Anda di halaman 1dari 7

Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri kosmetik tahun 2019 mencapai 9%,

meningkat dibanding pertumbuhan tahun 2018 sekitar 7,3%. Hal ini antara lain dipicu oleh
meningkatnya tren kebutuhan masyarakat terhadap produk kecantikan dan perawatan tubuh.
Pemerintah optimistis, industri kosmetik dalam negeri tak hanya tumbuh di pasar domestik, tapi juga
di pasar dunia.
Kementerian Perindustrian mencatat, pada tahun 2017, industri kosmetik di tanah air mencapai lebih
dari 760 perusahaan. Dari total tersebut, sebanyak 95 persen industri kosmetika nasional  merupakan
sektor  industri kecil dan menengah (IKM). Hanya 5 persen merupakan industri dengan skala besar.
(Putri mengatakan saat ini produk impor menguasai sekitar 50% pasar kosmetik Indonesia. Padahal,
pelaku industri kosmetik nasional telah bertambah dari 153 perusahaan menjadi 760 perusahaan pada
2017, yang mana 95% di antaranya berupa industri kecil dan menengah (IKM).)
Berdasarkan data,  jumlah pasar di Indonesia yang menggiurkan yakni 267 juta jiwa, dengan
demografi populasi wanita mencapai 130 juta jiwa dan sekitar 68 % nya merupakan usia wanita
produktif. (Badan Perencanaan Nasional dan Badan Pusat Statistik jumlah penduduk perempuan di
Indonesia pada tahun 2018 mencapai angka 131,88 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk perempuan
sebesar itu menjadikan Indonesia target pasar yang sangat menjanjikan bagi pemasaran produk
kosmetik dan kecantikan bagi banyak negara.)
Sementara segmen pasar kosmetik sangat menjanjikan, di mana segmen produk kosmetik, perawatan
kulit, dan personal care diharapkan tumbuh pada angka 9 persen di 2019, dan pada 2018 mencapai
sekitar Rp 50 triliun.
Dari industri skala menengah dan besar ini, beberapa perusahaan  sudah mampu mengekspor
produknya ke luar negeri seperti ke ASEAN, Afrika, Timur Tengah dan lain-lain. Dari sisi ekspor,
penjualan produk kosmetik mencapai USD 556,36 juta di 2018. Capaian ini lebih besar jika
dibandingkan dengan 2017 yang hanya sebesar USD 516,88 juta.
Airlangga Hartarto ketika menjadi Menteri Perindustrian menyampaikan, adanya tren masyarakat
untuk kembali ke alam (back to nature) membuka peluang pengembangan produk kosmetik berbahan
alami seperti produk spa yang berasal dari Bali. “Produk-produk spa ini cukup banyak diminati
wisatawan  mancanegara. Dengan penguatan branding yang baik, diharapkan produk kosmetik kita
ke depannya dapat mencapai kesuksesan seperti produk-produk kosmetik dari luar negeri,”
ungkapnya.
Namun terdapat tantangan sangat besar terhadap industri kosmetik nasional, di mana saat ini produk
jadi kosmetik berasal dari impor masih terbilang sangat tinggi.”Hal ini dapat ditunjukkan dengan
data impor kosmetik pada 2018 sebesar USD 850,15 juta meningkat dibandingkan tahun 2017
sebesar USD 631,66 juta,” kata Airlangga Hartarto, ketika masih menjabat sebagai Menteri
Perindustria, sebagaimana dikutip dari liputan6.com, 3 Juli 2019.
Presiden Direktur PT Mustika Ratu Tbk Bingar Egidius Situmorang, sebagaimana dikutip dari
antaranews.com,  menyampaikan, produk kosmetik impor justru memberikan inspirasi bagi produk
kosmetik dalam negeri.
Sementara  Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor kosmetik dan perlengkapan toilet
(termasuk perlengkapan kecantikan, skin-care, manicure/pedicure) hingga senilai US$226,74 juta
(sekitar Rp3,29 triliun menggunakan kurs Rp14.500/US$), pada tahun 2017. Nilai sebesar itu
meningkat nyaris 30% dari capaian tahun 2016 yang “hanya” sebesar US$175,48 juta (Rp2,54
triliun)
BPS mencatat pada periode Januari-Juli 2018, total nilai impor produk kecantikan–termasuk
kosmetik, produk perawatan, dan sabun mencapai US$431,2 juta atau naik 31,7% dibanding tahun
sebelumnya.
Sedikitnya 45  negara yang menjadi produsen produk kosmetik dan kecantikan dunia yang menjual
produk mereka di Indonesia, seperti Perancis, Amerika, Jepang, Malaysia, Thailand, China, dan
Korea Selatan tentunya. Produk kosmetik dan kecantikan dari kawasan Eropa, Amerika, dan Jepang
sudah terlebih dahulu mengembangkan dan memasarkan produk mereka di Indonesia karena dari
segi sejarah negara-negara tersebut merupakan negara produsen kecantikan yang terkenal,
sebagaimana dikutip dari repository.umy.ac.id.
Produk-produk kecantikan dari kawasan Eropa, Amerika, dan Jepang ini mengambil pasar premium
karena produk-produk mereka terkenal mewah serta memiliki harga yang cukup tinggi, jadi hanya
terjangkau oleh masyarakat Indonesia kalangan atas. Beberapa produk premium yang beredar di
pasar Indonesia adalah L’Oreal Paris, Nyx, Maybelline, Mac, Estee Lauder, Saint Yves, Shiseido,
SK-II, The Body Shop, Clinique, Victoria Secret, L’Occitane, La Prairie, Elizabeth Arden, dan lain
sebagainya.
 Tapi ancaman impor khususnya yang dari pasar gelap ini yang meresahkan,” kata Ketua Umum
Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika (PPAK) Putri K. Wardani kepada Beritagar.id,
pada 20/9 yang dikutip pelakubisnis.com.
Kini produk kosmetik asal Korea Selatan mulai menancapkan kukunya di  pasar dalam negeri. 
Penggunaan Produk Kosmetik yang Beredar di Indonesia Tahun 2016 Sumber : Putri D. R. (2017)
Indonesia, Target Pasar Seksi K-Beauty di Asia. Diakses pada 4 Februari 2019. Tirto Indonesia, yang
dikutip dari repository.umy.ac.id, bahwa  produk dari Korea Selatan dengan presentase 22,31%,
disusul dengan produk dari Amerika, Eropa, Jepang, dan sisanya adalah produk dari negara lainnya.
Produk kecantikan dan kosmetik Korea Selatan masih berpotensi untuk terus tumbuh di pasar
Indonesia dengan segala ciri khas serta keunggulan yang mereka miliki, baik dari segi kemasan,
komposisi/kualitas maupun harga yang jauh lebih murah daripada produk premium dari kawasan
lain. Penjualan produk kecantikan dan kosmetik dari Korea Selatan dalam negeri dan global pada
tahun 2017 mencapai US$6,3 miliar.
Sementara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), sebagaimana dikutip dari kompas.com, 
banyak menindak kosmetik impor. Rerata kosmetik tersebut berasal dari Korea Selatan melalui jasa
titip (jastip) maupun celah lainnya. “Untuk kosmetik kita lakukan kontrol dan supervisi yang ketat.
Kosmetik yang ditindak ini kebanyakan dari Korea Selatan,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai
Heru Pambudi di Labuan bajo, Nusa Tenggara Timur, 13/11 tahun lalu..
Sepanjang 2019, DJBC telah menindak 660 kasus kosmetik impor. Sementara menurut jenisnya,
DJBC telah menindak 10.842 jenis kasus impor selama tahun 2019 dengan perkiraan nilai Rp 3.684
miliar.
Berdasarkan data yang didapat dari databooks, Konsumen Indonesia lebih memilih membeli produk
kosmetik buatan luar negeri daripada produk lokal. Riset yang dilakukan oleh Nielsen, berdasarkan data
penjualan produk kecantikan pada triwulan III 2015, 48 persen konsumen menyukai kosmetik merek
global dan 36 persen memilih produk lokal. Sementara 16 persen sisanya tidak memiliki preferensi
apapun.Hal ini disajikan dalam sebuah grafik konsumen Indonesia yang menyukai kosmetik global dan
lokal.

Berdasarkan data yang Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor


kosmetik dan perlengkapan toilet (termasuk perlengkapan kecantikan, skin-
care, manicure/pedicure) hingga senilai US$226,74 juta (sekitar Rp3,29 triliun
menggunakan kurs Rp14.500/US$), pada tahun 2017. Nilai sebesar itu
meningkat nyaris 30% dari capaian tahun 2016 yang "hanya" sebesar
US$175,48 juta (Rp2,54 triliun).
Lantas, dari seluruh produk kosmetik tersebut, jenis apa saja yang paling banyak
masuk ke Indonesia? Apabila diuraikan, setidaknya terdapat 7 produk turunan
sesuai dengan klasifikasi Harmonized System (HS) yang didata oleh BPS.

Ketujuh produk turunan tersebut adalah perlengkapan make-up bibir (kode HS


3304100), make-up mata (kode HS 3304200), manicure/pedicure (kode HS
3304300), bedak kecantikan/make-up (kode HS 3304910), krim anti jerawat
(kode HS 3304992), krim dan lotion wajah/kulit (kode HS 3304993), dan lotion
dan krim lainnya (termasuk sun screen/sun tan) dengan kode HS 3304999.

Pada tahun 2017, jenis yang paling banyak diimpor oleh tanah air adalah lotion
dan krim lainnya (termasuk sun screen/sun tan), yakni mencapai US$80,54 juta
(Rp1,17 triliun). Nilai sebesar itu mencapai lebih dari sepertiga sendiri (35,5%)
dari total nilai impor produk kosmetik di periode itu.

Sebagai catatan, nilai impor lotion dan krim lainnya (termasuk sun screen/sun
tan) di tahun lalu meningkat lebih dari 2 kali lipat dibandingkan tahun
sebelumnya yang hanya senilai US$39,13 juta (Rp567,38 miliar). Alhasil, produk
jenis inilah yang menjadi "bahan bakar" bagi melonjaknya total impor produk
kosmetik RI di tahun lalu.

Di urutan kedua, ada produk krim dan lotion wajah/kulit lainnya, dengan
nilai impor mencapai US$73,71 juta (Rp1,07 triliun), atau menguasai 32,51%
pangsa impor produk kosmetik RI. Meski demikian, nilai impor kategori produk ini
turun tipis 1,26% dibandingkan posisi tahun 2016.
Justru kategori lainnya yang menunjukkan kenaikan lumayan signifikan di tahun
2017 adalah produk make-up bibir dan make-up mata, masing-masing sebesar
28,95% dan 16,42% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Impor produk kosmetik RI terindikasikan masih akan melonjak di tahun ini.


Berdasarkan rilis data teranyar dari BPS, total impor produk kosmetik di periode
Januari-Mei 2018 sudah tercatat sebesar US$139,12 juta (Rp2,02 triliun). Nilai
itu sudah melambung 66,87% dari impor periode Januari-Mei 2017 yang sebesar
US$83,37 juta (1,21 triliun).
Melihat lajunya yang cukup kencang, wajar pemerintah akhirnya
menahan impor produk kosmetik. Terlebih, produksi industri farmasi besar dan
sedang dalam negeri sebenarnya masih solid. Di tahun 2017 saja, pertumbuhan
sektor ini mencapai 7,94%, masih jauh lebih besar dari pertumbuhan total
industri manufaktur besar dan sedang di Indonesia pada tahun lalu yang sebesar
4,36%.
Melihat lajunya yang cukup kencang, wajar pemerintah akhirnya
menahan impor produk kosmetik. Terlebih, produksi industri farmasi besar dan
sedang dalam negeri sebenarnya masih solid. Di tahun 2017 saja, pertumbuhan
sektor ini mencapai 7,94%, masih jauh lebih besar dari pertumbuhan total
industri manufaktur besar dan sedang di Indonesia pada tahun lalu yang sebesar
4,36%.
Melihat lajunya yang cukup kencang, wajar pemerintah akhirnya
menahan impor produk kosmetik. Terlebih, produksi industri farmasi besar dan
sedang dalam negeri sebenarnya masih solid. Di tahun 2017 saja, pertumbuhan
sektor ini mencapai 7,94%, masih jauh lebih besar dari pertumbuhan total
industri manufaktur besar dan sedang di Indonesia pada tahun lalu yang sebesar
4,36%.
Melihat lajunya yang cukup kencang, wajar pemerintah akhirnya
menahan impor produk kosmetik. Terlebih, produksi industri farmasi besar dan
sedang dalam negeri sebenarnya masih solid. Di tahun 2017 saja, pertumbuhan
sektor ini mencapai 7,94%, masih jauh lebih besar dari pertumbuhan total
industri manufaktur besar dan sedang di Indonesia pada tahun lalu yang sebesar
4,36%.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen. Kesehatan dan Kosmetik BPOM,
Maya Gustina Andarini, Apt., M.Sc, menyebutkan bahwa minat masyarakat yang tinggi
terhadap kosmetik impor adalah salah satu penyebab banyak beredarnya kosmetik ilegal di
Indonesia.
Padahal, sejak 2015 hingga 2017 saja peredaran kosmetik yang tidak memenuhi ketentuan
(TMK) atau ilegal meningkat 8.1%. Hal ini semakin membuat BPOM gencar melakukan
razia kosmetik ilegal bernilai miliaran rupiah dalam beberapa bulan terakhir.

Banyak bahan kosmetik ilegal yang berbahan bagi tubuh, demikian dikatakan dr. Eyleny
Meisyah Fitri, SpKK yang memaparkan dampak berbahaya kosmetik ilegal serta kasus-
kasus temuan selama berpraktik di ZAP Clinic Premiere Menteng.

Ia menyampaikan bahwa penggunaan kosmetik yang mengandung bahan-bahan


berbahaya tidak hanya berakibat fatal untuk penggunanya, orang-orang terdekat pengguna
juga dapat terpapar dampak negatif.

Banyak bahan kosmetik ilegal yang berbahan bagi tubuh, demikian dikatakan dr. Eyleny
Meisyah Fitri, SpKK yang memaparkan dampak berbahaya kosmetik ilegal serta kasus-
kasus temuan selama berpraktik di ZAP Clinic Premiere Menteng.

Ia menyampaikan bahwa penggunaan kosmetik yang mengandung bahan-bahan


berbahaya tidak hanya berakibat fatal untuk penggunanya, orang-orang terdekat pengguna
juga dapat terpapar dampak negatif.

engamat industri Ahmad Heri Firdaus dari Institute for Development of


Economis and Finance (Indef) menilai faktor harga yang murah serta
beragamnya varian dan akses produk yang lebih mudah dijumpai membuat
masyarakat lebih memilih kosmetik impor.

"Pertama karena faktor harga yang lebih kompetitif, kemudian jenis serta
varian yang dianggap lebih banyak dan ketersediaan atau akses masyarakat
terhadap produk-produk kosmetik lebih mudah menjumpai produk-produk
kosmetik yang impor," ujar Heri kepada Antara di Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan bahwa permintaan yang sedang berkembang lebih didorong


oleh kelas menengah. Masyarakat tentu membandingkan antara produk
kosmetik dalam negeri dan impor sama-sama bagus dan berkualitas tapi jauh
lebih murah kosmetik impor, tentu mereka akan lebih memilih kosmetik impor.

Kondisi itu menjadi penyebab masyarakat lebih memilih mengonsumsi


kosmetik impor.

Sayangnya jika dirinci lebih jauh misalnya dari sisi dampak atau efek
kesehatan kosmetik itu terhadap tubuh, hal-hal seperti ini belum terlalu
menjadi perhatian bagi masyarakat saat membeli kosmetik.

Selain itu menurut dia, hingga sekarang industri kosmetik nasional masih
bergantung pada bahan baku produksi kosmetik yang masih banyak diimpor
dari luar negeri. engamat industri Ahmad Heri Firdaus dari Institute for
Development of Economis and Finance (Indef) menilai faktor harga yang
murah serta beragamnya varian dan akses produk yang lebih mudah dijumpai
membuat masyarakat lebih memilih kosmetik impor.

"Pertama karena faktor harga yang lebih kompetitif, kemudian jenis serta
varian yang dianggap lebih banyak dan ketersediaan atau akses masyarakat
terhadap produk-produk kosmetik lebih mudah menjumpai produk-produk
kosmetik yang impor," ujar Heri kepada Antara di Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan bahwa permintaan yang sedang berkembang lebih didorong


oleh kelas menengah. Masyarakat tentu membandingkan antara produk
kosmetik dalam negeri dan impor sama-sama bagus dan berkualitas tapi jauh
lebih murah kosmetik impor, tentu mereka akan lebih memilih kosmetik impor.

Kondisi itu menjadi penyebab masyarakat lebih memilih mengonsumsi


kosmetik impor.

Sayangnya jika dirinci lebih jauh misalnya dari sisi dampak atau efek
kesehatan kosmetik itu terhadap tubuh, hal-hal seperti ini belum terlalu
menjadi perhatian bagi masyarakat saat membeli kosmetik.
Selain itu menurut dia, hingga sekarang industri kosmetik nasional masih
bergantung pada bahan baku produksi kosmetik yang masih banyak diimpor
dari luar negeri.

PPA Kosmetik mencatat kebijakan bebas verifikasi kosmetik impor yang tertuang pada
Peraturan Menteri Perdagangan No. 87 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Produk
Tertentu berdampak hebat pada kinerja industri kosmetik nasional.

Akibat kebijakan tersebut, penjualan produk kosmetik produksi nasional anjlok di


kisaran 17%—20% sepanjang periode Januari—Maret 2017.

Maraknya peredaran kosmetik ilegal juga ditunjukkan dengan hasil penangkapan


Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum lama ini.

BPOM menggerebek sebuah pabrik kosmetik ilegal di Tangerang dan menemukan


berbagai sabun impor asal Filipina dan Thailand.

Nilai temuan 450 item produk ilegal tersebut diprediksi mencapai Rp26 miliar, dan
sebanyak 80%-nya merupakan produk kosmetik yang mengandung zat kimia
berbahaya.

BPOM menyebut peredaran produk ilegal masih sulit diawasi, terutama karena
diperdagangkan melalui pasar dalam jaringan (daring/online). 

Anda mungkin juga menyukai