Anda di halaman 1dari 7

1 Part 1

Students should read “Cumulative Impacts of Conditional Cash Transfer Programs : Experimental
Evidence from Indonesia,” by Nur Cahyadi, Rema Hanna, Benjamin A. Olken, Rizal Adi Prima,
Elan Satriawan, and Ekki Syamsulhakim. The NBER working paper version is available in eLOK.
1. Discuss the design of the Indonesian Conditional Cash Transfer program or Program Keluarga
Harapan (PKH)
2. Discuss the objectives of PKH and describe the main outcomes of interest.
3. Discuss how PKH would affect the main outcomes of interest
Jawaban :
1. Pemerintah Indonesia mempunyai beberapa program penanggulangan kemiskinan yang salah
satunya adalah PKH (Program Keluarga Harapan). PKH merupakan salah satu program
Conditional Cash Transfer yang mana program ini memberikan bantuan dana kepada RTSM
(Rumah Tangga Sangat Miskin)/KSM (Keluarga Sangat Miskin). Adapun bantuan dana yang
diberikan berorientasi kepada kemapanan untuk memenuhi kewajibannya di bidang
pendidikan dan kesehatan.
Namun tidak semua RTSM bisa menjadi peserta, ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi. RTSM yang dapat menjadi Peserta PKH adalah RTSM/KSM yang memenuhi satu
atau beberapa kriteria yaitu :
a. Keluarga yang mempunyai ibu hamil dan/atau menyusui,
b. Terdapat anak yang berusia 0-15 tahun,termasuk di dalamnya anak usia pra-sekolah, anak
usia pendidikan dasar 9 tahun pada jenjang SD/MI dan/atau jenjang Sekolah Lanjutan
SMP/MTS.
c. Anak usia 16-19 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar.
Untuk menerima pembayaran, rumah tangga harus memenuhi sejumlah persyaratan.
Misalnya, rumah tangga dengan anak usia 0 hingga 6 tahun perlu memastikan bahwa anak-
anak menyelesaikan imunisasi masa kanak-kanak dan mengonsumsi kapsul Vitamin A
minimal dua kali setahun, dan juga harus membawa anak untuk pemeriksaan pemantauan
pertumbuhan. Sedangkan untuk besaran jumlah uang tunai yang diberikan sekitar 15 sampai
20 persen dari pendapatan rumah tangga tahunan, tergantung pada usia anak-anak dengan
pembayaran minimal Rp 600.000,00 per rumah tangga sampai dengan maksimal Rp.
2.200.000,00 per rumah tangga.
RTSM penerima PKH akan didampingi Fasilitator terlatih yang akan memberikan informasi
dan nasihat kepada penerima manfaat, dan juga memverifikasi kondisi. Peserta yang
melakukan pelanggaran pertama akan diberikan surat peringatan, pelanggaran kedua akan
mengakibatkan pemotongan manfaat sebesar 10 persen, dan pelanggaran ketiga akan
menyebabkan peserta dikeluarkan dari program. Namun, dalam praktiknya, dengan sistem
verifikasi baru yang dimulai pada tahun 2010, dan sesudahnya, kondisi tersebut tidak selalu
diberlakukan.
2. Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program Pemerintah dalam rangka
percepatan pengentasan kemiskinan bertujuan dalam upaya peningkatan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan. PKH memberikan bantuan kepada
masyarakat keluarga miskin yang berfokus pada peningkatan kualitas SDM khususnya bidang
pendidikan dan kesehatan. Dengan terjaminnya pendidikan dan kesehatan bagi keluarga
miskin diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM keluarga peserta sehingga akan
berdampak meningkatkan produktivtas dan pola pikir mereka untuk bisa lepas/keluar dari
garis kemiskinan. Selain itu dari penghasilan yang mereka dapatkan, dapat digunakan untuk
keperluan yang lebih penting dalam rangka peningkatan taraf hidup atau bahkan dapat
disimpan/tabung, karena sebagian keperluan dasar seperti sumber makanan gizi, pendidikan
dan kesehatan sudah dijamin melalui program bantuan ini.
3. Dengan meningkatkan kualitas SDM khususnya terpenuhinya kebutuhan dasar berupa
pendidikan dan kesehatan bagi keluarga penerima PKH, dalam rangka peningkatan
produktivitas. Yaitu dengan program bantuan ini, memberikan pemenuhan asupan gizi kepada
ibu dari mulai kehamilan sampai anak lahir. Selaian itu program bantuan ini,juga memberikan
akses pada anak-anak dalam keluarga penerima dapat menyelesaikan sampai dengan
pendidikan dasar 9 tahun. Sehingga diharapkan akan ada imbak balik, dengan kualitas SDM
yang meningkat, sehingga membuat keluarga peserta lebih produktif dan merubah pola pikir,
yang dalam jangka panjang PKH akan berdampak pada pengurangan kemiskinan.
2 Part 2
Suppose that the government wants to estimate the effect of PKH on children’s height using
WHO’s height-for-age metric. Using administrative and survey data, a researcher evaluates the
impact of PKH using the following specification :
heighti = β0 + β1PKHi + ui,
Where

1. Discuss the expected sign of β1.


2. Discuss the assumption needed to obtain an unbiased estimate of β1.
3. Discuss whether the assumption is sensible.
Jawaban :
1. Hasil yang diharapkan pada estimasi β1 adalah nilai bertanda positif (+), yang berarti
slope/kemiringan ke atas. Dengan nilai positif, maka dari persamaan regresi tersebut dapat
diintepretasikan bahwa anak dalam rumah tangga penerima PKH akan memiliki rata-rata
tinggi badan yang lebih dibandingkan dengan rata-rata tinggi badan anak keluarga miskin
bukan penerima PKH.
2. Asumsi yang dibutuhkan untuk mendapatkan β1 yang tidak bias adalah asumsi zero
conditional mean, E [u | PKH] = 0. Dimana faktor-faktor yang tidak diobservasi yang
terdapat di dalam u tidak berkorelasi dengan PKH dan di saat bersamaan tidak berkorelasi
dengan rata-rata berat badan anak dari penerima PKH/height.
3. Tidak juga. Bahwa asumsi zero conditional mean menunjukkan faktor-faktor yang tidak
diobservasi yang terdapat di dalam u, sama antara rumah tangga miskin penerima PKH dengan
rumah tangga miskin bukan penerima PKH. Sehingga dengan asumsi zero conditional mean
maka dapat disimpulkan bahwa height/berat rata-rata anak hanya dipengaruhi oleh PKH
menjadi tidak bias, E [β̂1] = β1
4. Pelanggaran terhadap asumsi zero conditional mean akan menyebabkan estimasi β1 menjadi
bias. Yaitu, apabila faktor-faktor yang tidak diobservasi yang terdapat di dalam u antara rumah
tangga miskin penerima PKH dengan rumah tangga miskin bukan penerima PKH tidak sama
dan pada saat yang bersamaan faktor-faktor yang tidak diobservasi tersebut berkorelasi
dengan height. Hal ini menyebabkan estimasi β1 menjadi bias karena ada faktor-faktor lain
yang tidak diobservasi juga mempengaruhi height. menjadi tidak bisa dipastikan bahwa height
bukan hanya dipengaruhi oleh PKH saja, tetapi apakah height dipengaruhi oleh PKH dan
faktor-faktor yang tidak diobservasi di dalam u.
Bias estimasi β1 dapat ditunjukkan pada atribut positif negatif korelasi antara faktor-faktor
yang tidak diobservasi dengan height dan atribut positif negatif korelasi antara faktor-faktor
yang tidak diobservasi dengan PKH.
Apabila korelasi antara faktor-faktor yang tidak diobservasi dengan height dan korelasi antara
faktor-faktor yang tidak diobservasi dengan PKH memiliki atribut positif negatif yang sama,
maka bias yang terjadi adalah bias positif.
Apabila korelasi antara faktor-faktor yang tidak diobservasi dengan height dan korelasi antara
faktor-faktor yang tidak diobservasi dengan PKH memiliki atribut positif negatif yang
berbeda, maka bias yang terjadi adalah bias negatif.
5. Dengan menambah variabel bebas bisa saja memenuhi asumsi dan dapat mengatasi persoalan
Omitted Variable Bias, namun hal tersebut bukan berarti asumsi zero conditional mean telah
terpenuhi. Agar memenuhi asumsi zero conditional mean, maka harus dapat dipastikan bahwa
faktor- faktor yang tidak diobservasi di dalam u tidak berkorelasi dengan variabel-variabel
penjelas dan pada saat yang sama faktor-faktor yang tidak diobservasi di dalam u tidak
berkorelasi dengan variabel tidak bebas.

3 Part 3
Review the Stata do-file shared in eLOK that simulates the omitted variable bias.
1. Discuss the step-by-step procedure for the OVB simulation as written in the
Stata do-file.
2. In the regression of Y on T, is the estimated coefficient for T biased? Discuss.
3. Does adding variable S on the regression of Y on T change the estimated
coefficient for T? Discuss.
4. Reproduce the empirical density figure and discuss your finding.
Jawaban :
1. Langkah-langkah yang ditulis dalam do file Stata, dibuat untuk simulasi OVB adalah sebagai
berikut :
a. Menentukan jumlah observasi yang akan dipakai untuk simulasi, kemudian Stata
diperintahkan untuk membangkitkan/generate berupa angka acak untuk beberapa variabel
(T, S, V) dan random error.
b. Variabel T dan S merupakan variabel bebas yang didapatkan dengan mengkalikan angka
acak dengan konstanta, sebagai dan hasil observasinya merupakan perkalian konstanta
dengan angka acak.
c. Variabel V merupakan variabel bebas dan hasil observasinya merupakan pejumlahan
perkalian konstanta dengan angka acak dan perkalian konstanta dengan observasi variabel
T, bisa disimpulkan bahwa variabel V berkorelasi dengan variabel T.
d. Variabel U merupakan random error dengan angka acak yang dibuat oleh Stata.
e. Variabel Y merupakan variabel tak bebas dan hasil observasinya disimulasikan sebagai
penjumlahan konstanta dan perkalian konstanta dan seluruh variabel.
f. Kemudian dari hasil beberapa variabel yang didapat, selanjutnya dilakukan beberapa
model regresi; model 1 adalah regresi variabel Y terhadap variabel variabel T, model 2
adalah regresi variabel Y terhadap variabel variabel T dan S, model 3 adalah regresi
variabel Y terhadap variabel variabel T, S, dan V.
g. Langkah terakhir untuk mensimulasi OVB maka dilakukan perbandingan terhadap
estimasi koefisien variabel T dari ketiga model tersebut.
2. Koefisien estimasi variabel T bias, karena pada model 1, regresi variabel Y hanya terhadap
variabel variabel T. hal ini disebabkan, karena model tidak menyertakan variabel V sedangkan
variabel T berkorelasi dengan variabel T dan disaat yang bersamaan juga berkorelasi dengan
variabel Y, sebagaimana langkah pada 1 (c) dan 1(e) diatas. Sehingga dapat disimpulkan,
model 1 mengalami permasalahan Omitted Variable Bias.
3. Dengan menambah variabel S pada model regresi variabel Y terhadap variabel T mengubah
estimasi koefisien variabel T, namun perubahan tersebut kecil nilainya dibanding nilai
estimasi koefisien variabel T regresi varibel Y terhadap variabel T. Hal ini dapat dilihat tabel
hasil eksekusi do file yang disimpan dalam format *.rtf (ovb.rtf), bahwa koefisien variabel T
= 16,58 (regresi Y terhadap T) dan menjadi koefisien variabel T = 16,02 (regresi Y terhadap
T dan S). Ini menunjukkan bahwa variabel S tidak berkorelasi dengan variabel T. tetapi ini
tidak menunjukkan bahwa varibel T bias atau tidak bias terhadap variabel Y.
model 1 model 2 model 3
T 16.58** 16.02** 10.10**
(0.367) (0.273) (0.132)

S 3.950** 3.973**
(0.139) (0.0535)

V 7.996**
(0.106)

Constant 46.28** 27.09** 5.044**


(1.055) (1.033) (0.495)
Observations 1000 1000 1000
R-sq 0.671 0.819 0.973
Adj. R-sq 0.671 0.819 0.973

4. Dengan melihat grafik fungsi empirical density, dapat diketahui bahwa estimasi koefisien
yang bias lebih tinggi dibandingkan estimasi koefisien yang sebenarnya sehingga dapat
disimpulkan bahwa bias yang terjadi adalah bias positif. Selain itu, diketahui pula bahwa
standar deviasi untuk distribusi estimasi koefisien yang bias lebih besar dibandingkan estimasi
koefisien yang sebenarnya

Anda mungkin juga menyukai