Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PKL

EDUKASI GIZI
DI WILAYAH PUSKESMAS KEDUNGKANDANG

Disusun oleh :

Naufalia Primandita Arie Prasetiawan

P17111171016

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN GIZI
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Status gizi bayi atau balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan
tingkat kesejahteraan masyarakat. Penilaian status pada gizi bayi/balita dapat dilakukan
dengan pengukuran antropometri. Indikator yang diukur ada tiga macam, yaitu berat
badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator yang sering digunakan adalah berat badan
menurut umur (BB/U). Berdasarkan standar baku nasional indeks BB/U terdiri dari gizi
lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk.
Secara umum kurang gizi disebabkan oleh kurangnya energi atau protein. Namun
keadaan ini dIi lapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus yang menderita
deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein biasanya disertai pula dengan
defisiensi energi. Oleh karena itu istilah yang lazim dipakai adalah kekurangan energi
protein. (Markum, 1999).
Angka kejadian KEP sering terjadi pada usia 13-24 bulan, karena pada priode ini
merupakan periode penyapihan. Anak yang disapih mengalami masa transisi pada pola
makannya. Keadaan ini mengakibatkan asupan makanan berkurang. Masa ini disebut
masa transisi tahun kedua (secuntrant) yaitu second year transisional. Anak balita
merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga
memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita
merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi, karena
masih dalam taraf perkembangan dan kualitas hidup anak sangat tergantung pada
orang tuanya. Pada anak-anak KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap
penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan (Achmad, 2008)
Riset kesehatan dasar (Riskesdas) dari Kementrian Kesehatan tahun 2018
melaporkan prevalensi KEP di Indonesia berdasarkan pengukuran berat badan
terhadap usia sebesar 17,7% dengan presentase kategori gizi kurang (underweight)
sebesar 13,0% dan kategori gizi buruk sebesar 3,9%. Sedangkan target dari RPJMN
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 2019 adalah 17 persen.
(Kemenkes, 2018)
KEP disebabkan oleh dua faktor yaitu penyebab langsung dan tidak langsung.
Penyebab langsung antara lain penyakit infeksi, konsumsi makan, kebutuhan energi
dan kebutuhan protein, sedangkan penyebab tidak langsung antara lain tingkat
pendidikan, pengetahuan, tingkat pendapatan, pekerjaan orang tua, besar anggota
keluarga, jarak kelahiran, pola asuh, anak tidak mau makan dan pola pemberian MP-
ASI (Andriani, 2012).
Asupan makanan berkaitan dengan kandungan zat gizi yang terdapat di dalam
makanan yang dikonsumsi. Asupan makanan yang dikonsumsi oleh anak usia 12-24
bulan terdiri dari ASI dan MP-ASI (Abdurrahman, 1998). Makanan Pendamping Air
Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi yang
diberikan kepada bayi yang berusia 6 bulan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi selain
dari ASI. Hal ini dikarenakan ASI hanya mampu memenuhi dua pertiga kebutuhan bayi
pada usia 6-9 bulan, pada usia 9-12 bulan memenuhi setengah dari kebutuhan bayi,
dan pada usia 12-24 bulan hanya memenuhi sepertiga dari kebutuhan bayi
(Abdurrahman, 1998).
WHO menyatakan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian MPASI
antara lain adalah frekuensi, jumlah takaran, tekstur, dan jenis. Tekstur makanan harus
disesuaikan dengan kondisi dan usia bayi agar bisa dicerna dengan mudah dan tidak
terjadi kurang gizi (Pibriyanti, 2017). Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi bayi /
anak umur 0-24 bulan melalui perbaikan prilaku masyarakat dalam pemberian makanan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari upaya perbaikan gizi secara
menyeluruh. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak, adanya
kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi
penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada usia di
bawah 2 tahun (baduta).
Oleh karena itu perlu adanya perbaikan dalam pemberikan Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI) dan Menu Sehat Anak pada penyuluhan di posyandu, yaitu dengan
memberikan “Booklet menu Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan Menu Sehat
Anak”, diharapkan hal ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk ide dalam pembuatan
MPASI dan makanan sehat oleh ibu balita dan kader di posyandu untuk
menyebarluaskan informasi di dalamnya, sehingga tepat sasaran dan diharapkan dapat
memberikan pengaruh dalam menurunkan angka kejadian balita kurus di wilayah kerja
Puskesmas Kedungkandang kedepannya, mengingat prevalensi gizi kurang di wilayah
Puskesmas Kedungkandang cukup tinggi yaitu di Kelurahan Kotalama dan Wonokoyo
periode Januari-Agustus tahun 2020 sebesar 10,14% dan 9,04%.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak Puskesmas Kedungkandang
mengenai kebijakan pemberian Booklet MPASI dan Menu Sehat Anak (6 bulan-6
tahun).
2. Tujuan Khusus
a. Mendapatkan komitmen dari bidang terkait untuk mendukung semua kegiatan
yang dilaksanakan.
b. Kegiatan pemberian Booklet dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
c. Meningkatkan pengetahuan dan pemberian makanan pendamping ASI
(MPASI) dan Menu Sehat bagi balita usia 6 bulan – 6 tahun kepada kader
dan keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konseling Gizi
1. Pengertian
Konseling gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah
untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, serta perilaku sehingga
membantu klien atau pasien mengenali dan mengatasi masalah gizi melalui pengaturan
makanan dan minuman. Konseling gizi dilaksanakan oleh ahli gizi/nutrisionis/dietisien.
(Persagi, 2013). Konseling sebaiknya diberikan secara individual bersamaan dengan
terapi diit. Tujuan dari konseling yaitu membantu klien dalam upaya merubah perilaku
yang berkaitan dengan gizi, sehingga meningkatkan status gizi dan kesehatan klien.
Konselor gizi merupakan tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang
pendidikan gizi atau pendidikan kesehatam, sedangkan sasaran konseling disebut
sebagai klien. Setelah dilakukan konseling gizi diharapkan individu atau keluarga
mampu mengambil langkah untuk mengatasi masalah terkait gizi, termasuk perubahan
sikap dan pola makan ke arah hidup yang sehat. Dalam proses konseling, klien sangat
penting diikut sertakan dalam pengambilan keputusan dalam konseling gizi.
Memberikan kesempatan pada klien untuk memberikan masukan mengenai perubahan,
kesediaan klien, serta untuk membuat tujuan konseling. Proses konseling gizi juga
membutuhkan kombinasi antara keahlian dalam bidang gizi, fisiologi, dan psikologi yang
terfokus pada perubahan sikap dan perilaku tentang makanan dan hubungannya
dengan penyakit atau masalah gizinya (Persagi, 2013).
Konseling gizi pada berbagai diet merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
proses asuhan gizi terstandar (PAGT) atau Nutrition Care Process (NCP). Berdasarkan
hal tersebut maka tata laksana konseling gizi harus mengikuti langkah-langkah PAGT
untuk menjawab dan mengatasi masalah gizi yang ada pada klien berdasarkan hasi;
pengkajian dan diagnosis gizi (Persagi, 2013).

2. Tujuan Konseling
Konseling gizi bertujuan membantu klien dalam upaya mengubah perilaku yang
berkaitan dengan gizi sehingga dapat memperbaiki status gizi klien. Beberapa perilaku
yang diubah antara lain: pengetahuan, sikap, dan keterampilan di bidang gizi. Contoh
perilaku positif di bidang gizi adalah menerapkan gizi seimbang dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Manfaat Konseling
Proses konseling dapat berjalan dengan baik bila terjadi hubungan timbal balik
yang saling membantu antara konselor dengan klien. Hubungan timbal balik yang
dimaksud adalah melalui konseling terbentuk kesepakatan untuk bekerja sama,
melakukan komunikasi, dan terlibat dalam proses yang berkesinambungan dalam
upaya memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi, serta sumberdaya.
Proses konseling diharapkan dapat memberikan manfaat kepada klien seperti :
1. Membantu klien untuk mengenali permaslahan kesehatan dan gizi yang dihadapi.
2. Membantu klien mengatasi masalah.
3. Mendorong klien untuk mencari cara pemecahan masalah
4. Mengarahkan klien untuk memilih cara pemecahan masalah yang paling sesuai
baginya.
5. Membantu proses penyembuhan penyakit melalui perbaikan gizi klien.

4. Sasaran Konseling
Sasaran konseling dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang. Jika dilihat dari
sudut pandang siklus kehidupan sasaran konseling adalah anak, remaja, orang
dewasa, dan lansia. Jika ditinjau dari sudut pandang kasus gizi sasaran konseling
adalah pasien dengan berbagai diet seperti diet rendah energi, diet rendah garam, diet
rendah purin, dll. Konseling gizi tidak hanya diberikan kepada individu yang
mempunyai masalah gizi, tetapi juga individu yang sehat atau individu yang
mempunyai berat ideal agar kesehatan optimal dapat dipertahankan sehingga dapat
mencegah timbulnya penyakit yang berkaitan dengan gizi.
Persadi (2010) dalam Supariasa (2016) menyebutkan sasaran konseling
sebagai berikut:
a. Klien yang mempunyai masalah kesehatan yang terkait dengan gizi.
b. Klien yang ingin melakukan tindakan pencegahan.
c. Klien yang ingin mempertahankan dan mencapai status gizi optimal.

B. Posyandu
1. Pengertian
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyakarat
dalam memperoleh kesehatan dasar. Layanan yang dibutuhkan masyarakat
meliputi perbaikan kesehatan dan gizi, pendidikan dan perkembangan anak,
peningkatan ekonomi keluarga, ketahanan pangan keluarga dan kesehateraan
sosial.
Pelayanan kesehatan dasar di posyandu adalah pelayanan kesehatan yang
mencakup sekurang-kurangnya lima kegiatan yakni Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),
Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare. Sasaran
posyandu adalah seluruh masyarakat utamanya bayi, anak balita, ibu hamil, ibu
nifas, ibu menyusui, dan Pasangan Usia Subur (PUS).

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian
Bayi (AKB), dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA) di Indonesia melalui
upaya pemberdayaan masyarakat.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatnya peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB, dan AKABA.
2) Meningkatkanya peran lintas sector dalam penyelenggaraan posyandu
terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB, dan AKABA.
3) Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar,
terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB, dan AKABA.

3. Fungsi Posyandu
a. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan
keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat
dalam rangka mempercepat penurunan AKI, AKB, dan AKABA.
b. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar terutama
berkaitan dengan AKI, AKB, dan AKABA.

4. Manfaat Posyandu
a. Bagi Masyarakat
1) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan
kesehatan dasar terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB, dan
AKABA.
2) Memperoleh layanan secara professional dalam pemecahan masalah
kesehatan terutama terkait kesehatan ibu dan anak.
3) Efisiendi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar terpadu dan
pelayanan sosial dasar sektor lain terkait.
b. Bagi Kader, Pengurus Posyandu, dan Tokoh Masyarakat
1) Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan yang
terkait dengan penurunan AKI, AKB, dan AKABA.
2) Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membatu masyarakat
menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI, AKB,
dan AKABA.
c. Bagi Puskesmas
1) Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan
kesehatan perorangan primer, dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat
primer.
2) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
kesehatan sesuai kondisi setempat.
3) Mendekatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat.
d. Bagi Sektor Lain
1) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
kesehatan dan sosial dasar lainnya terutama terkait dengan upaya
penurunan AKI, AKB, dan AKABA sesuai kondisi setempat.
2) Meningkatkan efisiendi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai
dengan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) masing-masing sector.

5. Kegiatan Posyandu
a. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
1) Ibu hamil
Pelayanan yang diberikan untuk ibu hamil mencakup:
a) Penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, tekanan darah,
pemantauan status gizi (pengukuran LiLA), pemberian TTD, pemberian
imunisasi TT, pemeriksaan tinggi fundus uteri, dan konseling.
b) Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu diselenggerakan
kelas ibu hamil saat hari buka posyandu atau hasi lain sesuai dengan
kesepakatan. Kegiatan kelas ibu hamil antara lain sebagai berikut:
penyuluhan, perawatan payudara dan pemberian ASI, peragaan pola
makan ibu hamil, peragaan perawatan bayi baru lahir, dan senam ibu
hamil.
2) Ibu Nifas dan Menyusui
Pelayanan yang diberikan untuk ibu nifas dan ibu menyusui mencakup:
a) Penyuluhan/konseling kesehatan, KB pasca persalinan, Inisasi Menyusui
Dini (IMD) dan ASI eksklusif, dan gizi.
b) Pemberian dua kapsul vitamin A warna merah 200.000 SI (satu kapsul
segera setelah melahirkan dan satu kapsul lagi 24 jam setelah pemberian
kapsul pertama).
c) Perawatan payudara.
d) Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara,
pemeriksaan tinggi fundus uteri (Rahim), dan pemeriksaan lochia oleh
petugas kesehatan. Jika ditemukan kelainan maka segera dirujuk ke
puskesmas.
3) Bayi dan Anak Balita
Pelayanan posyandu untuk bayi dan anak balita dilaksanakan secara
menyenangkan dan memacu pada kreativitas tumbuh kembangnya.
Pelayanan posyandu untuk bayi dan balita mencakup:
a) Penimbangan berat badan.
b) Penentuan status pertumbuhan
c) Penyuluhan dan konseling.
d) Jika terdapat tenaga kesehatan puskesmas dilakukan pemeriksaan
kesehatan, imunisasi, dan deteksi dini tumbuh kembang.

b. Keluarga Berencana (KB)


Pelayanan KB di posyandu diberikan oleh kader berupa pemberian
kondom dan pemberian pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan puskesmas
dapat dilakukan pelayanan suntikan KB dan konseling KB.
c. Imunisasi
Pelayanan imunisasi di posyandu hanya boleh dilakukan oleh petugas
kesehatan puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan
program terhadap bayi dan ibu hamil.
d. Gizi
Pelayanan gizi di posyandu dapat dilakukan oleh kader. Jenis
pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini
gangguan pertumbuhan, penyuluhan dan konseling gizi, Pemberian Makanan
pendamping ASI (MPASI) local, suplementasi vitamin A dan tablet Fe. Jika
ditemui ibu hamil KEK, balita tidak naik berat badannya dua kali berturut-turut
atau berada di Bawah Garis Merah (BGM), kader wajib melakukan rujukan ke
puskesmas.
e. Pencegahan dan Penanggulangan Diare
Pencegahan diare di posyandu dilakukan dengan cara melakukan
penyuluhan mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Penanggulangan diare di posyandu dilakukan melalui pemberian oralit. Bila
diperlukan penanganan lebih lanjut akan diberikan zinc oleh petugas
kesehatan.

C. Pemberian Makanan Pendamping ASI untuk Anak Balita 2 - 24 bulan


1. Makanan Pendamping ASI (MPASI)
a. Pengertian Makanan Pendamping
ASI (MPASI) Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau
minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau anak usia 6-24
bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman selain ASI yang
mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi selama periode penyapihan
(complementary feeding) yaitu pada saat makanan/minuman lain diberikan bersama
pemberian ASI (WHO) (Asosiasi Dietisien Indonesia, 2014). Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan
dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun
jumlahnya, sesuai dengan kemampuan bayi (Winarno. 1987, dalam Mufida, dkk. 2015).
Pemberian MP-ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan
fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini, tetapi
sangat diperlukan hygienitas dalam pemberian MP-ASI tersebut. Sanitasi dan
hygienitas MP-ASI yang rendah memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroba yang
dapat meningkatkan risiko atau infeksi lain pada bayi. Selama kurun waktu 4-6 bulan
pertama ASI masih mampu memberikan kebutuhan gizi bayi, setelah 6 bulan produksi
ASI menurun sehingga kebutuhan gizi tidak lagi dipenuhi dari ASI saja. Peranan
makanan pendamping ASI (MPASI) menjadi sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan gizi bayi tersebut (Winarno. 1987, dalam Mufida, dkk. 2015).

b. Tujuan Pemberian MP-ASI


Tujuan pemberian MP-ASI antara lain :
1) Memenuhi kebutuhan gizi bayi.
2) Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima berbagai macam makanan
dengan berbagai rasa dan tekstur yang pada akhirnya mampu menerima
makanan keluarga.
3) Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan
(keterampilan oromotor) (Asosiasi Dietisien Indonesia, 2014).
4) Menanggulangi dan mecegah terjadinya gizi buruk dan gizi kurang sekaligus
mempertahankan status gizi baik pada bayi dan anak (Siswanto, 2010).

c. Persyaratan Pemberian MP-ASI


Persyaratan pemberian MP-ASI antara lain
1) Tepat waktu (Timely) : MP-ASI mulai diberikan saat kebutuhan energi dan zat
gizi melebihi yang didapat dari ASI.
2) Adekuat (Adequate) : MP-ASI harus mengandung cukup energi, protein, dan
mikronutrien.
3) Aman (Safe) : penyimpanan, penyiapan dan sewaktu diberikan, MP-Asi harus
higienis.
4) Tepat Cara Pemberian (Properly) : MP-ASI diberikan sejalan dengan tanda
lapar dan ada nafsu makan yang ditunjukkan bayi serta frekuensi dan cara
pemberiannya sesuai dengan umur bayi. (Global Strategy for Infant and Young
Child Feeding (GSIYCF, 2002) dalam Asosiasi Dietisien Indonesia, 2014).
5) Bahan makanan mudah diperoleh, mudah diolah, dan harga terjangkau.
6) Memenuhi nilai sosial, ekonomi, budaya, dan agama (Siswanto, 2010).

d. Indikator Bayi Siap Menerima Makanan Pendamping ASI


1) Kemampuan bayi untuk mempertahankan kepalanya untuk tegak tanpa
disangga
2) Menghilangnya refleks menjulur lidah
3) Bayi mampu menunjukkan keinginannya pada makanan dengan cara membuka
mulut, lalu memajukan anggota tubuhnya ke depan untuk menunjukkan rasa
lapar dan menarik tubuh ke belakang atau membuang muka untuk menunjukkan
ketertarikan pada makanan (Mufida, dkk. 2015).

e. Jenis dan Bahan MP-ASI


Makanan pendamping ASI yang baik adalah terbuat dari bahan makanan segar,
seperti tempe, kacang-kacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur mayur, dan buah-
buahan. Jenis-jenis MP-ASI yang dapat diberikan adalah :
1) Makanan saring, makanan saring adalah makanan yang dihancurkan atau
disaring tampak kurang merata dan bentuknya lebih kasar dari makanan lumat
halus, contoh : bubur susu, bubur sumsum, pisang saring/dikerok, pepaya
saring, nasi tim saring, dan lain-lain.
2) Makanan lunak, makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak
air dan tampak berair, contoh : bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, pure kentang,
dan lain-lain.
3) Makanan padat, makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak
berair dan biasanya disebut makanan keluarga, contoh : lontong, nasi tim,
kentang rebus, biskuit, dan lain-lain (Proverawati, 2010).
f. Kebutuhan Energi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Energi merupakan zat gizi utama yang harus ada pada MP-ASI (Departemen
Kesehatan RI, 2006).
Tabel 1. Kebutuhan Energi dari Makanan Pendamping ASI
Usia Kebutuhan Energi Energi dari ASI Kebutuhan Energi MPASI
(Bulan) (kkal) (kkal) (kkal)
6-11 650 400 250
12-24 850 350 500
Sumber : Departemen Kesehatan RI (2006).

g. Kebutuhan Protein Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


Protein juga merupakan zat gizi utama selain energi yang harus ada pada MP-ASI
(Departemen Kesehatan RI, 2006).
Tabel 2. Kebutuhan Protein dari Makanan Pendamping ASI
Kebutuhan Protein Protein dari ASI Kebutuhan Protein
Usia (Bulan)
(g) (g) MPASI (g)
6-11 16 10 6
12-24 20 8 12
Sumber : Departemen Kesehatan RI (2006).

h. Kebutuhan Lemak Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


Kebutuhan lemak MP-ASI tidak dibahas oleh Departemen Kesehatan RI, sehingga
untuk mengetahui kecukupannya digunakan anjuran kebutuhan lemak dari WHO
(1998). Lemak adalah sumber energi utama untuk bayi yang masih ASI atau yang
menerima dari produk susu lain atau peternakan. Jumlah minimal lemak harus
disediakan untuk menjamin kecukupan dari lemak essensial. Kecukupan lemak harus
dimasukkan dalam diet sehingga kepadatan energi berada dalam range yang
diinginkan, karena energi dari lemak (kira-kira 9 kkal/gram) lebih banyak dua kali lipat
dari pada energi yang disumbangkan dari karbohidrat dan protein per gram
(WHO,1998) Angka kebutuhan pada tabel di atas, dihitung berdasarkan rekomendasi
bahwa lemak harus disediakan 30-45% dari asupan energi untuk anak usia dibawah 2
tahun (Michaelsen dan Jorgensen, 1995 dalam WHO (1998) dengan menggunakan
persentase minimal yaitu 30% dari total energi yang dibutuhkan.

Tabel 3. Kebutuhan Lemak dari Makanan Pendamping ASI

Usia (Bulan) Kebutuhan Total Lemak (g) Kebutuhan Lemak MPASI (g)

6-8 26 0
9-11 29 13
12-24 37 21
Sumber : WHO (1998).

D. Gizi Seimbang Balita


Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zar-zat
gzizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan dan berat badan ideal. Pola makan gizi seimbang sangat diperlukan dalam
bentuk pemberian ASI dan MP-ASI yang benar pada anak balita.
Ketika usia satu tahun, laju pertumbuhan mulai melambat, tetapi perkembangan
motorik meningkat dan anak juga rentan mengalami gangguan kesehatan seperti
penyakit infeksi (ISPA dan diare), sehingga anak membutuhkan asupan gizi yang
seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Pada saat anak memasuki usia tiga
tahun, anak mulai bersifat ingin mandiri dalam pemilihan makanan yang ingin
dikonsums. Pada rentang usia 3 - 5 tahun sering kali anak menolak makanan yang tidak
disukai, dan hanya memilih makanan yang disukai maka dari itu perlu
diberikan/diperkenalkan makanan yang beraneka ragam.
Pada usia 1 - 5 tahun, anak sudah diperkenalkan pola makan dalam keluarga, yaitu
sarapan, makan siang, makan malam dan dua kali selingan. Porsi yang diberikan
setengah dari porsi orang dewasa. Berikut ini merupakan beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian makanan kepada anak usia 1 - 5 tahun :
1. Memberikan variasi makanan meliputi, makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan
buah. Diusahakan protein yang diberikan bergantia sehingga semua zat gizi
terpenuhi.
2. Memvariasikan cara mengolah makanan sehingga semua bahan makanan dapat
masuk, misalnya jika anak tidak menyukai sayur bayam bisa di campurkan dengan
telur dan menjadi omelet bayam.
3. Mengonsumsi air putih setelah makan.
4. Menghindari pemberian makanan selingan atau jajanan sebelum/mendekati waktu
makan utama.
BAB III
METODE PELAKSANAAN ADVOKASI

A. Sasaran
Sasaran proses advokasi ini adalah Kepala Bidang Gizi Puskesmas Kedungkandang.

B. Waktu
Proses advokasi gizi dilaksanakan hari Selasa, 8 Desember 2020 pukul 09.00 WIB –
selesai atau sesuai kesepakatan dengan sasaran advokasi secara online.

C. Materi
Pelaksanaan kegiatan pemberian Booklet Menu MPASI dan Menu Sehat Anak (6 bulan-
6 tahun)

D. Metode
Diskusi

E. Strategi dan Pendekatan


Untuk mencapai tujuan dan strategi yang telah ditetapkan, dilakukan pendekatan
sebagai berikut:
1. Menjelaskan hasil obeservasi MPASI di wilayah kerja Puskesmas Kedungkandang.
2. Menampilkan contoh Booklet Menu MPASI dan Menu Sehat Anak (6 bulan-6 tahun)

F. Analisis Situasi
A. Identifikasi Masalah dan Analisis Masalah
B. Program perbaikan gizi yang
C. bertujuan meningkatkan jumlah dan mutu
D. MP-ASI, selama ini telah dilakukan,
E. diantaranya pemberian MP-ASI kepada
F. bayi dan anak usia 6 – 24 bulan dari
G. keluarga miskin. Secara umum
terdapat
H. dua jenis MP-ASI yaitu hasil
pengolahan
I. pabrik atau disebut dengan MP-ASI
J. pabrikan dan yang diolah di rumah tangga
K. atau disebut dengan MP-ASI lokal.
L. Mengingat pentingnya aspek sosial
M. budaya dan aspek pemberdayaan
N. masyarakat dalam kegiatan pemberian
O. MP-ASI maka MP-ASI yang akan
P. diberikan pada tahun 2006 yaitu MP-
ASI
Q. lokal atau disebut juga ”MP-ASI dapur
R. ibu” (Depkes RI, 2006).
Program perbaikan gizi yang bertujuan meningkatkan jumlah dan mutu MP-
ASI, selama ini telah dilakukan, diantaranya pemberian MP-ASI kepada bayi dan
anak usia 6 – 24 bulan. Secara umum terdapat dua jenis MP-ASI yaitu hasil
pengolahan pabrik atau disebut dengan MP-ASI pabrikan dan yang diolah di rumah
tangga atau disebut dengan MP-ASI lokal. Mengingat pentingnya aspek sosial
budaya dan aspek pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pemberian MP-ASI
maka MP-ASI yang akan diberikan pada tahun 2006 yaitu MP-ASI lokal atau
disebut juga ”MP-ASI dapur ibu” (Depkes RI, 2006).
Pemberian MP-ASI lokal memiliki beberapa dampak positif, antara lain; ibu
lebih memahami dan lebih terampil dalam membuat MP-ASI dari bahan pangan
lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga ibu dapat
melanjutkan pemberian MP-ASI secara mandiri; meningkatkan partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat serta memperkuat kelembagaan seperti PKK dan
Posyandu; memiliki potensi meningkatkan pendapatan masyarakat melalui
penjualan hasil pertanian; dan sebagai sarana dalam pendidikan atau penyuluhan
gizi (Sarbini dan Rahmawaty, 2008).
S.
Program perbaikan gizi yang
T.
bertujuan meningkatkan jumlah dan mutu
U.
MP-ASI, selama ini telah dilakukan,
V.
diantaranya pemberian MP-ASI kepada
W.
bayi dan anak usia 6 – 24 bulan dari
X.
keluarga miskin. Secara umum
terdapat
Y. dua jenis MP-ASI yaitu hasil
pengolahan
Z. pabrik atau disebut dengan MP-ASI
AA.pabrikan dan yang diolah di rumah tangga
BB.atau disebut dengan MP-ASI lokal.
CC. Mengingat pentingnya aspek sosial
DD. budaya dan aspek pemberdayaan
EE.masyarakat dalam kegiatan pemberian
FF. MP-ASI maka MP-ASI yang akan
GG. diberikan pada tahun 2006 yaitu MP-
ASI
HH. lokal atau disebut juga ”MP-ASI
dapur
II. ibu” (Depkes RI, 2006).
Dalam hal ini, Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang dikelola
dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat
dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu
dan bayi serta memantau pertumbuhan bayi dan balita.
Dengan adanya pemberian Booklet menu MP-ASI lokal diharapkan
meningkatkan kegiatan kader dan partisipasi masyarakat untuk datang ke
Posyandu. Hal ini sangat penting dalam upaya menggairahkan kegiatan Posyandu,
karena MP-ASI lokal dapat dijadikan sebagai ”entry point” revitalisasi Posyandu.
Oleh sebab itu pemberian MPASI lokal harus melibatkan posyandu dan PKK
desa/kelurahan (Darjito dan Suryanto, 2009).
Hasil observasi pada saat kegiatan konseling di puskesmas ditemukan
beberapa masalah yang dialami oleh balita yaitu balita cenderung memilih-milih
makanan dan tidak mau makan. Selain itu, kurangnya pengetahuan ibu balita
mengenai makanan yang bervariasi dan pengaturan porsi yang sesuai untuk balita
menjadi salah satu faktor timbulnya masalah pada status gizi balita. Jika hal ini
terus dibiarkan maka dapat berdampak pada penurunan status gizi balita di wilayah
kerja Puskesmas Kedungkandang.

B. Solusi Penyelesaian Masalah


Booklet menu makanan pendamping ASI (MPASI) dan Menu Sehat anak usia 6
bulan-6 tahun pelaksanaannya dapat dilakukan melalui kegiatan konseling dan
posyandu. Booklet menu tersebut berguna untuk menambah pengetahuan kader
posyandu dan orangtua balita mengenai variasi makanan pendamping ASI yang
dianjurkan untuk balita.

a. Faktor Pendorong
- Booklet menu makanan pendamping ASI (MPASI) untuk balita digunakan
sebagai media konseling yang nantinya akan diberikan kepada sasaran
sehingga sasaran dapat mempraktekan dirumah masing-masing.
- Sebagai acuan kader posyandu dalam memberikan makanan pendamping
ASI (MPASI) yang sesuai dengan pedoman gizi seimbang untuk balita
pada saat kegiatan penyuluhan atau konseling di posyandu.
b. Faktor Penghambat
- Dukungan dan komitmen yang rendah atau tidak diterima oleh Ahli Gizi
Puskesmas.
- Tidak ada partisipasi dari Puskesmas sehingga kegiatan tidak bisa
dijalankan.
- Tidak ada partisipasi dari kader posyandu dalam mengaplikasikan menu
tersebut pada saat kegiatan posyandu.
c. Peluang
- Sebagai upaya perbaikan gizi balita di wilayah puskesmas Kedungkandag.
- Dukungan dari tokoh masyarakat, keluarga, dan perangkat kesehatan.
d. Threat (Ancaman)
- Sasaran tidak antusias sehingga tidak mendengarkan penjelasan ahli gizi
dengan baik.

C. Bentuk Kegiatan/Implementasi
a. Konseling di Puskesmas :
Pada saat konseling gizi untuk balita, ahli gizi menunjukkan Booklet menu
makanan pendamping ASI (MPASI) untuk anak balita kepada ibunya.
b. Pelatihan Praktik dengan kegiatan :
Pelatihan Pembuatan makanan pendamping ASI berbasis rumah (MP
ASI Rumahan) yang sehat dan hemat. Ahli gizi bekerjasama dengan bidan pada
saat pertemuan dan pelatihan kader untuk menyampaikan Booklet menu
makanan pendamping ASI (MPASI) untuk anak balita. Setelah melakukan
sosialisasi kepada kader mengenai Booklet menu, kader dapat membuat
pelatiah bersama ibu balita mengenai menu-menu MPASI yang ada pada
Booklet tersebut. Kemudian ahli gizi melakukan pemantauan pada saat kegiatan
posyandu mengenai MPASI yang diberikan untuk balita.

D. Bentuk Dukungan
Setelah advokasi disampaikan besar harapan kami kepada Kepala
Puskesmas dan Ahli gizi dapat menyetujui dan menjalankan usulan yang telah
diberikan. Kemudian ahli gizi dapat menyebarluaskan Booklet menu makanan
pendamping ASI (MPASI) yang diusulkan kepada kader masing-masing posyandu
di wilayah Puskesmas Kedungkandang.
E. Penutup
Pemberian pelatihan pembuatan makanan pendamping ASI (MPASI) dan
Menu Sehata anak dengan tepat pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
asupan gizi yang pada akhirnya dapat meningkatkan status gizi. Peran serta semua
pihak sangat diharapkan dalam mendukung keberhasilan kegiatan pemberian
Booklet menu MPASI dana menu Sehat Anak kepada sasaran.
Selain itu, kegiatan yang disertai dengan kegiatan konseling dan pendidikan
gizi masyarakat untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya gizi bagi
kesehatan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan masalah gizi yang terjadi di masyarakat sebagai bagian dari
pembangunan sumberdaya manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman, M. H. Pertumbuhan dan Perkembangan dalam buku kuliah ilmu


kesehatan Anak, jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 1998.

Andriani, M. Wiratmadji, B. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Media Grup;


2012.
Asosiasi Dietisien Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Persatuan Ahli Gizi
Indonesia. 2014. Penuntun Diet Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Dardjito, E. and Suryanto, S., 2009. Evaluasi Pengelolaan Mp-Asi Lokal Dan
Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Berat Badan Dan Status Gizi Balita Usia 6-
24 Bulan Di Puskesmas Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas. Penelitian
Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research), 32(1).

Departeman Kesehatan RI (2006). Kebijakan Departemen Kesehatan


tentangPeningkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Pekerja Wanita.
Konseling.Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI.

Djaeni Sediaoetama Achmad. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi, Jilid 1.
Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2008.

Dwi Sarbini, Setyaningrum Rahmawati. Pelatihan membuat MP-ASI lokal dengan bahan
dasar BMC (bahan makanan campuran) untuk balita pada kader posyandu di
wilayah kerja Puskesmas Stabelan Surakarta. Surakarta: Universitas
Muhamadiyah Surakarta; 2008.

Kemenkes RI. 2018. Hasil Utama Laporan Riskesdas 2018. Kementeri Kesehat Badan
Penelit dan Pengemb Kesehat 1: 2018.

Markum, A.H. Ilmu Kesehatan Anak . Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1999.

Mufida, dkk . (2015). Prinsip Dasar MPASI Untuk Bayi Usia 6-24 Bulan. Jurnal Pangan
dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1646-1651 : Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
FTP Universitas Brawijaya Malang.

Pibriyanti Kartika, Dwi Atmojo. Hubungan Tekstur Makanan Pendamping ASI dengan
Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan di Puskesmas Trucuk I Kecamatan Trucuk
Kabupaten Klaten. Jurnal Gizi dan Kesehatan. 2017. JGK-Vol.9, No. 22.

Proverawati, A. dan E. Rahmawati. Kapita Selekta ASI dan Menyusui. Yogyakarta: Nuha
Medika;2010.

Siswanto dan Hadi. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Supariasa, I.D.N., Bakri Bachyar. Fajar Ibnu. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit
buku Kedokteran EGC; 2012

Anda mungkin juga menyukai