2. Arie Oktoberiani 3. Erlin Rizki Melinda 4. Mariatul Qibtiyah 5. Melinda 6. Muna Soraya 7. Nadia Amalia Putri 8. Resza Monica 9. Ruzatul Janah 10. Ummu Salamah Azzahra Prodi/Jurusan : Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis Semester :1 Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan Dosen Pengampu : Drs. Agus Salim, MP.d Maraknya Berita Hoax pada RUU CIPTAKER (Omnibus Law) Perkembangan teknologi yang semakin cepat harus diiringi juga dengan pola pikir pengguna media sosial sehingga akan terjadi keselarasan dalam kemajuan zaman. Sehingga dalam menerima dan meyebarkan informasi melalui teknologi seseuai dengan fakta kebenarannya. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan fenomena berita bohong (hoax) melalui saluran media social dan media online dan bagaimana cara mencegah berita bohong (hoax) tersebut. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, fenomenologi digunakan untuk melihat dan mendeskripsikan data dan fakta yang terjadi tentang hoax dan penyebarannya melalui berita- berita di media sosial atau pun media online. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemajuan teknologi yang mudah dan murah menjadi factor penentu dalam mengakses informasi, selain itu para pegiat media sosial agar lebih cerdas dalam menggunakan informasi yaitu pemahaman terhadap literasi media yang umumya dianggap sebagai sumber kebenaran, serta pentingnya peran pemerintah dalam mengontrol penyebaran berita bohong (hoax) hal ini sebagai penentu kebijakan hukum seperti yang telah tertuang dalam UU ITE. Saat ini di Indonesia sedang marak terjadi peristiwa penyebaran berita palsu atau yang disebut Hoax. Peristiwa penyebaran berita hoax ini sangat meresahkan masyarakat di Indonesia, karena banyak pihak yang merasa dirugikan atas peristiwa tersebut. Seiring dengan perkembangan teknologi, masyarakat semakin mudah mendapatkan informasi apa pun dari berbagai aplikasi media sosial diantaranya Instagram, LINE, dan Whatsapp tetapi semakin mudah pula pihak- pihak yang tidak bertanggung jawab dalam menyebarkan berita hoax. Pada akhir akhir ini, Indonesia di ramaikan dengan berita bahwa Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau RUU CiptaKer (Omnibus Law) di sah/di tetapkan kan oleh DPR sebagai Undang Undang, hal tersebut tentu memicu Polemik kalangan masyarakat karena RUU ini dinilai dapat menyengsaraakan Buruh tetapi malah menguntungkan pengusaha. Penyebaran berita bohong atau hoaks marak berseliweran akhir-akhir ini menyikapi pengesahan Undang- Undang Cipta Kerja (Ciptaker) Omnibus Law khususnya di media sosial. Bak bara dalam dalam sekam, masyarakat yang percaya langsung tersulut dan terpancing ikut turun aksi ke jalan tanpa memahami maksud dan tujuannya substansi aspirasi yang ingin disampaikan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang omnibus law Cipta Kerja menjadi UU dalam rapat paripurna yang digelar Senin, (5/10). Usai disahkannya UU Cipta Kerja, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan banyak informasi bohong atau hoax menyangkut beleid tersebut. Salah satu yang banyak terserang hoax adalah mengenai klaster pekerjaan. "Kami akan menjelaskan isu yang beredar, agar masyarakat yang belum sempat membaca UU secara lengkap, setidaknya mendapatkan pemahaman mengenai isi klaster dalam UU dan juga tidak mudah percaya dengan hoax yang sudah sangat banyak beredar di masyarakat terkait UU Cipta Kerja," kata Airlangga dalam video conference, Jakarta, Rabu (7/10/2020). Airlangga membantah mengenai isu upah minimum dihapuskan. Menurut dia, upah minimum tetap ada dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. "Maka upah tidak akan turun. UU Ciptaker mengatur upah pekerja harus lebih tinggi dari upah minimum," jelasnya. Informasi Upah Minimum Provinsi dan Kota dihilangkan juga ternyata hoax, faktanya Upah Minimum Regional tetap ada dan dibayarkan per satuan waktu atau hasil. Isu selanjutnya yang diluruskan Airlangga adalah terkait pesangon. Hoax yang beredar diantaranya soal uang pesangon yang dihilangkan, faktanya dalam bab iv Pasal 89 Perubahan dari Pasal 156 u-u Tenaker, pengusaha wajib membayar pesangon dan uang penghargaan masa kerja Dalam aturan sapu jagad ini para pekerja mendapatkan kepastian pembayaran pesangon dan mendapat tambahan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Selain itu, kata Airlangga, UU Cipta Kerja mengatur agar pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) mendapatkan manfaat lain berupa peningkatan kompetensi atau up skilling serta akses pada kesempatan kerja yang baru. Massa buruh juga dibuat gerah karena hoax PHK sepihak oleh pengusaha, faktanya dalam Pasal 90, diatur terkait PHK atas kesepakatan pengusahan dan pekerja. Terkait Jaminan Sosial, marak beredar informasi Jaminan Sosial dihilangkan, faktanya dalam Pasal 89 UU Cipta Kerja, jaminan sosial tetap ada dan ditambahkan jaminan kehilangan pekerjaan. "Terkait waktu kerja yang eksploitatif, dapat kami sampaikan bahwa dalam UU Cipta Kerja, pengaturan mengenai waktu kerja, istirahat jam kerja dan istirahat minggu tetap seperti UU lama di Pasal 77 dan 79," katanya. Selanjutnya, mengenai jenis pekerjaan yang sifatnya tertentu atau fleksibel waktu, contoh misalnya e-commerce, diatur dalam perjanjian kerja sesuai aturan dalam Pasal 77. Terkait status pekerja, dalam Undang Undang Cipta Kerja diatur soal perjanjian kerja waktu tertentu atau P-K-W-T dan waktu tidak tertentu atau P-K-W-T-T. Beredar juga informasi menyesatkan soal hak cuti pekerja yang dihilangkan tanpa kompensasi, faktanya dalam Pasal 89 UU Cipta Kerja diatur soal cuti pekerja, termasuk cuti tahunan dan cuti panjang. "Mengenai isu hak cuti haid dan cuti melahirkan dihapus, kami tegaskan bahwa pengusaha wajib memberikan cuti dan waktu istirahat. Waktu ibadah, cuti haid, cuti melahirkan, waktu menyusui, kami tegaskan tidak dihapus dan tetap sesuai UU lama," katanya. Isu lain yang diluruskan juga mengenai pekerja outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup dan tidak mendapatkan jaminan pensiun. Mantan Menteri Perindustrian ini mengatakan di UU Ciptaker, pekerja outsourcing baik yang kontrak maupun yang tetap akan mendapatkan jaminan perlindungan upah dan kesejahteraan. Ia juga menyebut hak pekerja juga harus tetap dilindungi apabila terjadi pergantian perusahaan outsourcing seperti diatur dalam Pasal 66. "Terkait isu tenaga kerja asing (TKA) bebas masuk ke Indonesia, maka kami tegaskan bahwa dalam UU Ciptaker diatur tenaga kerja asing yang dapat bekerja di Indonesia hanya untuk jabatan tertentu, waktu tertentu dan harus punya kompetensi tertentu. Kemudian, perusahaan yang mempekerjakan TKA wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)," ungkapnya. Penolakan massa buruh atas pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja diwarnai kericuhan dan aksi anarkis. Saat ini marak beredar berita bohong atau hoax terkait isi Undang-Undang Cipta Kerja yang dipicu ketidak puasan buruh atas sikap dpr dan pemerintah. Aksi anarkis mewarnai unjuk rasa massa buruh di sejumlah daerah di indonesia, massa buruh kecewa atas sikap DPR RI dan Pemerintah yang dituding abai dan tidak berpihak pada kepentingan kaum kecil. Kekesalan mereka ditambah dengan maraknya berita bohong atau hoaks yang beredar tentang isi Undang-Undang Cipta Kerja. Dampak berita bohong atau hoaks terbukti sangat berbahaya. Arus informasi di media sosial yang tidak tersaring mudah dipercaya masyarakat. Terlebih isu-isu sensitif yang sengaja dimainkan oleh oknum-oknum tertentu untuk memperkeruh suasana dengan maksud dan tujuan tertentu. Misalnya saja, penyebaran berita hoax mengenai perusakan fasilitas pada saat demo RUU cipta kerja yang diduga dilakukan oleh mahasiswa, di masyakat sudah menyebar berita bahwa yang merusak fasilitas umum tersebut para mahasiswa yang melakukan aksi demo, padahal nyatanya hal tersebut di duga dilakukan oleh penyusup yang melakukan tindak kekerasan hingga perusakan fasilitas umum yang membuat aksi unjuk rasa menjadi tidak simpatik dan justru merugikan masyarakat. Ketua Fraksi PPP Arsul Sani meyakini ada kelompok provokator dalam aksi demo penolakan omnibus law UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang berakhir ricuh. Arsul menuturkan pola kericuhan mirip dengan demo rusuh saat Pilpres 2019. "Terkait dengan perusakan sejumlah fasilitas umum kemarin, PPP yakin pelakunya adalah kelompok provokator," kata Arsul kepada wartawan, Jumat (9/10/2020). Arsul menilai kerusuhan demo semalam bukan dilakukan dari elemen mahasiswa dan buruh. Menurutnya, buruh dan mahasiswa sudah menarik diri untuk pulang. "Tidak bisa dimungkiri, dari video yang beredar, terutama yang kejadian tadi malam di beberapa titik di Jakarta, mereka bukan mahasiswa, bukan pula buruh, yang sudah pada menarik diri dan pulang," ungkap Arsul. Menurut politikus PPP ini, massa aksi yang membawa senjata saat demonstrasi adalah orang yang tak memiliki kepentingan dengan UU Ciptaker. Ia menilai kerusuhan semalam seperti kejadian saat kerusuhan pascapilpres tahun lalu. "Mereka yang sambil berjalan membawa balok kayu itu merupakan kumpulan orang tidak jelas kepentingannya dengan UU Ciptaker. Persis seperti kejadian pasca-Pilpres (2019) itu," jelasnya. Arsul mengatakan kelompok provokatif itu berkeinginan membenturkan masyarakat dengan aparat penegak hukum. Menurut dia, tujuannya adalah untuk menciptakan kerusuhan yang berujung menyalahkan pemerintahan Presiden Joko Widodo "Yang memang berkeinginan untuk membenturkan elemen masyarakat dengan polisi, sehingga terjadi chaos dan kemudian bisa menyalahkan polisi dan selanjutnya pemerintahan Jokowi," ujar Arsul. Anggota Komisi III DPR RI ini mendesak agar keterlibatan provokator dapat ditindak tegas. "Nah, dalam konteks ini, PPP meminta agar para provokator ini ditindak tegas polisi," ucap Arsul. Selain itu, Arsul mengatakan unjuk rasa yang tidak anarkis merupakan hak warga negara. Ia pun mengapresiasi aksi unjuk rasa yang telah berlangsung tertib di sejumlah kota. Beberapa aksi unjuk rasa berakhir ricuh. Kericuhan juga terjadi pada Kamis (8/10) di Ibu Kota. Massa bentrok dengan polisi hingga terjadi saling lempar batu dan gas air mata. Akibatnya, sejumlah fasilitas publik dirusak massa. Bahkan massa aksi demo membakar halte, pos polisi, hingga stasiun MRT. Oleh karena itu, kita sebagai warga Negara Indonesia harus lebih cerdas dan lebih selektif serta berhati-hati akan segala berita atau pun informasi yang tersebar. Diharapkan pula untuk tidak langsung percaya dari berita atau informasi yang diterima. Cari tahu darimana sumber berita tersebut dan menggali informasi lebih jauh dari berita atau informasi yang didapat. Jangan mudah terprovokasi dengan menyebarluaskan kembali berita atau informasi yang belum jelas benar atau tidaknya, sehingga tidak menimbulkan kekacauan yang dapat meugikan Negara ataupun orang orang disekitar kita.