Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

REGENERASI

NAMA : Vera Melinia Dewi


NIM : A1C419047
KELAS : Reguler B R003

DOSEN PENGAMPU : 1. Winda Dwi Kartika, S. Si, M. Si.


2. Desfaur Natalia, S.pd., M.Pd.

PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
I. JUDUL : Regenerasi

III. HARI/TANGGAL : Sabtu, 21 November 2020

III. TUJUAN : 1) Membuktikan bahwa pada hewan-hewan tertentu, organ baru masih
dapat terjadi setelah melewatI periode organogenesis, bahkan pada periode-
periode dewasa

2) Mengamati pembentukan regenerasi pada tempat sayatan dan mengikuti


perkembangannya hinga tercapai bentuk yang serupa dengan keadaan yang
semula.

IV. DASAR TEORI :

Regenerasi adalah beberapa jaringan yang mampu menggantikan bagian yang rusak dan
sejatinya dapat kembali kepada kondisi normal. Regenerasi sel dan jaringan yang rusak melibatkan
atau terjadi melalui poliferasi sel yang selamat dari kerusakan dan mempertahankan kemampuan
untuk poliferasi (Kumar, V. 2018 : 87). Peristiwa regenerenasi bagi organisme merupakan hal yang
sangat penting karena proses yang esensial selama perjalanan hidup organisme. Adanya bagian
tubuh yang lepas akibat ketuan atau kecelakaan dengan proses regrenasi bagian tubuh yang lepas
akan diganti kembali dengan jaringan baru kembali. Dan juga beberapa organisme proses
regenerasi merupakan hal yang sangat penting dalam reproduksi secara aseksual (Lukman, A.
2009 : 44 ).

Tubuh planaria terbagi menjadi 3 bagian, kepala (head), badan (trunk) dan ekor (tail).
Panjang planaria sekitar 4–5 cm. Bila berdasarkan posisi faring, maka bagian-bagian tubuh
planaria adalah head, prepharyngeal, pharyngeal, dan post pharyngeal. Prepharyngeal, pharyngeal
dan postpharyngeal termasuk dalam bagian badan dan ekor. Pada bagian kepala terdapat mata dan
organ indera berupa auricle, tidak mempunyai coelom, rongga tubuh terisi oleh mesenchym.
Dinding tubuhnya terdiri atas serabut otot yang tersusun secara longitudinal, diagonal dan sirkuler.
Namun, kontraksi otot tersebut tidak digunakan sebagai pergerakannya. Planaria bergerak
menggunakan gerakan silia yang tersusun di permukaan ventral tubuhnya, gerakan ini dibantu
dengan mukus yang disekresikan selama hewan ini bergerak Planaria mampu melakukan
regenerasi dan mempunyai respons gerak yang sangat unik. Planaria mampu melakukan regenerasi
walaupun bagian tubuhnya terpotong hingga 1/279 bagian. Penyembuhan luka merupakan proses
yang sangat cepat bagi Planaria. Penyembuhan luka membutuhkan waktu sekitar 30 menit setelah
pelukaan dilakukan. regenerasi pada planaria melalui 2 macam proses yaitu epimorfosis dan
morfalaksis, namun demikian kenyataannya masih banyak diskusi dan kontroversi tentang hal ini.
Kedua proses tersebut menurut Morgan, tidak secara jelas terpisah dan kemungkinan dapat
terkombinasi. Epimorfosis dapat digunakan untuk menjelaskan perbaikan yang disebabkan oleh
proliferasi jaringan baru (misal blastema) di atas jaringan lama. Morfalaksis menjelaskan
perbaikan yang disebabkan oleh reorganisasi jaringan lama. Keduanya merupakan proses
penyembuhan luka pada Invertebrata maupun Vertebrata, dan dapat spesifi k untuk masing-masing
jenis hewannya. Setelah planaria diamputasi, bagian luka akan segera tertutup oleh lapisan tipis
yang dibentuk oleh epidermis sekitar luka. Kontraksi dan relaksasi otot di sekitar luka mendukung
penyebaran epidermis menuju daerah luka ( susintowati.2012 : 110 ).

Planaria termasuk dalam filum Platyhelminthes yang memiliki kemampuan meregenerasi


bagian tubuh yang hilang ataupun rusak melalui pembentukan blastema. Planaria dikenal sebagai
cacing pipih yang merupakan hewan dalam Phylum Platyhelminthes dengan kemampuan
regenerasi yang tinggi. Kemampuan reproduksi aseksual didukung dengan adanya kapasitas
regenerasi planaria yang memungkinkan hewan tersebut melakukan transverse fission
(pembelahan transversal) untuk membentuk individu baru yang lengkap. Dalam hal ini, planaria
dapat mengganti kepala yang teramputasi teramputasi, termasuk juga sistem syaraf. Kemampuan
regenerasi planaria dipicu oleh adanya stimulus berupa luka/injury yang diikuti proses kontraksi
otot pada daerah sekitar luka guna meminimalkan area pada permukaan bagian yang luka. Jaringan
otot planaria tersusun dari musculus sirkuler, musculus longitudinal dan musculus obliqus yang
tersebar pada bagian dalam jaringan epithelial. Pada saat terjadi luka, Rhabdite cells yang tersebar
di antara sel epithel, berperan penting dalam menghasilkan mukus untuk menutup permukaan luka
dan diduga memiliki peranan penting dalam sistem imun. Mekanisme regenerasi planaria
didukung oleh pembentukan jaringan blastema serta remodeling jaringan yang telah ada
sebelumnya. Proses remodeling jaringan melalui tersedianya neoblast, yaitu sel yang belum
terdiferensiasi (undifferentiated cells) yang tersebar di seluruh bagian tubuh planaria, selanjutnya
neoblast akan bermigrasi menuju daerah luka untuk memulai regenerasi yang diawali dengan
proliferasi neoblast untuk membentuk blastema. Blastema tersebut yang akan berdiferensiasi
membentuk sel dan jaringan yang rusak atau hilang akibat luka/amputasi. Jaringan blastema pada
planaria yang diperoleh dari perairan lereng Gunung Slamet merupakan bagian tubuh yang baru
terbentuk setelah amputasi dan memiliki struktur yang lunak dan transparan. Meskipun demikian,
tidak semua spesies planaria memiliki kemampuan regenerasi yang sama. Kemampuan regenerasi
secara umum dipengaruhi banyak faktor, meliputi nutrisi serta faktor lingkungan seperti
temperatur, pH serta kondisi lingkungan berada ( Palupi,E.2017 : 44-47).

V. ALAT DAN BAHAN

A.Alat B. Bahan

1. Pisau bedah 2. plannaria

2.cawan petri 3. Air bersih

3. wadah plastik

4.camera

5.Penggaris

VI. PROSEDUR KERJA

Planaria

Diambil Planaria dengan menggunakan kuas yang lembut dan diletakkan planaria

Diatas papan bedah.

Dipotong tubuh planaria mengikuti pola pemotongan yang telah dijelaskan

Dimasukkan potongan-potongan tubuh planaria ke dalam beaker glass yang telah

Berisi air bersih.

Dibungkus beaker glass dengan kertas karbon, dan dibuat beberapa lubang ventilasi

Dibagian tutupnya.

Diletakkan beaker glass ditempat yang ventilasinya bagus.

Diamati perkembangan potongan-potongan tubuh planaria setiap hari.

Dicatat semua perkembangan yang teramati pada proses regenerasi tubuh planaria.

Hasil
VII. DATA HASIL

Setelah melakukan pengamatan pada video literature didapatkan hasil berikut ini :

No Fase Gambar Regenerasi Ekor Keterangan


1 Amputation a. Daerah
amputasi

2 Day 1 a. Daerah
amputasi

a menebal

3 Day 2 a. Daerah
amputasi
a beregenerasi

4 Day 3 a. Daerah
amputasi
tumbuh
blastema
a
Beregenerasi

5 Day 4 a. Bakal mata


b. Lapisan

a polifel yang
semakin tebal

6 Day 5 a. mata

b b. aurikel

7 Day 7 a. mata
b. aurikel
c
b c. farinks

8 Setelah hari Dua individu planaria


ke 7

No Fase Gambar Regenerasi Kepala Keterangan


1 a. mata
c b
b. aurikel
c. daerah
a
posterior
d d. penebalan
perifer
2 a. mata
b
b. aurikel
c. daerah
posterior
a
c

3 a. mata
b
c b. aurikel
a c. daerah
posterior

4 a. daerah
posterior
beregenerasi
a

5 a. mata
b. daerah
posterior
sempurna
a
b
6 a. mata
b. aurikel
c. daerah
posterior
a
menebal
b
c
7 a. mata
b b. aurikel
c. daerah
posterior

a c sempurna

VIII. PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan video literatur dapat dilihat pada saay fase amputasi atau day-0
antara ekor dan kepala saling terpisah namun bergerak seperti biasanya. Fase tersebut terbagi atas
bagian kepala dan ekor. Untuk pengamatan ekor terdapat day-0 hingga hari ke 7, pada hari ke-1
dapat dilihat bahwa regenerasi pada bagian anterior tersebut pada bagian luka nya menebal, lalu
pada hari ke-2 dapat dilihat bagian tersebut mulai beregenerasi namun sangat tipis. Lalu hari ke-3
dapat dilihat bahwa regenerasi semakin meningkat namun perlahan. Selanjutnya hari ke-4 kita bisa
melihat munculnya mata dengan keadaan regenerasi yang semakin menebal. Lalu, dilanjutkan hari
ke-5 telah tampak blastema yang mulai meninggi dan bagian mata yang lebih membesar. Lalu
pada hari ke-7 kita bisa melihat bahwa telah sempurna satu individu baru hasil regenerasi nya.
Untuk bagian kepala atau head. Kita data dapat melihat luka pada bagian posterior nya. Pada hari
ke-0 menuju hari ke-1 bagian luka tersebut menebal. Lalu di hari ke-2 regenerasi awal mulai
terlihat, dimana tampak lapisan tipis padanya. Lalu d hari ke-3 dapat terlihat regenerasi perlahan
dengan kondisi yang sedikit lebih lebar dan tebal pada bagiannya. Lalu, pada hari ke-4 kita dapat
lihat bahwa telah terlihat bintik mata yang mulai timbul pada bagian yang beregenerasi tersebut.
Dan pada hari ke 5 blastema telah banyak dengan kondisi ekor yang hampir sempurna. Pada hari
ke-7 kita dapat melihat satu individu baru yang telah teregenerasi pada bagian kepala ini
membentuk ekor baru.

Pernyataan yang diperkuat oleh Palupi, e (2017 : 44-47 ), bahwa Pada potongan kepala hari
ke-1 dan ke-2 luka tertutup dan tampak terjadi penebalan pada bagian luka (perifer), kemungkinan
terjadi proliferasi pada daerah luka dan belum sampai menyebar ke arah luka. Hari ke-3 tampak
jelas telah terbentuk blastema. Blastema semakin meninggi pada hari ke-6. Sebelum proliferasi
berlanjut, pada daerah luka mengalami hiperpigmentasi namun setelah terbentuk blastema,
hiperpigmentasi tersebut menghilang. Ukuran (panjang dan lebar) potongan ini menyusut. Panjang
tubuh menyusut 40%, lebar menyusut 25% hingga hari ke-3. Pada hari ke-6 panjang kembali 100%
seperti saat pertama pelukaan karena penambahan panjang oleh formasi blastema. Penyusutan
disebabkan karena selama proses penyembuhan luka planaria tidak diberi makan, sehingga
kemungkinan yang terjadi adalah sel-sel dalam tubuh planaria mengalami apoptosis atau autofagi,
terjadi kematian sel pada daerah luka dan seluruh bagian tubuh saat kelaparan. Kematian sel-sel
yang sangat tinggi (apoptosis) pada daerah luka merupakan sebab munculnya hiperpigmentasi
pada daerah luka. Pada pengamatan hari ke-4 pascaamputasi telah terbentuk blastema namun
belum terbentuk eyespot (bintik mata) dan auricula. Blastema yang terbentuk memiliki ukuran
hampir seragam dalam setiap kelompok perlakuan dengan struktur jaringan lunak transparan. Pada
pengamatan hari ke-8 pasca amputasi, ukuran blastema bertambah besar dan berkorelasi positif
dengan ukuran tubuh planaria yang teramputasi. Eyespot telah terbentuk pada planaria diketiga
kelompok perlakuan. Hari ke-12 pasca-amputasi menunjukkan terbentuknya auricula dan semakin
terdiferensiasinya eyespot. Blastema terbentuk melalui neoblast yang tersebar di seluruh bagian
tubuh planaria yang selanjutnya bermigrasi menuju daerah luka. Kecepatan regenerasi tergantung
pada jumlah neoblast yang bergerak menuju luka, sehingga dapat dikatakan bahwa planaria yang
berukuran lebih besar diduga juga memiliki jumlah neoblast yang lebih banyak sehingga
memungkinkan proses regenerasi berjalan lebih cepat dan maksimal dibandingkan planaria yang
berukuran lebih kecil. Sedangkan menurut Susintowati (2012 : 110 ) , bahwa regenerasi planaria
mempunyai 2 puncak fase mitosis, pertama 4-8 jam dan kedua sekitar 2–3 hari setelah pelukaan.
Pada potongan kepala hari ke-1 dan ke-2 luka tertutup dan tampak terjadi penebalan pada bagian
luka (perifer), kemungkinan terjadi proliferasi pada daerah luka dan belum sampai menyebar ke
arah luka. Hari ke-3 tampak jelas telah terbentuk blastema. Blastema semakin meninggi pada hari
ke-6. Sebelum proliferasi berlanjut, pada daerah luka mengalami hiperpigmentasi namun setelah
terbentuk blastema, hiperpigmentasi tersebut menghilang. Ukuran (panjang dan lebar) potongan
ini menyusut. Panjang tubuh menyusut 40%, lebar menyusut 25% hingga hari ke-3. Pada hari ke-
6 panjang kembali 100% seperti saat pertama pelukaan karena penambahan panjang oleh formasi
blastema. Penyusutan disebabkan karena selama proses penyembuhan luka planaria tidak diberi
makan, sehingga kemungkinan yang terjadi adalah sel-sel dalam tubuh planaria mengalami
apoptosis, terjadi kematian sel pada daerah luka dan seluruh bagian tubuh saat kelaparan. Kematian
sel-sel yang sangat tinggi (apoptosis) pada daerah luka merupakan sebab munculnya
hiperpigmentasi pada daerah luka.

IX. KESIMPULAN

1. dapat disimpulkan bahwa pada hewan tertentu organ baru masih dapat terjadi tahapan
regenerasi bahkan pada hewan periode dewasa.
2. Telah dapat teramati pembentukan regenerasi pada kedua tempat sayatan yaitu bagian head
dan tail yang telah melakukan fase regenerasi masing-masing mulai dari dari ke-0 hingga
hari ke-7 dengan ciri setiap prosesnya bagian yang tersayat atau luka mulai tertutupi, lalu
mulai timbul bagian yang tipis hingga tebal, lalu di tutupi oleh blastema atau bintik-bintik
pada permukaan nya. Sehingga telah terbentuk individu baru seperti pada bentuk awal
planaria.

X. LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Kumar,Vinay. 2018. Buku Ajar Patologi Robbins. Indonesia : Elvisier . ISBN : 978-981-
4666-28-2.

Lukman, Aprizal. 2009. Mekanisme Regenerasi Anggota Tubuh Hewan. Biospecies. Vol.
2(2). Hal.43-47.

Susintowati. 2012. Regenerasi dan Respons gerak plannaria. Jurnal saintek. Vol.9 (2) Hal.
110-114.

Palupi, Endah. 2017. Kemampuan Regenerasi Planaria Dari Perairan Lereng Gunung Slamet,
Baturraden, Banyumas Pada Berbagai Perbedaan Ukuran Tubuh. Prosiding semnas
biodiversitas. Vol.6 (3). Hal. 44-47. ISSN: 2337-536X.
PERTANYAAN PASCA PRAKTEK

1. Regenerasi ialah memperbaiki bagian tubuh yang rusak atau lepas kembaliseperti semula atau
merupakan proses perbaikan yang dilakukan pada luka kecil atau pada penghancuran sebagian
jaringan dari tubuh hewan atau pada luka yang melibatkan kehilangan organ atau bagian yang
lebih besar dari tubuh. regenerasi merupakan suatuperistiwa yang terjadi atas beberapa tahap, yaitu
: Penyembuhan luka, Penyembuhan jaringan, Pembentukan blastoma, Morfologi dan
redeferensiasi.

2. Dengan cara melihat pada kemampuan untuk memproduksi sel, jaringan atau bagian tubuh yang
rusak, hilang atau mati.

3. yang diartikan dengan :

 dalam regenerasi dipertahankan polaritas yaitu : kepala tumbuh ke arah ujung anterior dan
ekor regenerasi ke arah ujung posterior.
 Penemuan polaritas telah memperlihatkan bahwa kekuatan organisasi tertentu, mungkin
kimiawi bekerja pada regenerasi.

4. gradiensi polaritas dapat diartikan sebagai berbedaan terus menerus dalam sifat morfologi dan
fisiologi sepanjang sumbu dalam suatu organisme, polaritas ditentukan dengan memperlihatkan
sumbu tersebut.

5. Kecebong yang telah memiliki kaki dengan kecebong yang belum memiliki kaki akan berbeda
kemampuannya dalam memperbaiki jaringan atau organ yang rusak atau luka. Pada Daya
regenerasi kecebong yang telah memiliki kaki akan lambat, sedangkan kecebong yang belum
memiliki kaki akan cepat berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai