengan tetap
menjaga suhu rumput laut.
2.3.2.5 Penirisan
Penirisan selama 24 jam dilakukan dengan cermat dan saniter.
2.3.2.6 Pencampuran II
Pencampuran II dilakukan dengan penambahan aroma secara cermat dan saniter.
2.3.2.7 Pengemasan
Pengemasan masker rumput lau menggunakan kemasan yang sesuai dan dilakukan
secara cepat, cermat dan saniter.
11
Persyaratan mutu sediaan masker harus sesui dengan syarat mutu berdasarkan SNI
16-6070-1999 dapat dilihat pada Tabel 2.
12
pendapatan yang akan diterima jika proyek atau usaha akan dilaksanakan. Investasi yang
dilakukan dalam berbagai bidang bisnis (usaha) sudah barang tentu memerlukan sejumlah
modal (uang), disamping keahlian lainnya. Modal yang digunakan untuk membiayai suatu
bisnis, mulai dari biaya pra investasi, biaya investasi dalam aktiva tetap, hingga modal kerja.
Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi ini layak atau tidak untuk dikembangkan,
sehingga diharapkan dari hasil penelitian ini mampu dijadikan bahan pertimbangan dan
evaluasi perusahaan.
13
biaya yang tetap dengan kata lain, keuntungan adalah selisih antara penerimaan dengan
biaya (Soekartawi, 2003).
14
2.5 Persyaratan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan
Kelayakan dasar unit pengolahan merupakan persyaratan awal dalam memulai suatu
unit pengolahan mampu tidaknya mengembangkan dan menerapkan Program Manajemen
Mutu Terpadu (PMMT). Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) merupakan suatu
program yang merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar dalam sistem
pengawasan. Kelayakan dasar (pre-requisite) merupakan aspek yang harus dipenuhi agar
penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dalam industri pangan
dapat berjalan dengan baik dan efektif. Unit pengolahan yang akan menerapkan sistem
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) harus memenuhi persyaratan kelayakan
dasar (pre-requisite program) yang terdiri dari 2 (dua) bagian pokok, yaitu Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
(Ditjenkan, 1999 dalam Wulandari dkk, 2009)
2.5.1.1 Lokasi
Bangunan harus bebas dari pencemaran seperti daerah persawahan atau rawa,
daerah pembuangan kotoran dan sampah, daerah kering dan berdebu, daerah kotor, daerah
berpenduduk padat, daerah penumpukan barang bekas, dan daerah lain yang diduga dapat
mengakibatkan pencemaran.
2.5.1.2 Bangunan
Bangunan dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan
hygiene sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi sehingga mudah dibersihkan, mudah
dilaksanakan tindakan sanitasi dan mudah dipelihara. Bangunan unit produksi harus terdiri
atas ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang harus terpisah sehingga tidak
menyebabkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi. Ruang pokok yang
digunakan untuk memproduksi makanan harus memenuhi persyaratan sesuai dengan jenis
dan kapasitas produksi, ukuran alat produksi serta jumlah karyawan yang berkerja. Susunan
ruangan diatur berdasarkan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas
pekerja yang simpang siur dan tidak mengakibatkan pencemaran makanan yang diproduksi.
Ruang pelengkap harus memenuhi syarat luasnya sesuai dengan jumlah karyawan yang
berkerja dan susunannya diatur berdasarkan urutan kegiatan yang dilakukan.
15
2.5.1.2.1 Lantai
Ruangan pokok harus memenuhi syarat lantai rapat air, tahan terhadap air, garam,
basa, asam dan atau bahan kimia lainnya, permukaannya rata, tidak licin dan mudah
dibersihkan, memiliki kelandaian cukup ke arah saluran pembuangan air dan mempunyai
saluran tempat air mengalir atau lubang pengeluaran serta pertemuan antara lantai dan
dinding tidak boleh membentuk sudut mati, harus melengkung dan rapat air. Lantai ruang
pelengkap harus memenuhi syarat rapat air, tahan terhadap air, permukaanya datar, rata
serta halus, tidak licin dan mudah dibersihkan. Ruang untuk mandi, cuci dan sarana toilet
harus mempunyai kelandaian secukupnya ke arah saluran pembuangan.
2.5.1.2.2 Dinding
Ruangan pokok dan pelengkap harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya 20
cm di bawah dan 20 cm di atas permukaan lantai harus rapat air. Permukaan bagian dalam
harus halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, mudah
dibersihkan dan sekurang-kurangnya setinggi 2 meter dari lantai harus rapat air, tahan
terhadap air, basa asam dan bahan kimia lainnya. Pertemuan antara dinding dengan dinding
dan dinding dengan lantai tidak boleh membentuk sudut mati, harus melengkung dan rapat
air.
2.5.1.2.3 Langit-langit
Terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor. Langit-langit
ruangan pokok dan pelengkap harus memenuhi persyaratan dibuat dari bahan yang tidak
mudah melepaskan bagiannya, tidak terdapat lubang dan tidak retak, tahan lama dan
mudah dibersihkan, tinggi dari lantai sekurang-kurangya 3 meter, permukaan rata, berwarna
terang. Khusus ruangan pokok ditambahkan syarat tidak mudah mengelupas, rapat air bagi
tempat pengolahan yang menimbulkan atau menggunakan uap air.
2.5.1.2.4 Pintu
Memenuhi syarat dibuat dari bahan yang tahan lama, permukaannya rata, halus,
berwarna terang dan mudah dibersihkan, dapat ditutup dengan baik dan membuka ke luar.
2.5.1.2.5 Jendela
Memenuhi syarat dibuat dari bahan yang tahan lama, permukaannya rata, halus,
mudah dibersihkan dan berwarna terang, sekurang-kurangnya setinggi 1 meter dari lantai,
luasnya sesuai dengan besarnya bangunan.
2.5.1.2.6 Penerangan
16
Penerangan di ruangan pokok dan pelengkap harus terang sesuai dengan keperluan
dan persyaratan kesehatan.
2.5.1.2.7 Ventilasi
Suhu pada ruang pokok maupun pelengkap baik secara alami maupun buatan harus
memenuhi persyaratan cukup menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat
menghilangkan uap, gas, debu, asap dan panas yang dapat merugikan kesehatan, dapat
mengatur suhu yang diperlukan, tidak boleh mencemari hasil produksi melalui udara yang
dialirkan serta lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah
masuknya serangga dan mengurangi masuknya kotoran ke dalam ruangan serta mudah
dibersihkan.
2.5.1.3 Fasilitas
Bangunan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan
perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene. Bangunan harus dilengkapi
dengan sarana penyediaan air yang terbagi atas sumber air, pipa pembawa, tempat
persediaan air dan pipa pembagi.
Sarana penyediaan air harus dapat menyediakan air yang cukup bersih sesuai dengan
kebutuhan produksi pada khususnya dan kebutuhan perusahaan pada umumnya. Bangunan
harus dilengkapi dengan sarana pembuangan yang terdiri atas saluran dan tempat
pembuangan buangan akhir, tempat buangan padat, sarana pengolahan limbah dan saluran
pembuangan limbah terolah.
17
handuk atau alat lain untuk mengeringkan tangan dan tempat sampah berpenutup serta
disediakan dengan jumlah yang sesuai dengan jumlah karyawan.
18
2) Penanganan dan Pengolahan
Teknik penanganan ikan yang paling umum dilakukan untuk menjaga kesegaran ikan
adalah menggunakan suhu rendah. Penggunaan suhu rendah yang paling sering dan
mudah dilakukan adalah menggunakan es (Ilyas, 1983). Penanganan dan pengolahan
produk perikanan perlu diperhatikan dari berbagai aspek yaitu waktu atau lamanya proses,
suhu selama pelaksanaan proses, teknologi yang digunakan, peralatan yang digunakan
serta personil yang dipakai. Penanganan bahan baku hasil perikanan seharusnya
menggunakan wadah yang bersih, dapat dijaga suhunya tetap dingin selama proses,
perlakuan secara cepat disetiap tahapan proses, menggunakan air bersih untuk mencuci
bahan dan menjauhkan bahan baku dari faktor-faktor yang dapat menaikan suhunya. Ikan
yang tidak langsung diolah, disimpan dalam kamar dingin dan dijaga suhunya sekitar 0 oC.
Bahan baku yang sudah busuk tidak dapat diterima, mengandung racun atau ditemukan
benda-benda asing yang dapat membahayakan produk.
5) Penyimpanan Beku
19
Fungsi penyimpanan beku adalah menyimpan produk beku pada tingkat suhu rendah
yang diinginkan dan dapat mempertahankan kondisi dan mutu produk beku selama jangka
waktu yang ditetapkan (Ilyas, 1993). Teknik terbaik untuk menyimpan produk adalah dengan
cara pembekuan menggunakan freezer atau cold storage dengan suhu penyimpanan -18oC
sampai -20oC untuk penyimpanan jangka waktu yang lama dengan suhu yang diperlukan
adalah -25oC sampai -30oC, sedangkan waktu pengangkutan cukup disimpan dalam suhu
-20oC sampai -25oC.
a. Air
Syarat air yang digunakan dalam pengolahan makanan minimal harus memenuhi
syarat-syarat air yang dapat diminum, adalah sebagai berikut:
- Bebas dari bakteri berbahaya serta bebas dari ketidakmurnian kimiawi;
- Bersih dan jernih;
- Tidak berwarna dan tidak bau;
20
- Air yang digunakan sebagai bahan penolong harus memenuhi persyaratan kualitas
air minum. Air yang digunakan dalam pencucian ikan dapat ditambah klorin dengan
kadar tidak lebih dari 10 ppm. Klorin dapat juga dilakukan dengan cara lain yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas air. Es yang digunakan dalam
pengolahan ikan harus dibuat dari air minum dan tidak boleh terkontaminasi selama
penanganan dan penyimpanan.
b. Es
Es yang digunakan sebagai media dingin sebaiknya dibuat dari air bersih
sebagaimana persyaratan untuk air minum. Es yang tua (matang), yaitu yang mempunyai
suhu lebih rendah daripada es biasa yang baru saja diangkat dari tempat pembuatnya. Es
yang matang mempunyai suhu antara -12ºC sampai -18ºC.Es yang matang dapat diperoleh
dengan cara es yang baru diangkat dari tempat pembuatannya disimpan terlebih dahulu
dengan kamar dingin bersuhu rendah untuk beberapa waktu lamanya dan jangan langsung
digunakan. Menurut Junianto (2003), es yang matang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
Butiran-butiran es lebih kecil dan bersih bila dihancurkan waktu peleburan lebih lama, tidak
mudah membentuk massa padat seperti es biasa.
21
- Untuk 51 – 100 karyawan adalah tiga toilet.
Setiap penambahan 50 karyawan maka ditambah dengan satu toilet, selain itu harus
juga terdapat gayung, sabun dan ventilasi serta pintu yang tidak menyerap air yang dijaga
agar tetap selalu bersih yang tidak berhubungan langsung dengan ruangan pengolahan.
Konstruksi toilet harus tipe leher angsa. Ruangan pengolahan harus mempunyai sejumlah
tempat cuci tangan yang cukup sekurang-kurangnya satu tempat cuci tangan untuk
karyawan yang dilengkapi dengan air hangat 43ºC dan bahan sanitizer dan pengering yang
diletakkan ditempat strategis, mudah dijangkau, dekat toilet dan pintu masuk cukup jumlah
(Winarno, 2007).
7) Kesehatan Karyawan
SSOP ini mencakup kesehatan karyawan agar tidak tidak menjadi sumber kontaminasi
bagi produk, bahan pengemas, atau pemukaan yang kontak dengan makanan. SSOP ini
terdapat ketentuan mengenai cara pelaporan karyawan yang sakit atau mendapatkan
perawatan karena sakit. Disisi penjadwalan bagi pemeriksaan rutin kesehatan karyawan,
imunisasi, dan pengujian untuk penyakit-penyakit tertentu. Kebersihan personil yang harus
senantiasa diperhatikan, yaitu membersihkan rambut, mandi, cuci tangan dan
membersihkan kuku. Rambut kotor dan berminyak sangat menarik bagi bakteri. Ketombe
dapat masuk ke dalam makanan. Kebersihan badan dapat tercium dari bau. Penyelia perlu
mengetahui apakah karyawan tersebut mandi atau tidak (Thaheer, 2005).
8) Pengendalian Hama
22
Pengendalian hama bukanlah masalah pengendaliannya saja melainkan juga
bagaimana cara pencegahan yang dilakukan agar tidak timbul hama di sekitar industri
pangan terutama di area produksi. Pencegahan hama ini dilakukan untuk menjamin tidak
ada hama di fasilitas pengolahan pangan, mencakup prosedur pencegahan, pemusnahan,
sampai dengan pengggunaan jenis bahan kimia untuk mengendalikan hama (Thaheer,
2005). Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan keamanan
pangan. Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan perangkap tikus
atau secara kimia seperti dengan racun tikus. Perlakuan dengan bahan kimia harus
dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan.
23
3. METODE PRAKTIK
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek ini dilaksanakan mulai dari tanggal 10 Desember 2018 sampai dengan 21
Desember 2018 yang bertempat di PT. Rumah Rumput Laut, Kavling Anggraini, Desa
Cihideung Hilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan blackmask rumput laut adalah
rumput laut (Eucheuma cottonii) pilihan, airmineral, arang aktif, propilen glikol, Polyvinyl
alcohol (PVA), Carboxymethyl cellulose (CMC), simeticon, kolagen, aroma, nipagin dan
nipasol.
24
Persiapan Bahan Baku
Pencampuran Formulasi
Penirisan
Penimbangan
Pengemasan
25
Tabel. 3 Komposisi Eucheuma Cottonii
Bahan (%)
Bubur Rumput Laut %
Air Mineral %
Arang aktif %
Propilen glikol %
Polyvinyl alcohol (PVA) %
Carboxymethylcellulose (CMC) %
Simeticon %
Kolagen %
Aroma %
Penoxyetanol %
Sumber: PT. Rumah Rumput Laut, 2018
26
Keterangan:
N = Banyaknya panelis
S² = Keragaman nilai mutu
1,96 = Koefisien standar deviasi pada taraf 95 %
x́ = Nilai mutu rata-rata
Χi = Nilai mutu dari panelis ke I, dimana I = 1,2,3……n
S = Simpangan baku nilai mutu
π = TR - TC
27
Keterangan:
π (Income) : Pendapatan bersih (Rp/bln)
TR (Total Revenue) : Total penerimaan (Rp/bln)
TC (Total Cost) : Biaya yang di keluarkan (Rp/bln)
FC
BEP (Rp) =
1- VC /P
FC
BEP (Unit) =
Harga - VC/Jumlah produksi
Total Penerimaan
R/C =
Total Biaya
Keuntungan
B/C =
Total Biaya
Keuntungan
ROI =
Total Biaya
Investasi
PP =
Keuntungan
28
3.5 Pengamatan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu dikelompokkan menjadi Kritis (Kr), Serius (Sr),
Mayor (My), dan Minor (Mn). Menurut Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan (2015),
dengan perincian sebagai berikut:
1) Kritis (Kr) adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi akan
segera mempengaruhi keamanan pangan.
2) Serius (Sr) adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi dapat
mempengaruhi keamanan pangan.
3) Mayor (My) adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi
mempunyai potensi dapat mempengaruhi keamanan pangan.
4) Minor (Mn) adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi atau
dibiarkan secara terus menerus akan berpotensi mempengaruhi mutu pangan.
Sertifikat Kelayakan Pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 6.
29
4. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah Perusahaan
PT. Rumah Rumput Laut berdiri pada tahun 2017 beralamat di Kavling Anggraeni,
Cihideung Ilir, Bogor. Sudah memiliki izin usaha akta notaris, SIUP, TDP, SKDU, dan
NPWP. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk kosmetik yaitu bubur rumput
laut. Keunggulan dari produk kosmetik rumput laut ini terbuat dari bahan baku rumput laut
pilihan, ramah lingkuangan, zero waste, proses sederhana, bahan baku yang melimpah,
menambah nilai jual dari rumput laut, harga lebih ekonomis. Produk yang dikembangkan di
antaranya: sunscreen ratu: menyehatkan kulit, melindungi kulit agar tidak mudah terbakar,
kaya antioksidan, menyehatkan bibir, harga terjangkau, produk inovatif, proses sederhana.
Pomade Rumput Laut (PORL) menjadikan rambut sehat dan stylish, menjaga agar rambut
tidak bercabang, menjaga warna rambut agar tetap hitam, mencegah rambut rontok,
membuat rambut lebih lebat dan tebal, menguatkan akar rambut, melembutkan rambut yang
kering, harga terjangkau. Seaweed Blackmask (WEDLYN) mengangkat komedo,
mengencangkan kulit, menyehatkan kulit, mengangkat sel kulit mati. Seaweed Lip Balm
(SEALIPS) memiliki komponen aktif antioksidan, melembabkan bibir, mengatasi bibir pecah-
pecah dan kering, mencerahkan warna bibir. Aspek teknologi menggunakan prototype
teknologi tepat guna sederhana yaitu pada aspek pencampuran formulasi bubur rumput laut
dalam pembuatan kosmetik yang alami.
Potensi pemanfaatan rumput laut dalam pembuatan kosmetik ini diharapkan dapat
meningkatkan semangat dalam memanfaatkan sumberdaya alam perairan dan terciptanya
kesejahteraan bagi rakyat khususnya nelayan serta dapat memunculkan produk kosmetik
berbahan baku rumput laut tropikal yang memiliki daya saing. Kosmetik berbahan alami
rumput laut banyak mengandung antioksidan alami banyak diperlukan untuk menghambat
aktivitas radikal bebas yang dapat merugikan bagi kesehatan Manfaat lain dari rumput laut
yaitu mengandung komponen bioaktif seperti karotenoid, senyawa fenol dan turunannya,
sulfat polisakarida, dan vitamin.
Produk kosmetik yang beredar di pasaran dengan berbagai merek semakin meningkat,
namun keterjaminan pemakaian produk sangat minim. Hal ini disebabkan karena
penggunaan bahan sintetis. Pasar yang begitu besar didukung dengan tingkat konsumen
yang tinggi sehingga kami mengeluarkan produk kosmetik dengan bahan baku alami dari
hasil perairan yaitu rumput laut. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk
kosmetik yaitu bubur rumput laut. Penggunaan bahan baku berupa bubur rumput laut
memiliki beberapa kelebihan. Keutamaan dalam penggunaan bahan ini yaitu mengutamakan
“zero waste”. Hal tersebut dikarenakan rumput laut yang digunakan yaitu seluruh bagian
bahan. Selain itu belakangan ini pembuatan kosmetik dari bahan alami hanya menggunakan
sediaan dalam bentuk ekstrak bahan aktif. Penggunaan sediaan ekstrak dapat
30
mempengaruhi biaya produksi dan harga jual produk yang lebih mahal. Pembuatan ekstrak
diketahui dapat menimbulkan kehawatiran tersisanya residu pelarut kimia dari proses
ekstraksi, limbah berupa cairan seperti pelarut atau padatan seperti bahan yang diekstraksi.
Potensi pemanfaatan rumput laut dalam pembuatan kosmetik ini diharapkan dapat
meningkatkan semangat dalam memanfaatkan sumberdaya alam perairan dan terciptanya
kesejahteraan bagi rakyat khususnya nelayan serta dapat memunculkan produk kosmetik
berbahan baku rumput laut tropikal yang memiliki daya saing. Produk kosmetik berbasis
rumput laut diharapkan dapat menjadi suatu produk unggulan yang dapat dipakai oleh
segmentasi pasar yang akan dituju. Produk ini juga bersinergi dengan misi Indonesia yang
harus mempunyai produk yang kompetitif dan berdayasaing pada zona MEA saat ini.
Kosmetik berbahan alami rumput laut banyak mengandung antioksidan alami banyak
diperlukan untuk menghambat aktivitas radikal bebas yang dapat merugikan bagi kesehatan
Manfaat lain dari rumput laut yaitu mengandung komponen bioaktif seperti karotenoid,
senyawa fenol dan turunannya, sulfat polisakarida, dan vitamin.
Karya inovasi kosmetik rumput laut yang berbasis bubur rumput laut adalah inovasi
pertama di Indoneisa yang membutuhkan langkah lanjutan dalam hilirisasi, implementasi,
dan finalisasi yang terintegrasi. Melalui progam Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi
(PPBT) oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, diharapkan
perkembangan produk dan usaha yang direncanakan dapat terfasilitasi dengan baik, sesuai
yang diharapkan. Program tersebut meliputi pendampingan usaha/ inkubasi (manajemen
usaha, teknologi, fasilitasi pembiayaan, penyusunan business plan, fasilitasi pemasaran,
pameran produk, dll) yang dilakukan oleh Pusat Inkubator Bisnis dan Pengembangan
Kewirausahaan (Incubie) Institut Pertanian Bogor.
31
4.3 Struktur Organisasi
Perusahaan dalam menjalankan bisnis usaha memiliki struktur organisasi yang jelas
sehingga hubungan antara bagian satu dengan bagian yang lainnya tampak jelas tugas dan
tanggung jawab dan dapat dilaksanakan dengan baik yang tentunya akan menunjang
kelancaran aktivitas perusahaan. Struktur organisasi perusahaan yang sederhana dan
bergaris linear dimana semua tugas dan tanggung jawab langsung disampaikan kebawahan
untuk mempermudah jalannya administrasi. Struktur organisasi PT. Rumah Rumput Laut
dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.4.2 Prasarana
Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya proses produksi. Prasarana yang dimiliki oleh perusahaan adalahruang
unit pengolahan, ruang kantor, ruang ganti karyawan, dan toilet. Layout ruang produksi yang
terdapat di PT. Rumah Rumput Laut dapat dilihat pada Lampiran 1.
32
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Alur Proses
5.1.1 Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku yang diterima didatangkan dalam bentuk rumput laut kering. Penerimaan
bahan baku tidak dilakukan setiap hari karena perusahaan sekali mendatangkan bahan
baku 50 kg untuk stock produksi selanjutnya. Bahan baku rumput laut (Eucheuma cottonii)
berasal dari daerah Banten dan Bekasi. Penerimaan bahan baku dilakukan oleh karyawan
yang bertanggung jawab pada proses penerimaan bahan baku.
33
toples. Waktu perendaman selama 24 jam. Proses perendaman bahan baku dilakukan oleh
karyawan yang bertanggung jawab pada proses perendaman bahan baku. Menurut
Luthfiyana dkk (2016), rumput laut yang sudah dibilas, kemudian dilakukan perendaman
dengan kapur tohor (CaO) 0,5 % selama 30 menit sambil terus diremas-remas untuk
membantu mempercepat proses pemucatan, selanjutnya kembali dibilas dengan air
mengalir. Proses perendaman bahan baku dapat dilihat pada Gambar 4.
34
Gambar 5. Proses Penghalusan Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
Sumber: PT. Rumah Rumput Laut, 2018
5.1.5 Pencampuran Formulasi
Formulasi pembuatan masker blackmask dibuat dengan dengan cara
mengembangkan polyvinyl alcohol (PVA) dan air dalam mangkuk stainless steel yang
dipanaskan dengan air rebusan diatas wajan penggorengan dengan suhu 75 ºC, kemudian
diaduk hingga homogen. Pengembangan bahan-bahan yang ditambahkan selanjutnya
adalah cimeticon, kolagen, arang aktif, carboxymethyl cellulose (CMC), nipagin yang sudah
dicampur nipasol dan air, kemudian dihomogenkan dengan mixer hingga rata. Bahan-bahan
yang sudah dihomogenkan didiamkan untuk menurunkan suhu menjadi 60°C. Pencampuran
berikutnya yaitu penambahan bubur rumput laut (Eucheuma cottonii) lalu dihomogenkan
dengan menggunakan mixer hingga tercampur rata, setelah tercampur rata lalu
pencampuran yang terakhir adalah dengan penambahan aroma. Selama proses
pencampuran formulasi suhu pemanasan bahan-bahan yang dihomogenkan selalu dijaga
tidak boleh melebihi suhu 75℃ agar kandungan dari bahan-bahan tidak hilang.
Menurut Septiani dkk (2012), masker peel off dapat dibuat dengan dengan cara
mengembangkan PVA dalam aquadestilat panas suhu 80 ºC, diaduk hingga homogen,
kemudian dikembangkan Na. CMC dalam aquadest dingin hingga mengembang,
selanjutnya ditambahkan CMC yang telah mengembang, gliserin, dan emulgid kedalam
basis PVA, lalu diaduk hingga homogen, pada suhu 40 ºC tambahkan metil paraben,
kolagen, rumput laut dan serbuk kunyit ke dalam basis, sedikit demi sedikit sambil diaduk
hingga homogen. Tiap formulasi pada sediaan masker yang dihasilkan, disimpan dalam
wadah yang tidak tembus cahaya tersebut, kemudian diberi label dan dilakukan analisis.
35
1) Cimeticon 2) Kolagen 3) Arang aktif
36
1) 2) 3)
4) 5) 6)
7)
Gambar 7. Proses Pencampuran Formulasi
Sumber: PT Rumah Rumput Laut, 2018
Keterangan:
1) Pemasakan dan Pencampuran Carboxymethyl
cellulose(CMC)
2) Pemasakan dan Pencampuran Arang aktif
3) Pemasakan dan Pencampuran Cimeticon
4) Pemasakan dan Pencampuran Nipasin dan Nipasol
5) Pemasakan dan Pencampuran Kolagen
6) Pemasakan dan Pencampuran Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
7) Pemasakan dan Pencampuran Aroma
5.1.6 Penirisan
Penirisan dilakukan untuk menurunkan suhu setelah dilakukan pemanasan. Suhu yang
baik untuk dilakukan proses selanjutnya adalah berkisar 60°C. Adonan masker yang sudah
siap untuk dikemas dimasukkan kedalam pelastik polyethylen (PE) dan diikat, hal ini
37
bertujuan untuk mempermudah proses penimbangan dan pengemasan. Menurut Neneng
dan Nina (2014), kemasan jenis plastik Polyethylen (PE) dan Polypropylen (PP) selain
memiliki keunggulan mudah dibentuk, tidak korosif, praktis, permeabilitas terhadap oksigen
dan memiliki daya tembus uap air yang rendah, juga memiliki nilai ekonomis. Proses
penirisan dapat dilihat pada Gambar 8.
5.1.8 Pengemasan
38
Pengemasan yang digunakan untuk mengemas blackmask menggunakan jenis
kemasan aluminium foil berukuran 12 x 8 cm kemudian ditimbang menggunakan timbangan
digital dengan berat 11 gram. Kemasan lalu di sealer menggunakan continuous band
sealerkemudiandiberikan tanggal masa simpan dengan menggunakan mesin color ribbon
hot printing.Proses terakhir adalah penempelan stiker produk pada kemasan aluminium foil.
Menurut Rahimah (2010), produk yang dikemas dengan aluminium foil menunjukkan produk
tersebut cukup baik dan tahan terhadap alumunium dengan resiko pengkaratan kecil. Teknik
pengemasan dengan cara mengkombinasikan berbagai jenis bahan kemas bentuk
(fleksibel) telah menghasilkan suatu bentuk yang disebut “retort pouch”. Keunggulan “Retort
Pouch” diantaranya yaitu: daya simpan tinggi,teknik penutupan mudah dengan panas, tidak
mudah sobek, tahan terhadap proses pemanasan sterilisasi, resisten terhadap penetrasi
lemak atau komponen makanan lainnya serta tahan terhadap UV. Proses pengemasan
dapat dilihat pada Gambar 11.
39
5.2.1 Mutu Organoleptik Bahan Baku
Pengujian organoleptik bahan baku rumput laut (Eucheuma cottonii) dilakukan dengan
mengambil sampel dan melakukan penilaian terhadap kenampakan, bau dan tekstur. Nilai
organoleptik produk akhir dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Organoleptik Bahan Baku
Pengamatan Nilai Simpangan Baku Nilai Organoleptik
1 8, 16≤ μ ≤8, 44 8
2 6, 89≤ μ ≤9, 93 9
3 7, 74≤ μ ≤8,46 8
4 6, 24≤ μ ≤9, 96 9
5 7, 74≤ μ ≤8, 46 8
6 8, 16≤ μ ≤8, 44 8
40
5 8, 17≤ μ ≤8, 43 8
6 8, 12≤ μ ≤8, 68 8
Mutu produk akhir seaweed blackmask dapat diuji dengan penilaian sensori. Penilaian
sensori produk akhir yang dilakukan dengan mengambil sampel dan melakukan penilaian
terhadap kulit wajah terasa panas ketika masker ditempelkan, kulit wajah terasa lembut
setelah pengaplikasian masker, Kulit wajah terasa gatal pada saat masker tersebut dalam
tahap kering, kulit wajah terasa perih saat pengaplikasian masker, setelah penggunaan
masker saat wajah dibersihkan timbul titik-titik kemerahan pada wajah, bagi kulit berminyak
apabila disentuh berminyak apabila disentuh menggunakan telapak tangan atau dicubit tidak
terasa lengket . Hasil pengamatan 1, 2, 4, 5 dan 8 rata-rata nilai organoleptik 8 dan
pengamatan 3 nilai organoleptik 9, hasil rata-rata organoleptiknya 8. Hasil perhitungan
pengujian produk akhir dapat dilihat pada Lampiran 4.
41
t (Rp)
1 Mixer 1 400.000 400.000 120 3.333
2 Kipas Dinding 1 250.000 250.000 96 2.604
3 Pocket Scale 1 120.000 120.000 120 1.000
4 Alat Kebersihan 1 100.000 100.000 36 2.778
5 Kursi Plastik 3 25.000 75.000 36 2.083
6 Gayung 2 5000 10.000 24 417
7 Ember besar 2 65.000 130.000 24 5.416
8 Rak 2 50.000 100.000 72 1.388
9 Tempat Sampah 3 10.000 30.000 12 2.500
10 Gunting 3 5.000 15.000 12 1.250
11 Meja Besi 4 500.000 2.000.000 120 16.667
12 Meja Kantor + Kursi 1 600.000 600.000 120 5.000
13 Wajan 1 35.000 35.000 120 292
14 Panci 2 48.500 97.000 120 808
15 Sendal Lab 5 15.000 75.000 12 6.250
16 Etalase 1 1.500.000 1.500.000 120 12.500
17 Baskom 2 14.000 28.000 12 2.333
18 Sendok 2 16.500 33.000 120 275
19 Pisau 5 20.000 100.000 120 833
20 Talenan 2 17.500 35.000 60 583
21 Timbangan 1 100.000 100.000 24 4.166
22 Regulator 1 55.000 55.000 24 2.292
23 Selang Gas 2 35.000 70.000 24 2.917
24 Kursi jongkok 2 35.000 70.000 24 2.917
25 Gelas Ukur 2 19.000 38.000 12 3.167
26 Mangkuk kecil 5 8.000 40.000 12 3.333
27 Ember kecil 2 19.500 39.000 12 3.250
28 Toren Air 1 1.100.000 1.100.000 60 18.333
39 Pompa Air 1 450.000 450.000 24 18.750
30 Selang Air 3 8.000 24.000 24 1.000
31 Lampu 15 39.000 585.000 12 48.750
32 Dispenser 1 210.000 210.000 60 3.500
33 Serbet 4 5.000 20.000 12 1.667
34 Sealer 1 325.000 325.000 60 5.416
35 Box Container 3 90.000 270.000 60 4.500
36 Kanebo 2 15.000 30.000 12 2.500
37 Cabang Gas 1 15.000 15.000 12 1.250
38 Stempel 1 100.000 100.000 120 833
39 PVC Curtain 80 25.000 2.000.000 120 16.667
40 Kompor Gas 2 150.000 300.000 36 4.167
Jumlah 11.574.000 217.695
Sumber : PT. Rumah Rumput Laut (2018)
42
5.3.2.1 Biaya Tetap
Biaya tetap seaweed blackmask di PT. Rumah Rumput Laut terdiri dari gaji pegawai,
bangunan, motor, listrik, gas, dan biaya penyusutan. Gaji pegawai dihitung sebanyak 5
pegawai, bangunan PT. Rumah Rumput Laut seluas 192 m², satu unit motor, penggunaan
listrik yang dihitung dalam satu bulan, 1 unit tabung gas dan biaya penyusutan peralatan.
Adapun biaya tetap proses pembuatan seaweed blackmask di PT. Rumah Rumput Laut
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Biaya Tetap Pembuatan Seaweed Blackmask
Hasil perhitungan biaya tetap berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa biaya tetap
seaweed blackmask sebesar Rp 3.191.028. Komponen biaya tetap yang mengalami
penyusutan yaitu bangunan dan motor. Bangunan mengalami penyusutan disebabkan oleh
waktu yang menyebabkan keusangan pada material penyusun bangunan tersebut
sedangkan motor mengalami penyusutan disebabkan oleh waktu dan tenaga motor tersebut
semakin berkurang. Nilai penyusutan diperoleh dari jumlah unit dikali dengan harga
dibagikan dengan umur ekonomis.
43
Kolagen 10 965 9.650
Nipagin 6,5 380 2.470
Nipasol 1,25 300 375
Aroma 5,75 (mL) 80 460
Simeticon 1,5 400 600
Kemasan 250 pcs 250 62.500
Stiker 10 10.000 100.000
Arang Aktif 40 36 1.440
Total Biaya Tidak Tetap 256.095
Sumber : PT. Rumah Rumput Laut (2018)
Hasil perhitungan pada tabel 8 menunjukkan bahwa biaya tidak tetap tersebut dihitung
berdasarkan satu kali proses pembuatan. Satu kali proses pembuatan menghasilkan satu
adonan seaweed blackmask, satu adonan seaweed blackmask menghasilkan 250 seaweed
blackmask. Jika menghitung hasil produksi dalam satu bulan dengan estimasi satu bulan
adalah 4 kali melakukan seaweed blackmask dan satu hari produksi dapat menghasilkan 1
adonan dengan masing-masing adonan rata-rata menghasilkan 250 seaweed blackmask
maka hasil akhir dapat menghasilkan 1.000 kemasan seaweed blackmask sehingga akan
diperoleh rincian biaya tidak tetap pembuatan seaweed blackmask. Adapun rincian biaya
variabel pembuatan seaweed blackmask dalam satu bulan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Biaya Tetap Proses Pembuatan Seaweed Blackmask
Komponen Jumlah Total Biaya Variabel
Biaya Variabel Rp 256.095 Rp 1.024.380
Adonan 4
Sumber : PT. Rumah Rumput Laut (2018)
Hasil perhitungan total biaya variabel dalam satu bulan dihitung dengan cara
mengkalikan jumlah biaya variabel dengan jumlah adonan yang dihasilkan sehingga
diperoleh total biaya variabel dalam satu bulan adalah Rp 1.024.380 selanjutnya dengan
biaya tersebut akan diperoleh total biaya operasional. Total biaya operasional merupakan
seluruh biaya yang digunakan dalam proses pembuatan seaweed blackmask. Total biaya
operasional diperoleh dengan menjumlahkan total biaya tetap dan total biaya tidak tetap.
Adapun rincian total biaya operasional dapat dilihat pada Tabel 10.
44
5.3.3 Analisis Penerimaan
Analisis penerimaan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu usaha,
menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat
ditingkatkan atau tidak. Pendapatan merupakan total nilai produksi dari usaha dalam jangka
waktu tertentu dikali dengan harga jual. Adapun rata-rata produksi dan nilai produksi dari
pengolahan siomay ikan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Penerimaan Pembuatan Seaweed Blackmask
Uraian Produksi Jumlah Harga Nilai Produk
(kemasan/hari) Produksi (Rp/Kemasan) (Rp/Bulan)
(kemasan/bulan)
Seaweed 250 1000 10.000 10.000.000
Blackmask
Sumber : PT. Rumah Rumput Laut (2018)
Hasil perhitungan dapat dilihat total penerimaan usaha seaweed blackmask sebesar
Rp. 10.000.000/ bulan , sedangkan total biaya yang dikeluarkan sebanyak Rp. 4.215.408/
bulan. Adapun keuntungan yang diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total
biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 5.784.592/bulan.
45
Break Event Point (BEP) pengolahan seaweed blackmask di PT. Rumah Rumput Laut
terdiri dari Break Event Point (BEP) rupiah dan Break Event Point (BEP) unit. Break Event
Point (BEP) rupiah dipengaruhi oleh biaya tetap, biaya tidak tetap dan penjualan sedangkan
Break Event Point (BEP) unit dipengaruhi oleh biaya tetap, harga, biaya tidak tetap dan
jumlah produksi. Adapun perhitungan BEP rupiah dan BEP unit dapat dilihat pada Lampiran
5. Berdasarkan perhitungan diperoleh Break Event Point (BEP) rupiah. Titik impas atau
Break Event Point produk seaweed blackmask tercapai pada penjualan Rp. 3.191.028.
Berdasarkan perhitungan diperoleh Break Event Point (BEP) unit. Titik impas atau Break
Event Point produk seaweed blackmask tercapai pada penjualan 319 kemasan seaweed
blackmask. Hasil perhitungan menyatakan bahwa perusahaan mendapat Break Event Point
(BEP) Rp. 3.191.028 atau sama dengan penjualan produk 319 kemasan seaweed
blackmask.
46
Return On Investment (ROI) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan. Return On Investment diperoleh dari perbandingan keuntungan dengan total
biaya dikalikan 100 ℅. Perhitungan Return On Investment dapat dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan perbandingan laba dan modal produksi diperoleh nilai ROI sebesar 17%, yang
berarti bahwa besarnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan investasi yang
ditanamkan adalah baik, artinya setiap modal sebesar Rp 100, diperoleh keuntungan
sebesar Rp 137.
47
fasilitas industri harus dapat menjamin bahwa selama proses produksi tidak tercemar oleh
bahaya baik fisik, kimia, maupun biologis serta mudah untuk dibersihkan dan diberi tindakan
sanitasi.
Konstruksi bangunan perusahaan telah memenuhi standar sesuai dengan persyaratan
konstruksi bangunan pabrik yang higienis. Proses produksi dilakukan dengan baik dan benar
sehingga menghasilkan produk yang aman dan bermutu. Menurut (Winarno, 2007)
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang suatu pabrik adalah struktur suara,
keamanan, lay out pabrik yang baik, ruang yang cukup untuk memenuhi tujuan produksi dan
pemisahan ruang pengolahan dengan ruang lain, seperti gudang penyimpanan dan fasilitas
lain. Lay out ruang proses seperti ruang pengolahan dan ruang pengepakan belum terpisah.
Penyebab terjadinya karena kurang luasnya ruang proses pada perusahaan. Bangunan unit
pengolahan, perlengkapan, peralatan serta semua sarana fisik yang digunakan selalu
dirawat dan dibersihkan oleh petugas kebersihan dan semua karyawan yang bekerja di PT.
Rumah Rumpu Laut yang dilakukan secara berkelanjutan dan setiap hari.
5.4.1.2.1 Lantai
PT Rumah Rumput Laut memiliki lantai ruangan yang berbeda-beda, ada yang terbuat
dari keramik dan ada yang terbuat dari semen yang telah diplester, hal ini di karenakan
fungsi ruangan yang berbeda. Ruangan penerimaan bahan baku dan pencucian terbuat dari
semen yang telah diratakan atau telah diplester. Selain itu keramik licin jika digunakan
dalam ruangan penerimaan bahan baku dan pencucian. Lantai ruang produksi terbuat dari
kramik yang kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, dan mudah dibersihka. Pertemuan lantai
dan dinding di ruangan proses membentuk sudut. Selama proses produksi berlangsung
petugas sanitasi tetap menjaga kebersihan dengan selalu mengambil kotoran yang berada
lantai.
5.4.1.2.2 Dinding
Dinding yang terdapat dalam semua ruangan terbuat dari tembok yang dicat putihdan
rata, selain itu mudah dibersihkan dan tidak mengelupas ketika di sikat. Terdapat perbedaan
dalam ruang penerimaandan ruang produksi karena memang fungsi ruangan ini sendiri
berbeda-beda. Dinding pada ruang penerimaan dan pencucian bahan baku dengan
ketinggian 4 meter, sedangkan pada ruang proses produksi memiliki ketinggian 5 meter dari
permukaan laintai.
5.4.1.2.3 Langit-langit
Konstruksi langit-langit perusahaan didesain dengan baik untuk mencegah
penumpukan debu, pertumbuhan jamur, dan pengelupasan. Bahan yang digunakan untuk
48
langit-langit ini adalah plafon yang tahan lama dan mudah dibersihkan. Langit-langit (plafon)
pada ruang pengolahan memiliki karakteristik bahan yang tidak retak, tidak bercelah, tidak
terdapat tonjolan dan sambungan yang terbuka, kedap air dan berwarna terang serta tidak
boleh ada pipa yang terlihat diatas tempat ikan diolah ataupun dikemas. Tinggi langit-langit
pada ruang produksi berada sekitar 5 meter di atas lantai.
5.4.1.2.4 Pintu
Pintu yang dipakai pada perusahaan memiliki karakteristik pintu dengan jenis stainless
steel yang sesuai standar yaitu kuat, tahan karat, permukaannya halus dan rata, kedap air
dan mudah dibersihkan. Pintu masuk kantor terbuat dari kayu jatidan untuk pintu ruang
produksi dan ruang ganti baju terbuat dari stainless steel. Pintu dalam ruang proses produksi
dilengkapi dengan penutup berbahan fiber yang mudah dibersihkan.
5.4.1.2.5 Jendela
Jendela yang terdapat di PT. Rumah Rumput Laut adalahjendela yang bisa dibuka
tutup yang beradada diruangan produksi tepatnya didekat tempat penyimpanan kompor gas,
hal ini bertujuan untuk memberikan udara pada kompor gas.
5.4.1.2.6 Penerangan
Pencahayaan (lampu) pada ruang produksi perusahaan dipasang di titik-titik yang
memerlukan lampu seperti pada area cuci tangan, ruang ganti, toilet, area pengolahan
produk, area membersihkan alat, area penyimpanan dan area penerimaan bahan baku.
Lampu yang dipakai tidak ditutup dengan mika namun aman kerena petugas pembersihan
selalu memeriksa lampu seminggu sekali untuk dibersihkan dan menghindari adanya
keretakan pada lampu.
5.4.1.2.7 Ventilasi
Ruangan pengolahan perusahaan dilengkapi dengan ventilasi yang berada diatas
tempat penyimpanan komor gas. Ruang produksi juga dilengkapi kipas angin untuk tetap
menjaga suhu ruang dan kenyamanan karyawan yang bekerja.
5.4.1.3 Fasilitas
5.4.1.3.1 Sarana Pembuangan Limbah
Pembuangan limbah cair air pencucian melalui selokan sedangkan limbah padat
berupa potongan stiker pengemas ditempat sampah yang setiap hari dibuang ke tempat
pembuangan sampah besar oleh karyawan yang bertugas. Limbah PT. Rumah Rumput Laut
termasuk kedalam limbah rumah tangga karena tidak terdapat limbah berbahaya.
49
5.4.1.3.2 Sarana Toilet
Toilet di PT. Rumah Rumput Laut berjumlah 2 toliet yang dipisah antara toilet
karyawan laki-laki dan perempuan. Toilet karyawan berjumlah 1 untuk perempuan dan 1 lagi
untuk laki-laki. Toilet menggunakan closet jongkok tetapi tetap menggunakan water flush
shower dan pembuang otomatis sehingga didalam toilet tidak ada gayung maupun ember
dan didepannya terdapat satu tong sampah dan keset kaki. Toilet juga dibersihkan secara
rutin dan berada di luar area produksi. Pintu toilet yang digunakan belum otomatis dapat
menutup sendiri sehingga, masih terdapat kemungkinan untuk terjadinya kontaminasi pada
tangan yang menyentuh ganggang pintu.
50
sisi pallet untuk mencegah bahan baku jatuh kelantai pada saat diangkat forklift menuju cold
storage sebelum bahan baku dilanjut pada tahap pencucian. Pengolahan bahan baku tahap
pencucian juga dilakukan cermat dan saniter. Tahap berikutnya yaitu perendaman selama
24 jam, dilanjutkan dengan penghalusanbahan baku yang sebelumnya sudah direndam
selama 24 jam, kemudian pemaskan I yaitu pemasakan PVA, lalu pencampuran I,
dilanjutkan dengan pemasakan II dan pencampuran II menggunakan kompor dan wajan
yang berisi air mendidih lalu diatasnya disimpan wadah (stainless steel) yang sudah berisi
Polyvinylalcohol (PVA) lalu dicampur dengan bahan-bahan yang sudah dilakukan
pencampuran I sebelumnya. Pencampuran pertama dicampurkan Carboxymethyl cellulose
(CMC) diaduk dengan menggunakan mixer, setelah tercampur rata ditambahkan arang aktif,
diaduk dengan menggunakan mixer, setelah tercampur rata ditambahkan simeticon, diaduk
dengan menggunakan mixer, setelah tercampur rata ditambahkan nipasin dan nipasol,
diaduk dengan menggunakan mixer, setelah tercampur rata ditambahkan kolagen, diaduk
dengan menggunakan mixer, setelah tercampur rata didiamkan selama beberapa menit
untuk menurunkan suhu menjadi 60°C. Pencampuran berikutnya setelah suhu sesuai yaitu
penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii) dan diaduk dengan menggunakan mixer
hinga tercampur rata, setelah tercampur rata lalu pencampuran yang terakhir adalah dengan
penambahan aroma. Proses selanjutnya adalah penirisan, pengemasan dan penyimpanan
produk dikulkas besar.
5.4.2.1.4 Pengemasan
Pengemasan blackmask rumput laut (Eucheuma cottonii) dikemas menggunakan
aluminium foil yang sudah didesai sesuai karakteristik jenis masker oleh perusahaan.
Pengemasan dilakukan dengan hati-hati. Pengemasan melampirkan label yang berisi
ukuran produk, berat produk, jenis produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa,
perusahaan, umur simpan produk dan lain-lain.
5.4.2.1.5 Penyimpanan
Penyimpanan produk akhir akhir disimpan dalam kulkas besardengan suhu -25ºC, dan
masker yang akan segera di distribusikan disimpan dalam etalase perusahaan.
51
5.4.2.1.6 Distribusi
Blackmask rumput laut (Eucheuma cottonii) di distribusikan ke beberapa supermaket
yang telah bekerja sama dengan perusahaan menggunakan jasa pengiriman. Pengiriman
diluar kerjasama sesuai dengan jumlah pemesan dan daerah pemesanan dengan
menggunakan jasa pengiriman JNE, J&T dan lain-lain sesuai kesepakan produsen dan PT
Rumah Rumput Laut.
52
Toilet di PT. Rumah Rumput Laut berjumlah 2 toliet yang dipisah antara toilet
karyawan laki-laki dan perempuan. Toilet karyawan berjumlah 1 untuk perempuan dan 1 lagi
untuk laki-laki. Toilet menggunakan closet jongkok tetapi tetap menggunakan water flush
shower dan pembuang otomatis sehingga didalam toilet tidak ada gayung maupun ember
dan didepannya terdapat satu tong sampah dan keset kaki. Toilet juga dibersihkan secara
rutin dan berada di luar area produksi. Pintu toilet yang digunakan belum otomatis dapat
menutup sendiri sehingga, masih terdapat kemungkinan untuk terjadinya kontaminasi pada
tangan yang menyentuh ganggang pintu. Toilet terdapat 50 meter dari luar tempat istirahat
karyawan. Tempat cuci tangan dibuat terpisah dengan toilet, tempat cuci tangan berada
disebelah tempat ganti pakaian karyawan dan menyimpan barang karyawan.
53
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1) Proses pembuatan masker blackmask rumput laut (Eucheuma cottonii) terdiri dari proses
penerimaan bahan baku, pencucian bahan baku, pencucian bahan baku, perendaman
bahan baku, penghalusan bahan baku, pencampuran formulasi, penerisan, penimbangan
dan pengemasan.
2) Mutu bahan baku dan mutu produk akhir pembuatan masker blackmask rumput laut
(Eucheuma cottonii) di PT Rumah Rumput Laut memiliki nilai organoleptik bahan baku 8
(delapan) dan nilai organoleptik produk akhir 8, hal ini menyatakan bahwa bahan baku
yang baik akan menghasilkan produk akhir yang baik.
3) Analisa usaha PT. Rumah Rumput Laut yang terdiri dari BEP rupiah sebesar
Rp.3.191,028,00 sedangkan BEP unit sebesar 319 unit, R/C ratio sebesar 2,4, B/C Ratio
sebesar 1,37, dan ROI sebesar 137%.
4) Kelayakan dasar unit pengolah di PT. Rumah Rumput Laut memiliki penilaian
ketidaksesuaian minor sebanyak 19, mayor sebanyak 13, serius sebanyak 8, kritis
sebanyak 0 dan NA sebanyak 5.
6.2 Saran
Secara keseluruhan perusahaan bisa dikatakan layak disebut sebagai UPI, hanya saja
perlu dilakukan perbaikan seperti :
1) Fasilitas perlu diadakan seperti ruang peristirahatan karyawan.
2) Ruang pengepakan seharusnya terpisah dengan ruang produksi untuk menghindari
kontaminasi silang pada produk
3) Sebaiknnya setiap ruangan diberi ventilasi agar udara cukup untuk mencegah
kondensasi, kelembaban
4) Sebaiknya setiap lampu diberi pelindung agar tidak mengontaminasi produk
5) Sebaiknya pemberihan dilakukan sebelum dan sesudah proses agar tidak
mengontaminasi produk selama proses yang akan berlangsung
6) Sebaiknya menerapkan IPAL agar limbah tidak mencemari lingkungan sekitar
7) Sebaiknya melukan pemisahan peralatan untuk bahan baku
8) Sebaiknya menyediakan fasilitas pengendalian serangga dan binatang pengganggu
agar tidak mengontaminasi produk
54
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J.T., Achmad, Z., Heri, P., dan Sri, I. 2011. Rumput Laut. Jakarta: Penebar
Swadaya. Hal. 6, 20, 63, 77-80.
Anindita, A. H., Masluhiya, S. 2017. Formulasi Masker Alami Berbahan Dasar Rumput
Laut Dan Coklat Mengurangi Keriput Dan Bintik Noda Pada Kulit Wajah. Jurnal
Care, 5 (2): 205-219
Aslan dan Laode. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. 54 Hlm.
Beauty. 2011. How ToTreat Brown Spots And How To Get Rid Of Brown
Spots.http://www.beautyadvices.com/how-to-treatbrown-spots-and-how-to-get-ridof-
brown-spots/. Diakses tanggal 22 November 2018.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. Sediaan masker. SNI 16-6070-1999. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
Cahyadi,W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi
Aksara: Jakarta.
55
Direktorat Pengolahan Hasil Perikanan. 2015.Kuisioner Supervisi Sertifikat Kelayakan
Pengolahan Unit Pengolahan Ikan Skala Mikro-Kecil.Direktorat Jendral
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP.Jakarta.
Food and Drug Adminstration (FDA). 2001. Guidance for Industry Bioanalytical Method
Validation. AS
Herni,K. 2008. Tata Kecantikan Kulit Jilid 3. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
Lutfiyana, N., Nurjanah., Nurulmala, M., Anwar, E., Hidayat, T. 2016. Rasio Bubur Rumput
Laut (Eucheuma cottonii) Dan (Sargassum sp.) Sebagai Formula Krim Tabir
Surya . jurnal pengolahan hasil perikanan, 19 (03): 183-195.
Novita,W. 2009. Buku Pintar Merawat Kecantikan Di Rumah. Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum.
56
Nurjanah., Nurilmala, N., Anwar, E., Luthfiyana, N. 2015. Identification Of Bioactive
Compounds Seaweed As Raw Sunscreen Cream. The 2nd International
Symposium on Aquatic Products. Processing and Healt, 54 (4): 311-318
Rahmawanty, Dina., Nita. Yulianti, dan Mia. Fitriana. 2015. Formulasi dan Evaluasi
Masker Wajah Peel-Off Mengandung Kuersetin Dengan Variasi Konsentrasi
Gelatin dan Gliserin. Media Farmasi. 12 (1): 17-32.
Santi, R.A., Sunarti, T.C., Santoso D., Triwisara, D.A. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan
Pemasaran Rumput Laut.Cetakan VII. Penebar Swadaya. Jakarta.108 Hal.
Sari, K.D., Wardhani, H.D., Prasetyaningrum, A. 2013. Kajian Isolasi Senyawa Fenolik
Rumput Laut (Euceuma cottoni) Berbau Gelombang Mikro Dengan Variasi Suhu Dan
Waktu. Jurnal Teknik Kimia, 19 (03): 38-43.
Septiani, S., Wathoni, N., Mita, R.S. 2012. Formulasi Sediaan Masker Gel Antioksidan
Dari Ekstrak Etanol Biji Mlinjo (Gnetum Gnemon Linn). Jurnal Tata Rias, 1 (1): 1-27
Soegiarto, A.,Sulistyo., W.A Atmadja dan M. Mubarak. 1978. “Rumput Laut (Algae)
Manfaat, Potensi dan Usaha Budidaya”. LON – LIPI Jakarta.
Surtiningsih, 2005. Cantik dengan Bahan Alami. Jakarta:PT. Elex Media Computindo.
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen Hazard analysis Critical Control Points (HACCP).
PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Umar, 2005, “Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis”. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Vieira, R.P., A.R. Fernandes, T.M. Kaneko, V.O. Consiglieri, C.A.S.O. Pinto. 2009. Physical
and Physicochemical Stability Evaluation of Cosmetic Formulations
Containing Soybean Extract Fermented by Bifidobacterium animalis. Brazilian
Journal of Pharmaceutical Sciences. 45 (3): 515-525.
57
Weiss, A.S. 2011. The Science of Elastin. http://www.elastagen.com/media/The_Science_
of _Elastin. pdf. Diakses tanggal 26 November 2018.
Winarno, F.G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT Sinar Pustaka Harapan.
Jakarta.
Winarno dan Surono. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik. Bogor: M-brio
Press, cetakan 2.
Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wulandari, D. A., Abida, I. W., & Farid, A. 2009. Kualitas Mutu Bahan Mentah dan Produk
Akhir. Jurnal Kelautan, Volume2, No 1, 40-4.
58