Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS IDENTIFIKASI PEWARNA SINTESIS PADA PRODUK

PANGAN YANG BEREDAR DI PEKANBARU


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang terpenting dan

juga merupakan faktor yang sangat esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan

manusia. Tetapi betapapun menariknya penampilan, lezat rasanya dan tinggi nilai

gizinya, apabila tidak aman dikonsumsi, maka makanan tersebut tidak ada nilainya sama

sekali. Keamanan makanan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat – zat atau

bahan – bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah

zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan atau tercampur secara

sengaja atau tidak sengaja ke dalam bahan makanan atau makanan jadi (Sihombing,

2013).

Makanan serta minuman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

terpenting dan juga merupakan faktor yang sangat esensial bagi pertumbuhan dan

perkembangan manusia. Penambahan bahan tambahan pangan ke dalam produk makanan

atau minuman bertujuan agar menarik perhatian konsumen. Makanan dan minuman yang

tersedia di pasar maupun swalayan tanpa adanya bahan tambahan pangan menjadi kurang

menarik, tidak dapat dinikmati dan tidak awet. Salah satu masalah pangan yang

memerlukan pemecahan yaitu penggunaan bahan tambahan pangan untuk keperluan pada

industri pengolahan pangan, maupun dalam pembuatan makanan dan minuman, yang

umumnya dihasilkan oleh industri kecil atau rumah tangga (Winarno dan Rahayu, 1994).

Menurut Purba (2009), Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa (atau campuran

berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan minuman dalam
proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan dan bukan merupakan bahan

(Ingredient) utama. Bahan Tambahan Pangan tersebut dapat berupa pengawet, pewarna,

pemanis, penyedap, antioksidan, antikempal, dan pengemulsi. Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 033 Tahun 2012 menyebutkan pewarna sebagai salah

satu bahan tambahan pangan dapat berupa pewarna alami (Natural Colour) dan pewarna

sintetis (Syntetic Colour), yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan

mampu memberi atau memperbaiki warna. Salah satu jenis bahan tambahan pangan yaitu

pewarna secara umum sering digunakan dalam makanan ataupun minuman olahan terbagi

atas pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami).

Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Misalnya

Ponceau 4R, Carmoisin, Briliant Blue, Tartrazin, atau Allura Red merupakan pewarna

sintetis yang masih diperbolehkan penggunaannya. Kadang-kadang pengusaha nakal juga

menggunakan pewarna bukan makanan (non-food grade) untuk memberikan warna pada

makanan. Salah satu contoh pewarna bukan makanan adalah Rhodamin B yang

sebenarnya diperuntukan untuk pewarnaan tekstil (Nugraheni, 2013). Pemakaian pewarna

sintetis selain memiliki dampak positif bagi produsen serta konsumen, dapat pula

menimbulkan dampak negatif terutama bagi konsumen. Apabila dibandingkan dengan

pewarna alami, pewarna sintetis lebih memiliki dampak negatif bagi kesehatan.

Hal ini dikarenakan zat-zat sintetis jika pemakaian yang terus menerus dan dalam

jangka waktu yang lama, akan mempengaruhi organ di dalam tubuh. Penggunaan bahan

pewarna buatan yang dilarang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Pewarna yang

dilarang dapat meracuni ginjal dan mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker

karena umumnya pewarna yang dipakai merupakan pewarna tekstil (Irianto & Waluyo,
2007). Secara luas aditif pangan telah ada lebih dari 2.500 jenis yang digunakan untuk

preservative (pengawet) dan pewarna (dye). Zat-zat aditif ini digunakan untuk

mempertinggi nilai pangan (Mautinho et al, 2007) sebagai konsekuensi dari

industrialisasi dan perkembangan proses teknologi pangan. Warna merupakan daya tarik

terbesar untuk menikmati makanan setelah aroma. Pewarna dalam pangan dapat

meningkatkanpenerimaan konsumen terhadap suatu produk (Dixit et al, 1995).

Oleh karena itu produsen pun berlomba menawarkan aneka produknya dengan

tampilan yang menarik dan warna-warni. Jenis pewarna yang sering ditemukan dalam

beberapa produk pangan diantaranya adalah Sunset Yellow dan Tartrazine. Tartrazine

dan Sunset Yellow secara komersial digunakan sebagai zat aditif makanan, dalam

pengobatan dan kosmetika yang sangat menguntungkan karena dapat dengan mudah

dicampurkan untuk mendapatkan warna yang ideal dan juga biaya yang rendah

dibandingkan dengan pewarna alami (Pedro et al, 1997). Oleh karena itu perlu dilakukan

pemantauan terus-menerus terhadap keberadaan pewarna sintetis berbagai produk pangan

yang dikonsumsi masyarakat. Analisis pewarna sintetis pada makanan dan minuman

dapat dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan metode

kromatografi kertas dan spektrofotometri UVVisibel (Aurand, 2003).

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan

dalam penelitian yaitu:

1. Bagaimana penggunaan zat warna sintesis pada produk bahan pangan yang

beredar di Kota Pekanbaru?


2. Apakah produk bahan pangan di Kota Pekanbaru mengandung zat sintesis?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas maka tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengidentifikasi zat pewarna sintesis pada produk pangan yang beredar

di Kota Pekanbaru.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Manfaat teoritis

Menambah pengetahuan peneliti mengenai kandungan zat sintesis pada produk

pangan di Kota Pekanbaru..

1.4.2. Manfaat praktis

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai sumber informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya.

2. Bagi Msyarakat

Diharapkan masyarakat khususnya produsen sebagai bahan masukan dan

informasi untuk tidak menggunakan pewarna sintesis dan beralih menggunakan

pewarna alami sebagai bahan campuran kerupuk. Bagi konsumen diharapkan

lebih teliti dalam memilih produk amkanan yang mengandung pewarna sintesis

karena dapat berbahaya bagi kesehatan.


BAB II
LANDASARAN TEORI

2.1. Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah

maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan ataupun minuman bagi

konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan baku

pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan

makanan atau minumam (Saparinto dan Hidayati, 2006). Kualitas pangan dapat ditinjau dari

aspek mikrobiologis, fisik (warna, bau, rasa dan tekstur) dan kandungan gizinya.

Pangan yang tersedia secara alamiah tidak selalu bebas dari senyawa yang tidak

diperlukan oleh tubuh, bahkan dapat mengandung senyawa yang merugikan kesehatan orang

yang mengkonsumsinya. Senyawasenyawa yang dapat merugikan kesehatan dan tidak

seharusnya terdapat di dalam suatu bahan pangan dapat dihasilkan melalui reaksi kimia dan

biokimia yang terjadi selama pengolahan maupun penyimpanan, baik karena kontaminasi

ataupun terdapat secara alamiah. Selain itu sering dengan sengaja ditambahkan bahan

tambahan pangan (BTP) atau bahan untuk memperbaiki tekstur, warna dan komponen mutu

lainnya ke dalam proses pengolahan pangan (Hardiansyah dan Sumali, 2001). Berdasarkan

cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 (Saparinto dan Hidayati, 2006) :

1. Pangan segar

Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat

dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung.

2. Pangan Olahan
Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan cara atau

metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh: teh manis, nasi, pisang

goreng dan sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap

saji dan tidak siap saji.

a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah diolah dan siap

disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.

b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah mengalami

proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutkan

untuk dapat dimakan atau minuman.

3. Pangan Olahan Tertentu

Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu

dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh: ekstrak tanaman

stevia untuk penderita diabetes, susu rendah lemak untuk orang yang menjalani diet

rendah lemak dan sebagainya.

2.2. Keamanan Pangan

Untuk melaksanakan Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 dan memberikan

perlindungan kepada masyarakat maka pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah

nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Keamanan pangan adalah

kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran

biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan

kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi penting perannya

bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan


kecerdasan masyarakat (Cahyadi, 2008). Karena keamanan pangan muncul sebagai suatu

masalah yang dinamis seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan

ilmu dan teknologi, maka diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak

diproduksi, diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan

kepada konsumen.

Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap bahan pangan dapat terjadi

pada rantai penanganan pangan dari mulai saat pra-panen, pascapanen/pengolahan sampai

saat produk pangan didistribusikan dan dikonsumsi (Seto, 2001). Sistem pangan yang ada

saat ini meliputi segala sesuatu yang berhubungandengan peraturan, pembinaan atau

pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi makanan dan peranannya sampai siap

dikonsumsi manusia. Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan

produksi pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang undangan yang berlaku (Saparinto dan Hidayati, 2006). Untuk itu keamanan

pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya

perhatian terhadap hal ini telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan

kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses

penyiapan dan penyajian sampai resiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan

bahan tambahan (food additive) yang berbahaya (Syah, 2005).

2.3. Zat Pewarna Alami dan Sintetik

Warna merupakan salah satu aspek penting dalam hal penerimaan konsumen

terhadap suatu produk pangan. Warna dalam bahan pangan dapat menjadi ukuran terhadap

mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan (Winarno,
1992). Winarno (1992), juga menambahkan bahwa apabila suatu produk pangan memiliki

nilai gizi yang baik, enak dan tekstur yang sangat baik akan tetapi jika memiliki warna

yang tidak sedap dipandang akan memberi kesan bahwa produk pangan tersebut telah

menyimpang. Menurut International food information council foundation (IFIC) 1994,

pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan warna

suatu produk pangan, sehingga menciptakan image tertentu dan membuat produk lebih

menarik. Definisi yang diberikan oleh Depkes 1999 lebih sederhana, yaitu Bahan Tambahan

Pangan (BTP) dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan (Wijaya dan Mulyono,

2009).

Menurut Elbe dkk., (1996), zat pewarna merupakan suatu bahan kimia baik alami

maupun sintetik yang memberikan warna. Berdasarkan sumbernya, zat pewarna untuk

makanan dapat diklasifikasikan menjadi pewarna alami dan sintetik (Winarno, 1992).

Pewarna alami yaitu zat warna yang diperoleh dari hewan seperti : warna merah muda pada

flamingo dan ikan salem sedangkan dari tumbuh-tumbuhan seperti: karamel, coklat dan

daun suji. Pewarna buatan sering juga disebut dengan zat warna sintetik. Proses pembuatan

zat warna sintetik ini biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat

yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun

(Winarno, 1994). Menurut Winarno (1992), zat pewarna sintetik harus melalui berbagai

prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Zat pewarna yang

diijinkan penggunaannya dalam makanan dikenal dengan certified color atau permitted

color. Untuk penggunaannya, zat warna tersebut harus menjalani tes prosedur penggunaan

yang disebut proses sertifikasi.

Di Indonesia undang-undang penggunaan zat pewarna belum memasyarakat


sehingga terdapat kecendrungan penyimpangan pemakaian zat pewarna untuk berbagai

bahan pangan oleh produsen, misalnya pemakaian zat pewarna tekstil dan kulit dipakai

untuk mewarnai makanan. Hal tersebut jelas berbahaya bagi kesehatan, karena residu logam

berat pada zat pewarna tersebut bersifat karsinogenik (Winarno, 1994). Timbulnya

penyimpangan penggunaan zat pewarna disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam

label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan. Hal tersebut

disebabkan bea masuk zat pewarna untuk makanan jauh lebih mahal dari zat pewarna non-

pangan. Hingga saat ini aturan penggunaan zat pewarna di lndonesia diatur dalam SK

Menteri Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973, tetapi dalam peraturan ini belum tercantum

dosis penggunaannya dan juga tidak adanya sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan

tersebut. Jenis bahan pewarna alami dan sintetik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan Pewarna Alami dan Sintetik


No Warna Nama Kimia No.
Indeks
1 Zat warna alami
Merah Alkanat 75520
Merah Karmin 75470
Kuning Annato 75120
Kuning Karoten 75130
Merah Safron 75100
Merah Kurmunin 75180
Hijau Klorofil 75007
Biru Ultramarin 75300
Coklat Karamel -
Hitam Carbon Black 77499
Hitam Besi Oksida 77266
Putih Titanium Dioksida 77891
2 Zat Warna Sintetik
Merah Carmoisinse 14720
Merah Erythrosine 16185
Orange Sunset Yellow 15985
Kuning Tatrazine 19140
Kuning Quineline Yellow 47005
Biru Brilliant blue 42090
Biru Indigocarmine 42090
Hijau Fast green FCF 42053
Ungu Violet GB 42640

Tabel 2. Daftar zat pewarna yang dilarang penggunannya di Indonesia tahun


1985.

No Warna Nama Kimia No. Indeks


1 Orange Auramine 41000
2 Orange Butter Yellow 11020
3 Orange Chrycidine 11270
4 Merah Citrus red 12055
5 Hijau Guinea Green B 42085
6 Violet Magenta 42510
7 Orange Oil Yellow SS 12110
8 Orange Oil Yellow XO 11380
9 Kuning Oil Yellow SAB 11390
10 Kuning Oil Yellow SX 16155
11 Merah Ponceau 3R 14700
12 Merah Ponceau SX 12140
13 Merah Sudan I 12055
14 Merah Rhodamin B 45170
15 Merah Methanil Yellow 13065
16 Merah Amaranth 12740
17 Merah Crystal Ponceau 12760
18 Merah Ponceau 6RB 13420
19 Hijau Night Green 2B 36285
20 Biru Patent Blue A 41753
21 Kuning Butter Yellow 76352
22 Kuning Anillin Yellow 76352
23 Kuning Light Green SF Yellowish 29647
24 Biru Soluble Blue 76491
25 Biru Nigrosine Soluble 41074
26 Orange Croceine Orange 11726
Menurut (Henry 1996 dalam Lazuardi, 2010), pewarna ditambahkan ke

dalam makanan karena beberapa hal, seperti yang dijelaskan berikut ini :

1. Memperkuat warna penampilan warna dari suatu makanan agar konsumen

lebih tertarik.
2. Untuk menyeragamkan warna dalam produksi makanan dari setiap proses

pengolahan.

3. Untuk memberi warna yang menarik pada produk makanan contohnya dalam

produk yang berbahan dasar gula, es krim dan minuman, yang jika tidak diberi

warna tidak akan menarik.

Untuk mengetahui perbedaan antara zat pewarna alami dan pewarna sintetik

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan antara zat pewarna sintetik dan alami

Pembeda Zat pewarna sintetis Zat pewarna alami


Warna yang dihasilkan Lebih cerah Lebih pudar
Lebih homogen Tidak homogen
Variasi warna Banyak Sedikit
Harga Lebih murah Lebih mahal
Ketersediaan Tidak terbatas Terbatas
Kestabilan Stabil Kurang stabil
Sumber : (Lee, 2005 dalam Asmara, 2010).
2.4. Kerangka Konseptual

Produk Pangan

Bahan Tambahan
Pangan

Pewarna sintesis

Tidak Dilarang Dilarang

Identifikasi Zat

Metode Kromatografi
Kertas
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan mulai dari penyusunan proposal sampai dengan penyusunan


laporan akhir….............

3.2. TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan dilaksanakan di .........................

3.3. ALAT DAN BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sampel cair/koloid (minuman

ringan yang dijajakan, daun cincau, dan bumbu basah), sampel padatan berupa krupuk

warna dan permen warna-warni, Asam asetat 10 %, Etil metil keton 70 ml, Aseton 30 ml,

Aquades 30 ml, NaCl 25 gram, Etanol 50 % 100 ml, Air dan Aquades, Amoniak 10 %,

Metanol p.a., Standar/baku pembanding (Tartrazine, dan Rhodamin B) Alat-alat yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Gelas piala 100 ml dan 200 ml, Batang pengaduk,

Pipet volumetrik dan bulf , Penangas air (water bath), Benang wool bebas lemak, Bejana

kromatografi (chamber, developing tank), Pipa kapiler, Kertas whatman nomor 1,

Spektrofotometer UV-Visibel (Lambda 25)., Neraca Analitik, Tabung reaksi, Gelas ukur.

3.4. PROSEDUR KERJA

3.4.1. Pengambilan Sampel

Untuk pengambilan sampel dilakukan di berbagai lokasi di empat wilayah Jakarta

serta Ciputat. Sampel yang diambil di pusat keramaian seperti di pasar dan dekat
sekolah dan Universitas. Beberapa kegiatan yang dilakukan meliputi Studi Lapangan,

pengambilan sampel dan pemeriksaan sampel, pengolahan data, pengambilan data

tambahan. Untuk studi lapangan dilakukan dengan memeriksa secara visual beberapa

produk pangan yang terindikasi menggunakan pewarna sintetis baik yang diijinkan

maupun yang dilarang.

3.4.2. Analisa Kualitatif

Identifikasi zat pewarna sintetis pada analisa kualitatif menggunakan metode

Kromatografi Kertas (Papper Chromatografhy) (SNI, 01-2895-1992).

3.4.3. Analisa Kromatografi Kertas

Prinsip uji bahan Pewarna Tambahan Makanan (BTP) adalah zat warna dalam contoh

makanan/minuman diserap oleh benang wool dalam suasana asam dengan pemanasan.

kemudian dilakukan kromatografi kertas (Poltekes Bandung, 2002).

1. Memasukan lebih kurang 10 ml sampel cair atau 10 – 25 gram sampel padatan ke

dalam gelas piala 100 ml.

2. Diasamkan dengan menambahkan 5 ml Asam asetat 10 %.

3. Memasukan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut. d.

Memanaskan dan mendiamkan sampai mendidih lebih kurang 10 menit.

4. Mengambil benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.

5. Menambahkan 25 ml amoniak 10 % ke dalam benang wool yang telah dibilas

tersebut.

6. Memanaskan benang wool sampai tertarik pada benang wool (luntur).

7. Benang wool dibuang, larutan diuapkan di atas water bath sampai kering.
8. Residu ditambah beberapa tetes metanol, untuk ditotolkan pada kertas

kromatografi yang siap pakai.

9. Dieluasi dalam bejana dengan eluen sampai mencapai tanda batas.

10. Kertas kromatografi diangkat dan dibiarkan mengering.

11. Karna yang terjadi diamati, membandingkan Rf (Retardation factor) antara Rf

sampel dan Rf standar. Perhitungan : Rf = Jarak yang ditempuh komponen Jarak

yang ditempuh eluen

3.4.4. Analisa Kuantitatif

Pengukuran zat pewarna sintetik pada analisa kuantitatif menggunakan metode

Spektrofotometri UV-Visibel (Depkes RI, 1995).

3.4.5. Preparasi Standart

1. Deret standar tartrazine (0 ppm – 10 ppm) Memipet masing-masing 1025,4 μl,

2050,8 μl dan 3076,3 μl standar tartrazine 487,6 ppm ke dalam labutakar 100 ml.

Menambahkan aquades masing-masing menjadi 100 ml kemudian dikocok. Deret

standar ini mengandung 0, 1, 2.5, 5, 7.5 dan 10 ppm tartrazine

2. Standar Rhodamin B(0 ppm – 10 ppm)

Memipet masing-masing 1107,4 μl dan 2214,8 standar tartrazine 451,5 ppm ke

dalam labu takar 100 ml. Menambahkan aquades masing-masing menjadi 100 ml

kemudian di kocok. Deret standar ini mengandung 0, 1, 2.5, 5, 7.5 dan 10 ppm

Rhodamin B
3.4.6. Preparasi Sampel

Metode preparasi sampel pada analisa kuantitatif secara Spektrofotometri

menggunakan metode preparasi sampel pada analisa kualitatif (Kromatografi kertas),

yaitu :

1. Memasukan μ 10 ml sampel cair atau 10 – 25 gram sampel padatan ke dalam

gelas piala 100 ml.

2. Diasamkan dengan menambahkan 5 ml asam asetat 10 %.

3. Memasukan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.

4. Memanaskan dan mendiamkan sampai mendidih (lebi kurang 10 menit).

5. Mengambil benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.

6. Menambahkan 25 ml amoniak 10 % ke dalam benang wool yang telah dibilas

tersebut.

7. Memanaskan benang wool sampai warna yang tertarik pada benang wool luntur

kembali.

8. Warna yang telah ditarik dari benang wool dan masih larut dalam amoniak

kemudian di analisa dengan spektrofotometer UV-Visibel.


DAFTAR PUSTAKA

Hardiansyah dan Sumali. 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanana Pangan. Jakarta: Koswara.
Saparinto Cdan Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta : Kanisisus.
Seto Sagung. 2001. Pangan dan Gizi : Ilmu Teknologi dan Perdagangan Bogor : Jurusan
Teknologi pangan.
Wijaya H.C dan Mulyono N. 2009. Bahan Tambahan Pangan : Pewarna spesifikasi regulasi,
aplikasi praktis. Bogor : IPB
Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai

  • TDI dan Syaratnya
    TDI dan Syaratnya
    Dokumen3 halaman
    TDI dan Syaratnya
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Full
    Full
    Dokumen101 halaman
    Full
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • SDGS CENTER
    SDGS CENTER
    Dokumen2 halaman
    SDGS CENTER
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • SIUP
    SIUP
    Dokumen2 halaman
    SIUP
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Siup 2
    Siup 2
    Dokumen2 halaman
    Siup 2
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen24 halaman
    Bab V
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Lele
    Lele
    Dokumen15 halaman
    Lele
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Kualitas
    Manajemen Kualitas
    Dokumen18 halaman
    Manajemen Kualitas
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Laporan PKL Rendiansyah
    Laporan PKL Rendiansyah
    Dokumen34 halaman
    Laporan PKL Rendiansyah
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • RUSWAL
    RUSWAL
    Dokumen6 halaman
    RUSWAL
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • FENOMENA
    FENOMENA
    Dokumen3 halaman
    FENOMENA
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • ARTIKEL
    ARTIKEL
    Dokumen11 halaman
    ARTIKEL
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • ARTIKEL
    ARTIKEL
    Dokumen12 halaman
    ARTIKEL
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • FAKTOR PENGARUH LINGKUNGAN MANAJEMEN SDM
    FAKTOR PENGARUH LINGKUNGAN MANAJEMEN SDM
    Dokumen11 halaman
    FAKTOR PENGARUH LINGKUNGAN MANAJEMEN SDM
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kasus Hukum
    Tugas Kasus Hukum
    Dokumen2 halaman
    Tugas Kasus Hukum
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Tanda Persetujuan Judul Ari Febrianto
    Tanda Persetujuan Judul Ari Febrianto
    Dokumen1 halaman
    Tanda Persetujuan Judul Ari Febrianto
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • BATUBARA GASIFIKASI
    BATUBARA GASIFIKASI
    Dokumen36 halaman
    BATUBARA GASIFIKASI
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka Wanda
    Tinjauan Pustaka Wanda
    Dokumen17 halaman
    Tinjauan Pustaka Wanda
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Antropologi Melayu
    Antropologi Melayu
    Dokumen241 halaman
    Antropologi Melayu
    ernifrida barimbing
    Belum ada peringkat
  • STRATEGI PR NEW NORMAL
    STRATEGI PR NEW NORMAL
    Dokumen26 halaman
    STRATEGI PR NEW NORMAL
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Makalah Globalisasi Dan Kapitalisme
    Makalah Globalisasi Dan Kapitalisme
    Dokumen19 halaman
    Makalah Globalisasi Dan Kapitalisme
    Yati Nurul Hashfi
    100% (1)
  • Dinda
    Dinda
    Dokumen12 halaman
    Dinda
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Pert 12 Pajak
    Pert 12 Pajak
    Dokumen30 halaman
    Pert 12 Pajak
    Lord Royal
    Belum ada peringkat
  • Pat Darurat Covid
    Pat Darurat Covid
    Dokumen5 halaman
    Pat Darurat Covid
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Denny 2
    Denny 2
    Dokumen12 halaman
    Denny 2
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • SARAH
    SARAH
    Dokumen117 halaman
    SARAH
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Sempro Mayang
    Sempro Mayang
    Dokumen13 halaman
    Sempro Mayang
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • FAKTOR PENGARUH LINGKUNGAN MANAJEMEN SDM
    FAKTOR PENGARUH LINGKUNGAN MANAJEMEN SDM
    Dokumen11 halaman
    FAKTOR PENGARUH LINGKUNGAN MANAJEMEN SDM
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • PELAYANAN BANK SYARIAH
    PELAYANAN BANK SYARIAH
    Dokumen15 halaman
    PELAYANAN BANK SYARIAH
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat
  • Devi
    Devi
    Dokumen18 halaman
    Devi
    Yati Nurul Hashfi
    Belum ada peringkat