Bismillahirahmanirahim
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah di
berikan kepada penyusun, sehingga Panduan Resusitasi Medis di rumah sakit Aisyiyah Siti
Fatimah Tulangan ini dapat selesai di susun.
Panduan Resusitasi Medis ini merupakan panduan kerjabagi semua pihak yang
terkait di Rumah Sakit Aisyiyah SIti Fatimah Tulangan
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih atas bantuan semua pihak yang
telah membantu dan menyelesaikan Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit Aisyiyah Siti
Fatimah Tulangan.
Penyusun
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis | i
DAFTAR ISI
SK Direktur
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I DEFINISI .............................................................................................. 1
BAB II RUANG LINGKUP ............................................................................ 3
BAB III TATA LAKSANA ............................................................................. 4
BAB IV DOKUMENTASI .............................................................................. 17
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 18
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis | ii
BAB I
DEFINISI
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 1
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada sekitar 40% pasien sindroma
koroner akut (SKA) dapat terjadi iraa fibrilasi ventrikel (ventricular fibrillation/VF), suatu
irama yang menyebabkan henti jantung mendadak (sudden cardiac death/SCD).
Kebanyakan pasien mengalami takikardi ventrikel (ventricular tachycardia/ VT) sebelum
akhirnya berubah menjadi VF, dan pada saat pasien akhirnya direkam irama jantungnya,
irama jantung sudah mengalami perburukan lagi menjadi asistol. Terapi optimal untuk
mengatasi VF adalah resusitasi jantung paru (RJP) dan defibrilasi elektrik.
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 2
BAB II
RUANG LINGKUP
Pada panduan resusitasi ini akan ditekankan pada pemberian bantuan hidup dasar
yang harus dikuasai oleh setiap dokter, dokter gigi, dokter spesialis maupun first
responder di lapangan. Bantuan hidup dasar diutamakan pada penanganan airway,
breathing, circulation berdasarkan panduan terbaru dari American Heart Association 2015
mengenai Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP). Beberapa hal yang ditekankan pada
panduan resusitasi ini yaitu :
1. Kecepatan kompresi minimal 100-120kali/ menit.
2. Kedalaman kompresi paling tidak 2,4 inchi (6 cm) pada dewasa dan kedalaman
kompresi paling tidak sepertiga diameter anteroposterior dari thorax pada bayi dan
anak (kurang lebih 1.5 inchi (4 cm) pada bayi dan 2 inchi (5 cm) pada anak).
Perhatikan bahwa rentang 1.5 sampai 2 inchi tidak lagi digunakan untuk korban
dewasa, dan ke dalaman absolut yang direkomendasikan untuk anak dan bayi lebih
dalam daripada versi AHA sebelumnya.
3. Menciptakan pengembangan dinding dada yang optimal di setiap akhir kompresi.
4. Meminimalkan kompresi saat melakukan kompresi dada.
5. Menghindari ventilasi yang berlebihan.
Detail dari tiap- tiap siklus C - A - B akan dijelaskan pada bab berikutnya.
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 3
BAB III
TATA LAKSANA
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 4
2. Tahap Resusitasi Jantung Paru
a. Lakukan pengecekan nadi karotis untuk memastikan apakah penderita
mengalami henti jantung atau tidak dan dilakukan tidak boleh lebih dari 10
detik (nadi karotis normal : 60-100 kali/ menit).
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 5
c. Lakukan pemeriksaan jalan napas untuk mengevaluasi apakah ada sumbatan
jalan napas. Sumbatan jalan napas dapat digolongkan sebagai sumbatan jalan
napas total dan sumbatan jalan napas parsial.
Sumbatan jalan napas parsial memiliki tanda sebagai berikut:
1) Pertukaran udara di perifer masih baik.
2) Masih ada suara napas.
3) Ditemukan suara napas tambahan saat inspirasi (gurgling atau snoring).
4) Ada upaya batuk dari pasien untuk mengeluarkan sumbatan.
5) Pasien masih mampu berbicara meskipun terbata-bata atau satu dua patah
kata.
6) Akral hangat.
Sedangkan sumbatan jalan napas total memiliki tanda sebagai berikut:
1) Pertukaran udara buruk atau tidak ada.
2) Batuk yang lemah, tidak efektif, atau tidak ada.
3) Suara napas tambahan saat inspirasi atau tidak ada suara napas.
4) Kesulitas bernapas.
5) Sianosis.
6) Tidak mampu bicara.
7) Memegangi leher.
8) Akral dingin.
d. Bila ditemukan adanya sumbatan, lakukan pembebasan jalan napas
dengan cara sebagai berikut:
1) Tekan dahi angkat dagu (head tilt - chin lift) bila tidak ada trauma.
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 6
2) Mendorong rahang bawah (jaw trust) bila ada trauma
e. Berikan napas bantuan sebanyak 2 kali, setiap napas bantuan selama 1 detik.
Cara memberikan napas bantuan dapat menggunakan teknik dari mulut ke
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 7
Secara ringkas bantuan hidup dasar adalah sebagai berikut:
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 8
Kardioversi tersinkronisasi
Kardioversi tersinkronisasi adalah hantaran kejut yang bersamaan dengan kompleks
QRS (sinkron). Energi (dosis kejut) yang digunakan untuk kejut sinkronisasi lebih
rendah dari yang digunakan untuk kejut yang tidak tersinkronisasi (defibrilasi).
Hantaran kejut tersinkronisasi (kardioversi) diindikasikan untuk mengobati takiaritmia
yang tidak stabil yang berhubungan dengan pembentukan kompleks QRS dan irama
nadi. Pasien yang tidak stabil memperlihatkan tanda-tanda perfusi yang jelek termasuk
status mental yang berubah, nyeri dada berlanjut, hipotensi, atau tanda lain syok dan
edema paru. Kardioversi tersinkronisasi direkomendasikan untuk mengobati SVT yang
tidak stabil akibat reentry, atrial fibrilasi, dan atrial flutter. Hantaran kejut dapat
menghentikan irama ini karena memutuskan pola reentri. Kardioversi juga
direkomendasikan untuk mengobati VT monomorfik yang tidak stabil. Kardioversi
tidak akan efektif untuk pengobatan junctional tachycardia atau ektopik atau
multifocal atrial tachycardia karena irama ini memiliki fokus yang otomatis.
Dosis energi awal dengan alat bifasik yang direkomendasikan untuk atrial flutter dan
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 9
supraventrikular takikardia yaitu 50 - 100 J. Jika dengan dosis 50 J awal gagal, penolong
dapat meningkatkan dosis secara bertahap. Pada anak- anak dapat diberikan energi awal
0,5 - 1 J/kg untuk supraventrikular takikardia, dengan dosis maksimal 2 J/kg.
C. Bantuan Hidup Lanjutan Pada Dewasa
Dalam melakukan bantuan hidup jantung lanjut tetap ditekankan pada
pentingnya RJP yang berkualitas tinggi sebagai manajemen dasar dari henti jantung.
Penghentian RJP secara periodik harus diminimalisir dan hanya dilakukan untuk
menilai ritme jantung, melakukan kejut jantung, menilai pulsasi nadi karotis bila
terdeteksi irama jantung ritmis, atau lakukan manajemen advanced airway.
Melakukan monitor dan optimalisasi kualitas RJP menggunakan parameter mekanis
(kecepatan dan kedalaman kompresi dada, pengembangan kembali dinding dada secara
adekuat, dan meminimalkan intervensi selama kompresi), atau bila memungkinkan,
parameter fisiologis (partial pressure of end - tidal CO2 [PETCO2], tekanan arteri
selama fase relaksasi dinding dada saat meiakukan kompresi, atau saturasi oksigen
vena sentral/central venous oxygen saturation [Scvo2]). Apabila tidak terdapat sarana
manajemen jalan napas tingkat lanjut, kompresi - ventilasi tersinkronisasi dengan
rasio 30:2 lebih direkomendasikan dengan kecepatan kompresi setidaknya 100 kali per
menit. Setelah penggunaan alat bantu napas tingkat lanjut salah satunya berupa
endotracheal tube (ETT), kompresi harus dilanjutkan dengan kecepatan setidaknya
100 kali kompresi per menit tanpa harus ada jeda untuk memberikan ventilasi atau
oksigenasi. Ventilasi diberikan setiap 6 atau 8 detik sekali (8 - 10 ventilasi per menit)
dan harus menghindari pemberian hiperventilasi.
Ritme yang secara spesifik meningkatkan angka kelangsungan hidup setelah
dilakukan defibrilasi adalah ventrikel fibrilasi atau ventrikel takikardi tanpa pulsasi
nadi. Sehingga diharapkan tenaga medis dapat meiakukan intervensi secara tepat pada
pasien dengan irama jantung tersebut. Pemasangan akses intravena, pemberian obat,
dan manajemen jalan napas tingkat lanjut, diupayakan tidak mengganggu kompresi
dada atau menunda pemberian defibrilasi.
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 10
D. Perawatan Pasca Henti Jantung
Perawatan pasca henti jantung merupakan suatu komponen penting pada bantuan hidup
lanjut. Sebagian besar kematian terjadi dalam 24 jam pertama setelah onset henti
jantung. Suatu keadaan henti jantung akan berdampak terhadap berbagai sistem organ.
Disfungsi organ dan komplikasi pasca resusitasi memerlukan berbagai tindakan yang
terpadu.
Tujuan awal dari perawatan pasca henti jantung adalah :
1. Mengoptimalkan fungsi jantung dan paru serta perfusi organ vital.
2. Pada kasus henti jantung di luar rumah sakit, pasien hendaknya dirujuk ke rumah
sakit yang sesuai yang memiliki sistem perawatan pasca henti jantung yang
komprehensif, meliputi intervensi koroner akut, perawatan neurologik, goal –
directed, critical care, dan hipotermia.
3. Pada kasus henti jantung yang terjadi di rumah sakit, pindahkan pasien unit
perawatan intensif yang sesuai yang mampu memberikan perawatan pasca henti
jantung yang komprehensif.
4. Mencoba mencari dan mengatasi penyebab yang mencetuskan henti jantung dan
mencegah berulangnya henti jantung.
Tujuan selanjutnya dari perawatan pasca henti jantung :
1. Mengendalikan suhu tubuh untuk mengoptimalkan kelangsungan hidup dan
pemulihan neurologis.
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 11
2. Mencari dan melakukan tata laksana sindroma koroner akut.
3. Mengoptimalkan ventilasi mekanik untuk meminimalkan trauma pada paru.
4. Mengurangi resiko kerusakan multiorgan dan menunjang fungsi organ tersebut jika
diperlukan.
5. Secara obyektif menilai prognosis untuk pemulihan.
6. Bila korban selamat. bantu dengan rehabilitasi ketika dibutuhkan.
Berbagai sistem organ yang harus diperhatikan pada kembalinya sirkulasi
spontan (return on spontaneus circulation/ ROSC) yaitu :
1. Patensi jalan napas
Pasien tidak sadar membutuhkan alat bantu napas lanjut untuk pemberian ventilasi
mekanik. Bila perlu gunakan endotracheal tube (ETT) untuk menjaga patensi jalan
napas. Hindari pemakaian fiksasi ETT yang melingkari leher pasien karena
berpotensi mengganggu aliran darah vena dari otak.
2. Ventilasi/ oksigenasi yang cukup.
Meskipun oksigen 100% mungkin diperlukan pada awal resusitasi, oksigen harus
dititrasi hingga level paling rendah yang dibutuhkan untuk mempertahankan
saturasi oksigen > 94% untuk menghindari intoksikasi oksigen. Hiperventilasi atau
overbagging harus dihindari karena dapat meningkatkan tekanan dalam rongga
dada yang kemudian menurunkan
cardiac output. Penurunan PaCO2 yang terjadi pada hiperventilasi berpotensi
menurunkan aliran darah ke otak secara langsung. Ventilasi dapat diberikan mulai
10 - 12 kali per menit dan dititrasi untuk mencapai PaCO2 40 - 45 mmHg.
Sedangkan untuk ventilasi mekanik harus diatur berdasarkan saturasi
oksihemoglobin, nilai AGDA, ventilasi per menit, dan kesesuaian ventilator.
3. Sirkulasi
Pengawasan tanda vital dan aritmia harus dilakukan secara kontinyu. Monitoring
EKG kontinyu harus dilanjutkan setelah ROSC, selama transport, dan selama di
ICU sampai kondisi stabil tercapai. Akses intravena harus dipasang bila
sebelumnya selama resusitasi belum diperoleh. Apabila pasien hipotensi (tekanan
darah sistolik < 90 mmHg), pertimbangkan pemberian bolus cairan. Cairan dingin
dapat digunakan bila dipilih terapi hipotermia. Infus obat vasoaktif seperti
Dopamin, Norepinefrin, atau Epinefrin dapat dimulai jika diperlukan dan dititrasi
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 12
hingga mencapai tekanan darah sistolik minimum > 90 mmHg atau tekanan arteri
rata- rata > 65 mmHg.
4. Disability
Patofisiologi cedera otak pasca henti jantung melibatkan rangkaian kompleks
molecular yang dicetuskan oleh iskemia dan reperfusi yang masih berlangsung
selama beberapa jam sampai beberapa hari setelah ROSC. Kejadian dan kondisi
dari periode pasca henti jantung memiliki potensi untuk mencetuskan atau
melemahkan jalur ini dan mempengaruhi hasil akhir. Manifestasi klinis dari cedera
otak pasca henti jantung meliputi koma, kejang, myoclonus, beberapa tingkat
disfungsi neurokognitif (mulai dari defisit daya ingat sampai status vegetatif) dan
kematian otak. Agen neuroprotektif dengan obat - obat antkonvulsi seperti
halnya Thiopental dan Diazepam dosis tunggal atau Magnesium atau keduanya
dapat diberikan pada kejang setelah ROSC, namun tidak dapat meningkatkan status
neurologis dari pasien.
5. Exposure
Direkomendasikan bahwa pasien dewasa dalam kondisi koma dengan ROSC pasca
henti jantung di luar rumah sakit sebaiknya didinginkan sampai suhu 32°C - 34°C
selama 12 -24 jam. Hipotermia yang diinduksi juga bisa dipertimbangkan untuk
pasien dewasa yang koma dengan ROSC pasca henti jantung di dalam rumah sakit
dengan irama awal pulseless electrical activity atau asystole. Penghangatan
kembali pada pasien koma yang secara
spontan menjadi hipotermia ringan (> 32°C) setelah resusitasi selama 48 jam
pertama setelah ROSC.
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 13
Adult Immediate Post- Cardiac Arrest Care
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 14
E. Etika Menunda dan Menghentikan Resusitasi Jantung Paru
Etika Menunda Upaya Resusitasi Jantung Paru
Seluruh pasien anak dan dewasa yang mengalami henti jantung selama masa
perawatan di rumah sakit, harus segera dilakukan resusitasi, kecuali bila masuk ke
dalam kriteria DNR (do not rescucitation) atau memiliki tanda kematian yang
irreversible (misalnya pasien memiliki ketergantungan penuh pada alat bantuan hidup
untuk kelangsungan hidupnya).
DNAR (do not rescucitation)
Tidak seperti intervensi medis yang lain, RJP dilakukan tanpa menunggu
perintah atau persetujuan dari dokter tetapi langsung dilakukan apabila ada tanda henti
jantung pada pasien. Dokter yang berkompeten dibutuhkan untuk menentukan
penundaan upaya resusitasi jantung paru pada pasien. Pasien dengan sakit yang sudah
terminal, lebih takut diabaikan dan menghadapi rasa sakit daripada kematian itu
sendiri, sehingga dokter harus meyakinkan pasien dan keluarga bahwa pengendalian
rasa nyeri dan kondisi lain yang dapat menurunkan kualitas hidup akan tetap dilakukan
meskipun upaya resusitasi jantung paru mungkin ditunda.
Dokter yang saat itu menangani pasien harus menulis permintaan DNR di
rekam medis pasien. Dengan catatan kenapa DNR dilakukan, kondisi spesifik lain yang
menyebabkan keterbatasan intervensi, hasil diskusi dengan pasien, lingkungan, dan
keluarga pasien, DNR verbal tidak diperbolehkan. Perintah pembatasan terapi harus
mencantumkan instruksi mengenai intervensi kegawatdaruratan spesifik yang mungkin
dibutuhkan, termasuk penggunaan agen vasopresor, ventilasi mekanis, produk darah,
atau antibiotik.
Perintah DNR harus menyebutkan secara spesifik intevensi mana yang ditunda.
Perintah DNR tidak serta merta mencakup intervensi lain seperti pemberian cairan
parenteral, nutrisi, oksigen, analgesik, sedasi, antiaritmia, atau vasopresor, kecuali
intervensi ini masuk dalam perintah DNR tersebut. Beberapa pasien mungkin memilih
untuk diterapi dengan defibrilasi dan kompresi dada tetapi tidak bersedia diintubasi dan
ventilasi mekanis. Perintah DNR tidak membawa implikasi pada terapi lain, dan aspek
lain dari rencana terapi harus didokumentasikan secara terpisah dan dikomunikasikan
kepada tenaga medis yang lain. Perintah DNAR harus dikaji ulang secara berkala
sesuai dengan protokol lokal, terutama bila pasien mengalami perubahan kondisi.
Perintah DNR harus dikaji oleh ahli anestesi sebelum operasi dilakukan, ahli bedah
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 15
yang akan menjadi operator operasi, dan pasien atau keluarga untuk menentukan
apakah perintah DNR ini aplikatif selama proses operasi dilakukan dan selama
immediate postoperative recovery period.
Menghentikan upaya resusitasi jantung paru
Pada anak, belum ada laporan yang valid mengenai keputusan maupun aturan
klinis sebagai panduan untuk menghentikan upaya resusitasi, dan keputusan untuk
menghentikan upaya resusitasi dapat bervariasi tergantung pada dokter dan institusi
yang menangani. Dengan tidak adanya panduan yang jelas ini, klinisi atau tenaga
medis dapat menghentikan upaya resusitasi bila didapatkan tingkat kepastian yang
tinggi bahwa pasien tidak akan berespon meskipun dilakukan bantuan hidup tingkat
lanjut. Karakteristik henti jantung yang dipertimbangkan oleh tenaga medis dalam
menghentikan upaya resusitasi meliputi durasi dilakukannya RJP, waktu terjadinya
henti jantung, dosis pemberian epinefrin, etiologi henti jantung, ritme jantung ketika
pertama kali henti jantung dan sesudah dilakukan intervensi resusitasi, dan usia.
Perpanjangan upaya resusitasi dapat dilakukan bila terjadi VF atau VT refrakter, yang
mengalami ROSC, mengalami keracunan obat atau yang mengalami kejadian yang
menyebabkan hipotermi.Pada dewasa, penghentian upaya resusitasi jantung paru
berdasarkan pada banyak pertimbangan, termasuk henti jantung yang diketahui dan
tidak diketahui kejadiannya, waktu RJP, ritme henti jantung yang pertama, waktu
defibrilasi, penyakit komorbid, kondisi sebelum henti jantung, dan apakah terjadi
ROSC selama dilakukan upaya resusitasi.
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 16
BAB IV
DOKUMENTASI
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 17
Panduan Resusitasi Medis Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Islami Profesional Sinergis| 18