Anda di halaman 1dari 5

Tentang hakikat agama Islam, agama yang dengan bangga kita menisbatkan diri kepadanya,

berdakwah kepadanya dan berkumpul karenanya. Dialah agama Islam yang difirmankan oleh
Allah:

‫إِ َّن ال ِّدينَ ِع ْن َد هَّللا ِ اإْل ِ ْساَل ُم‬

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. [Ali Imran/3 : 19].

َ‫َو َم ْن يَ ْبت َِغ َغ ْي َر اإْل ِ ْساَل ِم ِدينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َوهُ َو فِي اآْل ِخ َر ِة ِمنَ ْالخَا ِس ِرين‬

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. [Ali Imran/3 : 85]. Ayat ini
merupakan dustur (undang-undang dasar) bagi setiap muslim dan merupakan syari’at yang
paling agung. Islam adalah agama Allah, agama yang haq, agama yang diterima dan agama
penutup. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada Nabi lagi
sesudahku”. Islam memiliki dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Pengertian khusus adalah
apabila Islam digunakan secara mutlak atau lepas maka maksudnya adalah agama Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan makna umumnya, yaitu agama semua nabi
yang mengajarkan tauhid, tunduk patuh hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana
firman Allah.

ُ ْ‫ك أُ ِمر‬
َ‫ت َوأَنَا أَ َّو ُل ْال ُم ْسلِ ِمين‬ َ ‫ي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمينَ اَل َش ِري‬
َ ِ‫ك لَهُ َوبِ َذل‬ َ ‫قُلْ ِإ َّن‬
َ ‫صاَل تِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ يَا‬

Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”[Al An’am/6 : 162-
163]. Pasrah, menyerahkan diri kepada Allah melalui ajaran masing-masing nabi adalah makna
Islam secara umum. Sedangkan makna Islam secara khusus, yang karenanya Al Qur’an
diturunkan, yaitu tunduk patuh kepada Allah dan taat kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang diutus untuk seluruh umat manusia hingga hari kiamat. Di dalam Al Qur’an, Al
Fatihah, surat terbesar dalam Al Qur’an, yang menjadi rukun shalat, dan tidak sah shalat
tanpanya, sebagaimana hadits: “Tidak ada shalat tanpa Fatihah”; surat yang dihapal oleh anak-
anak kecil apalagi oleh orang dewasa, di dalamnya Allah berfirman: “Tunjukilah kami jalan yang
lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka”. Jalan
yang lurus di sini, ialah agama yang dianut oleh para nabi, para shiddiq, syuhada dan kaum
shalih, seperti firman Allah.

‫َو َم ْن يُ ِط ِع هَّللا َ َوال َّرسُو َل فَأُولَئِكَ َم َع الَّ ِذينَ أَ ْن َع َم هَّللا ُ َعلَ ْي ِه ْم ِمنَ النَّبِيِّينَ َوالصِّ دِّيقِينَ َوال ُّشهَدَا ِء َوالصَّالِ ِحينَ َو َحسُنَ أُولَئِكَ َرفِيقًا‬

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan RasulNya, mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang
yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.[An
Nisa/4: 69]. Telah shahih di dalam As Sunnah, bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyebut ayat ini “bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka
yang sesat”, Beliau mengatakan, yang dimurkai adalah Yahudi dan yang sesat adalah Nasrani.
Seandainya ada orang yang merubah-rubah makna Islam dengan mengatakan bahwa Islam
bukanlah nama agama yang diterima, tetapi sifat agama, maka ini tertolak dan batil. Yang
Pertama, ia tertolak oleh Al Qur’an surat Ali Imran ayat 85:

« َ‫» َو َم ْن يَ ْبت َِغ َغ ْي َر اإْل ِ ْساَل ِم ِدينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َوهُ َو فِي اآْل ِخ َر ِة ِمنَ ْالخَا ِس ِرين‬

Dalam ayat ini, kata Islam terkait dengan nama dan sebutan, bukan dengan sifat dan sikap. Yang
Kedua, hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menafsiri surat Al Fatihah tadi.
Seandainya kita katakan bahwa setiap agama yang mengajarkan kepasrahan kepada Tuhan
adalah diterima, tentu tidak ada bedanya antara agama Islam, Yahudi, Nasraniyah dan agama
keberhalaan, sebab para penyembah berhala itupun berniat menyembah Allah. Bukankah mereka
mengatakan.

‫َما نَ ْعبُ ُدهُ ْم ِإاَّل لِيُقَ ِّربُونَا إِلَى هَّللا ِ ُز ْلفَى‬

Kami tidak menyembah mereka, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya. [Az Zumar/39 : 3]. Jadi, mereka mengaku bertaqarrub (mendekatkan)
kepada Allah. Tetapi ucapan mereka ini batil dan rusak, kesesatan yang nyata yang sangat jelas
di depan mata, dan tidak memerlukan bantahan. Namun demikian kami telah membantahnya.
Guna menguatkan yang haq dan menumbangkan yang batil, Allah telah berfirman.

ِ َ‫ق َولَ ُك ُم ْال َو ْي ُل ِم َّما ت‬


َ‫صفُون‬ ٌ ‫ق َعلَى ْالبَا ِط ِل فَيَ ْد َم ُغهُ„ فَإ ِ َذا ه َُو زَ ا ِه‬
ِّ ‫بَلْ نَ ْق ِذفُ بِ ْال َح‬
Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang batil, lalu yang haq itu
menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu
disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagiNya).[Al Anbiya/21 :
18]. Maka berikut ini kami sebutkan satu ayat dan dua hadits. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:

‫صا َرى َحتَّى تَتَّبِ َع ِملَّتَهُ ْم قُلْ إِ َّن هُدَى هَّللا ِ هُ َو ْالهُدَى َولَئِ ِن اتَّبَعْتَ أَ ْه َوا َءهُ ْم بَ ْع َد الَّ ِذي َجا َءكَ ِمنَ ْال ِع ْل ِم‬
َ َّ‫ضى َع ْنكَ ْاليَهُو ُد َواَل الن‬ َ ْ‫َولَ ْن تَر‬
‫ير‬
ٍ ‫ص‬ ِ َ‫ك ِمنَ هَّللا ِ ِم ْن َولِ ٍّي َواَل ن‬
َ ‫َما َل‬

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu,
maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.[Al Baqarah/2: 120]. Jika Islam
hanya diartikan pasrah kepada Tuhan melalui agama apapun, maka apa artinya ayat yang telah
membedakan satu agama dari yang lain ini?! Adapun haditsnya, maka Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ص َرانِ ِه أَوْ يُ َم ِّج َسانِ ِه‬ ْ ِ‫ُكلُّ َموْ لُو ٍد يُولَ ُد َعلَى ْالف‬
ِّ َ‫ط َر ِة فَأَبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه أَوْ يُن‬

“Tidak ada bayi yang lahir, melainkan dia dilahirkan di atas fitrah (tauhid, Islam). Kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani atau Majusi”. [HR Bukhari Muslim].
Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ ‫وت َولَ ْم ي ُْؤ ِم ْن بِالَّ ِذي أُرْ ِس ْل‬


‫ت بِ ِه إِالَّ َكانَ ِم ْن‬ ٌّ ‫َوالَّ ِذي نَ ْفسُ ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه الَ يَ ْس َم ُع بِي أَ َح ٌد ِم ْن هَ ِذ ِه األُ َّم ِة يَهُو ِد‬
ُ ‫ي َوالَ نَصْ َرانِ ٌّي ثُ َّم يَ ُم‬
ِ ‫أَصْ َحا‬
ِ َّ‫ب الن‬
‫ار‬

“Demi Allah, yang jiwa Muhammad ada di tanganNya. Tidak ada seorangpun dari umat ini, baik
Yahudi atau Nasrani yang mendengar tentang aku kemudian ia mati dan tidak beriman kepada
agama yang aku bawa, melainkan ia menjadi penghuni neraka”. [HR Muslim]. Lalu bagaimana
ucapan mereka yang mengatakan bahwa semua agama sama saja? Bagaimana mereka
menyamakan antara yang haq dengan yang batil?

Referensi: https://almanhaj.or.id/21045-hakikat-islam.html
Gelombang pasang globalisasi yang sedang berlangsung dewasa ini adalah suatu
kenyataan yang tidak dapat ditolak oleh umat Islam dan seluruh umat di dunia, tapi tidak berarti
harus diterima tanpa reserve. Globalisasi perlu disadari adanya dan dipahami serta direspon
secara tepat. Fenomena ini telah mengubah banyak sisi dalam kehidupan masyarakat dunia. Dan
globalisasi bukan cuma bicara soal percepatan arus informasi secara ekstrim karena adanya
kemajuan teknologi komunikasi.1 Jika globalisasi dilihat dengan “kaca pembesar”, maka tampak
jelas salah satu unsur dalam globalisasi yang patut diwaspadai, yakni Westernisasi2 . Dalam
konteks Westernisasi, globalisasi adalah suatu proses dimana bangsa-bangsa terkondisikan dalam
situasi untuk menerima kultur, tradisi, dan nilai-nilai yang dianggap global (mendunia/universal).
Namun, yang perlu disadari bahwa globalisasi juga berarti suatu program agar bangsa-bangsa
yang lemah menerima nilai bangsa-bangsa yang kuat yaitu Barat.1

Persoalan agama merupakan sesuatu yang tidak bisa diabaikan dalam globalisasi karena
semenjak masa renaissance peran agama secara bertahap mulai dikebiri sehingga menjadi
tuntutan pada setiap pemuka agama untuk bisa merelevankan ajaran agamanya agar tetap bisa
eksis dalam tatanan baru dunia global. Kehidupan beragama yang eksklusif dan tidak toleran,
barangkali sudah saatnya dikubur dalam-dalam, dan masing-masing agama, dan bersiap untuk
menawarkan sesuatu yang berarti dalam pembentukan tatanan kehidupan global. Pengaruh
globalisasi, tentunya tidak bisa dibatasi hanya pada persoalan yang telah diangkat di atas, tetapi
lebih dari itu, langkah pembahasannya merambah hampir semua segi kehidupan. Sebagai umat
beragama (Islam), kita harus merespon problem yang muncul sebagai konsekuensi logis dari
kehadiran globalisasi dengan mendasarkan pada universalitas ajaran Islam. Oleh karenanya,
pemahaman bahwa Islam merupakan ajaran global adalah suatu keharusan yang tidak bisa di
tawartawar lagi.

Globalisasi sebagai bagian dari proses sejarah merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri,
yang memberikan pengaruh yang sangat luar biasa dalam perubahan tatanan kehidupan
masyarakat dunia;
Sebagai bagian dari dunia, Islam merupakan agama global, yang memiliki universalitas ajaran
yang bisa dipergunakan untuk mewarnai kehidupan masyarakat global. Oleh karenanya,
perhatian yang mendalam terhadap ajaran-ajaran Islam yang universal, merupakan suatu yang
niscaya agar Islam bisa memberi suatu konstribusi yang berarti bagi peradaban global;

Universalitas ajaran Islam tidak berarti mematikan potensi budaya lokal, tetapi eksistensi
budaya lokal tetap diakui. Peradaban dan kebudayaan Islam dibangun atas kombinasi nilai
ketakwaan, persamaan, dan kreativitas dari dalam diri Islam yang universal dengan akulturasi
timbal balik dari budaya local dan Universalitas Islam dapat berperan dalam menyikapi problem
globalisasi dan menjadi pijakan bagi umat Islam, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan,
kebudayaan, dan Ilmu pengetahuan dan tek

Anda mungkin juga menyukai