Anda di halaman 1dari 31

Panduan Praktik Klinis

SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi


RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

Pengertian COVID-19 adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus SARS
(Definisi) CoV-2. Organ yang terinfeksi umumnya pada paru dan saluran napas atas,
namun dapat juga mengenai berbagai organ yang lain.

Anamnesis Demam (≥ 38°C) atau riwayat demam disertai salah satu gejala sistem organ
yang terkena
• Sistem pernapasan :
• Batuk
• Pilek
• Anosmia
• Sakit tenggorokan
• Sesak napas atau rasa berat di dada (ampek)*

• Sistem pencernaan makanan :


• Dysgeusia (kehilangan rasa indra pengecap)
• Mual
• Muntah
• Diare
• Nyeri perut

• Sistem neuropsikiatri
• Nyeri kepala,
• Depresi/ kecemasan,
• Penurunan kesadaran,
• Stroke

• Sistem organ lain : konjungtivitis, ruam kulit

• Faktor Risiko
• 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan
kasus konfirmasi / probable COVID-19.
• Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, dan mengantar pasien
confirm / probable.
• Petugas yang membersihkan ruangan, mengantar makanan di tempat
perawatan kasus confirm/probable tanpa menggunakan APD sesuai
standar.
• Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus
confirmed / probable (termasuk di tempat kerja, kelas, rumah, acara
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

besar) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari
setelah kasus timbul gejala.
• Orang yang bepergian bersama kasus confirmed/probable COVID-19
(radius 1 meter) dengan segala jenis alat angkut/kendaraan dalam 2 hari
sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul
gejala.
• Pasien yang tidak mematuhi protokol kesehatan yang melakukan aktifitas
sehari-hari di komunitas dalam 14 hari terakhir

Pemeriksaan • Pemeriksaan tanda vital : suhu badan, tensi, nadi, frekuensi napas
Fisik • Pemeriksaan fisik paru, dapat normal atau sesuai dengan gambaran
pneumonia ditemukan tanda-tanda konsolidasi seperti suara napas
bronkovesikuler atau bronkial, ronki, dll.

Definisi Kasus 1. Kasus Suspect


Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)* DAN pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau
tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal**.
b. Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi/probable COVID-19.
c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan.

2. Kasus Probable
Kasus suspect dengan ISPA/pneumonia berat (RR > 30 x/menit, Sat O2 ≤
93% dengan udara bebas, gambaran infiltrat > 50% pada lapangan paru dan
ARDS) dengan gambaran klinis meyakinkan COVID-19 atau apapun derajat
keparahannya namun skoring kriteria penapisan di atas 20 DAN belum ada
hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

3. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang
dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi
dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)

Keparahan • Asimptomatik (Tanpa gejala): seseorang dengan hasil tes PCR positif tetapi
Covid-19 tidak disertai gejala klinis.

• Sakit ringan (mild): terdapat salah satu atau lebih dari berbagai tanda dan
gejala COVID seperti demam, batuk, nyeri telan, sakit kepala, malaise nyeri
otot, mual, muntah, diare, dll TANPA sesak, rasa ampek / berat untuk
bernapas serta tanpa kelainan gambaran paru pada foto toraks.

• Sakit sedang (moderate): terdapat salah satu atau lebih dari berbagai tanda
dan gejala COVID seperti demam, batuk, nyeri menelan, sakit kepala,
malaise nyeri otot, mual, muntah, diare, dll DISERTAI sesak, rasa
ampek/berat untuk bernapas dan atau kelainan gambaran paru pada foto
toraks, NAMUN SpO2 masih ≥ 94% dengan udara bebas.

• Sakit berat (Severe): terdapat salah satu atau lebih dari berbagai tanda dan
gejala COVID seperti demam, batuk, nyeri menelan, sakit kepala, malaise
nyeri otot, mual, muntah, diare, dll DISERTAI tanda-tanda RR > 30x/menit,
SpO2 ≤ 93% pada udara bebas, PaO2/ FiO2 < 300 mmHg, foto toraks
menjukkan gambaran infiltrat > 50%.

• Sakit kritis (Critical ill) : terjadi gagal napas, syok sepsis dan atau gagal
multi organ.

Diagnosis • Pneumonia yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur
Banding • Demam Berdarah
• Demam Typhoid
• HIV dengan co infeksi paru

Pemeriksaan • Quantitative Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (qRT-


Penunjang PCR), bahan pemeriksaan :
• Spesimen dari saluran napas atas (nasofaring dan/atau orofaring)
• Spesimen saluran napas bagian bawah (sputum, aspirat endotrakeal,
kurasan bronkoalveolar)
Pemeriksaan RT-PCR dilakukan pada hari pertama saat pasien didiagnosa
sebagai suspek COVID-19 atau probable COVID-19 baik saat dalam rawat
jalan maupun rawat inap.
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

• Pemeriksaan serologi antibody : IgM dan IgG dalam darah Commented [A1]: ?
• Pemeriksaan serologi antigen (bila tersedia) Dr. Anang Endryanto:
• Radiologi: Foto toraks dan atau CT SCAN Toraks -PCR (yang utama)
-Serologi antigen
Foto Toraks : -Serologi antibody
1. Kategori pola klasik COVID 19 adalah bila ditemukan multiple ground
Apabila ada peluang mendapat fasilitas tsb. Maka dapat
glass opacity (GGO) predominan pada perifer dan basal kedua paru. dicantumkan. Tapi harus disesuaikan dengan pathway.
2. Kategori non COVID 19 adalah bila ditemukan gambaran Sehingga tidak salah dalam menggunakan fasilitas

pneumothoraks, lobar pneumonia, efusi pleura dan edema paru. Commented [A2]:
Dr. Yetti:
3. Kategori Indeterminate COVID 19 adalah bila gambaran yang ditemukan Pemeriksaan yg selama ini rutin tapi blm dimasukkan= TEG
tidak sesuai dengan kategori klasik COVID 19 dan non-COVID-19. (dilakukan pada kasus2 berat) dan Pemeriksaan rapid
Antigen (penunjang serologi)

CT SCAN Toraks Sudah diperbaiki

Klasifikasi Sistem CO-RADS (The COVID-19 Reporting and Data System)


adalah penilaian kategori untuk keterlibatan paru-paru COVID-19 pada CT
SCAN Toraks non kontras dan dapat memprediksi COVID-19 pada pasien
dengan gejala sedang hingga berat.

Level Kecurigaan
Klasifikasi Keterlibatan Paru Keterangan
pada COVID-19
Tidak bisa Scan secara teknis tidak cukup
CO-RADS 0
ditafsirkan untuk menetapkan skor
Sangat rendah/
CO-RADS 1 Normal atau non-infeksi
No
Gambaran sesuai dengan
CO-RADS 2 Rendah/ Low infeksi lain, tetapi bukan
COVID-19
Samar-samar Gambaran yang kompatibel
CO-RADS 3 (Tidak yakin)/ dengan COVID-19, tetapi
Indeterminate juga dengan penyakit lain
Commented [A3]: Dr. Hamzah:
CO-RADS 4 Tinggi/ High Curiga COVID-19 Lab disesuaikan dengan klinis. Berkaitan dengan klaim BPJS
Sangat tinggi/ Permen ... Pemeriksaan sesuai kondisi klinis, antara lain: ….
CO-RADS 5 Tipikal COVID-19 Untuk kasus suspect di triage: menggunakan pemeriksaan
Very high sederhana
RT-PCR positif untuk SARS- Dr. Syahrul Zaen:
CO-RADS 6 Terbukti / Proven
CoV-2 Terkait pemeriksaan Lab
-Terkait timing pemeriksaan lab, apakah saat pasien sudah
konfirmasi atau bagaimana?
• Laboratorium rutin Perlu dilampirkan alur
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

• Darah: DL;
• Fungsi organ: SGOT, SGPT, BUN, Serum kreatinin,
• Serum elektrolit;
• PCT, CRP, D-Dimer, Feritin, PPT, APTT,
• Gula darah acak,
• Albumin,
• BGA
• Laboratorium atas indikasi : Asam urat (untuk pasien yang mendapatkan
oseltamivir dan favipiravir), interleukin-6, Laktat, NT pro BNP, LDH
• EKG dan Echocardiografi
• Kultur mikroorganisme aerob: sputum dan darah bila curiga terjadi
infeksi/pnemonia bacterial
• Kultur jamur sputum dan darah bila curiga terjadi infeksi jamur
• Pemeriksaan BTA dan GeneXpert jika ada kecurigaan TB
• Pemeriksaan HIV bila ada kecurigaan HIV
• Pemeriksaan serologi hepatitis bila ada kecurigaan viral hepatitis
• Pemeriksaan serologi dengue bila ada kecurigaan dengue
• Pemeriksaan serologi salmonella bila ada kecurigaan tifoid

Terapi Secara umum:


• Isolasi pada semua kasus
• Intensive Care (kasus berat dan kritis) : RIK 1
• High Care (kasus sedang dan berat) : RIK 3, RIK 2
• Low Care (kasus ringan) : RIK 4, RIK 5

• Terapi simtomatis :
• Antitusif
• Ekspektoran (Bila batuk berdahak)
- Mukolitik (Bila diperlukan)
• Antipiretik
• Dekongestan
• Bronkodilator (bila terdapat tanda-tanda obstruksi jalan napas perifer)

• Terapi suportif :
• Oksigenasi
• Cairan
• Nutrisi
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

• Multivitamin
• Immunomodulator
• Antikoagulan
• Antioksidan
• Kortikosteroid
• Plasma konvalesen
• Tocilizumab
• Stem Cell

• Pilihan terapi kausal Covid-19, disesuaikan dengan kondisi klinis dan Commented [A4]: Dr. Anang Endaryanto:
Dalam PPK ada yg sifatnya kondisional. Sehingga dapat
ketersediaan obat. mencantumkan kondisional di dalam PPK (sesuai pendapat
• Kasus ringan / mild / poli klinis : oseltamivir 75mg tiap 12 jam per oral ahli)
- Apabila memberikan obat namun tidak tercantum dalam
selama 5 – 7 hari PPK maka termasuk melanggar PPK dan risikonya tidak
• Kasus moderate / severe / critical diberikan pilihan obat sebagai berikut dapat di klaim kan
-Jika obat dicantumkan dalam PPK namun tidak tersedia
(sesuai kondisi klinis dan ketersediaan obat): maka dapat diberikan edukasi thd pasien mengenai
1) Lopinavir/Ritonavir: dosis 400/100 mg tiap 12 jam per oral selama 7- keadaan kondisional.
14 hari (bila dalam 7 hari sudah terjadi konversi PCR cukup diberikan
7 hari, jika belum terjadi konversi PCR dapat dilanjutkan sampai 14
hari)
2) Hydroxychloroquin: dosis 400 mg tiap 12 jam per oral atau
Chloroquin Fosfat: dosis 500 mg tiap 12 jam per oral selama 5 – 10
hari (monitoring EKG dalam batas normal)
3) Oseltamivir 75 mg tiap 12 jam per oral selama 5 – 7 hari (jika anti
viral yang lain merupakan kontraindikasi)
4) Favipiravir (kondisional): hari pertama loading dose 1600 mg tiap 12
jam per-oral, hari berikutnya maintanance dose 600 mg tiap 12 jam
per-oral sampai hari ke-7
5) Remsdesivir (kondisional): hari pertama loading dose 200 mg dalam
500 ml NaCl 0,9% intravena drip 2 jam tiap 24 jam. Hari berikutnya
maintenance dose 100 mg dalam 500 ml NaCl 0,9% intravena drip 1-
2 jam tiap 24 jam diberikan sampai hari ke-5, jika belum terjadi Commented [A5]: Tambahan dari Bu Qibty
konversi PCR maka dapat diberikan sampai hari ke-10.
6) Interferon β-1α (kondisional): dosis 44 µg subcutan tiap 24 jam
diberikan 3 kali seminggu pada hari ke-1, ke-3, dan ke-6. Jika pasien
menggunakan alat oksigen aliran tinggi/ ventilasi non-invasive/
ventilasi mekanis invasive/ ECMO: dosis 10 µg intravena tiap 24 jam
selama 6 hari.
7) Hiperimmune Intravenous Immunoglobulin (kondisional): single dose
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

400 mg/kgBB/hari (maksimum 40 gram/hari) tanpa diencerkan,


diberikan intravena drip 30 menit dengan kecepatan 0,5 mg/kg
BB/menit.

• Apabila ada dugaan infeksi bakteri, dilakukan pemeriksaan kultur dan


diberikan terapi antibiotik empiris sesuai kondisi klinis pasien. Jika ada hasil
kultur maka dilakukan switching terapi antibiotik definitif sesuai hasil
kultur. Pilihan antibiotik sebagai berikut:
1) Golongan Fluoroquinolon :
*Levofloxacin 750 mg tiap 24 jam per-oral/ intravena drip 1 jam selama
5-7 hari atau
*Moxifloxacin 400 mg tiap 24 jam per-oral/ intravena drip 1 jam selama
5-7 hari (jika ada gangguan fungsi ginjal)
2) Golongan Sefalosporin generasi III:
*Cefotaxime 1 gram tiap 8 jam intravena selama 5-7 hari atau
*Ceftriaxone 1 gram tiap 12 jam atau 2 gram tiap 24 jam intravena
selama 5-7 hari
3) Golongan β-Lactam +/- Anti β-lactamase: Cefoperazone-sulbactam 1
gram tiap 8 jam atau 1,5 gram tiap 12 jam intravena selama 5-7 hari
4) Golongan Aminoglikosida :
*Gentamycin 5 mg/kgBB tiap 24 jam intravena atau
*Amikacin 15 mg/KgBB tiap 24 jam intravena drip 1 jam (terapi
definitif)
5) Fosfomisin 2 gram tiap 12 jam intravena drip 1 jam selama 7 hari (terapi
definitif)
6) Meropenem 1gram tiap 8 jam intravena drip 30 menit selama 7 hari
(terapi definitif atau sesuai prosedur antibiotik “reserve”)
7) Vankomisin 500 mg tiap 8 jam intravena drip 1,5-2 jam selama 7 hari
(terapi definitif atau sesuai prosedur antibiotik “reserve”)
8) Golongan Makrolide: Azytromycin 500 mg tiap 24 jam per-
oral/intravena selama 3-5 hari

• Apabila ada kecurigaan infeksi jamur, diberikan anti-fungi sesuai indikasi


kondisi klinis pasien dan dilakukan pemeriksaan kultur jamur. Terapi
diberikan dengan indikasi preventif atau pre-emtif atau definitif dengan Commented [A6]: dr. Qibty:
pilihan: Apabila OTPT baik → Fluconazole
1) Fluconazole: hari pertama loading dose 400 mg tiap 24 jam, Apabila OTPT naik: dipertimbangkan
intravena drip 1 jam, hari berikutnya maintenance dose 200 mg tiap
Prof. Kuntaman:
24 jam intravena drip 1 jam, jika klinis membaik bisa switch ke oral Empiric: Fluconazole
Definitif:
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

dosis 150 mg tiap 24 jam, diberikan sampai hari ke-14 (monitoring


SGOT/SGPT dalam batas normal)
2) Micafungin: 100 mg tiap 24 jam, pemberian intravena drip 1 jam
selama 10-14 hari
3) Voriconazole: loading dose 400 mg tiap 12 jam intravena drip 1- 2
jam, hari berikutnya maintenance dose 200 mg tiap 24 jam
intravena drip 1 jam, selama 10-14 hari (terapi definitive)

• Terapi Oksigen
Prinsip terapi oksigen pada pasien COVID-19 adalah menangani
hipoksemia dan mencegah disfungsi hingga kerusakan organ akibat distres
napas. Oksigen dapat diberikan baik secara invasive maupun non-invasif.
Rekomendasi Surviving Sepsis Campaign pada penderita dengan
COVID 19 meliputi:
1) Penggunaan suplemen oksigen pada penderita dengan SpO2 < 93%
2) Mempertahankan saturasi oksigen 96% dengan atau tanpa suplemen
oksigen
3) HFNC lebih disukai dibanding NIV pada penderita dengan gagal nafas
akut tipe hipoksik
4) Jika tidak tersedia HFNC dan belum ada indikasi kuat untuk intubasi,
maka bisa dicoba NIV dengan monitoring yang ketat tanda perburukan
atau gagal nafas
5) Intubasi dini jika terjadi perburukan kondisi penderita.

o Kanula Nasal
Terapi oksigen seharusnya diberikan segera jika bila : SpO2 ≤ 93%
dengan udara kamar, laju pernafasan > 24 kali / menit, denyut nadi >
120 kali / menit dengan atau tanpa disertai aritmia, terdapat perubahan
status kesadaran (gelisah, somnolen), dan pasien berisiko tinggi
(penyakit jantung koroner, dekompensasi kordis, penyakit paru kronis,
dll)
Maksimal FiO2 yang dapat dicapai dengan kanula nasal ± 40%
Target / evaluasi :
- Saturasi oksigen (SpO2 > 93%)
- Laju pernafasan < 24 x/menit
- Kesadaran baik (alert)
- Analisa gas darah (AGD)
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

- Hemodinamik
Jika ada penurunan SpO2, kenaikan laju pernafasan disertai
peningkatan usaha nafas (retraksi, pernafasan cuping hidung,
diaphoresis), penurunan tingkat kesadaran, gagal nafas tipe 1 atau 2
(evaluasi AGD), gangguan hemodinamik (aritmia, syok,
hipotensi/hipertensi berat, takikardi, aritmia) dipertimbangkan untuk
mengganti jenis terapi oksigen.

o Face Mask (masker oksigen)


Apabila saturasi oksigen dengan kanula nasal tetap < 93%, dan
pasien menunjukkan gejala klinis distress nafas atau SpO2 awal < 85%,
maka pemberian oksigen dengan masker wajah dapat diberikan (5-10
L/menit) sampai 15 L/menit dengan tujuan mengatasi hipoksia sesegera
mungkin. Apabila diberikan aliran oksigen > 10-12 L/menit, sebaiknya
digunakan masker wajah dengan reservoir (partial/non-rebreathing
mask). Fraksi oksigen (FiO2) yang bisa dicapai + 80-90 %. Bila tersedia,
high flow nasal cannula (HFNC) bisa digunakan lebih awal.
Target / evaluasi :
- Saturasi oksigen (SpO2 > 93%)
- Respiratory Rate < 24 x/menit
- Kesadaran baik (alert)
- Analisa gas darah (AGD)
- Hemodinamik
Jika ada penurunan SpO2, kenaikan laju pernafasan disertai
peningkatan usaha nafas (retraksi, pernafasan cuping hidung,
diaphoresis), penurunan tingkat kesadaran, gagal nafas tipe 1 atau 2
(evaluasi AGD), gangguan hemodinamik (aritmia, syok,
hipotensi/hipertensi berat, takikardi, aritmia) pertimbangkan untuk
mengganti jenis terapi oksigen.

• High Flow Nasal Cannula (HFNC)


High-flow nasal cannula (HFNC) dipergunakan untuk menyediakan
oksigen aliran tinggi (s/d 60 – 85 L/menit) melalui lubang hidung (nasal)
pasien dengan konsentrasi yang relatif konstan (21-100%), dengan suhu (31-
37%). Terapi oksigen dengan HFNC lebih dipilih dibanding NPPV pada
penderita COVID-19.
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

o Indikasi HFNC adalah sebagai berikut :


- Tidak ada indikasi untuk intubasi trakeal sesegera mungkin
- Gagal napas tipe I ringan hingga sedang (150 mmHg  rasio P/F <
300 mmHg)
- Distres nafas ringan (RR > 24 kali/menit)
- Tidak ada perbaikan klinis dengan terapi oksigen konvensional atau
noninvasive positive pressure ventilation (NIPPV) atau ada
kontraindikasi NIPPV; sebagai terapi oksigen antara setelah lepas
ventilator atau ekstubasi
- Intoleransi terhadap terapi oksigen tradisional atau NIPPV atau
dengan kontraindikasi
- Membantu ventilator weaning dan ekstubasi

Terapi oksigen konvensional dan HFNC dapat dikombinasi dengan


posisi tengkurap (awake prone position) untuk memberikan efek terapi
lebih baik dan mencegah penggunaan ventilasi mekanik invasif
(P/F ratio : partial arterial oxygen pressure/fractional inspired oxygen
concentration ratio).

o Kontraindikasi
- Gagal napas berat
- Gangguan ventilasi (pH <7.30)
- Napas paradoksikal
- Proteksi saluran napas yang buruk
- Risiko tinggi aspirasi
- Hemodinamik tidak stabil, membutuhkan obat vasoaktif
- Tidak dapat menggunakan HFNC akibat pembedahan wajah atau
saluran napas atas
- Lubang hidung terbuntu total/berat
- Intoleransi HFNC

o Aplikasi
- Atur flow awal 35-45 L/menit di awal, dan titrasi konsentrasi
oksigen secara perlahan hingga SPO2 >93%. Kombinasikan dengan
pemeriksaan analisis gas darah untuk menentukan perubahan aliran
dan konsentrasi oksigen
- Lakukan pemberian HFNC selama 1 jam, kemudian lakukan
evaluasi. Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

ventilasi aman (indeks ROX >4.88 pada jam ke-2, 6, dan 12, hal ini
menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif,
sementara ROX <3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan
intubasi).
- Nilai ROX (ROX index) dapat dihitung menggunakan Rasio S/F
dibandingkan dengan jumlah napas per menit dalam periode
tertentu. Rumus → (SpO2:FiO2) / RR
- Evaluasi RR, SpO2, pernapasan paradoksikal maupun kondisi klinis
pasien secara berkala.
- Kombinasi HFNC dan Prone position dapat dilakukan untuk
memperbaiki oksigenasi pasien dengan pengawasan.

• Non-invasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV) atau Non-Invasive


Ventilation (NIV)
Pemberian ventilasi menggunakan metode NIV perlu menggunakan
masker wajah ketat tanpa dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi
sehingga dapat menghilangkan risiko dan komplikasi akibat tindakan
tersebut. Beberapa mode ventilator NIV meliputi continuous positive airway
pressure (CPAP), bilevel positive airway pressure (BIPAP) dan pressure
support ventilation (PSV).
Kandidat pasien yang memenuhi kriteria NIV adalah :
- Penderita COVID-19 dengan acute hipoxemia jika tidak tersedia atau ada
kontraindikasi HFNC
- Distres nafas / gagal nafas yang ditandai dengan takipnea (laju nafas >
30 kali/menit) dan/atau P/F ratio < 200 atau PaCO2 > 45 mmHg
- Tidak terdapat gangguan hemodinamik berat
- Tingkat kesadaran baik dan koperatif
- Refleks proteksi jalan nafas bagus dan tidak ada sumbatan jalan nafas
- Tidak ada anomali wajah yang berpotensi menyulitkan pemasangan
masker
- Tidak ada gejala saluran cerna seperti muntah, hematemesis dan distensi
abdominal.

o Ventilasi Mekanik Invasif (intubasi endotrakeal atau


trakeostomi)
Indikasi intubasi-ventilasi mekanik invasif:
- Henti jantung / apnea / respiratory arrest
- Gangguan patensi jalan nafas
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

- Terjadi kegagalan n terapi oksigen konvensional atau HFNC atau


NIV:
a. Kontraindikasi penggunaan NIV
b. Takipnea dengan pernafasan diatas 30x/menit, fatigue pada
otot otot bantu pernafasan
c. Penurunan kesadaran (agitasi atau koma)
d. Hemodinamik tidak stabil (aritmia, takikardia/bradikardia,
hipotensi/hipertensi berat)
e. Hipoksemia, Asidosis, Hiperkarbia tidak membaik dengan
terapi sebelumnya.

• ECMO (Extracorporeal Membrane Oxygenation)


ECMO / Extracorporeal Membrane Oxygenation adalah sirkulasi
ekstrakorporeal dimana darah dikeluarkan dari tubuh oleh pompa kemudian
dialirkan ke alat diluar tubuh untuk dilakukan oksigenasi / ventilasi dan
dikembalikan lagi ke sirkulasi tubuh. Dibagi menjadi VenoArterial ecmo
(V-A) dan VenoVeno ecmo (V-V Ecmo)
o Indikasi Ecmo untuk support jantung (V-A ECMO)
- Cardiogenic Shock (sindroma koroner akut, cardiac aritmia,
penurunan fungsi cardiac berat, myocarditis, emboli paru, cardiac
trauma, cardiomyopathy, dll)
- Pasca operasi bedah jantung (gagal lepas cardiopulmonary bypass)
- Bridge to transplant dan Pasca transplantasi jantung
- Cardiopulmonary life support

o Indikasi ECMO untuk support respirasi (V-Aecmo / V-V ecmo)


- Acute respiratory distress syndrome (severe bacterial/viral pnemonia,
aspirasi, alveolar proteonosis)
- Mengistirahatkan fungsi paru (obstruksi jalan nafas, kontusio paru,
trauma inhalasi)
- Bridge to lung transplant dan periopertif transplantasi paru
- Status asmatikus, perdarahan paru, dll

o Kontraindikasi
• Absolut:
- Kerusakan jantung yang ireversibel dan bukan kandidat
transplantasi
- Keganasan yang menyebar
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

- Trauma kepala berat


- Unwitness cardiac arrest & prolonged CPR tanpa perfusi jaringan
yang adekuat
- Severe aortic regurgitasi dan diseksi aorta yang belum dioperasi
- Disfungsi organ kronis yang berat
- Penyakit pembuluh darah perifer (VA-ecmo)
- Gagal jantung dan hipertensi pulmonal berat (VV-ecmo)
- Lain- lain: limitasi finansial dan sosial

• Relatif :
- Kontraindikasi terhdap antikoagulan
- Umur tua
- Obesitas

• Komplikasi :
- Hipertensi dan CVA
- Aritmia
- Gagal ginjal dan gangguan fungsi hati
- Clot dan trombus
- Perdarahan
- Sepsis
- Gangguan metabolik, imbalans elektrolit, dan gula darah
- Kerusakan pembuluh darah (diseksi, pseudoaneurysma)

• Indikasi khusus pada COVID-19 dengan yang hipoksemia dan/atau


hiperkarbia refrakter
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

• NO (Nitrogen Monoksida)
Nitrogen monoksida adalah senyawa gas NO yang diberikan inhalasi,
berfungsi sebagai molekul sinyal intraselular dengan tujuan memperbaiki
derajat hipoksemia pada ARDS dengan cara meningkatkan aliran darah,
memperbaiki aliran trombosis dan menurunkan ventilasi perfusi mismatch
paru.
o Indikasi NO
• Pengobatan hipertensi pulmonal persistent pada bayi baru lahir
(PPHN)
• Hipertensi pulmonal yang sulit diterapi dengan terapi konvensional
atau hipertensi pulmonal yang memiliki reaktivitas tinggi.
• Acute Respiratory Distress Syndrome atau edema paru non
kardiogenik
• Gangguan paru akibat ventilation perfusion mismatch

o Mekanisme kerja NO
• Menyebabkan relaksasi otot pembuluh darah pulmonal sehingga
menyebabkan aliran darah pulmonal lebih lancar.
• Menurunkan tahanan sistemik pembuluh darah paru.

o Efek samping NO
• Toksisitas methemoglobunemia
• Penurunan tekanan darah
• Peningkatan gas NO2 yang merupakan iritan kuat
• Prekusor oksidan sitotoksik yang dapat mengganggu fungsi surfaktan

o Dosis NO
• Dosis awal NO pada kasus COVID dengan hipertensi pulmonal adalah
40-60 ppm selanjutnya dapat diturunkan pada tiap 8 jam dengan
mempertimbangkan penurunan derajat hipertensi pulmonal.
• Dosis awal pada ARDS adalah 20 ppm. Apabila P/F > 200 maka iNO
dapat diturunkan bertahap 5 ppm setiap 1-2 jam s/d 5 ppm. Setelah itu,
diturunkan 1 ppm setiap 1-2 jam apabila P/F ratio tidak mengalami
penurunan.

• Terapi cairan
Tujuan terapi cairan pada kasus COVID-19 adalah untuk resusitasi
apabila terjadi defisit intravaskuler (karena dehidrasi, syok septik,
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

perdarahan) dan/atau untuk mempertahankan kecukupan cairan tubuh


(cairan rumatan). Dalam merawat pasien COVID-19 yang berat-kritis,
keseimbangan cairan harus sangat diperhatikan, oleh sebab itu pencatatan
cairan masuk dan keluar harus dilakukan secara teliti.
• Cairan Resusitasi
Cairan resusitasi pada COVID-19 menggunakan larutan kristaloid, lebih
dianjurkan balanced solution untuk menghindari gangguan asam basa
tubuh, seperti ringerfundin, ringer laktat, ringer asetat. Penggunaan NaCl
0,9 % dalam jumlah besar (> 2000 ml) sebaiknya dihindari demikian juga
koloid sintetik seperti yang berasal dari bahan kanji dan gelatin. Apabila
ada indikasi kuat untuk koloid, maka dapat digunakan larutan albumin 4-
5%.
Prinsip resusitasi cairan pada penderita COVID-19:
1. Harus mempertimbangkan fluid responsiveness (parameter dinamik
lebih direkomendasi dibandingkan dengan parameter statis pada
pasien kritis)
• Parameter dinamis : perfusi dan suhu ekstremitas, capillary refill
time passive leg raising test, klirens serum laktat dan analisa gas
darah, atau parameter SVV, PVV, kolapsibilitas vena cava inferior,
menggunakan panduan echocardiografi
• Parameter statis : ventral venous pressure (cvp), mean arterial
pressure (tekanan darah)
2. Menggunakan strategi konservatif dibandingkan liberal untuk
menghindari kelebihan cairan (fluid overload)
3. Menggunakan kristaloid (balanced solution) dibanding koloid untuk
resusitasi awal
4. Hindari penggunaan hydroxyethyl starches, dextrans dan gelatin.
5. Apabila ada indikasi pemberian koloid, maka dapat digunakan larutan
albumin 4-5%.
6. Hindari penggunaan albumin secara rutin

• Cairan Rumatan
Cairan rumatan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan output.
Pemilihan cairan rumatan harus mempertimbangkan jumlah volume,
kadar elektrolit, kandungan kalori baik kalori non protein (karbohidrat
dan lemak) maupun protein.
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

• Nutrisi
a. Asesmen status nutrisi (BMI, Hb, Albumin)
b. Asesmen komorbiditas (DM, obesitas, Hipertensi, PJK, CKD, Usia
lanjut)
c. Nutrisi untuk pasien yang bisa makan:
• Energy:
• Mulai dari 15-20 kcal/kgBB/hari kemudian dinaikkan sampai 25-
30 kcal/kgBB/hari
• 27 kcal/kgBB/hari untuk usia lanjut dengan polimorbid
• 30 kcal/kgBB/hari untuk polimorbid dengan malnutrisi berat,
yang dicapai dengan bertahap sesuai toleransi pasien
• Protein:
• 1 g/kgBB/hari untuk lanjut usia
• 1,2-2.0 g/kgBB/hari untuk polimorbid. Untuk CKD disesuaikan
• Fat dan Carbohydrate (CHO):
• Fat : CHO ratio 30:70 (untuk pasien yang tidak ada distress nafas)
d. Nutrisi enteral via NGT untuk yang tidak bisa makan atau yang intubasi
• Energy : target 30 kcal/kgBB/hari secara bertahap, dimulai pada hari
1 dengan 15 kcal/kgBB/hari
• Protein :
• Protein 1-2 g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal disesuaikan
• BCAA 50% untuk menghindari muscle loss
• Protein tdak dihitung sebagai sumber kalori
• Fat dan CHO:
• CHO 2g/kgBB/hari, dan tidak lebih dari 150 g/hari. Pada Diabetes
disesuaikan
• Lipid 0.5 g/kg/hari
• Fat : CHO ratio 50:50 untuk yang distress nafas dan on ventilator
e. Monitoring:
• Intoleransi terhadap enteral feeding, diare
• Gastric residual volume (GRV) tidak rutin di monitor untuk
mengurangi risiko transmisi penularan ke Nakes
• BAB (passage of stool) dan gas
• Kecukupan kalori dan protein
• Kecukupan dan keseimbangan cairan
• Lab: DL, Ca, Na, K, P, transferrin, albumin

• Multivitamin
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

Pemberian multivitamin sesuai kondisi klinis pasien, dengan pilihan sebagai


berikut:
• Vitamin C: dosis 1000 mg tiap 24 jam intravena selama 5 hari,
dilanjutkan dosis 500 mg tiap 24 jam per oral selama 10 hari.
• Vitamin D high dose (Cholecalciferol): dosis 1000 iu - 5000 iu tiap 24
jam per-oral selama 10-14 hari (tidak lebih dari 2 minggu)
• Vitamin B komplek + Niacin: dosis 1 tablet tiap 24 jam per-oral selama
10-14 hari.
• Zink: dosis 20 mg tiap 24 jam per-oral selama 10 hari.

• Imunostimulan
Methisoprinol: dosis 500 mg tiap 8 jam per-oral selama 5 hari.
Methisoprinol memiliki sifat double fungsi sebagai antiviral dan
imunodulator. Pemberian di sini lebih mengutamakan fungsinya sebagai
immunodulator.

• Antikoagulan
• Pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain: klasifikasi klinik
derajat berat penyakit COVID-19, resiko tromboemboli, resiko
perdarahan, penyakit penyerta.
• Semua pasien COVID-19 rawat inap direkomendasikan profilaksis
antikoagulan jika stidak ada kontraindikasi (trombosit < 25x 109/L).
Pasien COVID-19 ringan – moderat yang rawat inap, direkomendasikan
pengkajian risiko VTE menggunakan skor PADUA atau IMPROVE 2.0
• Penilaian harus bersifat dinamis terhadap risiko VTE dan/atau
perdarahan dalam hal penyakit penyerta, komorbid, obat-obat yang
dikonsumsi serta tindakan/prosedur invasif untuk menyesuaikan
strategi tromboprofilaksis.
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

Seluruh Pasien
COVID-19
Rawat Inap Low risk thromboemboli?
High risk Thromboemboli?
Sesak,
Respiratory Rate > 24
O2 saturasi < 90% D-Dimer >3 mcg/mL D-Dimer level <0.05 D-Dimer 0.5-3
C-Reactive Protein meningkat atau > 3000 ng/ml mcg/mL FEU** atau < mcg/mL FEU atau
Rising D-Dimer meningkat FEU** 500 ng/ml 500-3000 ng/ml
Elevated Fibrinogen meningkat

Enoxaparin Enoxaparin Enoxaparin 40


1mg/kg BID *** 40 mg per hari mg BID ***

Intensive Care Unit ?

TIDAK:
Posititf Terapi antikoagulasi
YA: Enoxaprin 1
diteruskan
Heparin drip mg/kg BID*** OR
Parenteral (PE) Heparin drip per PE
(active prothromboplastin protocol (aPTT target 60-
time [aPTT] target 60-85 85)
Mencari site Negatif De-ekskalasi
thromboemboli Enoxaparin 40 mg
(POCUS) point of BID***
care USG

**FEU = fibrinogen equivalent unit


*** dosis penyesuaian untuk gangguan fungsi ginjal
Untuk semua pasien COVID-19 derajat ringan-moderat yang rawat jalan,
direkomedasikan penentuan risiko VTE menggunakan penilaian risiko
tromboemboli yang sama seperti diatas.

Obat Profilaksis Terapi VTE GR Ref


Heparin Dosis rendah 10.000 IA
U/24 jam
Target 50 APTT
dan/atau INR
Enoxaparin 4000 IU/24 jam S.C 1 mg/kgBB/12 jam S.C IA 1-8
Pada IMT > 40 kg/m2: atau
4000 IU/12 jam S.C 1.5 mg/kgBB/24 jam S.C
86 IU/kgBB/12 jam S.C
Fondaparinux 2.5 mg/24 jam S.C BB 50-100 kg: 7.5 mg/24 jam IB 1-8
BB >100 kg: 10 mg/24 jam S.C
UFH 5000 IU/12 jam S.C 80 IU/kgBB bolus dilanjutkan IB 1-8
atau 18 IU/kgBB/jam I.V kontinyu
Pada obesitas: dengan normogram
5000 IU/8 jam S.C
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat (klirens kreatinin < 30 ml/menit)
dapat diberikan injeksi UFH subkutan 5000 iu per 12 jam
1. Semua penderita yang dirawat dengan Covid Confirmed derajat moderate-
severe, maka penderita tersebut diberikan antikoagulan sesuai dengan resiko
kemungkinan resiko thromboemboli.
2. Penderita dengan resiko perdarahan tinggi, perlu didiskusikan antara
manfaat dan kerugian antikoagulan. Termasu pada mereka dengan
Thrombocyte < 50.0000, INR > 2.
3. Apabila resiko thromboemoli ringan, maka pasien dibagi menjadi :
a. D-Dimer > 3 mcg/mL, maka rekomendasi diberikan enoxaparin 1 mg/kg
SC 2x1
b. < 0.5, Enoxaparin 40 mg Sc 1x1
c. 0.5-3, Enoxaparin 40 mg Sc 2x1
4. Apabila Resiko Thromboemboli tinggi, dengan kriteria:
Sesak nafas, RR > 24, O2 saturasi perifer < 90%
a. Peningkatan CRP, DDImer dan Fibrinogen
b. Maka Rekomendasi antikoagulan
• Bila di ICU : Heparin dengan target aPTT 60-85
• Bila di HCU/Rawat inap : Enoxarin 1 mg/kg 2x1 SC, atau Heparin
Drip dengan target aPTT 60-85
TEG dilakukan pada kasus berat atau bila penggunaan heparin dosis
maksimal tidak mencapai target aPTT 60-85, anti platelete diberikan sesuai
dengan petunjuk dari pemeriksaan TEG
5. Apabila dilakukan evaluasi atau dicurigai ada masalah emboli dan atau
thrombosis ( vena/arteri )
a. Pemberian antikoagulan dosis terapi ( Enoxaparin 1mg/kg BID, atau
heparin aPTT 60-85 ) dapat dilanjutkan
b. Apabila tidak dijumpai atau tidak terbukti ada proses emboli dan atau
thrombosis, maka dosis terapeutik antikoagulan bisa diturunkan
(Enoxaparin 2x 40 mg )

• Antioksidan
• Glutation high dose mulai diberikan pada fase awal pneumonia, yaitu: Commented [A7]: Bu Qibti:
Penggunaan sudah cukup banyak. Diutamakan selama ada
tampak infiltrate bilateral paru kanan kiri, CRP tinggi, pada pasien berat indikasi.
dan atau kritis Ketersediaan sudah mencukupi (tidak sulit)
• Sediaan Obat:
N-Acetyl Cysteine (NAC) dosis tinggi 5 gram dalam 500 ml NaCl 0,9%
atau Dextrose 5% intravena drip 4 jam, diberikan tiap 24 jam selama 3
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

hari. Pada hari ke-4 dilanjutkan maintenance dose 600 mg tiap 8-12 jam
per oral/ intravena drip 2 jam dalam 100 ml NaCl 0,9% atau Dextrose
5%. Lama pemberian sampai ada perbaikan klinis, perbaikan gambaran
foto thorax, penurunan CRP (<10 mg/L) dan atau gambaran perbaikan
hiperinflamasi.

• Kortikosteroid
• Hanya diberikan pada pasien yang membutuhkan suplementasi oksigen
• Indikasi:
a. Pasien confirmed atau probable
b. Sudah memerlukan terapi oksigen
• Pemantauan ketat gula darah acak
• Sediaan obat:
Dexamethasone: dosis 6 mg intravena atau per-oral tiap 24 jam selama
10 hari

• Plasma konvalesen
• Pemberian terapi plasma konvalesen masih merupakan uji klinis yang
terikat dengan aturan dalam suatu penelitian. Ada kriteria yang ketat baik
untuk donor plasma konvalesen maupun penerima (resipien).

• Tidak semua penderita COVID-19 diberikan plasma konvalesen dan


begitupun tidak semua orang yang sembuh dari covid-19 dapat menjadi
donor plasma konvalesen (kondisional).

• Kriteria resipien (pasien penerima) plasma konvalesen:


1. Dinyatakan positif COVID-19 melalui pemeriksaan PCR dari apusan
naso-orofaring.
2. Mengalami derajat sedang-berat atau kritis sesuai hasil pemeriksaan
(SOFA skor 4-10).
3. Pemberian terapi plasma harus memperhitungkan manfaat dan efek
samping.

• Kriteria inklusi donor plasma konvalesen:


1. Kandidat donor berusia 17 - 60 tahun;
2. Dinyatakan sebagai pasien sembuh dari COVID-19 setelah masa
perawatan di rumah sakit yang dikonfirmasi dari hasil negatif selama
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

dua kali berturut-turut pada pemeriksaan PCR dari apusan naso-


orofaring;
3. Tidak menunjukkan gejala COVID-19 atau mengalami periode bebas
gejala selama minimal 14 hari sebelum donasi plasma
4. Pasien rawat jalan dan isolasi mandiri yang dinyatakan negatif pada
hasil PCR ulang apusan naso-orofaring 24 jam menjelang donasi
plasma
5. Tidak memiliki komorbiditas lain: Diabetes Mellitus, Hipertensi
dengan kerusakan target organ (stroke, penyakit jantung koroner,
penyakit ginjal), CKD, dan akses vaskuler yang sulit
6. Dinyatakan negatif atau bebas dari Infeksi Menular Lewat Transfusi
Darah (IMLTD) yakni HBV, HCV, HIV, Sifilis
7. Memiliki golongan darah ABO dan rhesus yang sesuai dengan
kandidat resipien plasma
8. Titer antibodi serum spesifik SARS-CoV-2 lebih dari 1:320
berdasarkan pemeriksaan rapid test

• Tata cara pemberian TPK


1. Dosis: 200 mL dalam 3-4 jam diulang dalam 24 jam selama 2 hari atau
pada hari ke 3
2. Saat pemberian TPK harus diobservasi ketat tanda-tanda
hipersensitivitas. Bila terjadi reaksi, maka harus segera dihentikan,
dicatat dalam rekam medis, kemudian diganti seluruh line infus
dengan yang baru. Segera lakukan langkah resusitasi bila terjadi reaksi
anafilaksis berat (edema laring berat atau syok anafilaksis)
3. Observasi transfusion associated circulatory overload (TACO) dan
transfusion related acute lung injury (TRALI)
• Banyak parameter laboratorium yang diperiksakan dalam pemantauan
pasien, setiap hari harus dilakukan. Pemeriksaan PCR juga dilakukan
beberapa kali baik sebelum diberikan plasma, setelah pemberian juga
dilakukan sesuai hari pemantauan.

• Tocilizumab
• Pemberian tocilizumab dipertimbangkan apabila ada tanda-tanda
perburukan klinis terkait hiperinflamasi seperti dyspnea, takipnea,
demam, penurunan saturasi oksigen (SpO2 atau PaO2), peningkatan
kebutuhan suplemen oksigan, dan penambahan infiltrat > 50% dari total
paru pada foto polos dada, disertai dengan peningkatan kadar IL-6 secara
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

bermakna (> 80 pg/dL) dan/atau 2 dari 3 tanda-tanda berikut yaitu:


1. CRP tinggi (5 kali nilai baseline) atau > 100 dicari nilai satuannya ?
2. Ferritin tinggi (> 1000)
3. D-dimer > 1000

• Kontra indikasi pemberian tocilizumab meliputi:


1. Ada dugaan atau terkonfirmasi infeksi bakterial/ fungal
2. Trombosit <100.000/mm3
3. Neutrofil <2000/mm3
4. SGOT/ SGPT lebih dari 5 kali batas nilai maksimal (40 U/L untuk
SGOT dan 50 U/L untuk SGPT)
5. HBSAg reaktif

• Sediaan Obat:
Tocilizumab: single dose 400 mg dalam 100 ml NaCl 0,9% intravena
drip 1 jam. Pemberian dapat diulang dosis yang sama dengan interval
pemberian 12 jam sesuai kondisi klinis pasien (dosis maksimum 800 mg/
hari)
• Pemberian obat dipertimbangkan sesuai dengan ketersediaan obat di
rumah sakit.

Monitoring dan • Monitoring pemeriksaan swab pasien


Evaluasi
Hari ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 …..
(sesuai klinis)
x X X X

Keterangan :
- Pengambilan swab pada pasien baru dilakukan pada hari pertama apabila
pasien sudah membawa hasil swab. Pengulangan swab pada pasien baru
hanya dilakukan bila kondisi klinis tidak sesuai dengan hasil swab yang
ada
- Bila swab ke-1 negatif maka perlu dilakukan swab ke-2 dalam waktu 24
jam kemudian
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

- Bila terjadi perbaikan klinis, maka untuk follow-up pasien dengan gejala
berat/kritis, dilakukan pengambilan swab 1 kali yaitu pada hari ke-7 untuk
menilai kesembuhan. Namun apabila tidak terjadi perbaikan klinis
maka dilakukan swab ulang setiap 7 - 10 hari sampai klinis membaik.

• Serial foto toraks 3-5 hari tergantung kondisi klinis.


• Serial DL setiap 3-5 hari tergantung kondisi klinis.
• Serial kimia darah (termasuk albumin, serum elektrolit, gula darah) tiap 3-5
hari
• CRP hari ke-1, ke-5 dan ke-10 (kecuali ada indikasi klinis) diperlukan
pemeriksaan ulang
• PCT dilakukan apabila ada dugaan infeksi bakterial dan dievaluasi pada hari
ke-5 atau ada dugaan terjadinya re-infeksi bakterial
• Serial D-dimer dan ferritin setiap 3-5 hari atau ada indikasi klinis
• Pemeriksaan LDH atas indikasi klinis
• Serial Pemeriksaan blood gas sesuai indikasi klinis
• Indikasi pemeriksaan faal hemostasis setiap 5 hari atas indikasi klinis
• Pemeriksaan kadar laktat darah dilakukan sesuai dengan indikasi klinis

Terapi Renal Replacement


Stem Cell

• Selesai Isolasi
Kriteria pasien konfirmasi yang dinyatakan selesai isolasi, sebagai berikut:
a) Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
Pasien konfirmasi asimptomatik tidak dilakukan pemeriksaan follow up
RT-PCR. Dinyatakan selesai isolasi apabila sudah menjalani isolasi
mandiri selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis
konfirmasi.
b) Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang
Pasien konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang dinyatakan
selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan
ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam
dan gangguan pernapasan atau PCR negatif 2 kali atau positif dengan
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

ct value menunjukkan nilai >35.


c) Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah sakit
Pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis dinyatakan selesai isolasi
harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan ditambah minimal 3
hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan
pernapasan atau PCR negatif 1 kali atau positif dengan ct value
menunjukkan nilai >35.

• Sembuh
- Pasien konfirmasi tanpa gejala, gejala ringan, gejala sedang, dan gejala
berat/kritis dinyatakan sembuh apabila telah memenuhi kriteria selesai
isolasi dan dikeluarkan surat pernyataan selesai pemantauan.
- Pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis dimungkinkan memiliki
hasil pemeriksaan follow up RT-PCR persisten positif, karena
pemeriksaan RT-PCR masih dapat mendeteksi bagian tubuh virus
COVID-19 walaupun virus sudah tidak aktif lagi (tidak menularkan lagi).
Terhadap pasien tersebut, maka penentuan sembuh berdasarkan hasil
assessmen yang dilakukan oleh DPJP.
- Pasien dengan gejala berat/kritis dinyatakan sembuh jika telah melewati
10 hari sejak onset, dan plus 3 hari tanpa gejala klinis.

• Alih Rawat Non Isolasi


- Proses alih rawat ke ruangan non isolasi diperuntukkan untuk pasien yang
sudah memenuhi kriteria selesai isolasi tetapi masih memerlukan
perawatan lanjutan untuk kondisi tertentu yang terkait dengan komorbid,
co-insiden, dan komplikasi. Proses alih rawat diputuskan berdasarkan
hasil assessmen klinis yang dilakukan oleh DPJP sesuai standar
pelayanan dan/atau standar prosedur operasional. Pasien tersebut sudah
dinyatakan sembuh dari COVID19.
- Apabila setelah dalam perawatan di ruang non isolasi menunjukkan
perburukan klinis ke arah gejala covid-19, maka dapat dilakukan
pemeriksaan swab ulang.

• Pasien di luar kriteria diatas diputuskan oleh Tim PINERE

Edukasi • Pencegahan Level Individu


• Mencuci tangan
• Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang belum
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

dicuci
• Jangan berjabat tangan
• Hindari interaksi fisik dekat dengan orang yang memiliki gejala sakit
• Tutupi mulut saat batuk dan bersin dengan lengan atas bagian dalam atau
dengan tisu lalu langsung buang tisu ke tempat sampah dan segera cuci
tangan
• Segera mengganti baju/mandi sesampainya di rumah setelah berpergian
• Bersihkan dan berikan desinfektan secara berkala pada benda- benda
yang sering disentuh dan pada permukaan rumah dan perabot (meja,
kursi, dan lain- lain), gagang pintu, dan lain-lain.

• Peningkatan Imunitas Diri dan Mengendalikan Komorbid


• Konsumsi gizi seimbang
• Aktifitas fisik/senamringan
• Istirahatcukup
• Suplemenvitamin
• Tidakmerokok

• Mengendalikan komorbid (misal diabetes mellitus, hipertensi, kanker).

• Pembatasan Interaksi Fisik dan Pembatasan Sosial (Physical


Contact/Physical Distancing dan Social Distancing)
• Dilarang berdekatan atau kontak fisik dengan orang mengatur jarak
minimal 1 meter, tidak bersalaman, tidak berpelukan danberciuman.
• Hindari penggunaan transportasi publik (seperti kereta, bus, dan angkot)
yang tidak perlu, sebisa mungkin hindari jam sibuk ketika berpergian.
• Bekerja dari rumah (Work from Home), jika memungkinkan dan kantor
memberlakukanini.
• Dilarang berkumpul massal di kerumunan dan fasilitasumum.
• Hindari bepergian ke luar kota/luar negeri termasuk ke tempat-
tempatwisata.
• Hindari berkumpul teman dan keluarga, termasuk
berkunjung/bersilaturahmi tatap muka dan menunda kegiatan bersama.
Hubungi mereka dengan telepon, internet, danmediasosial.
• Gunakan telepon atau layanan online untuk menghubungi dokter atau
fasilitaslainnya.
• Jika anda sakit, dilarang mengunjungi orang tua/lanjut usia. Jika anda
tinggal satu rumah dengan mereka, maka hindari interaksi langsung
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

dengan mereka.
• Untuk sementara waktu, anak sebaiknya bermain sendiri dirumah.
• Untuk sementara waktu, dapat melaksanakan ibadah dirumah.

• Menerapkan Etika Batuk dan Bersin


• Jika terpaksa harus bepergian, saat batuk dan bersin gunakan tisu lalu
langsung buang tisu ke tempat sampah dan segera cucitangan.
• Jika tidak ada tisu, saat batuk dan bersin tutupi dengan lengan atas bagian
dalam.

- Untuk pasien yang masih positif kontrol ke poli covid minimal 7 hari sejak
pasien pulang untuk dilakukan swab ulang dan pemberian terapi supportif
sesuai dengan indikasi
- Untuk pasien yang sudah negatif kontrol ke poli paru 7 hari sejak pasien
pulang
- Khusus pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang sudah
Kriteria Kontrol
dipulangkan tetap melakukan isolasi mandiri minimal 7 hari dalam rangka
pemulihan dan, dan secara konsisten menerapkan protokol kesehatan.
- Dalam kurun waktu tersebut sewaktu-waktu apabila ada gejala Covid dapat
menghubungi petugas kesehatan.
Catatan: Setiap pasien yang dipulangkan, DPJP harus melapor kepada Dinas
Kesehatan Kota masing-masing.

Komplikasi 1. Pneumonia berat


2. Sepsis
3. Syok sepsis
4. Gagal napas
5. Multi Organ Dysfunction Syndrome (MODS)

Prognosis Pada kasus yang sudah terkonfirmasi disertai (lihat data cut off di
Indonesia/dunia)
• Gejala ringan : sembuh 100%
• Gejala klinis sedang
• Gejala kritis mortalitasnya > 50%

Tingkat II
Evidence
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

Tingkat B
Rekomendasi

Penelaah Kritis Dr. Soedarsono, dr., SpP(K)


Helmia Hasan, dr., SpP(K), M.Pd.Ked.
Dr. Resti Yudhawati, dr., Sp.P(K)
Tutik Kusmiati, dr., SpP(K)
Arief Bakhtiar, dr., SpP(K)
Anna Febriani, dr., SpP(K)
Ariani Permatasari, dr.,SpP (K)
Irmi Syafa’ah, dr., Sp.P (K)
Dwi Wahyu Indrawanto, dr., Sp.P
Bambang Pujo Semedi, dr., Sp.An-KIC
Kun Arifin Abbas, dr., Sp.An
Dr. Soebagijo Adi Soelistijo, dr., Sp.PD-KEMD, FINASIM
Prof. Dr. Agung Pranoto, dr., MSc., Sp.PD-KEMD
Prof. Dr. Usman Hadi, dr., PhD., Sp.PD-KPTI
Moch. Vitanata Arfijanto, dr., Sp.PD-KPTI
Prof. Dr. Ami Ashariati, dr., Sp.PD-KHOM
S. Ugroseno, dr., Sp.PD-KHOM
Bramantono, dr., Sp.PD-KPTI
Aditiawardana, dr., Sp.PD
Widodo, dr., Sp.PD
Nunuk Mardiana, dr., Sp.PD-KGH
Dana Pramudya, dr., Sp.PD
Artaria Tjempakasari, dr., Sp.PD
Brian Eka Rachman, dr., Sp.PD
Agus Subagjo, dr., SpJP(K)FIHA
Ernawati, dr., SpOG
Arda Pratama Putra Chafid, dr., SpA
Azimatul Karimah, dr., Sp.KJ
Utari Dyah Kusumawardhani, dr., Sp.KJ
Mariyatul Qibtiyah, S.Si., Apt., Sp.FRS
Rehab Medik
Forensik
Neneng Dwi Kurniati, dr., Sp.MK
Yetti Hernaningsih, dr., Sp.PK
Radiologi
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

Indikator Medis Angka morbiditas, angka mortalitas, ALOS

Barazzoni R, et al. Clinical Nutrition , Nutrition Therapy in the Patient with


COVID-19 Disease Requiring ICU Care. Aspen-SCCM Recommendation,
March 2020 https://doi.org/10.1016/j.clnu.2020.03.022
Bartlett RH, Ogino MT, Brodie D, etall. Initial ELSO Guidance Document :
ECMO for COVID-19 patients with severe Cardiopulmonary failure.
ASAIO Journal 2020; 472-4
Beran, J., Salapova, E., and Spajdel, M. 2016. Inosine pranobex is safe and
effective for the treatment of subjects with confirmed acute respiratory
viral infections: analysis and subgroup analysis from a phase 4,
randomized, placebo-controlled, double-blind study. BMC Infect. Dis.
16:648. doi: 10.1186/s12879-016-1965-5
Boretti A, Banik BK/ Intravenous vitamin C for reduction of cytokine storm in
acute respiratory distress syndrome. Pharma Nutrition. 2020;12:100190
Caccialanza R. et al. Nutrition 2020;74:1-5 doi:10.1016/j.nut.2020.110835
Cao et al., 2020. A Trial of Lopinavir–Ritonavir in Adults Hospitalized with
Severe Covid-19. NEJM.org. DOI: 10.1056/NEJMoa2001282
Cohen J. Chinese researchers reveal draft genome of virus implicated in Wuhan
pneumonia outbreak. [Homepage on The Interne] cited Jan 15th 2020.
Kepustakaan
Available on:
https://www.sciencemag.org/news/2020/01/chineseresearchersrevealdraft
-genome-virus-implicated-wuhan-pneumoniaoutbreak(Jan11st2020).
Eur Heart J Cardiovasc Pharmacother. 2020 Jul 1;6(4):260-261
Gao et al., 2020. Discovering drugs to treat coronavirus disease 2019 (COVID-
19). Drug Discoveries & Therapeutics. 14(1):58-60.
Harnandez G, Bellomo R, Bakker J. The ten pitfalls of lactat clearence in sepsis.
Intensive Care Med 2019; 45:82-85.
Jesenak M, Brndiarova M, Urbancikova I, et al., 2020. Immune Parameters and
COVID-19 Infection – Associations With Clinical Severity and Disease
Prognosis. Frontiers in Cellular and Infection Microbiology. Volume 10 |
Article 364
Jayawardena R, Sooriyaarachchi P, Chourdakis M, Jeewandara C, Ranasinghe
P. Enhancing immunity in viral infection, with special emphasis on
COVID-19: A review. Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical research
& Review. 2020;14:367-382.
Karacaglar E, Atar I, Altin C, Yetis B, Cakmak A, Bayraktar N et al. The effects
of niacin on inflammation in patients with non-ST elevated acute coronary
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

syndrome. Acta Cardial Sin 2015;31:120-126


KEMENKES. 2020. Pedoman pencegahan dan pengendalian coronavirus dis
ease (covid-19) revisi ke-4
Kumar R, Gupta N , Kodan P, et al., 2020. Battling COVID-19: using old
weapons for a new enemy. Tropical Diseases, Travel Medicine and
Vaccines 6:6
Lim et al., 2020. Case of the Index Patient Who Caused Tertiary Transmission
of Coronavirus Disease 2019 in Korea: the Application of
Lopinavir/Ritonavir for the Treatment of COVID-19 Pneumonia
Monitored by Quantitative RT-PCR. J Korean Med Sci.17;35(6):e79
Makdisi G, Wang IW. Extra Corporeal Membrane Oxygenation (ECMO)
Review of Lifesaving Technology. J Thorac Dis 2015;7(7):E166-E176
Murray MF. Nicotinamide: AN oral antimicrobial agent with activacy againt
both mycrobacterium tuberculosis and human immunodeficiency virus.
CID 2003;36: 153-160.
Nagai A, Matsumiya H, Hayashi M, Yasui S, Okamoto H, Konno K. Effects of
nicotinamoide and niacin on bleomycin-induced acute injury and
subsequent fibrosis in hamster lungs. Experimental lung research. 1994;
20:163-281.
PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. Protokoltatalaksana Covid-19. Edisi
1, April 2020.
Ryoo MK, Kim YW. Clinical application of lactate testing in patiens with sepsis
and septic shock. J. Emerg Crit Care Med 2018;2:14.
Romano L, et al. Eur Rev Med Pharmacol Sci 2020; 24: 4035-4039
Shi Y, Wang Y, Shao C, Huang J, Gan J, Huang X et al. Covid-19 infection:
the prespective on immune response. Cell Death & Differentiation 2020;
27:1451-1454.
Si Y, Zhang Y, Zhao J, Guo S, Yao S et al. Niacin inhibits vascular
inflammation via dowregulating nuclear transcription factor- KB signaling
pathway. Mediator of inflammation. 2014: ID 263786
doi.org?10.1155/2014/263786
Singh et al., 2020. Chloroquine and hydroxychloroquine in the treatment of
covid-19 with or without diabetes: a systematic search and a narrative
review with a special reference to india and other developing countries.
Clinical Research & Reviews. 14:241e246
Surat Resmi Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
tertanggal 5 Januari 2020.
The Government of The Hong Kong Special Administrative region. Severe
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

respiraroty disease associated with a Novel infectious agent.[ Homepage


on the Internet]. cited Jan 15th 2020. Available on:
https://www.chp.gov.hk/en/healthtopics/content/24/102466.html.(Jan
15th2020)
Virological org. Initial genom release of novel coronavirus. [Homepage on the
Internet]. Cited Jan 5th 2020. Available on: http://virological.org/t/initial-
genome-release-of-novel- coronavirus/319.( Jan 10th2020)
WHO. 2020 WHO statement on novel coronavirus in Thailand.[ Homepage on
The Internet] Cited 15 Januari 2020. Available on:
https://www.who.int/news-room/detail/13-01- 2020-who- statement-on-
novel-coronavirus-in- thailand.(Jan 13rd 2020)
WHO. 2020. WHO Statement regarding cluster of Pneumonia cases in Wuhan,
China. [Homepahe on The Internet]. cited 15 Jan 2020. Available on:
https://www.who.int/china/news/detail/09- 01- 2020-who-statement-
regarding-cluster-of- pneumonia- cases-in-wuhan-china. (Jan 9th 2020)
Zabetakis I, Lordan R, Norton C, Tsoupras A. Covid-19: The inflammation link
and the role of nutrition in potential mitigation. Nutrients 2020;12:1466
doi:10.3390/nu12051466

Surabaya, Agustus 2020

Ketua Komite Medik Ketua SMF

Dr. Achmad Lefi, dr., SpJP (K), FIHA Helmia Hasan, dr., Sp.P (K), Mpd.Ked
NIP. 19610604 198803 1 006 NIP. 19591115 199001 2 001

Direktur Utama
RSUD Dr Soetomo Surabaya

Dr. Joni Wahyuhadi, dr., SpBS(K)


NIP. 19640620 199003 1 007
Panduan Praktik Klinis
SMF Pulmonologi dan IlmuKedokteranRespirasi
RSUD Dr Soetomo Surabaya

COVID-19

Keterangan:
1. GR: Grade of RecommendationsesuaiBukuPedomanPenyusunan Clinical Guideline RSUD Dr.
SoetomoTahun 2019
2. Disamping keterangan

Anda mungkin juga menyukai