Anda di halaman 1dari 6

Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan
Rupture Perineum
lintang21 / 5 Juni 2014
Rate This
 
 
 
 
 
 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Persalinan Normal
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan
atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu.

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu). Lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

Angka persalinan normal pervaginam di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 84,7% sedangkan
persalinan melalui operasi perut (cesaria) adalah 15,3%. (Balitbang Kemenkes RI, Riskesdas, 2010)

 
2.2  Ruptur Perineum
2.2.1. Pengertian
Perineummerupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang terletak dari vulva dan anus.
Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis. Perineum merupakan ruang
berbentuk jajaran genjang yang terletak dibawah dasar panggul. Ruptur perineumadalah robekan
yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan alat atau tindakan.
Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat. Robekan terjadi pada hampir semua primipara. Umumnya perlukaan perineum
terjadi pada tempat dimana muka janin menghadap. Robekan perineum dapat mengakibatkan pula
robekan jaringan pararektal, sehingga rektum terlepas dari jaringan sekitarnya. Diagnosis ruptur
perineum ditegakkan dengan pemeriksaan langsung. pada tempat terjadinya perlukaan akan timbul
perdarahan yang bersifat arterial atau yang merembes. (Prawirohardjo, 2008). Ruptur Perineum
adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 2011)
2.2.2. Klasifikasi
Terjadinya laserasi atau robekan perineum dan vagina dapat diklasifikasikan berdasarkan luasnya
robekan. Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dinamakan robekan perineum
tingkat satu. Pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang
menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada daerah tengah terluka. Sedangkan pada tingkat
tiga atau robekan total muskulus sfingter ani eksternum ikut terputus dan kadang-kadang dinding
depan rektum ikut robek pula. (Sumarah,dkk, 2008).

Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan:

1. Derajat satu
Mukosa vagina, mukosa posterior, kulit perineum.

2. Derajat dua
Mukosa vagina, mukosa posterior, kulit perineum, dan otot perineum.

3. Derajat Tiga
Mukosa vagina, mukosa posterior, kulit perineum, otot perineum dan otot sfingter ani.

4. Derajat empat
Mukosa vagina, mukosa posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani, dan dinding
depan rektum. (Asuhan Persalinan Normal, 2008).

Untuk menstandarkan klasifikasi pada perineal trauma Sultan, mengajukan klasifikasi berupa :

1. Dearajat I
Robekan hanya mengenai kulit.

2. Derajat II
Robekan yang mengenai kulit, otot bisa kecil atau ekstensif.
3. Derajat III
Robekan yang terjadi mengenai kulit, otot dan sampai melebar ke sfingter ani. Terbagi menjadi tiga
tipe yaitu :

a) 3a : robekan parsial sfingter ani mengenai < 50 % kebalannya.

b) 3b : robekan komplet sfingter ani

c) 3c : sfingter interna juga robek

4. Dearajat IV
Robekan mengenai kulit, otot dan melebar sampai sfingter ani dan mukosa rektum (Chapman, 2006)

Ruptur perineum dibagi atas 3 tingkat :

1. Tingkat 1 : robekan hanya mengenai kulit dan mukosa sekitar 1-1,5 cm


2. Tingkat 2 : robekan lebih dalam sudah mengenai m.levator ani
3. Tingkat 3 : robekan pada kulit, mukosa, perineal body, m.spinchter ani
Ruptur perineum inkompleta : tingkat 1 sampai tingkat 2, ruptur perineum kompleta : tingkat 3.
(Mochtar, 2011)

2.2.3. Faktor – Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Ruptur Perineum


1. Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gr yang pernah dilahirkan hidup
maupun mati bila berat badan tidak diketahui maka dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu
(Sumarah, 2008)

Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup maupun mati. Paritas
mempunyai pengaruh terhadap kejadian rupturperineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu
primiparamemiliki resiko lebih besar untuk mengalami robekan perineumdaripada ibu dengan paritas
lebih dari satu. Hal ini dikarenakan jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga
otot-otot perineumbelum meregang. (Prawirohardjo, 2006).

Robekan perineum hampir terjadi pada semua persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya (multipara) (Sumarah, dkk, 2008)
2. Berat Badan Bayi Baru Lahir
 Pengertian
Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang 24 jam pertama kelahiran. Semakin besar
berat bayi yang dilahirkan meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum. Bayi besar adalah bayi
yang begitu lahir memiliki bobot lebih dari 4000 gram. Robekan perineum terjadi pada kelahiran
dengan berat badan bayi yang besar. Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan bayi yang
dilahirkan akan meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat
menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran
bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum. Kelebihan berat badan
dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ibu menderita Diabetes Melitus, ibu yang memiliki
riwayat melahirkan bayi besar, faktor genetik, pengaruh kecukupan gizi. Berat bayi lahir normal
adalah sekitar 2500 sampai 4000 gram (Saifuddin, 2008).

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi
baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosis bayi normal atau BBLR.
Dikatakan BBLR apabila berat bayi-balita, berat bayi lahir di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg.
Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun
status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema, dan adanya tumor. Di
samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan
(Hartono, 2008/Dr, Suparyanto, M.Kes.com).
 Berdasarkan berat badan lahir, dibedakan antara lain :

1)      Makrosomia untuk neonatus dengan berat badan lahir (BBL) >4000 gram.

2)      Neonatus dengan berat badan lahir normal antara 2500-4000 gram.

3)      Neonatus dengan berat badan lahir rendah(BBLR) untuk yang <2500 gram. (Maryunani,S Kep
& Nurhayati,S Kp, 2008)

Bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gr baisanya dianggap berat badan lahir rendah; berat
badan lahir sangat rendah adalah kurang dari 1500 gr, bayi makrosomia atau besar adalah yang
dengan berat badan diatas perisentil ke-90 untuk usia gestasi.

Bayi yang beratnya diatas perisentil ke-90 atau dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya
berisiko mengalami hipoglikemia, maka informasi ini harus dicatat dan perkirakan glukosa darahnya
perlu dipertimbangkan.(Chapman, 2006)

3. Cara Meneran
Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak tepat dapat mengatur
kecepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat
kepala bayi pada diameter 5-6 cm tengah membuka vulva (crowning) karena pengendalian kecepatan
dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan perineum dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya robekan.

Cara meneran yang efektif adalah :

1. Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi.


2. Beritahukan untuk tidak menahan nafas saat meneran.
3. Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi.
4. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah untuk meneran jika lutut
ditarik kearah dada dagu ditempelkan ke dada.
5. Minta ibu untuk tidak mengagkat bokong saat meneran
6. Tidak diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi. Dorongan
pada fundus mengakibatkan risiko distosia bahu dan ruptur uteri. (Asuhan Persalinan Normal, 2008).

Kelahiran kepala harus dilakukan cara-cara yang telah direncanakan untuk memungkinkan lahirnya
kepala denan pelan-pelan. Lahirnya kepala dengan pelan-pelan dan sedikit demi sedikit mengurangi
terjadinya laserasi. Penolong harus mencegah terjadinya pengeluaran kepala yang tiba-tiba oleh
karena ini akan mengakibatkan laserasi yang hebat dan tidak teratur, bahkan dapat meluas sampai
sphincter ani dan rectum. Pimpinan mengejan yang benar adalah penting, dua kekuatan yang
bertanggung jawab untuk lahirnya bayi adalah kontraksi uterus dan kekuatan mengejan.(Oxorn,
2010).

4. Elastisitas Perineum
Perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan
resiko terhadap janin. Juga menyebabkan robekan perineum yang luas sampai tingkat III. Hal ini
sering ditemui pada primitua yaitu primigravida berumur diatas 35 tahun. (Mochtar, 2011).

Daerah perineum bersifat elastis, tapi dapat juga ditemukan perineum yang kaku, terutama pada
nullipara yang baru mengalami kehamilan pertama (primigravida).

Perineum, walaupun bukan alat kelamin, namun sealu terlibat dalam proses persalinan. Apabila
perineum cukup lunak dan elastis, maka lahirnya kepala tidak mengalami kesukaran apa-apa.
Biasanya perineum robek, paling sering terjadi ruptur perinei tingkat II, kadang-kadang tingkat III.
Perineum yang kaku menghambat persalinan kala II yang meningkatkan risiko kematian bagi janin,
dan menyebabkan kerusakan-kerusakan jalan lahir yang luas. Keadaan demikian dapat dijumpai pada
primigravida yang umurnya lebih dari 35 tahun, yang lazim disebut primi tua.

Apabila perineum kaku, maka robekan sewaktu kepala lahir tidak dapat dihindarkan. Dengan
membuat episiotomi medialateral yang cukup luas (5-6cm) ruptur perinei tingkat III dapat dicegah
dan partus kala II dapat dipercepat.

Lebarnya perineum biasanya 4cm dari kommissura posterior ke anus, akan tetapi kadang-kadang
lebih sempit dan ada pula yang lebih lebar. Pda perineum yang sempit mudah terjadi rupur perinei
tingkat III apa bila tidak dibuat episiotomi mediolateral. Sebaliknya perineum yang lebar tidak
mudah mengakibatkan robekan hingga muskulus sfingter ani eksternus, episiotomi medial, yang
penjahitannya lebih mudah dan penyembuhannya lebih sempurna, biasanya cukup aman. Walaupun
sangat jarang, akan tetapi ada kalanya terjadi apa yang disebut ruptur perinei sentralis pda perineum
yang sangat lebar, yakni anak tidak lahir melalui liang kemaluan, melainkan robekan dinding
belakang vagina dan robekan perineum bagian belakang. Introitus vagina tetap utuh.

Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva membuka dan perineum meregang. Perineum
mulai lebih tinggi dan anus mulai membuka. Ketika kepala membuka vulva, perineum meregang dan
menipis tangan kiri menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus dan tangan
kanan menahan perineum untuk mencegah terjadinya ruptur perineum.   (Prawirohardjo, 2006)

Penatalaksanaan Ruptura Perineum


1. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan.
2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
3. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat
diserap
4. Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator.
5. Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan:
6. Setelah prosedur aseptik, antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan.
7. Mulai penjahitan dan ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa, menggunakan
benang poliglikolik no. 2/0 (dexon/vicryl) hingga spingter ani. Jepit kedua spingter ani
dengan klem dan jahit dengan benang yang sama (atau knonik 2/00 secara jelujur.
8. Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosa dan subkutikuler.
Berikan antibiotik profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh antibiotik
hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-
tanda infeksi yang jelas. (Prawirohardjo, 2006)

Anda mungkin juga menyukai