Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan banyaknya pelayanan Rumah sakit yang ada sekarang
ini dan berkembangnya pelayanan kesehatan saat ini serta semakin
banyaknya pelayanan kesehatan yang tersedia bagi masyarakat,
diperlukan suatu peningkatan pelayanan kesehatan agar dapat bersaing
dalam memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, Ruang
VK/Bersalin merupakan salah satu bagian pelayanan kesehatan yang
harus bisa memberikan tindakan medis yang aman, efektif dengan
memberdayakan Sumber Daya Manusia yang kompeten dan profesional
dalam menggunakan peralatan, obat-obatan yang sesuai dengan standar
therapy di Indonesia
Pelayanan di Ruang VK/bersalin meliputi :
Pelayanan intra natal fisiologi, kesehatan reproduksi, perawatan bayi
baru lahir fisiologi, tindakan vakum ekstraksi, forceps ekstraksi.
Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan tersebut
di atas, maka disusunlah pedoman pelayanan Ruang VK/bersalin.
Pedoman ini adalah pedoman minimal dan dapat dikembangkan
kapanpun seiring dengan kemajuan teknologi di bidang kesehatan.

B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umun
Tujuan meningkatkan mutu pelayanan di Ruang VK/bersalin
2. Tujuan khusus
a. Memiliki standar ketenagaan di Ruang VK/bersalin
b. Memiliki standar fasilitas di Ruang VK/Bersalin
c. Memiliki tata laksana di Ruang VK/Bersalin
d. Memiliki standar logistik di Ruang VK/Bersalin
e. Memiliki standar keselamatan pasien di Ruang VK/Bersalin
f. Memiliki standar keselamatan kerja di Ruang VK/Bersalin
g. Memiliki standar pengendalian mutu di Ruang VK/Bersalin

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Pelayanan dan asuhan untuk kasus kebidanan dan kandungan
D. Batasan Operasional
Batasan Operasional kebidanan dan kandungan yang diberikan di
Ruang VK/Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Gandus
didasarkan pada 3 ruang, yaitu :
1. Ruang observasi
Yaitu ruangan untuk pasien rencana tindakan rawat inap atau
pun pasien setelah tindakan.
2. Ruang tindakan obstetri
Yaitu ruangan untuk melakukan pertolongan persalinan
fisiologi, pertolongan persalinan patologis ( sungsang,
ekstraksi vakum, ektaksi forceps, induksi persalinan ),
penanganan perdarahan ante partum, penanganan
perdarahan post partum.
3. Ruang tindakan ginekologi
Yaitu ruangan untuk melaksanakan tindakan kuretase,
insisi kelainan ginekologis ( kista/abses bartholin,
marsupialisasi, insisi hymen )
E. Dasar Hukum
Dasar hukum yang mendasari penyusunan pedoman Instalasi
Rawat Inap adalah :
1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang pembentukan
daerah Tingkat II di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1921);
2. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedoktera
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 4431);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5587) sebagaimana telah di ubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562
Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 46);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasionl (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1400);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2014 tentang Upaya Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2014 Tentang Upaya Kesehatan Anak (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 825);
8. Tahun 2012:tentang rincian tugas pokok, fungsi, uraian tugas dan
tata kerja RSUD Gandus Palembang;
9. Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemerintahan Mentri
Pelayanan Dasar Pada Strandar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
68);
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Kualifikasi sumber daya manusia di Ruang VK/bersalin adalah :
1. Kebidanan dan Kandungan
Kompetensi Minimal Yang Yang Harus Dimiliki Dokter kebidanan
dan kandungan :
a. Pelatihan pelayanan dasar kebidanan dan kandungan untuk
spesialis kebidanan dan kandungan
b. Pelatihan pelayanan Lanjut kebidanan dan kandungan untuk
spesialis kebidanan dan kandungan
2. Kepala Ruangan
a. Pendidikan D III kebidanan dengan masa kerja minimal 5
tahun
b. Pendidikan D IV kebidanan dengan masa kerja minimal 2
tahun
c. Memiliki sertifikat pelatihan Manajemen Bangsal
d. Memiliki kompetensi yang baik dalam menegakkan diagnose
kebidanan, maupun mengambil keputusan klinis dan terampil
dalam melakukan tindakan kebidanan
e. Memiliki sertifikat BHD
f. Pengalaman bekerja sebagai pelaksana minimal 5 tahun
3. Ketua Tim
a. Pendidikan minimal D III Kebidanan dengan pengalanman kerja
3 tahun
b. Memiliki kompetensi yang baik dalam menegakkan diagnose
kebidanan mampu mengambil keputusan klinis dan terampil
dalam melakukan tindakan kebidanan
c. Sertifikat minimal asuhan persalinan noermal (APN), Teknik
Resusitasi Neonatus dan Manajemen Laktasi, pelatihan IMD
(inisiasi menyusu dini.
d. Memiliki sertifikat BHD
4. Clinical Instruktur/CI
a. Pendidikan minimal D III kebidanan
b. Memiliki kompetensi yang baik dalam melakukan tindakan
kebidanan
c. Sertifikat minimal Kegawatdaruratan kebidanan (PPGDON),
Teknik Resusitasi Neonatus dan Manajemen Laktasi, asuhan
persalinan normal (APN)
d. Pengalaman bekerja sebagai pelaksana minimal 3 tahun
e. Memiliki sertifikat pelatihan Clinical Instruktur/CI
f. Memiliki sertifikat BHD
5. Pelaksana
a. Pendidikan minimal D III Keperawatan/Kebidanan dengan masa
kerja minimal 2 tahun
b. Sertifikat minimal Kegawatdaruratan kebidanan, Teknik
Resusitasi Neonatus dan Manajemen Laktasi, asuhan
persalinan normal (APN)
c. Memiliki sertifikat BHD
d. Bersedia bekerja dengan sistem shift
B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi Ketenagaan di Ruang VK/bersalin adalah :
1. Dokter Spesialis kebidanan dan kandungan
2. Untuk di ruang observasi satu bidan untuk melaksanakan
observasi 4 pasien
3. Untuk ruang tindakan di sesuaikan dengan kasus yang ada

C. Pengaturan Jaga
Pengaturan Jaga di Ruang VK/bersalin adalah sebagai berikut :
1. Tenaga medis :
Dokter Spesialis kebidanan dan kandungan berjaga secara on call
sesuai dengan jadwal jaga
2. Tenaga Bidan
a. Terdiri dari Bidan di ruangan yang berjaga secara on site, dalam
24 jam terbagi menjadi 3 waktu dinas, yaitu Dinas Pagi, Sore
dan Malam.
b. Pembagian waktu jam dinas yaitu
1) Dinas Pagi dari jam 08.00 - 14.00
2) Dinas Sore dari jam 14.00 - 20.00
3) Dinas Malam dari jam 20.00 - 07.00
c. Pengaturan jadwal dinas Bidan di ruangan dilakukan oleh
clinical instrkture sepengetahuan kepala ruangan
d. Apabila ada pegawai yang mengalami sakit atau ada anggota
keluarga yang meninggal, serta musibah maka penjadwalan
dinas diatur kembali oleh Kepala ruangan, dan tidak ada
penggantian dinas.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Alur Pelayanan di Ruang Kebidanan VK/Bersalin

Pasien Datang

Keluarga Pasien Keluarga Pasien Mendaftar


Mendaftar Melalui IGD Melalui Rawat Jalan

Pasien Diantar Ke IGD PONEK Pasien Diantar Ke Poli OBGYN


Tindakan Yang Dilakukan Tindakan Yang Dilakukan
-Petugas Memakai Masker -Petugas Memakai Masker
-Petugas Mencuci Tangan -Petugas Mencuci Tangan
-Selalu Jaga Jarak ( > 1 M ) -Selalu Jaga Jarak ( > 1 M )
-Selalu Jaga Kebersihan Diri -Selalu Jaga Kebersihan Diri
-Petugas Mengidentifikasi Pasien -Petugas Mengidentifikasi Pasien
-Penepisan Ibu Hamil Berbasis Ews -Penepisan Ibu Hamil Berbasis Ews
Covid-19 Early Warning Score Covid-19 Early Warning Score
-Pasien Mendapat Pemeriksaan Dari -Pasien Mendapat Pemeriksaan Dari
Dokter Dokter

Bila dilakukan rapid tes Bila dilakukan rapid tes

Non Reaktif Reaktif Reaktif Non Reaktif

Perlu Pasien
Konsul Dokter.Sp.OG
tindakan Pulang

Petugas Menghubungi RS
Rujukan

Rujuk Ke RS

Pasien Diantar Menganjurkan Pasien


Anamnesa Pasien : Keruangan Bersalin mengosongkan
a. Subjektif kandung kemih
-Identitas Petugas Menyabut
- Petugas Menanyakan Keluhan Pemeriksaan Dalam
dengan 5 S
Pasien
-Riwayat Kehamilan
-Posisi
-Riwayat Persalinan Petugas memintak -Konsistensi
b.Objektif Persetujan tindakan -Pendataran
_Petugas Melakukan Vital Sign medis -Pembukaan :
-Petugas Melakukan Pemeriksaan (Ketuban,Prenstsi,Penunjuk,
ANC
-Petugas Melakukan DDJ Observasi Penurunan)
-Petugas Melakan pemeriksaan Lab -Isi patograf
Persalinan - Isi Status Obgyn
Normal

Ada Tidak ada Observasi 2 R.Ranap


Jam Post
Penyulit Penyulit
Partum
Pulang
B. Standar Fasilitas Gedung

Besar Kebutuhan
No Nama Ruangan Fungsi
Ruangan/Luas Fasilitas
1 Ruang Ruangan untuk Ukuran Tempat tidur
observasi pasien yang di passien, meja
VK/bersalin observasi sebelum pasien,
tindakan atau sampiran/gordyn
sesudah tindakan
2 Ruang Ruang untuk Ukuran Tempat tidur
tindakan melakukan tindakan, verlos
tindakan obstetri bed, oksigen,
dan ginekologi suction pump,
troly tindakan,
lemari alat, lemari
alat emergensi,
alat partus, alat
kuret, obat2an
emergensi,
dopler, USG, CTG
3 Ruang Ruang untuk Sesuai Meja, Kursi,
Konsultasi melakukan kebutuhan lemari arsip,
konsultasi oleh telepon/intercom,
profesi kesehatan peralatan kantor
kepada pasien dan lainnya
keluarganya
4 Ruang USG Ruangan untuk Tempat tidur
melakukan pemeriksaan,
pemeriksaan USG meja, kursi,
sampiran/gordyn,
USG
5 R.Administrasi Ruang untuk Meja, Kursi,
/Kantor menyelenggarakan lemari arsip,
kegiatan telepon/intercom,
administrasi komputer, printer
khususnya dan peralatan
pelayanan pasien kantor lainnya
di Ruang Rawat
Inap, yaitu berupa
registrasi &
pendataan pasien,
pendatanganan
surat pernyataan
keluarga pasien
apabila diperlukan
tindakan operasi
6 R. Dokter Jaga Ruang kerja dan Sesuai Tempat tidur,
kamar jaga dokter kebutuhan sofa, lemari,
meja/kursi,
wastafel.

7 Ruang Ruang tempat Sesuai Meja, kursi,


Pendidikan/ melaksanakan kebutuhan perangkat audio
Diskusi kegiatan visual, dll
pendidikan/diskus
i
8 Ruang jaga Ruang istirahat Sesuai Sofa, lemari,
bidan perawat kebutuhan meja/kursi,
Ruang ganti wastafel
pakaian bagi Loker, dilengkapi
petugas instalasi toilet (KM/WC)

9 Ruang Linen Tempat Lemari


Bersih penyimpanan
bahan-bahan linen
steril/bersih
12 Ruang Linen Ruangan untuk Bak
Kotor menyimpan bahan- penempungan
bahan linen kotor linen kotor
yang telah
digunakan di r.
Perawatan sebelum
dibawa ke r. Cuci
(Laundry)
13 Gudang Kotor Fasilitas untuk Kloset leher
(Spoolhoek/ membuang kotoran angsa, keran air
Dirty Utility) bekas pelayanan bersih (Sink) Ket:
pasien khususnya tinggi bibir kloset
yang berupa + 80-100n dari
cairan. Spoolhoek permukaan lantai
berupa bak/kloset
yang dilengkapi
dengan leher angsa
(water seal)
14 KM/WC KM/WC Kloset, wastafel,
(pasien, bak air
petugas,
pengunjung)

C. Sarana Dan Prasarana


Unsur Yang Harus Ada:
1. Akses langsung bagi pasien agar cepat dan mudah menuju
ruang VK/Bersalin
2. Lokasi kamar bersalin berdekatan dengan ruang operasi
3. Lokasi ruang kamar bersalin dan ruang ibu nifas berdekatan
4. Tersedia ruang penunggu pasien
5. Tata ruang VK/Bersalin :
a. Tersedia ruang tindakan
b. Tersedia ruang isolasi
c. Ruang observasi
d. Tersdia ruang penyimpanan alat
e. Tersedia ruang pemeliharaan/mencuci alat
6. Struktur Fisik
1. Spesifikasi Ruang:
a) Setiap ruang tidak boleh kurang dari 15-20 meter
b) Lantai harus porselen atau plastic
c) Dinding harus di cat dengan bahan yang bias dicuci atau
dilapis keramik
2. Kebersihan
Ruang harus bersih dan bebas debu, kotoran, sampah atau
limbah Rumah Sakit
3. Pencahayaan
a) Ruangan harus terang dengan cahaya alam atau listrik
b) Semua jendela harus diberi kawat nyamuk agar serangga
tidak bisa masuk
c) Listrik harus berfungsi baik, kabel dan steker listrik tidak
membahayakan dan semua lampu berfungsi baik dan
kokoh
d) Tersedia lampu darurat
e) Harus ada tersedia ada cukup lampu untuk
4. Ventilasi
a) Ventilasi, termasuk jendela harus cukup
b) Suhu ruangan harus di jaga 24 – 26 derajat
c) Pendingin ruangan harus dilengkapi filter (sebaiknya anti
bakteri)
5. Wastafel
a) Wastafel harus dilengkapi dengan dispenser sabun, atau
desinfektan yang dikendalikan dedngan siku atau kaki
b) Kran dan dispenser harus di pasang pada ketinggian yang
sesuai dari lantai dan dinding
c) Tidak boleh ada saluran air yang terbuka
d) Sikat dan handuk steril harus digantung di meja steinles
di sebelah wastafel
e) Harus ada anduk untuk mengeringkan tangan, berupa
kain bersih, kering atau tissue.
6. Mebel dan Perlengkapan
a) Semua mebel harus ada dalam jumlah minimal yang
tertulis dengan kondisinya.
b) Mebel harus bersih bebas debu, kotoran, bercak, cairan
dan lain – lain.
c) Plastik/ kain harus utuh tidak ada lubang atau robekan.
d) Permukaan metal harus bebas karat atau bercak.
e) Mebel harus kokoh tidak ada bagian yang longgar atau
tidak stabil.
f) Permukaan yang dicat harus utuh bebas dari goresan
besar.
7. Bahan – bahan
Semua bahan harus berkualitas tinggi dan jumlahnya cukup
untuk memenuhi kebutuhan unit
8. Obat – obatan
Semua obat – obatan harus tersedia dalam jumlah cukup
untuk memenuhi kebutuhan unit diantaranya:
Obat – obatan
- Ringer asetat
- Dekstran 40 /HES
- Nacl 0,9 %
- Adrenalin / efinefrin
- Metronidazol
- Ampul KCL
- Larutan RL
- Gentamisin
- Kortison / deksametason
- Transamin
- Dopamine
- Dobutamine
- Sodium Bikarbonat 8,4%
- MgSO4
- Nifedipin
- Salep mata (eritromisin/tetrasiklin)
- Anti hipertensi
- Uterotonika (methergin, oxytosin)
- Koagulansia (tranexamat acid)
- oksigen
D. Persyaratan Khusus
1. Perletakan ruangannya secara keseluruhan perlu adanya
hubungan antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan
dekat dan sangat berhubungan.
2. Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan
perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat
secara linien/lurus (memanjang).
3. Bangunan Ruang Rawat VK/bersalin harus terletak pada
tempat yang tenang (tidak bising), aman dan nyaman tetapi
tetap memiliki kemudahan aksesibilitas dari sarana penunjang
rawat inap.
4. Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ruangan.
5. Alur petugas dan pengunjung dipisah.
6. Mempunyai ruang isolasi
7. Lantai harus kuat dan rata tidak berongga, bahan penutup
lantai, mudah dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar.
8. Pertemuan dinding dengan lantai disarankan berbentuk
lengkung agar memudahkan pembersih dan tidak menjadi
tempat sarang debu/kotoran
9. Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak
menghasilkan debu/kotoran lain
10. Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan seperti:
a. Pasien yang menderita penyakit menular
b. Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti
penyakit tumor, genggramein, diabetes, dsb))
11. Nurse Station perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani
agar perawat dapat mengawasi pasiennya secara efektif
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Tempat Pendaftaran VK/bersalin
Pasien yang masuk ruang VK/bersalin sebelum masuk ruangan
oleh tenaga kebidanann harus dilakukan serah terima pasien
meliputi:
1. Identitas pasien
Identitas pasien merupakan hal yang sangat penting ditanyakan
kepada petugas yang mengoperkan dan mengklarifikasi
kebenarannya kepada pasien dan keluarga pasien itu sendiri,
dengan tujuan memperoleh data awal dan sudah terjalin
komunikasi antara petugas dan pasien.
2. General consent
General consent perlu dilihat dalam status pasien dan ditanyakan
kepada petugas atas kelengkapan general consent, yaitu terdapat
tanda tangan keluarga pasien sebagai penanggungjawan serta
bersedia dengan peraturan serta pelayanan yang akan diberikan.
General consernt perlu juga di klarifikasi kepada pasien atau
keluarga pasien atas penandatangan yang sudah dilakukan oleh
keluarga pasien
3. Therapi
Kelanjutan therapy yang yang harus kita perhatikan adalah terapy
yang sudah diberikan dan therapy apa saja yang akan dilakukan
pada saat operan dilakukan sehingga tidak memperburuk kondisi
pasien saat masuk ruangan rawat inap.
4. Edukasi yang sudah dilakukan
Tindakan edukasi dapat dilihat dalam status pasien atas edukasi
yang sudah dilakukan oleh petugas sebelumnya dan dapat
diklarifikasi kembali kepada petugas yang mengoperkannya.
Dengan tujuanm agar petugas dapat merencanakan kegiatan
edukasi yang sifatnya pasien atau keluarga memahaminya
5. Analisa keselamatan pasien
Sebelum pasien masuk ruangan petugas diharuskan memeriksa
gelang pasien,
6. Orentasi
Setiap pasien yang masuk ruang VK/bersalin diharuskan
mengenal kondisi ruangan , petugas yang bertanggung jawab pada
saat jaga.
Bidan yang bertugas di anjurkan mengorentasikan keluarga pasien
dengan menjelaskan tempat-tempat pasien yang mesti diketahui
dalam rangka kebutuhan dasar pasien selama dirawat, seperti;
toilet, tempat cuci tangan, bel bila terjadi kedaruratan, dan alat
yang terpasang pada pasien kegunaan dan hal yang harus
dihindari, dst
B. Asesmen Pasien Ulang
Setelah pasien tenang di tempat tidur maka petugas melakukan
asesmen ulang dengan tujuan memahami pelayanan apa yang dicari
oleh pasien, memilih pelayanan yang terbaik bagi pasien, menetapkan
diagnose awal, memahami respon pasien terhadap pengobatan
sebelumnya. Adapun persiapan dari petugas terdiri dari:
1. Alat pemeriksaan fisik; stetoskop, penlight, replek hammer, tensi
meter, pengukur suhu tubuh, dan peralatan khusus bila pasien
dinyatakan berindikasi diagnosis tertentu misal kekurangan cairan
dan elektrolit maka perlu penambahan pemeriksaan dengan
membawa timbang badan
2. Status pasien / rekam medis terutama format asesmen berisi :
a. Identitas pasien
b. Nomer rekam medis
c. Riwayat penyakit
d. Pemeriksaan fisik
e. Psikologis
f. Sosial
g. Ekonomi
3. Langkah – langkah yang harus dilakukan
a. Memperkenalkan diri kepada keluarga
b. Lakukan komunikasi ,usahakan posisi petugas sejajar dengan
pasien
c. Verifikasi ulang nama pasien, dan setiap penyampaian diawali
dengan nama pasien tersebut
d. Lakukan dalam asesmen pasien dengan senyaman mungkin
e. Bila kasusnya pasien dengan gangguan rasa nyaman: nyeri
usahaka komunikasi dengan penuh empati
f. Setiap pelaksanaan asismen pada pasien status pasien dibawa
dan langsung diisikan di depan pasien
g. Semua data hasil asismen simpan dalam status pasien
C. Penegakan Diagnosa
1. Setelah data diperoleh berupa data subyektif dan data obyektif
2. Lakukan pemeriksaan penunjang diagnosis dengan merujuk ke
laboratorium dan USG
3. Pemeriksaan laboratorium lakukan sesuai dengan diagnose awal
(lihat PPK sesuai kasus yang ditangani)
4. Setiap mengirim spesemen lakukan dengan prosedur yang berlaku
(lihat panduan pelayanan yang terintergramasi)
5. Untuk assesment asuhan kebidanan dapat ditegagkan dengan
melihat dari kondisi pasien saat pasien masuk, Untuk tenaga gizi
dapat dilihat pada asuhan gizi
6. Tenaga farmasi dapat dilihat pada panduan visite apoteker
7. Setelah data terkumpul, baik data hasil pemeriksaan bersifat
subyektif maupun obyektif maka lakukan analisa sehingga diagnos
dapat ditegagkan
D. Perencanaan
Dalam melakukan perencanaan lakukan dengan pola: spesifik,
mesureable, actual, realita dan time ( SMART)
1. Medis
a. perencanaan pemberian therapi
b. Setiap perencanaan asuhan dokumentasikan dalam clinical
pathway
c. Catat pula dalam dalam rekam medis yaitu catatan
perkembangan yang terintergramasi
d. Catatan Medis dalam bentuk SOAP (S; Data Subyektif, O;data
Obyektf,A; asesmen/ diagnose dan P; planning)
e. Pengisian SOAP dilakukan setiap visite
f. Minimal visite 1x24 jam sehingga dapat diketahui dan dimonitor
perkembangan pasien tersebut
2. Kebidanan
a. Perencanaan asuhan mengacu pada standar asuhan kebidanan
b. Bila tidak tersedia dalam 10 penyakit terbanyak lakukan
dengan melihat respon pasien
c. Perencanaan asuhan didokumentasikan pada rekam medis
master perencanaan asuhan kebidanan sesuai diagnose yang
ditemukan
d. Perencanaan dibuat untuk 1x24 jam yang disusun oleh kepala
Tim, atau tenaga kebidanan lain yang ditunjuk
3. Gizi
a. Perencanaan dibuat dalam lembaran catatan perkembangan
yang terintergramasi
b. Menyusun perencanaan mengacu kepada permintaan atau
intruksi dokter dan hasil asesmen
4. Farmasi/Apoteker
a. Perencanaan apoteker didokumntasikan pada rekam medis
catatan perkembangan yang terintergramasi
b. Acuan perencanaan mengacu pada pemberian therapy/obat
yang diajukan dokter dan hasil visite.
E. Implementasi
1. Medis
Implementasi yang dilakukan oleh tenaga medis di ruangan
VK/Bersalin adalah tindakan yang tidak dapat di limpahkan
kepada bidan, karena belum memiliki sertifikat dalam tindakan
tersebut atau implementasi yang sifatnya memberikan bimbingan
kepada tenaga perawat.
Jenis tindakan yang harus dilakukan oleh dokter;
a. Tindakan ginekologis (kuretase, insisi)
b. Tindakan obstetri patologi (ekstaksi vacum, ekstaksi forceps,
penjahitan luka perineum derajat 3 dan 4)
c. Memberikan inform consent terkait tindakan operasi
d. Konsul kepada sub spesilis atau konsulen dalam bidang khusus
2. Kebidanan
Implementasi yang dilakukan oleh tenaga bidan adalah tindakan
yang bersifat kolaborasi/pelimpahan wewenang maupun asuhan
mandiri
Jenis tindakan yang kolaboratif dalam bidang:
a. Oksigenisasi
1) Pemasangan kanul oksigen
2) Pemasangan masker oksigen
3) Tindakan saction
b. Cairan dan elektrolit
1) Pemasangan infuse
2) Pemasangan tranfusi darah
c. Nutrisi
1) Pemasangan NGT
2) Suntik IM.IV,Subkutan
d. Eliminasi
1) Pemasangan Kateter
2) Huknah
e. Tindakan pertolongan persalinan
1) Pemeriksaan pasien inpartu
2) Observasi pasien inpart
3) Pertolongan persalinan (inisiasi menyusui dini/IMD)
4) Pengawasan post partum
5) Asuhan bayi baru lahir

Tindakan mandiri dalam kebidanan

a. Oksigenisasi
1) Membersihkan jalan napas dengan menggunakan lidi woten
2) Membantu batuk efektif
b. Cairan dan elektrolit
1) Mengobservasi intake dan output
2) Membantu memberi minum
c. Nutrisi
1) Membantu memberikan makan lewat mulu
2) Membantu meberikan makanan cair lewat NGT
d. Eliminasi
1) Membantu BAK di tempat tidur
2) Membantu BAB ditempat Tidur
3) Membantu mobilisi fisik ke toilet
e. Personal Hygine
1) melaksanakan memandikan di tempat tidur
2) memandikan pasien (ibu dan bayi)
3) Membantu Oral higine
4) Melaksanakan vulva hygiene
f. Tindakan pertolongan persalinan
1) Pemeriksaan pasien inpartu
2) Observasi pasien inpart
3) Pertolongan persalinan (inisiasi menyusui dini/IMD)
4) Pengawasan post partum
5) Asuhan bayi baru lahir
g. Pemberian edukasi (lihat panduan edukasi)
h. Gangguan rasa nyaman:nyeri
1) Mengalihkan nyeri melalui destraksi dan manipulasi nyeri
lainnya
3. Gizi
Implementasi yang harus dilakukan oleh tenaga Gizi adalah
a. Memberikan nutrisi
b. Mengobservasi makanan yang habis dan tidak habis
c. Memberikan konsultasi diit
4. Farmasi
Implemntasi tindakan asuhan klinik farmasi adalah
a. Memberikan obat yang sudah perdosis/shif
b. Memberikan konsultasi penggunaan obat
c. Memberikan saran kepada dokter terkait obat yang di resepkan
F. Evaluasi
1. Medis
a. Dilakukan sesuai rencana waktu therapy akhir terapi atau
evaluasi yang sifat formatif (setelah tindakan)
b. Evaluasi dicatat kedalam catatan perkembangan pasien dan
terutama pada kolom Planing dicatata apakah therapy di stop
atau dilanjutkan
2. Kebidanan
a. Dilakukan sesuai rencana target waktu asuhan atau evaluasi
yang sifat formatif (setelah tindakan/setelah shif)
b. Evaluasi yang dilakukan diakhir dinas pada catatan
3. Gizi
a. Dilakukan setelah pemberian nutrisi diperkirakan sudah 30
menit keatas
b. Catat hasil evaluasi dalam catatan perkembangan pada kolom”
O” (obyektif)
4. Farmasi
a. Dilakukan setelah dilakukan implementasi berupa respon
setelah pemberian obat atau edukasi
b. Catat dalam catatan perkembangan yang terintergramasi pada
kolom “O” (obyektif)
G. Pasien Pulang
1. Resume Pasien Pulang
a. Pasien pulang diperoleh setelah hasil evaluasi dokter tindakan
therapy diberhentikan dan perbolehkan pulang
b. Lakukan resume pasien sebagai bahan untuk control dan
keperluan riwayat penyakit dalam pertimbangan therapy yang
akan datang
2. Rencana tindak lanjut
Rencana tindak lanjut lakukan edukasi asuhan perawatan
dirumah yang berhubungan dengan asuhan:
a. Pemberian obat
b. Pemberian ASI
c. Hidup sehat
d. Mobilisasi fisik
e. Mengenal Tanda dan gejala yang perlu dilaporkan ke petugas
kesehatan terdekat
f. Asuhan yang bersifat khusus bagi pasien dengan kasus khusus
3. Pasien Meninggal
a. Bila pasien meninggal lakukan asuhan jenazah di ruangan
perawatan (lihat panduan asuhan pasien terminal)
1) Buka semua peralatan yang menempel di pasien
2) Buka baju pasien
3) Ikat tangan pasien tangan kanan memegang tangan kiri
4) Tutup hidung dan telingan dengan kapas
5) Tutup dengan laken
6) Tunggu 2 jam
7) Informasikan kebagian ambulan dan jenazah
b. Pasien dirujuk
Pasien dirujuk bila atas indikasi tidak dapat dilakukan di
rumah sakit dikarenakan sarana tidak lengkap, permintaan
sendiri dari pasien adapun persiapan yang harus dilakukan
1) Lakukan komunikasi dengan tempat yang akan menerima
rujukan (lihat panduan Komunikasi dan informasi )
2) Bila sudah tersedia ruangan maka hubungi ambulan dan
minta formulir kondisi ambulan saat ini
3) Setelah siap ambulan kondisikan tim yang akan merujuk
sesuai dengan kondisi pasien (lihat pada panduan transfer
pasien)
H. Alur Sirkulasi Pasien VK/bersalin

Pasien Sakit Masuk

Pendaftaran Administrasi

Instalasi Rawat Jalan

Instalasi Laboratorium

Instali Radiologi

Instalasi
Gawat
Darurat
Ruang
VK/Bersalin
Instalasi Bedah

Instalasi Perawatan Intensif

Pulang
Sehat
Keluar
Instalasi Pemulasaraan Jenazah
1. Alur Pasien
a. Pasien masuk Ruang VK/bersalin
1) Pasien masuk Ruang VK/bersalin dari IGD/Rawat
jalan/Ruang operasi/ Kamar bersalin/ Ruang Nifas, melalui
administrasi.
2) Pasien mendapatkan Nomor Rekam Medis
3) Serah terima & orientasi di pos perawat (Nurse Station)
4) Pasien diganti dengan alat tenun Rumah Sakit
5) Pasien selanjutnya dirawat lebih lanjut di Ruang VK/bersalin

b. Pasien meninggalkan Ruang VK/bersalin


1) Pasien pulang ke rumah setelah sehat
2) Pasien dibawa pulang oleh keluarganya tanpa persetujuan
dari dokter / Pulang Paksa
3) Pasien dirujuk ke Rumah Sakit yang lebih lengkap
fasilitasnya, atau
4) Pasien meninggal dikirim ke kamar jenazah
BAB V
LOGISTIK
Kebutuhan barang-barang logistik di Instalasi Rawat Inap terdiri dari
barang tetap dan barang habis pakai. Barang tetap terdiri dari peralatan
medis, peralatan keperawatan/kebidanan, alat tenun dan peralatan rumah
tangga. Sedangkan barang habis pakai terdiri dari : Obat-obatan dan bahan
habis pakai alkes (BHP), alat kebersihan, Cetakan dan Alat Tulis Kantor
(ATK).Untuk proses pengadaan barang habis pakai di tiap ruangan melalui 3
proses, yaitu :

1. Perencanaan
Kepala Ruangan mendata kebutuhan barang (BHP, alat
kebersihan, cetakan dan ATK) dalam 1 tahun dan membuat
rencana kebutuhan berdasar pemakaian tahun lalu ditambah 10%
2. Permintaan
Permintaan kebutuhan barang perbulan ruangan dilakukan setiap
awal bulan sesuai jadwal ke bagian farmasi untuk BHP, dan ke
bagian penyimpan barang untuk alat kebersihan, cetakan dan ATK
3. Penyimpanan
Penyimpanan barang dilakukan di tiap ruangan selama 1 bulan
A. Barang Tetap
1. Peralatan Keperawatan/Kebidanan
a. Ruang VK/bersalin
2. Alat Tenun
a. Sprei
b. Perlak
c. Vitrase
3. Peralatan Rumah Tangga
a. Lemari obat emergency
b. Senter
c. Meja pasien
d. Waskom mandi
e. Lampu senter/lampu emergency
f. Tempat sampah basah/kering
g. Tempat sampah medis/non medis
h. Standar infus
i. Tempat tidur persalinan/tindakan
j. Tempat tidur biasa
k. Troly obat
l. Troly alat
B. Barang Habis Pakai
1. Obat-obatan dan bahan habis pakai (BHP)
a. Tiap ruangan dalam Instalasi Rawat Inap memiliki persediaan
obat dan bahan habis pakai yang berasal dari bagian farmasi
untuk keadaan kegawat daruratan sesuai dengan standar
therapy
b. Pemakaian obat pasien dilakukan dengan cara meresepkan obat
sesuai kebutuhan dan disimpan dalam loker obat pasien selama
pasien dirawat di ruangan rawat inap.
2. Alat kebersihan
Regulasi sesuai dengan kebutuhan di ruangan
3. Cetakan
Regulasi sesuai dengan kebutuhan ruangan
4. Alat tulis kantor
Regulasi sesuai dengan kebutuhan ruangan
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

XI.1 Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) Rumah Sakit adalah suatu sistem
dimana Rumah Sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi : assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan
A. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
5. terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
B. Tata Laksana Keselamatan Pasien
Program Keselamatan pasien (Patient Safety) di RSUD Gandus dikelola
oleh Panitia KPRS (Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Sesuai
sistematika program yang telah ditetapkan oleh panitia KPRS, maka
tatalaksana bidang Keselamatan Pasien mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien

STANDAR KESELAMATAN PASIEN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN


Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu
ditangani segera di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia maka
diperlukan standar keselamatan pasien fasilitas pelayanan kesehatan yang
merupakan acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia untuk
melaksanakan kegiatannya.
Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan
dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen
Akreditasi.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
1. Hak pasien.
2. Mendidik pasien dan keluarga.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.
Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:
STANDAR I. HAK PASIEN
Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya insiden
Kriteria:
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan.
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
Penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan
keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
insiden.
STANDAR II. MENDIDIK PASIEN DAN KELUARGA
Standar:Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di fasilitas pelayanan kesehatan harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas
pelayanan kesehatan.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
STANDAR III. KESELAMATAN PASIEN DALAM KESINAMBUNG
PELAYANAN
Standar:
Fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan pasien dalam
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga
dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari
saatpasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan
pelayanan,tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien
keluar dari fasilitaspelayanan kesehatan.
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara
berkesinambungansehingga pada seluruh tahap pelayanan
transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup
peningkatankomunikasi untuk memfasilitasi dukungan
keluarga, pelayanankeperawatan, pelayanan sosial, konsultasi
dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut
lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi
Kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa
hambatan, amandan efektif.
STANDAR IV. PENGGUNAAN METODE-METODE PENINGKATAN
KINERJA UNTUK MELAKUKAN EVALUASI DAN
PROGRAM PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN
Standar:
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendesain proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
Kriteria:
.1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses
perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan
tujuan fasilitas pelayanan kesehatan, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, danfaktor-faktor lain yang berpotensi risiko
bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien”.
.2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan
pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan:
pelaporan insiden,akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
.2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi
intensif terkait dengan semua insiden, dan secara proaktif
melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
.2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan
semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan
perubahan sistemyang diperlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.
STANDAR V. PERAN KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN
KESELAMATAN PASIEN
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatanpasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien“.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur,mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan
kesehatan serta meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
keselamatanpasien.
Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan
pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
danprogram meminimalkan insiden.Insiden meliputi Kondisi Potensial
Cedera (KPC), Kejadian NyarisCedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera
(KTC), Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Selain Insiden diatas,
terdapat KTD yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau
cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk
mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak
terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien yang dikenal
dengan kejadian sentinel Contoh Kejadian sentinel antara lain
Tindakan invasif/pembedahan pada pasien yang salah, Tindakan
invasif/ pembedahan pada bagian tubuh yang keliru, Ketinggalan
instrumen/alat/ benda-benda lain di
dalam tubuh pasien sesudah tindakan pembedahan, Bunuh diri pada
pasien rawat inap, Embolisme gas intravaskuler yang mengakibatkan
kematian/kerusakan neurologis, Reaksi Haemolitis transfusi darah
akibat inkompatibilitas ABO, Kematian ibu melahirkan, Kematian bayi
“Full-Term” yang tidak di antipasi, Penculikan bayi, Bayi tertukar,
Perkosaan /tindakan kekerasan terhadap pasien, staf, maupun
pengunjung. Selain contoh kejadian sentinel diatas terdapat kejadian
sentinel yang berdampak luas/nasional diantaranya berupa Kejadian
yang sudah terlanjur di “ blow up” oleh media, Kejadian yang
menyangkut pejabat, selebriti dan publik figure lainnya, Kejadian
yang melibatkan berbagai institusi maupun fasilitas pelayanan
kesehatan lain, Kejadian yang
sama yang timbul di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan dalam
kurun waktu yang relatif bersamaan, Kejadian yang menyangkut
moral, misalnya : perkosaan atau tindakan kekerasaan.
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan
berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada
orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas
tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (KNC/Near
miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien
mulai dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan
proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk
mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan
kesehatan dengan pendekatan antar disiplin.
5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan
pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

STANDAR VI. MENDIDIK STAF TENTANG KESELAMATAN PASIEN


Standar:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama Rumah Sakit memiliki
proses
pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakupketerkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara
jelas.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama Rumah Sakit
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
Mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
6.1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama Rumah Sakit harus
memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf
baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan
tugasnya masing-masing.
6.2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama Rumah Sakit harus
mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
6.3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan
pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna
mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam
rangka melayani pasien.

STANDAR VII. KOMUNIKASI SEBAGAI KUNCI BAGI STAFF UNTUK


MENCAPAI KESELAMATAN PASIEN
Standar:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan merencanakan dan mendesain proses
manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang
hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
Komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
SASARAN KESELAMATAN PASIEN (SKP)

Tujuan Sasaran Keselamatan Pasien adalah untuk menggiatkan


perbaikan-perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien. Sasaran
sasaran dalam SKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam
perawatan kesehatan, memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang
berdasarkan nasihat para pakar.Dengan mempertimbangkan bahwa
untuk menyediakan perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas
tinggi diperlukan desain sistem yang baik, sasaran biasanya sedapat
mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan sistem.

SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Di Indonesia secara nasional untuk seluruh Fasilitas pelayanan
Kesehatan,diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien yang terdiri dari :
SKP.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
SKP.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
SKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai
SKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang
Benar,
Pembedahan Pada PasienYang Benar
SKP.5 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan
SKP.6 Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

SASARAN 1: MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR


Fasilitas pelayanan Kesehatan menyusun pendekatan untuk memperbaiki
ketepatan identifikasi pasien

MAKSUD DAN TUJUAN


Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek
diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya
error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang
dalam keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak
sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di
dalam fasilitas pelayanan kesehatan; mungkin mengalami disabilitas
sensori; atau akibat situasi lain.
Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan carayang
dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu
yangdimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan
kedua,untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu
tersebut.Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif
dikembangkanuntuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses
yang digunakanuntuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat,
darah atau produkdarah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis;atau memberikan pengobatan atau tindakan lain.
Kebijakan dan/atauprosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorangpasien, seperti nama pasien, dengan dua nama
pasien, nomor identifikasimenggunakan nomor rekam medis, tanggal
lahir, gelang (-identitas pasien)dengan bar-code, atau cara lain. Nomor
kamar atau lokasi pasien tidak bisadigunakan untuk identifikasi.
Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua
pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda di
fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di pelayanan mambulatori atau
pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi.
Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk.
Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi
yang memungkinkan untuk diidentifikasi.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:


1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian
pengobatan dan tindakan / prosedur.
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.

SASARAN 2: MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


Fasilitas pelayanan kesehatan menyusun pendekatan agar komunikasi
di antara para petugas pemberi perawatan semakin efektif.
MAKSUD DAN TUJUAN
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara
elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami
kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan
melalui telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi
lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan
pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito. Fasilitas
pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk:
menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap
atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima membacakan
kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan
mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang
dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat NORUM/LASA
dilakukan eja ulang. Kebijakan dan/atau prosedur mengidentifikasi
alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back)
tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat
darurat/emergensi di IGD atau ICU.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut.
2. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara
lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang
memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam
melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui
telepon.

SASARAN 3: MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG


DIWASPADAI

Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan pendekatan untuk


memperbaiki keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
MAKSUD DAN TUJUAN
Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka
penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk memastikan
keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert
medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan
terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event), obat
yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan
(adverseoutcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ucapan
mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike
Sound-Alike/ LASA).Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai
tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat
adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya,
kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih
pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3
mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan
magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat]. Kesalahan ini
bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit
asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana
mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat
darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan mengembangkan proses
pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Fasilitas
pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu
diwaspadai berdasarkan datanya sendiri. Kebijakan dan/atauprosedur
juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit konsentrat
secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek
profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara
pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area
tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk
mencegahpemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang
perlu diwaspadai
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan
kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus
diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).

SASARAN4: MEMASTIKAN LOKASI PEMBEDAHAN YANG BENAR,


PROSEDUR YANG BENAR, PEMBEDAHAN PADA PASIEN
YANG BENAR

Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan


untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
operasi.

MAKSUD DAN TUJUAN


Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian
yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan
kesehatan.Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak
efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak
melibatkan pasien didalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak
ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga
asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis
tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar
anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang
tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah
merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Fasilitas
pelayanan kesehatan perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi
masalah yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari
operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang
menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder
pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah,
atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku
atas setiap lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur ini
dijalankan. Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam
Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The
Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi melibatkan
pasien dan dilakukan dengan tanda yang segera dapat dikenali. Tanda
itu harus digunakan secara konsisten di seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan; dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan tindakan;
harus dibuat saatpasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan
harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi
ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur multipel
(jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang). Maksud
dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
− Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
− Memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan
dipampang;
− Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-
implant
yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi”/Time out memungkinkan setiap pertanyaan
yang belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out
dilakukan ditempat tindakan akan dilakukan, tepat sebelum dilakukan
tindakan.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:


Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu tanda yang jelas dan
dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien
di dalam proses penandaan/pemberi tanda.
1. Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau
proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang
diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
2. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur
“sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur/tindakan pembedahan.
3. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung
keseragaman proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur,
dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan
gigi/dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN 5: MENGURANGI RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN


KESEHATAN

Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan


untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

MAKSUD DAN TUJUAN


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi
dalam kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan
biaya
untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan
merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional
pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter,
infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi infeksi ini
maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.
Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh
dari WHO, fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai proses kolaboratif
untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang
menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima
secara umum untuk implementasi pedoman itu di Fasilitas pelayanan
Kesehatan.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:


1. Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi
pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima
secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program hand hygiene
yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan
SASARAN 6 : MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT
TERJATUH

Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan


untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.

MAKSUD DAN TUJUAN.


Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera
pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,
pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, fasilitas pelayanan kesehatan
perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi
riwayat
jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian
terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi
yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah
yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang
tidak benar dari alat penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa
menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang
menurun.
Program tersebut harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :
1. Fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal
risiko
pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila
diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi
mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko
TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN
Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat
menilai kemajuan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan yang
lebih
aman. Dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien Fasilitas
pelayanan Kesehatan dapat memperbaiki keselamatan pasien, melalui
perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh
langkah ini akan membantu memastikan bahwa asuhan yang diberikan
seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu hal yang tidak benar bisa
segera
diambil tindakan yang tepat. Tujuh langkah ini juga bisa membantu
Fasilitas pelayanan Kesehatan mencapai sasaran-sasarannya untuk
Tata
Kelola Klinik, Manajemen Risiko, dan Pengendalian Mutu.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari :
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien.
Ciptakan budaya adil dan terbuka
2. Memimpin dan mendukung staf.
Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien
diseluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.
Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan
mengindentifikasi kemungkinan terjadinya kesalahan
4. Mengembangkan sistem pelaporan
Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal
(lokal ) maupun eksternal (nasional)
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan
mendengarkan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien.
Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna
pembelajaran tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses
atau sistem. Untuk sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas
pelayanan Kesehatan untuk mencapai hal-hal diatas dibutuhkan
perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam
waktu yang cukup lama
LANGKAH 1 BANGUN BUDAYA KESELAMATAN

Segala upaya harus dikerahkan di Fasilitas pelayanan Kesehatan


untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan tidak menyalahkan
sehingga aman untuk melakukan pelaporan.
Ciptakan budaya adil dan terbuka.
Dimasa lalu sangat sering terjadi reaksi pertama terhadap insiden di
Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah menyalahkan staf yang terlibat,
dan
dilakukan tindakan-tindakan hukuman. Hal ini, mengakibatkan staf
enggan melapor bila terjadi insiden. Penelitian menunjukkan kadang-
kadang staf yang terbaik melakukan kesalahan yang fatal, dan kesalahan
ini berulang dalam lingkungan Fasilitas pelayanan Kesehatan. Oleh
karena itu, diperlukan lingkungan dengan budaya adil dan terbuka
sehingga staf berani melapor dan penanganan insiden dilakukan secara
sistematik. Dengan budaya adil dan terbuka ini pasien, staf dan Fasilitas
Kesehatan akan memperoleh banyak manfaat.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Pastikan ada kebijakan yang menyatakan apa yang harus dilakukan
oleh staf apabila terjadi insiden, bagaimana dilakukan investigasi dan
dukungan apa yang harus diberikan kepada pasien, keluarga, dan
staf.
b. Pastikan dalam kebijakan tersebut ada kejelasan tentang peran
individu dan akuntabilitasnya bila terjadi insiden.
c. Lakukan survei budaya keselamatan untuk menilai budaya pelaporan
dan pembelajaran di Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Pastikan teman anda merasa mampu berbicara tentang pendapatnya
dan membuat laporan apabila terjadi insiden.
b. Tunjukkan kepada tim anda tindakan-tindakan yang sudah
dilakukan
oleh Fasilitas pelayanan Kesehatan menindak lanjuti laporan-laporan
tersebut secara adil guna pembelajaran dan pengambilan keputusan
yang tepat.

LANGKAH 2 PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA


Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien
diseluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
Keselamatan pasien melibatkan setiap orang dalam Fasilitas pelayanan
Kesehatan anda. Membangun budaya keselamatan sangat tergantung
kepada kepemimpinan yang kuat dan kemapuan organisasi
mendengarkan pendapat seluruh anggota.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Pastikan ada anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang
keselamatan pasien. Anggota eksekutif di Rumah Sakit merupakan
jajaran direksi Rumah Sakit yang meliputi kepala atau direktur rumah
sakit dan pimpinan unsur-unsur yang ada dalam struktur organisasi
Rumah Sakit, sedangkan untuk fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama merupakan jajaran pimpinan organisasi jenis fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
b. Tunjuk penggerak/champion keselamatan pasien di tiap unit.
c. Tempatkan keselamatan pasien dalam agenda pertemuan-pertemuan
pada tingkat manajemen dan unit.
d. Masukkan keselamatan pasien ke dalam program-program pelatihan
bagi staf dan pastikan ada pengukuran terhadap efektifitas pelatihan-
pelatihan tersebut.

Untuk tingkat Unit/Pelaksana :


a. Calonkan penggerak/champion untuk keselamatan pasien.
b. Jelaskan pentingnya keselamatan pasien kepada anggota unit anda.
c. Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim/unit anda sehingga staf
merasa dihargai dan merasa mampu berbicara apabila mereka
berpendapat bahwa insiden bisa terjadi.

LANGKAH 3 INTEGRASIKAN KEGIATAN MANAJEMEN RISIKO ANDA


Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi
kemungkinan terjadinya kesalahan.
Sistem manajemen risiko akan membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan
mengelola insiden secara efektif dan mencegah kejadian berulang
kembali. Keselamatan pasien adalah komponen kunci dari manajemen
risiko, dan harus di integrasikan dengan keselamatan staf, manajemen
komplain, penanganan litigasi dan klaim serta risiko keuangan dan
lingkungan. Sistem manajemen risiko ini harus di dukung oleh strategi
manajemen risiko Fasilitas pelayanan Kesehatan, yang mencakup
progam-program asesmen risiko secara pro-aktif dan risk register.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Pelajari kembali struktur dan proses untuk pengelolaan risiko klinis
dan non klinis, dan pastikan hal ini sudah terintegrasi dengan
keselamatan pasien dan staf komplain dan risiko keuangan serta
lingkungan.
b. Kembangkan indikor-indikator kinerja untuk sistem manajemen
risiko
anda sehingga dapat di monitor oleh pimpinan.
c. Gunakan informasi-informasi yang diperoleh dari sistem pelaporan
insiden dan asesmen risiko untuk perbaikan pelayanan pasien secara
pro-aktif.
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Giatkan forum-forum diskusi tentang isu-isu manajemen risiko dan
keselamatan pasien, berikan feedback kepada manajemen.
b. Lakukan asesmen risiko pasien secara individual sebelum dilakukan
tindakan
c. Lakukan proses asesmen risiko secara reguler untuk tiap jenis risiko
dan lakukan tindaka-tindakan yang tepat untuk meminimalisasinya.
d. Pastikan asesmen risiko yang ada di unit anda masuk ke dalam
proses
asesment risiko di tingkat organisasi dan risk register.

LANGKAH 4 BANGUN SISTEM PELAPORAN


Sistem pelaporan sangat vital di dalam pengumpulan informasi sebagai
dasar analisa dan penyampaikan rekomendasi.
Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal
(lokal) maupun eksternal (nasional).

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan:
Bangun dan implementasikan sistem pelaporan yang menjelaskan
bagaimana dan cara Fasilitas pelayanan Kesehatan melaporkan insiden
secara nasional ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
Dorong kolega anda untuk secara aktif melaporkan insiden-insiden
keselamatan pasien baik yang sudah terjadi maupun yang sudah di
cegah tetapi bisa berdampak penting unutk pembelajaran. Panduan
secara detail tentang sistem pelaporan insiden keselamatan pasien akan
di susun oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).

LANGKAH 5 LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN


MASYARAKAT

Peran aktif pasien dalam proses asuhannya harus diperkenalkan dan


di dorong. Pasien memainkan peranan kunci dalam membantu
penegakan
diagnosa yang akurat, dalam memutuskan tindakan pengobatan yang
tepat, dalam memilih fasilitas yang aman dan berpengalaman, dan dalam
mengidentifikasi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) serta mengambil
tindakan yang tepat.
Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan
pasien.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Kembangkan kebijakan yang mencakup komunikasi terbuka dengan
pasien dan keluarganya tentang insiden yang terjadi
b. Pastikan pasien dan keluarganya mendapatkan informasi apabila
terjadi insiden dan pasien mengalami cidera sebagai akibatnya.
c. Berikan dukungan kepada staf, lakukan pelatihan-pelatihan dan
dorongan agar mereka mampu melaksanakan keterbukaan kepada
pasien dan keluarganya .
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Pastikan anggota tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien
dan keluargannya secara aktif waktu terjadi insiden.
b. Prioritaskan kebutuhan untuk memberikan informasi kepada pasien
dan keluarganya waktu terjadi insiden, dan berikan informasi yang
jelas, akurat dan tepat waktu
c. Pastikan pasien dan keluarganya menerima pernyataan ”maaf” atau
rasa keprihatinan kita dan lakukan dengan cara terhormat dan
simpatik.

LANGKAH 6 BELAJAR DAN BERBAGI TENTANG PEMBELAJARAN


KESELAMATAN

Jika terjadi insiden keselamatan pasien, isu yang penting bukan siapa
yang harus disalahkan tetapi bagaimana dan mengapa insiden itu terjadi.
Salah satu hal yang terpenting yang harus kita pertanyakan adalah apa
yang sesungguhnya terjadi dengan sistem kita ini. Dorong staf untuk
menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang
bagaimana dan mengapa terjadi insiden.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Yakinkan staf yang sudah terlatih melakukan investigasi insiden secara
tepat sehingga bisa mengidentifikasi akar masalahnya.
b. Kembangkan kebijakan yang mencakup kriteria kapan fasilitas
pelayanan kesehatan harus melakukan Root Cause Analysis (RCA).
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Lakukan pembelajaran di dalam lingkup unit anda dari analisa insiden
keselamatan pasien.
b. Identifikasi unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan
berbagilah proses pembelajaran anda secara luas.
LANGKAH 7 IMPLEMENTASIKAN SOLUSI-SOLUSI UNTUK MENCEGAH
CIDERA

Salah satu kekurangan Fasilitas pelayanan Kesehatan di masa lalu


adalah ketidakmampuan dalam mengenali bahwa penyebab kegagalan
yang
terjadi di satu Fasilitas pelayanan Kesehatan bisa menjadi cara untuk
mencegah risiko terjadinya kegagalan di Fasilitas pelayanan Kesehatan
yang lain.
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau
sistem. Untuk sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan
Kesehatan untuk mencapai hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya
dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup
lama.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Gunakan informasi yang berasal dari sistem pelaporan insiden,
asesmen risiko, investigasi insiden, audit dan analisa untuk
menetapkan solusi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Hal ini mencakup
redesigning system dan proses, penyelarasan pelatihan staf dan
praktek klinik.
b. Lakukan asesmen tentang risiko-risiko untuk setiap perubahan yang
direncanakan.
c. Monitor dampak dari perubahan-perubahan tersebut
d. Implementasikan solusi-solusi yang sudah dikembangkan eksternal.
Hal ini termasuk solusi yang dikembangkan oleh KNKP atau Best
Practice yang sudah dikembangkan oleh Fasilitas Klesehatan lain
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Libatkan tim anda dalam pengambangan cara-cara agar asuhan pasien
lebih baik dan lebih aman.
b. Kaji ulang perubahan-perubahan yang sudah dibuat dengan tim anda
untuk memastikan keberlanjutannya
c. Pastikan tim anda menerima feedback pada setiap followup dalam
pelaporan insiden.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Pengelolaan sistem Keselamatan Kerja di IGD RSUD Gandus


mengacu pada buku “Pedoman Umum Keselamatan Kerja, Kebakaran,
dan Kewaspadaan Bencana“ yang disusun oleh K3 (Keselamatan Kerja
Karyawan) RSUD Gandus , sedangkan uraian hal dimaksud adalah
sebagai berikut :

PEDOMAN PELAKSANAAN KESELAMATAN KERJA


Di dalam Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Kerja ini dicakup
pedoman pelaksanaan tentang Keselamatan Kerja itu sendiri,
Keselamatan Kerja dan Keselamatan Rumah Sakit.

A. Keselamatan Kerja
Pengendalian Bahaya di Rumah Sakit
Risiko bahaya yang terjadi di Rumah Sakit adalah akibat faktor-faktor
lingkungan kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan
dalam suatu proses produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan
dan sarana dalam melakukan pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat
kerja.
Faktor-faktor lingkungan kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Gandus
terdiri dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan
faktor ergonomik. Faktor-faktor lingkungan kerja yang nilainya melampaui
Nilai Ambang Batas (NAB), maka kemungkinan dapat mengakibatkan
gangguan kenyamanan kerja, gangguan kesehatan bahkan dapat
mengakibatkan penyakit akibat kerja.

a. Faktor Fisik di lingkungan Rumah Sakit


Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja Rumah Sakit
adalah :

1) Iklim kerja
Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan
perpaduan antara parameter-parameter suhu udara, kelembaban
udara, suhu radiasi, kecepatan gerakan udara dan panas
metabolisme sebagai hasil aktivitas dari seseorang. Bila melampaui
Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Nomor. KEP - 51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan
Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44, maka akan
mengakibatkan berbagai kelainan fisik dan fisiologis.
Pengendalian bahaya fisik akibat iklim kerja dilakukan sebagai
berikut:
a) Terhadap lingkungan kerja
(1) Menyempurnakan sistem ventilasi
(2) Terhadap permukaan yang mempunyai suhu permukaan tinggi
memperkecil panas radiasi
(3) Menyediakan tempat istirahat yang cukup
(4) Memberikan warna yang cerah pada peralatan yang
memberikan sumber panas
(5) Memasang shielding (penyekat) antara sumber panas dan
tenaga kerja
b) Terhadap tenaga kerja
(1) Memberikan air minum dekat tempat kerja yang memenuhi
syarat artinya cukup dan mudah dicapai dari lokasi kerja
(2) Pada lingkungan kerja yang mempunyai suhu radiasi rendah
dianjurkan dengan pakaian kerja ringan, sedang untuk radiasi
tinggi dianjurkan dengan pakaian kerja dengan tertutup
seluruh permukaan kulit dan berwarna putih
(3) Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan
panas apabila berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit
cardio-vasculer
c) Terhadap lingkungan kerja yang bersuhu dingin
(1) Disediakan intermediate room dengan perubahan suhu yang
tidak terlalu besar sebelum masuk ke tempat kerja bersuhu
dingin
(2) Mencegah pengeluaran panas dari tubuh dengan pakaian
pelindung
(3) Memperbesar E req dengan menaikan metabolisme melalui
pem-berian makanan tambahan dan dalam hal-hal tertentu
meningkatkan aktivitas
2) Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat
menimbulkan bising mengganggu (annoyance noise), yaitu kebisingan
yang tidak menghi-langkan daya dengar, tetapi mengganggu
konsentrasi/ketenangan. Biasanya tingkat kebisingan rendah dan
suaranya tidak keras. Sedangkan bising yang menyebabkan
kehilangan daya dengar, yaitu kebisingan yang menyebabkan ketulian
pada tingkat kebisingan yang tinggi. Nilai Ambang Batas Kebisingan
(NAB) telah diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
KEP-51/MEN/1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP
No.HK.00.06.64.44.
Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga
kerja seperti :
a) Gangguan Fisiologis
b) Gangguan Tidur
c) Gangguan Komunikasi
d) Gangguan Psikologis
e) Gangguan Pendengaran
Pengendalian bahaya fisik akibat kebisingan
Pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah
mengu-rangi tingkat dan atau lamanya pemaparan, secara garis besar
usaha-usaha yang dapat ditempuh dengan cara :

a) Pengendalian secara teknis


1. Mengurangi kebisingan pada sumbernya, misalnya memasang
pere-dam pada tempat-tempat sumber bising
2. Merawat mesin-mesin secara teratur
3. Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan
tidak ada yang goyang
b) Pengendalian secara administratif
Pengaturan secara administratif dilakukan dengan mengatur
waktu pemaparan yaitu tidak berada dilingkuan kerja yang
mempunyai kebisingan dengan intensitas melampaui Nilai
Ambang Batas (NAB)
c) Pengendalian secara medis
(1) Pemeriksaan sebelum bekerja
(2) Pemeriksaan berkala
d) Penggunaan alat pelindung diri
(1) Ear muff (tutup telinga)
(2) Ear plug (sumbat telinga)

3) Pencahayaan
Intensitas pencahayaan yang cukup dan distribusinya merata serta
tidak menimbulkan kesilauan, dapat terlaksana kalau perencanaan atau
design dari pemasangan lampu ruangan kerja. Intensitas cahaya
dinyatakan dalam satuan “Lux” yaitu satuan penerangan atau
pencahayaan per m2 nya jatuh arus cahaya sebesar satu lumen.
Standart intensitas pencahayaan di tempat kerja diatur dalam Peraturan
Menteri Perburuan (PMP No.7 th 1964) tentang syarat-syarat kebersihan
di tempat kerja dan intensitas pencahayaan dan Keputusan Dirjen PPM
& PLP No.HK.00.06.64.44.
Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan :
a) Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja
b) Keluhan pegal-pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata
c) Kerusakan indra mata
d) Meningkatnya terjadinya kecelakaan

Pengendalian bahaya fisik akibat Intensitas cahaya


a) Membersihkan secara rutin instalasi penerangan termasuk lampunya
b) Secepatnya mengganti dan memperbaiki instalasi penerangan dan
lampu-lampu yang rusak
c) Jika memakai penerangan alami atau sinar matahari diupayakan agar
jendela tempat jalannya masuk sinar matahari tidak terhalang atau
tertutup
d) Penambahan penerangan lokal apabila penerangan umum tidak
mencukupi untuk jenis pekerjaan-pekerjaan tertentu

4) Getaran
Getaran adalah merupakan salah satu faktor fisik dan biasanya
terjadi karena mesin-mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang
dijalankan dengan suatu motor dapat menghasilkan suatu getaran yang
akan diteruskan ke tubuh tenaga kerja yang mengoperasikannya.
Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas getaran telah ditetapkan dengan
keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51 /MEN/1999, Keputusan
Dirjen PPM & PLP No. HK.00.06.64.44 dan menurut Internasional
Standar Organisation (ISO,1979) batas aman bagi kesehatan, yaitu
getaran paling kecil yang dapat mengganggu kesehatan adalah 14
mm/detik.
Pengaruh dari getaran adalah:
a) Menggangu kenyamanan kerja
b) Mempercepat terjadinya kelelahan
c) Membahayakan kesehatan

Pengendalian bahaya fisik akibat Getaran


a) Isolasi sumber getaran
b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol
c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap getaran, diselingi dengan
waktu istirahat yang cukup
d) Melengkapi peralatan mekanis yang dapat menahan atau menyerap
getaran
e) Merawat mesin secara rutin

5) Gelombang Radiasi
Radiasi dapat ditimbulkan oleh peralatan-peralatan dengan
kemajuan tek-nologi yang sangat pesat sekarang ini. Radiasi gelombang
elektromagnetik terdiri dari radiasi yang mengion dan radiasi yang tidak
mengion, seperti gelom-bang-gelombang mikro, sinar laser, sinar tampak
(termasuk sinar dari layar monitor), sinar infra red, sinar ultra violet.
Nilai Ambang Batas (NAB) telah diatur menurut Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan .
Pengaruh dari pada radiasi adalah:
a) Menyebabkan kemandulan
b) Menyebabkan mutasi gen
c) Menyebabkan berbagai penyakit mata
d) Menyebabkan iritasi kulit
Pengendalian bahaya fisik akibat Radiasi
a) Isolasi sumber radiasi
b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol
c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap radiasi, diselingi waktu
istirahat yang cukup
d) Menggunakan alat pelindung diri
e) Merawat mesin secara rutin dan Pemberian makanan tambahan

b. Faktor Kimia di lingkungan Rumah Sakit


Pada dasarnya bahan kimia berpotensi untuk menimbulkan
kecelakaan atau penyakit. Bahan kimia penyebab kecelakaan pada
umumnya bersifat mudah terbakar (flammable); atau mudah meledak
(eksplosive); atau cepat bereaksi dengan bahan lain (reaktif); atau berupa
senyawa asam yang kuat dan pekat (korosif) atau senyawa basa kuat
(kaustik); atau bisa juga berupa “gas asphyxiant” yaitu gas yang sangat
banyak memenuhi suatu ruangan membuat kadar oksigen menjadi sangat
rendah (kurang dari 9 %) sehingga orang sulit bernapas dan lemas.
Bahan kimia yang dapat menimbulkan penyakit umumnya bersifat
irritant terhadap kulit/mata dan sistem pernapasan; atau menyebabkan
radang/ infeksi; atau menimbulkan efek sistemik yaitu tidak menimbulkan
efek lansung pada bagian tubuh yang terpapar(kulit,mata atau saluran
pernapasan) melainkan memberi efek pada organ-organ yang berada di
dalam tubuh, seperti system syaraf pusat (SSP), ginjal, alveoli, darah, janin
dll. Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Kimia di udara Lingkungan Kerja telah
diatur dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Nomor : SE – 01 /MEN/1997
tanggal 16 Oktober 1997. Faktor kimia dilingkungan kerja Rumah Sakit
terdapat banyak diruang ruang seperti :
1) Laboratorium (bahan kimia, gas untuk pemeriksaan)
2) Ruang Operasi (Gas Anastesi,cairan pencuci hama dll)
3) Ruang Intensive Care (Cairan anti septic, Gas dll)
4) Bagian Pemeliharaan Sarana (Cat, Gas untuk mengelas, Cairan
pembersih alat)
5) Bagian Farmasi (bahan kimia, obat dll)
6) Ruang Sterilisasi (Gas, Cairan anti septic dll)
7) Ruang Pencucian (Bahan kimia untuk mencuci)
Pengendalian bahaya kimia
1) Mengetahui Material Safety Data Sheets (MSDS) dari setiap material atau
bahan.
2) Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia harus dikelompokan dan
disimpan dengan baik. Ruang penyimpanan sebaiknya terbuat dari
bahan tahan api, mempunyai ventilasi yang cukup baik untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas-gas yang berbahaya. Suhu ruang penyimpanan
juga harus disesuaikan, setiap kali harus diamati apakah kondisi ruang
penyimpanan selalu bersih, tidak ada bocoran atau tumpahan zat kimia.
3) Material Handling yang baik yaitu membawa atau memindahkan bahan
kimia dari suatu tempat ke tempat lain harus dilakukan dengan hati-
hati, karena dapat menimbulkan bahaya bila sampai terjatuh atau
tumpah.
4) Ruang tempat kerja harus mempunyai sistem ventilasi yang cukup
dimana aliran udara masuk dan keluar cukup bersih. Penerangan dan
suhu ruang kerja juga harus diperhatikan.
5) Pemantauan secara berkala konsentrasi gas di ruangan yang dapat
memapar pekerja
6) Sebelum bekerja dengan bahan-bahan kimia, terlebih dahulu para
pekerja harus diberikan pelatihan yang memadai agar dapat bekerja
sesuai dengan Standart Operating Prosedur (SOP) yang berlaku.
7) Penggunaan alat pelindung diri
8) Pemeriksaan pra kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus
terhadap pekerja

c. Faktor-faktor Biologis di lingkungan Rumah Sakit


Dalam lingkungan Rumah Sakit terdapat berbagai macam penyakit
yang di sebabkan oleh agent biologi atau Mikro organisme.
Secara garis besar agent - agent biologi dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Kelompok Bakteri , misalnya: Streptococcus, Salmonella, Staphylococcus
2) Kelompok Virus, misalnya: HIV, HBV
3) Kelompok Jamur, misalnya: Blastomycetes, Actinomycetes
4) Kelompok Parasit, misalnya: Ancylostoma, Ascaris
5) Kelompok Ricketsia dan Chlamydia, misalnya: LGV, Psittacosis
Cara penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain dapat terjadi
dengan berbagai cara, misalnya:
1) Melalui saluran pernapasan
2) Melalui kontak kulit
3) Melalui saluran pencernaan
4) Melalui peredaran darah
Bagian-bagian tubuh penderita yang dapat menjadi sumber penularan
antara lain adalah : Urine, Tinja, Keringat, dan Sputum

Pengendalian bahaya biologi


1) Peningkatan pengetahuan dan kepedulian petugas kesehatan terhadap
penyakit infeksi nosokomial
2) Protap untuk setiap pekerjaan dan tindakan
3) Prosedur pengelolaan spesimen (darah, urine, tinja, sputum, dan lainnya)
4) Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi peralatan medis, meja, lantai dan
sebagainya
5) Isolasi pasien (penyakit khusus)
6) Sanitasi lingkungan Rumah Sakit
7) Pemeriksaan kesehatan berkala untuk petugas
8) Melaksanakan pengelolaan limbah Rumah Sakit
9) Pelatihan pengendalian Infeksi Nosokomial
10)Penggunaan alat pelindung diri
2. Pedoman Praktis Ergonomik
Jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terus
meningkat diakibatkan oleh kurangnya perhatian terhadap masalah
ergonomi di lingkungan pekerjaan. Pedoman Praktis Ergonomik dapat
digunakan untuk mencari solusi prak-tis bagi peningkatan kondisi kerja
dari sudut pandang ergonomi.
Hal ini bertujuan untuk menyediakan alat yang tepat untuk meningkatkan
kondisi lingkungan kerja, mencapai tingkat efisiensi serta tingkat
keselamatan dan kese-hatan Kerja yang lebih baik.
Pedoman praktis ergonomik mencakup semua masalah aspek utama
dari ergonomi yang diperlukan di tempat kerja yang meliputi :
a. Penyimpanan dan Penanganan Material
b. Pencahayaan di Tempat Kerja
c. Bangunan dan Lingkungannya
d. Bahaya-bahaya Lingkungan Kerja
e. Fasilitas Umum
f. Peralatan Pelindung Diri
Hal-hal tersebut di atas sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah
ergono-mi sesuai situasi yang ada di lingkungan kerja setempat.
a. Penyimpanan dan Penanganan Material
1. Jalur pengangkutan harus bebas hambatan dengan rambu-rambu
yang jelas
2. Gang dan Koridor agar cukup lebar sehingga memungkinkan
dilakukannya transportasi dua arah.
3. Jalur transportasi agar dalam kondisi yang baik, tidak licin dan bebas
rintangan.
4. Buatlah “Jembatan” (turunan/tanjakan) dengan sudut kelandaian
antara 5 – 8 % pada batas permukaan lantai yang berbeda pada
jalur/jalan di ruang kerja.
5. Sempurnakan tata letak tempat kerja agar mengurangi gerakan
material yang dibutuhkan.
6. Gunakan kereta dorong atau alat lain yang beroda untuk mengangkut
material.
7. Gunakan rak beroda untuk mengurangi pekerjaan memuat maupun
mem-bongkar.
8. Di tempat kerja, gunakan rak bersekat-sekat yang dapat menampung
lebih banyak barang, agar mengurangi jumlah barang yang harus di
pindah-pindahkan.
9. Gunakan alat bantu mekanis untuk mengangkat, menurunkan
maupun memindahkan benda-benda yang berat.
10. Kurangi penanganan barang / material, dengan cara menggunakan
alat-alat bantu.
11. Mengangkat / membawa barang yang berat, bagi barang menjadi
beberapa bagian yang lebih ringan yang ditempatkan dalam kemasan,
kotak, nampan dan lain-lain.
12. Buatkan pegangan khusus pada semua barang dalam kemasan atau
kotak, dan lain-lain yang akan diangkat maupun dibawa, atau
tentukan bagian yang dapat dijadikan pegangan.
13. Bila memindahkan barang secara manual (tanpa alat), usahakan
sesedikit mungkin gerakan meninggikan atau merendahkan dari
posisi ketinggian semula
14. Bila memindahkan benda-benda yang berat, lakukan secara mendatar
dengan didorong atau ditarik, jangan diangkat maupun diturunkan
15. Sewaktu mengerjakan benda/barang, membawa, mengangkat dan
sebagai-nya hindari gerakan membungkuk maupun memutar
pinggang
16. Benda yang kita bawa agar selalu dirapatkan pada badan kita
17. Lakukan gerakan mengangkat dan menurunkan barang secara
perlahan-lahan, dan hindarkan gerakan memutar pinggang ataupun
membungkukkan badan
18. Bila kita mengangkat beban/benda panjang, tumpukan sebagian
beban berat di atas bahu (dipikul), agar terjaga keseimbangan tubuh
19. Untuk menghindari kelelahan dan cedera tubuh, bagi mereka yang
melaku-kan pekerjaan mengangkat beban berat, seyogyanya diselingi
dengan pekerjaan-pekerjaan ringan
20. Sediakan dan tempatkan bak sampah pada posisi yang memudahkan
penggu-naannya
21. Jalur-jalur keluar bangunan (untuk keadaan darurat), agar diberi
tanda/ga-ris/tulisan yang jelas, serta harus bersih dari benda-benda
yang dapat menghambat.

b. Pencahayaan di tempat kerja


1) Tingkatkan pemanfaatan cahaya alami di siang hari
2) Jika ruang kerja memerlukan penambahan cahaya, berikan cat
berwarna lembut pada dinding dan plafon
3) Penerangan harus selalu dinyalakan di mana para pekerja berada,
misalnya di gang-gang, tangga dan lain-lain
4) Nyalakan lampu penerangan yang mencukupi bagi para pekerja agar
mereka dapat bakerja lebih efisien dan nyaman setiap saat
5) Sediakan penerangan khusus di tempat kerja untuk maksud
pekerjaan pengawasan dan agar pekerja dapat melaksanakan
pekerjaannya lebih teliti
6) Untuk mengurangi cahaya yang menyilaukan secara langsung,
pindahkan sumber cahaya atau pasang pelindung
7) Hilangkan permukaan-permukaan yang memantulkan cahaya dari
sekitar tempat kerja untuk menghindarkan sinar pantulan yang
menyilaukan
8) Pilihlah sistem pencahayaan yang memadai untuk pekerjaan yang
memerlukan pengamatan dari jarak yang dekat serta dilakukan
secara berulang-ulang
9) Bersihkan selalu jendela-jendela dan rawat selalu sumber-sumber
penerangan

c. Bangunan dan Lingkungannya


1) Lindungi para pekerja dari hawa panas yang berlebihan dalam
ruangan
2) Lindungi tempat kerja dari hawa panas dan dingin yang berlebihan
dari luar ruangan
3) Pasanglah lapis penyekat atau isolasi pada sumber panas dan sumber
dingin
4) Pasanglah sistem pengaturan udara yang memadai sehingga para
pekerja dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien
5) Perbanyak penggunaaan sistem ventilasi alami untuk meningkatkan
kenyamanan udara di dalam ruang kerja
6) Tingkatkan fungsi dan perawatan sistem ventilasi untuk memastikan
tersedianya udara bersih di ruang kerja

d. Pengendalian Bahan-Bahan dan Subtansi yang Berbahaya


1) Pasangkan sekat atau penutup pada bagian-bagian dari mesin-mesin
yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi
2) Untuk mengurangi kebisingan, rawatlah mesin mesin dan
peralatannya yang terkait secara teratur
3) Pastikan bahwa faktor kebisingan ditempat kerja tidak mempengaruhi
faktor komunikasi, keselamatan serta efisiensi kerja
4) Kurangi fakor getaran yang dapat mempengaruhi pekerja dalam
usaha meningkatkan keselamatan, kesehatan dan efisiensi kerja
5) Pilihlah lampu tangan yang sudah terisolasi dengan baik dari bahaya
sengatan listrik maupun panas
6) Pastikan bahwa kabel-kabel yang menghubungkan peralatan dan
lampu-lampu berada dalam kondisi aman
7) Lindungi para pekerja dari bahaya bahan-bahan kimia sedemikian
rupa sehingga mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan aman
dan efisien

e. Fasilitas Umum
1) Sediakan dan lakukan perawatan yang baik, termasuk mengganti dan
mencuci berbagai fasilitas sanitasi yang ada, agar kerapian maupun
kebersihan dan kesehatan terjaga
2) Sediakan fasilitas air minum, ruang makan, dan ruang istirahat
dengan kondisi yang baik dan nyaman untuk para pengguna
3) Tingkatkan fasilitas kesejahteraan dan pelayanan, sejalan dengan
usaha peningkatan kinerja para pekerja
4) Sediakan tempat/ruangan khusus bagi para pekerja untuk
mengadakan rapat, pertemuan, dan program pelatihan
5) Beri tanda-tanda yang jelas pada ruang/area di mana di tempat
tersebut diharuskan menggunakan alat pelindung diri
6) Sediakan alat pelindung diri yang memadai dan mampu melindungi
para karyawan sesuai dengan peruntukannya
7) Jika bahaya di ruang kerja tidak dapat dihilangkan dengan cara lain,
maka gunakan dan pilih alat pelindung diri yang cocok dan mudah
perawatannya bagi pekerja yang menggunakannya
8) Pastikan bahwa pekerja yang perlu menggunakan alat pelindung diri
secara teratur, harus mengikuti petunjuk penggunaaan yang tepat,
proses adaptasi serta pelatihan pemakaian
9) Pastikan bahwa semua orang dapat menggunakan alat pelindung diri
bila diperlukan
10) Pastikan bahwa alat pelindung diri dapat diterima oleh semua pekerja
11) Sediakan bahan-bahan pembersih dan fasilitas perawatan alat
pelindung diri, serta lakukan program perawatan secara teratur
12) Sediakan tempat yang memadai untuk menyimpan alat-alat pelindung
diri
13) Berikan tugas dan tanggung jawab kepada petugas untuk
melaksanakan perawatan dan kebersihan secara rutin

3. Keamanan Pasien
Untuk menjamin keamanan pasien selama menjalani pengobatan di
Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng, perlu dilengkapi dengan adanya
perlengkapan keamanan bagi pasien, antara lain:
a. Pegangan sepanjang tangga dan dinding
Perlunya pegangan sepanjang tangga dan dinding dimaksudkan agar
pasien, termasuk keluarga dan karyawan dapat berpegangan saat
menaiki atau menuruni tangga, dan bagi pasien yang dalam kondisi
lemah, apabila tidak menggunakan kursi roda, dapat berjalan dengan
berpegangan pada dinding.

b. Toilet dilengkapi pegangan dan bel


Pegangan di toilet pasien untuk membantu pasien yang kondisinya
lemah agar tidak terjatuh saat berada dalam toilet. Bel di toiet
ditujukan untuk memudah-kan pasien meminta pertolongan apabila
terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan saat berada dalam toilet.
c. Pintu dapat dibuka dari luar
Pintu toilet di ruang perawatan hendaknya dapat dibuka dari luar
agar apabila terjadi sesuatu kondisi darurat misalnya pasien terjatuh
di depan pintu, petugas dapat segera memberikan pertolongan tanpa
terhalang oleh tubuh pasien.
d. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya
Penahan pada tepi tempat tidur pasien dengan jarak terali lebih kecil
dari kepala anak +/- 10 cm, agar pasien tidak mudah terjatuh dari
tempat tidur dan mencegah terjadinya kecelakaan pada anak-anak.
e. Sumber listrik mempunyai penutup/pengaman
Untuk mencegah/mengurangi bahaya yang mungkin timbul dari
sumber listrik terutama diruangan rawat inap.
f. Sumber air panas mempunyai kendali otomatis
Untuk mencegah terjadinya luka bakaroleh air panas, seluruh sumber
air panas perlu memiliki kendali otomatis.
g. Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat-tempat penting
Ketersediaan oksigen di semua ruang perawatan, IGD, ICU dan Bedah
harus selalu terjamin. Untuk itu harus dilakukan pengecekan dan
pemeliharaan rutin terhadap perlengkapan ini.
h. Tersedia emergency suction
Disetiap ruang perawatan harus tersedia emergency suction yang
selalu siap pakai dan dapat dipergunakan setiap saat.
i. Kamar dilengkapi dengan bel yang mudah dijangkau dan lampu
darurat
Setiap kamar perawatan dilengkapi dengan bel yang letaknya mudah
dijangkau serta lampu darurat yang otomatis menyala ketika
dibutuhkan.

4. Penanggulangan Kecelakaan Kerja


Penanggulangan kecelakaan akibat kerja, merupakan pertolongan
pertama yang harus segera diberikan kepada tenaga kerja yang menderita
kecelakaan atau penyakit mendadak ditempat kerja.
Pertolongan pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan
perawatan darurat pada korban, sebelum pertolongan yang lebih mantap
dapat diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya, dengan tujuan:
(1) Menyelamatkan nyawa korban;
(2) Meringankan penderitaan korban;
(3) Mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah;
(4) Mempertahankan daya tahan korban;
(5) Mencarikan pertolongan lebih lanjut.

a. Hal-hal pokok yang penting dalam penanggulangan Kecelakaan


Kerja
Tindakan-tindakan yang penting adalah:
(1) Tidak boleh panik;
(2) Memperhatikan nafas korban;
(3) Bila pernafasan berhenti, segera dilakukan pernafasan buatan
(dari mulut ke mulut);
(4) Memperhatikan perdarahan.
(5) Dilakukan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat
dengan tangan, dengan menggunakan sapu tangan atau kain
yang bersih
(6) Memperhatikan tanda-tanda “Shock”.
(7) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru, harus diatasi
dulu keadaan-keadaan yang membahayakan korban, seperti:
perdarahan, patah tulang, nafas hilang, denyut jantung berhenti,
dan lain sebagainya.

b. Pencegahan Kecelakaan Kerja dengan pemakaian Alat


Pelindung Diri
Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang mempunyai
kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan, yang
fungsinya mengisolasi tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD
dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dan cara kerja yang
aman (work practice) telah maksimum. Namun pemakaian APD
bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut.
Sebagai usaha terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja,
APD haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan
perlindungan yang efektif terhadap bahaya.
Kelemahan penggunaan APD
Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena:
(1) Memakai APD yang tak tepat;
(2) Cara pemakaian APD yang salah;
(3) APD tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan;
Sering APD tak dipakai karena tidak enak/kurang nyaman, karena
itu adalah penting dalam pemeliharaan dan kontrol terhadap APD,
sehingga fungsi APD tetap baik, misalnya ;
(1) APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu;
(2) APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter
dan cartridge;
(3) APD dapat menularkan penyakit, bila digunakan bergantian;
c. Pencatatan dan Pelaporan Kecelakaan Kerja di lingkungan
Rumah Sakit
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit
memuat komitmen dan tekad dalam melaksanakan keselamatan dan
kesehatan kerja, dengan kerangka dan program kerja yang mencakup
kegiatan secara menyeluruh yang bersifat umum dan operasional.
Kebijakan tersebut dibuat, disosialisasikan kepada semua pekerja
agar prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan
secara efektif dan menjadi bagian dalam melaksanakan tugas sehari-
hari. Keterkaitan dalam upaya pengendalian keselamatan dan
kesehatan kerja Rumah Sakit selain pengendalian teknis juga perlu
memperhatikan pengendalian administratif, dimana salah satu hal
yang perlu mendapat perhatian adalah sistem pencatatan dan
pelaporan kecelakaan kerja, yaitu:Pencatatan peristiwa kecelakaan
kerja

1) Pelaporan peristiwa kecelakaan kerja


2) Penyelidikan peristiwa kecelakaan kerja ; dan
3) Penanggulangan peristiwa kecelakaan kerja
4) Pengisian formulir tersebut harus berdasarkan fakta yang
sebenar-benarnya agar tidak terjadi kesalahan dalam upaya
penyelidikan dan cara penanggulang-annya.

5. Penanganan Limbah dan Bahan Berbahaya


Rumah Sakit dengan berbagai kegiatannya yang menggunakan bahan
berba-haya dan menghasilkan limbah yang saat ini mulai disadari dapat
menimbulkan gangguan kesehatan akibat bahan yang terkandung di
dalamnya dan menjadi mata rantai penyebaran penyakit, selain itu juga
dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan udara, air dan tanah.
Sampah Rumah Sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis unit
penghasil dan jenis pengelolaannya, secara garis besar limbah padat Rumah
Sakit digolongkan menjadi sampah medis dan sampah non medis.
(1) Limbah padat medis biasanya dihasilkan oleh Ruang Pasien, Ruang
Tindakan/ Pengobatan, Ruang Bedah, Ruang Perawatan termasuk
dressing kotor, verband, kateter, swab, plaster, dll.
(2) Limbah padat non medis dihasilkan oleh Ruang Administrasi, Ruang
Gizi, Ruang Diklat, dll.
Penggolongan tersebut di atas bertujuan:
(1) Memudahkan bagi penghasil untuk pembuangan sampah (sesuai jenis
warna kantong)
(2) Mencegah terkontaminasinya limbah padat non medis dari limbah padat
medis
(3) Memudahkan pengelola sampah dalam mengenali sampah didalamnya
tergolong medis atau bukan
(4) Memperkecil biaya operasional pengelolaan limbah padat
a. Limbah Berbahaya dan Sejenisnya
1) Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah limbah yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau atau
menusuk kulit.
Limbah benda tajam mempunyai potensi dan dapat menyebabkan
cidera melalui sobekan atau tusukan. Limbah benda tajam mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan
beracun, bahan citotoksik atau radioaktif.
Secara umum, jarum disposible tidak dipisahkan dari syringe atau
perlengkapan lain setelah digunakan. Cliping, bending atau breaking
jarum-jarum untuk membuatnya tidak bisa digunakan sangat
disarankan karena akan menyebabkan accidental inoculation.
Prosedur tersebut dalam beberapa hal perlu diperhatikan
kemungkinan dihasilkannya aerosol. Menutup jarum dengan kap
dalam keadaan tertentu barangkali bisa diterima, misalnya dalam
penggunaan bahan radioaktif dan untuk pengumpulan gas darah.
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kontainer yang tahan
tusukan dan diberi label dengan benar untuk menghindari
kemungkinan cidera saat proses pengumpulan dan pengangkutan
limbah tersebut. Dan pada proses akhir dimusnahkan dengan
incinerator.

2) Limbah infeksius
Limbah infeksius memiliki pengertian ;
a) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan insentif)
b) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan / isolasi penyakit
menular
c) Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada
proses akhir dimusnahkan dengan incinerator.

3) Limbah jaringan tubuh


Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat
oleh darah, bila dalam jumlah kecil, dan bila mungkin diencerkan,
sehingga dapat dibuang ke dalam sistem saluran pengolahan air
limbah.

4) Limbah citotoksik
Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontami-nasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan
atau tindakan terapi citotoksik.
Untuk menghapus tumpahan yang tidak disengaja, perlu disediakan
absorben yang tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam
ruang peracikan terapi citotoksik, bahan yang cocok untuk itu, antara
lain: sawdust, granula absorpsi, atau pembersih lainnya.
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada
proses akhir dimusnahkan dengan incenerator.
Sedangkan limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti ;
tinja , urine dan muntahan, dapat dibuang secara aman ke dalam
saluran air kotor. Namun harus hati-hati dalam menangani limbah
tersebut dan harus diencer-kan dengan benar.

5) Limbah farmasi
Limbah farmasi berasal dari ;
a) Obat-obatan kadaluarsa
b) Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi
spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi
c) Obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh
masyarakat
d) Obat-obatan yang tidak diperlukan oleh institusi yang
bersangkutan
e) Limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan
Metode pembuangan tergantung pada komposisi kimia limbah.
Namun, prinsip – prinsip berikut hendaknya dapat dijadikan
pertimbangan.
a) Limbah farmasi hendaknya diwadahi dengan kontainer non
reaktif
b) Bilamana memungkinkan, cairan yang tidak mudah terbakar
(larutan anti-biotik) hendaknya dierap dengan sawdust dikemas
dengan kantong plastik dan dibakar dengan incenerator
c) Bila proses penguapan dilakukan untuk membuang limbah
farmasi hendaknya dilakukan di tempat terbuka jauh dari api,
motor elektrik, atau intake conditioner. Proses penguapan dapat
menimbulkan pencemaran udara karena itu metode ini
hendaknya hanya digunakan untuk limbah farmasi dengan sifat
racun rendah.
d) Bahan ditempatkan dalam wadah non reaktif yang mempunyai
bidang permukaan luas.
e) Umumnya limbah farmasi harus dibuang melalui incenerator.
Secara umum, tidak disarankan untuk membuangnya ke dalam
saluran air kotor.

6) Limbah bahan kimia


Limbah dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan
medis, vete-rinari, laboratorium, proses sterilisasi dan riset.
Pembuangan limbah kimia ke dalam saluran air kotor dapat
menimbulkan korosi atau berupa ledakan. Reklamasi dan daur
ulang bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) dapat diupayakan
bila secar teknis dan ekonomis memungkinkan. Disarankan untuk
berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat petunjuk
lebih lanjut.
Mercuri banyak digunakan dalam penyerapan restorasi amalgam.
Limbah mercuri amalgam tidak boleh dibakar dengan incenerator
karena akan menghasilkan emisi yang beracun. Terlepas dari
produksi limbah kimia, prosedur pengamanan adalah yang
terpenting (good housekeeping). Disarankan untuk berkonsultasi
dengan instansi berwenang untuk mendapat petunjuk lebih lanjut.
7) Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio
isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida.
Limbah ini dapat berasal dari antara lain; tindakan kedokteran
nuklir, radioimmunoassay & bac-teriologis (baik cair, padat maupun
gas).
Hal-hal yang harus dipenuhi secara umum dalam penanganan dan
pembuangan limbah golongan ini adalah personil harus sesedikit
mungkin memperoleh paparan radiasi. Kepala Pengamanan Radiasi
harus bertanggung jawab untuk penanganan yang aman,
penyimpanan dan pembuangan limbah radioaktif. Pejabat ini harus
bertanggung jawab untuk semua urusan pengamanan radioaktif dan
mencari petunjuk, bila diperlukan unit yang menghasilkan limbah
radioaktif hendaknya menetapkan area khusus untuk penyimpanan
limbah radioaktif , yang harus dikemas dengan benar. Tempat
khusus tersebut hendaknya diamankan dan hanya digunakan untuk
tujuan itu.

8) Limbah plastik
Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik adalah terutama
karena jumlah penggunaan yang meningkat secara cepat seiring
dengan penggunaan barang medis disposable seperti syringe dan
selang. Penggunaan plasik lain seperti pada tempat makanan,
kantong obat, peralatan dll juga memberi kontribusi meningkatnya
jumlah limbah plastik. Terhadap limbah ini barangkali perlu
dilakukan tindakan tertentu sesuai dengan salah satu golongan
limbah di atas jika terkontaminasi bahan berbahaya.
Apabila pemisahan dilakukan dengan baik, bahan plastik
terkontaminasi dapat dibuang melalui pelayanan pengangkutan
sampah kota/umum.
Dalam pembuangan limbah plastik hendaknya memperhatikan
aspek berikut:
a) Pembakaran beberapa jenis plastik akan menghasilkan emisi
udara yang berbahaya. Misalnya pembakaran plastik yang
mengandung PVC (Poly Vynil Chlorida) akan menghasilkan
hidrogen chlorida, sementara itu pembakaran plastik yang
mengandung nitrogen seperti plastik formaldehida urea akan
menghasilkan oksida nitrogen.
b) Keseimbangan campuran antara limbah plastik dan non plastik
untuk pembakaran dengan incinerator akan membantu
pencapaian pembakaran sempurna dan mengurangi biaya operasi
incenerator
c) Pembakaran terbuka sejumlah besar limbah plastik tidak
diperbolehkan karena akan menghasilkan pemaparan pada
operator dan masyarakat umum.
d) Komposisi kimia limbah beracun sesuai dengan kemajuan
tehnologi sehingga produk racun potensial dari pembakaran
mungkin juga berubah. Karena itu perlu dilakukan updating dan
peninjauan kembali strategi penanganan limbah plastik ini
e) Tampaknya limbah plastik yang dihasilkan dari unit pelayanan
kesehatan akan meningkat. Volume yang begitu besar
memerlukan pertimbangan dalam pemisahan sampah dan untuk
sampah plastik setelah aman sebaiknya diupayakan daur ulang.

b. Prosedur Penanganan dan Penampungan


1) Pemisahan dan Pengurangan
Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus
di-identifikasikan dan dipilah-pilah. Reduksi keseluruhan volume
limbah, hendak-nya merupakan proses yang kontinue. Pilah-pilah dan
reduksi volume limbah klinis dan yang sejenis merupakan persyaratan
keamanan yang penting untuk petugas pembuang sampah, petugas
emergency dan masyarakat.
Pemilahan dan reduksi volume limbah hendaknya
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut ;
a) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah
b) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus,
dengan pemisahan limbah B3 dan non B3
c) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia Non B3
d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis
limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.
Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat
penghasil adalah kunci pembuangan yang baik. Dengan limbah berada
dalam kantong atau kontainer yang sama untuk penyimpanan,
pengangkutan dan pembuangan akan mengurangi kemungkinan
kesalahan petugas dalam penanganannya.

2) Penampungan
Sarana penampungan harus memadai, letak pada lokasi yang tepat,
aman dan hygienis. Standarisasi kantong pada limbah klinis dapat
dilakukan dengan pembedaan warna maupun dengan label, hal ini
diperlukan agar menghindari kesalahan petugas dalam pengelolaan.
Keseragaman standar kantong & kontainer limbah memberikan
keuntungan sebagai berikut:
1) Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan
antar instasni/unit
2) Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di
lingkungan Rumah Sakit maupun pada penanganan limbah di luar
Rumah Sakit.
3) Pengurangan biaya produksi kantong & container

3) Pengangkutan
Dalam strategi pembuangan limbah Rumah Sakit hendaknya
memasukkan prosedur pengangkutan limbah internal dan eksternal.
Pengangkutan internal biasanya berawal dari titik penampungan ke
onsite incinerator dengan kereta dorong. Peralatan tersebut harus diberi
label dan dibersihkan secara reguler dan hanay digunakan untuk
mengangkut sampah . Setiap petugas hendaknya diberi APD (alat
pelindung diri) khusus.
Pengangkutan sampah klinins dan yang sejenis ke tempat
pembuangan di luar memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan
harus diikuti oleh seluruh petugas yang terlibat. Prosedur tersebut harus
memenuhi peraturan angkutan lokal. Bila limbah klinis dan yang sejenis
diangkut dengan kontainer khusus, kuat dan tidak bocor. Kontainer
harus mudah ditangani dan harus mudah dibersihkan.

4) Pemusnahan
Incinerator digunakan untuk melakukan proses pembakaran yang
dilaksana-kan dalam ruang ganda incinerator yang mempunyai
mekanisme pemantauan secara ketat dan pengendalian parameter
pembakaran. Limbah yang combustible dapat dibakar bila incinerator
yang tepat tersedia, bila tidak justru akan merusak dinding ruang
incinerator. Residu dari incinerator/abu bisa dibuang langsung ke
landfill, namun tidak untuk residu yang mengandung logam berat.

5) Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya


Barang berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat
dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Yang termasuk kategori bahan berbahaya dan beracun adalah:
a. Memancarkan radiasi
Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau partikel
radioaktif yang mampu mengionkan secara langsung atau tidak
langsung materi bahan yang dilaluinya, misalnya: Ir 192, I131, Tc99, Sa153,
sinar X, sinar alfa, sinar beta, sinar gamma, dll
b. Mudah meledak
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai
pengim-bangan kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi,
peningkatan suhu dan tekanan meningkat pesat dan dapat
menimbulkan peledakan. Bahan mudah meledak apabila terkena
panas, gesekan atau bantingan dapat menimbulkan ledakan.
c. Mudah menyala atau terbakar
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai
dengan pengim-bangan kehilangan panas, sehingga tercapai
kecepatan reaksi yang menimbulkan nyala. Bahan mudah menyala
atau terbakar mempunyai titik nyala (flash ponit) rendah (210C)
d. Oksidator
Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi
reaksi oksidasi, mengakibatkan reaksi eksothermis (keluar panas)
e. Racun
Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang
dapat menye-babkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk
ke dalam tubuh melalui pernapasan kulit atau mulut.
f. Korosif
Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan
proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi
lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur uji 55 0C,
mempunyai pH sama atau kurang dari 2 (asam), dan sama atau lebih
dari 12,5 (basa)
g. Karsinogenik
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak
jaringan tubuh.

h. Iritasi
Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput
lendir.
i. Teratogenik
Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio.
j. Mutagenik
Sifat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom yang
berarti dapat merubah genetika.
k. Arus listrik
Faktor yang mendukung timbulnya situasi berbahaya/tingkat bahaya
dipengaruhi oleh:
a. Daya racun dinyatakan dengan satuan LD50 atau LC50, dimana
makin kecil nilai LD50 atau LC50 B3 menunjukkan makin tinggi
daya racunnya
b. Cara B3 masuk ke dalam tubuh yaitu melalui saluran pernapasan,
saluran pencernaan dan penyerapan melalui kulit. Diantaranya
yang sangat berbahaya adalah yang melalui saluran pernapasan
karena tanpa disadari B3 akan masuk ke dalam tubuh bersama
udara yang dihirup yang diperkirakan sekitar 8,3 M 2 selama 8 jam
kerja dan sulit dikeluarkan kembali dari dalam tubuh.
c. Konsentrasi dan lama paparan
d. Efek kombinasi bahan kimia, yaitu paparan bermacam-macam B3
dengan sifat dan daya racun yang berbeda, menyulitkan tindakan-
tindakan pertolongan atau pengobatan
e. Kerentanan calon korban paparan B3, karena masing-masing
individu mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap pengaruh
bahan kimia.

Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3:


a. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk
mengenal ciri-ciri dan karakteristiknya. Diperlukan penataan yang
rapi dan teratur, dilakukan oleh petugas yang ditunjuk sebagai
penanggung jawab. Hasil identifikasi diberi label atau kode untuk
dapat membedakan satu sama lainnya. Sumber informasi didapatkan
dari lembar data keselamatan bahan (MSDS).
b. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang
diperlukan sesuai sifat dan karekteristik dari bahan atau instalasi
yang ditangani sekaligus memprediksi resiko yang mungkin terjadi
apabila kecelakaan terjadi.
c. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi
yang dilakukan meliputi:
1) Pengendalian operasional, seperti eliminasi, substitusi, ventilasi,
penggunaan alat perlindungan diri, dan menjaga hygiene
perorangan.
2) Pengendalian organisasi administrasi, seperti pemasangan label,
penyediaan lembar MSDS, pembuatan prosedur kerja, pengaturan
tata ruang, pemantauan rutin dan pendidikan atau latihan.
3) Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang
aman
4) Pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang
d. Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya
antara lain:
1) Upayakan substitusi, yaitu mengganti penggunaan bahan
berbahaya dengan yang kurang berbahaya
2) Upayakan menggunakan atau menyimpan bahan berbahaya sedikit
mungkin dengan cara memilih proses kontinyu yang menggunakan
bahan setiap saat lebih sedikit. Dalam hal ini bahan dapat dipesan
sesuai kebutuhan sehingga resiko dalam penyimpanan kecil.
3) Upayakan untuk mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang
bahan berbahaya yang menyangkut sifat berbahaya, cara
penanganan, cara penyimpanan, cara pembuangan dan
penanganan sisa atau bocoran/ tumpahan, cara pengobatan bila
terjadi kecelakaan dan sebagainya. Informasi tersebut dapat
diminta kepada penyalur atau produsen bahan berbahaya yang
bersangkutan.
4) Upayakan proses dilakukan secara tertutup atau mengendalikan
kontaminan bahan berbahaya dengan sistem ventilasi dan dipantau
secara berkala agar kontaminan tidak melampaui nilai ambang
batas yang ditetapkan.
5) Upayakan agar tenaga kerja tidak mengalami paparan yang terlalu
lama dengan mengurangi waktu kerja atau sistem shift kerja serta
mengikuti prosedur kerja yang aman.
6) Upayakan agar tenaga kerja memakai alat pelindung diri yang
sesuai atau tepat melalui pengujian, pelatihan dan pengawasan.
7) Upayakan agar penyimpanan bahan-bahan berbahaya sesuai
prosedur dan petunjuk teknis yang ada dan memberikan tanda-
tanda peringatan yang sesuai dan jelas.
8) Upayakan agar sistem izin kerja diterapkan dalam penanganan
bahan-bahan berbahaya
9) Tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya harus dalam
keadaan aman, bersih, dan terpelihara dengan baik
10) Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan
cara memelihara instalasi menggunakan teknologi yang tepat dan
upaya pemanfaatan kembali atau daur ulang.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu


pelayanan, maka fungsi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
dalam Rumah Sakit secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar
menjadi efektif dan efisien serta memberi kepuasan terhadap pasien,
keluarga maupun masyarakat. Dengan latar belakang diatas, maka
program pengendalian / peningkatan mutu pelayanan merupakan
prioritas utama di semua Rumah Sakit.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan garda terdepan
pelayanan medis Rumah Sakit tentunya dituntut pula melakukan
program pengendalian / peningkatan mutu. Khusus di IGD RSUD
Gandus, maka program pengendalian / peningkatan mutu pelayanan
disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut :
1. Penetapan alur pelayanan teknis dan alur pelayanan
administratif
2. Penetapan sistem pengadaan logistik dan fasilitas penunjang
terkait
3. Penetapan Standar Pelayanan Medis dan Penunjang Medis
(Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Indikator Mutu, dan
penyusunan SPO)
4. Penetapan sistem rekruitmen dan pengembangan ketenagaan
5. Penetapan media monitoring layanan beserta standar layanan,
meliputi :
- Morning Report
- Ronde Pelayanan Medis
- Case Presentation
- Rapat Bulanan
6. Pelaksanaan program MONEV (monitoring dan evaluasi) serta
perumusan langkah perbaikan / peningkatan mutu
7. Secara periodik perlu dilakukan studi banding untuk melihat
layanan IGD Rumah Sakit lain, baik Rumah Sakit Pemerintah
maupun Swasta.

Kegiatan “Bench Marking” diatas diperlukan untuk memperluas


wawasan staf IGD dalam pengelolaan unit layanan terkait
Dalam sistem ”Pengendalian Mutu” IGD RSUD Gandus secara sistematis
melalui berbagai tahapan sebagai berikut :
a. Pembuatan atau penetapan standar, indikator mutu dan SPO
(alur kerja) yang relevan atau terkait
b. Sosialisasi standar mutu
c. Menetapkan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV)
d. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan MONEV dirumuskan
ACTION PLAN terkait
Sedangkan uraian sistematika program ”Pengendalian Mutu” diatas
adalah sebagai berikut :
A. Pembuatan atau Penetapan Standar Mutu, meliputi :
- Penetapan Standar Pelayanan Medik; khususnya pembuatan
pada 10 kasus penyakit terbanyak dan kasus kegawatdaruratan
medik secara umum
- Penetapan Standar Asuhan Keperawatan
- Pembuatan atau penetapan SPO tindakan medis dan tindakan
keperawatan
- Pembuatan atau penetapan SPO manajerial dan alur pelayanan
B. Sosialisasi Standar Mutu
Dalam langkah sosialisasi dimaksud menggunakan media, yaitu
surat, rapat rutin, ”morning report”
C. Menetapkan atau melaksanakan sistem Monitoring dan Evaluasi
(MONEV) Kegiatan ini bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi
sejauh mana standar mutu yang telah ditetapkan diatas terlaksana /
dilaksanakan oleh petugas di lapangan. Aplikasi kegiatan MONEV ini
meliputi :
- Supervisi rutin; dilaksanakan oleh Ka. Instalasi IGD dan supervisi
unit terkait
- Morning report (harian)
- Rapat manajerial
- Rapat rutin bulanan
D. Ditetapkan ACTION PLAN terkait tindaklanjut dari kegiatan MONEV.
Penetapan dengan ”ACTION PLAN” ditentukan oleh temuan teknis
dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi. Dalam penerapan “ACTION
PLAN” tersebut diharapkan mampu memfasilitasi percepatan
pencapaian standar mutu yang telah ditetapkan
BAB XII
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Kebidanan Ruang Bersalin/VK ini disusun dengan


tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan di Ruang
Bersalin/VK. Dengan adanya pedoman ini diharapkan dapat tersusun
standar pelayanan kebidanan di ruang bersalin, standar asuhan kebidanan
di ruang bersalin dan tersusunnya prosedur atau protap kerja di ruang
bersalin.
Bidan dalam hal ini sangat memegang peranan penting dan strategis
untuk menentukan keberhasilan pelayanan yang diberikan kepada pasien
di ruang bersalin. Untuk itu pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan
bagi bidan di ruang Bersalin/VK dalam memberikan asuhan kebidanan.

Anda mungkin juga menyukai