Anda di halaman 1dari 115

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization) (2018), rumah sakit
adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan
fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan
penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.
Rumah Sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik.
Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat
darurat.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam
mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat
kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan
masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga
kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu, membuat
semakin kompleksnya permasalahan dalam rumah sakit (Depkes RI, 2009).
Jadi dua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rumah sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
jalan, rawat inap, dan rawat darurat.
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan. Menurut Nursalam (2013), keperawatan sebagai pelayanan yang
professional bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik,
dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi kepada

1
kebutuhan obyektif klien, mengacu pada standar professional keperawatan
dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan utama. Keperawatan
profesional secara umum merupakan tanggung jawab seorang perawat yang
selalu mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan, sehingga dituntut untuk
selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar (rasional) dan baik
(etikal).
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan keperawatan di era
global ini dirasakan sebagai suatu fenomena yang harus direspon oleh
perawat. Oleh karena itu keperawatan di Indonesia pada saat ini dan di masa
akan datang perlu mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan
keperawatan dengan memperhatikan dan mengelola perubahan yang terjadi di
Indonesia secara profesional.
Kontribusi pelayanan keperawatan terhadap pelayanan kesehatan,
yang dilaksanakan di sarana kesehatan sangat tergantung pada manajemen
pelayanan perawatan. Manajemen pelayanan keperawatan merupakan suatu
proses perubahan atau transformasi dari sumber daya yang dimiliki untuk
mencapai tujuan.
Keperawatan di Indonesia di masa depan sampai saat ini masih berada
dalam proses mewujudkan keperawatan sebagai profesi, maka akan terjadi
beberapa perubahan dalam aspek keperawatan yaitu: penataan pendidikan
tinggi keperawatan, pelayanan dan asuhan keperawatan, pembinaan dan
kehidupan keprofesian, dan penataan lingkungan untuk perkembangan
keperawatan.Pelayanan keperawatan melalui pelaksana fungsi perencanaan,
pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengarahan, evaluasi dan
pengendalian mutu keperawatan.
Manajemen keperawatan menurut Nursalam (2013), merupakan suatu
pelayanan keperawatan profesional dimana tim keperawatan dikelola dengan
menjalankan empat fungsi manajemen antara lain perencanaan,
pengorganisasian, motivasi, dan pengendalian. Ke empat fungsi tersebut
saling berhubungan dan memerlukan keterampilan-keterampilan teknis,
hubungan antar manusia, konseptual yang mendukung asuhan keperawatan

2
yang bermutu, berdaya guna dan berhasil guna bagi masyarakat. Hal ini
menunjukkan bahwa manajemen keperawatan perlu mendapat prioritas utama
dalam pengembangan keperawatan di masa depan, karena berkaitan dengan
tuntutan profesi dan global bahwa setiap perkembangan serta perubahan
memerlukan pengelolaan secara profesional dengan memperhatikan setiap
perubahan yang terjadi.
Manajemen Keperawatan harus dapat diaplikasikan dalam tatanan
pelayanan nyata di rumah sakit, sehingga perawat perlu memahami
bagaimana konsep dan aplikasinya di dalam organisasi keperawatan itu
sendiri.Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan
sebagai satu metode perlakuan asuhan keperawatan secara profesional,
sehingga diharapkan keduanya dapat saling menopang. Sebagaimana proses
keperawatan, dalam manajemen keperawatan terdiri dari pengumpulan data,
identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Karena
manajemen keperawatan mempunyai kekhususan terhadap mayoritas tenaga
dari pada seorang pegawai, maka setiap tahapan didalam proses manajemen
lebih rumit dibandingkan proses keperawatan (Nursalam, 2013).
Berdasarkan uraian di atas pelayanan perawatan sebagai inti
pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang terintegrasi dengan pelayanan
kesehatan yang kontribusi perawatannya dapat membentuk praktek
keperawatan. Perkembangan praktek keperawatan ditentukan oleh teknik
manajemen dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan. Manajemen
keperawatan merupakan komunikasi efektif yang menjamin semua tingkat
pekerjaan, mengetahui misi atau tujuan, filosofi dan sasaran khusus dari
institusi dan devisi keperawatan.
Manajemen keperawatan sebagai suatu pelayanan profesional dimana
tim keperawatan dikelola dengan pendekatan fungsi-fungsi manajemen mulai
planning, organizing, actuating dan controlling. Perawat sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan, dituntut untuk memiliki kemampuan
manajerial yang tangguh, sehingga pelayanan yang diberikan mampu
memuaskan kebutuhan klien. Kemampuan manajerial dapat dimiliki melalui

3
berbagai cara salah satunya untuk dapat ditempuh dengan meningkatkan
ketrampilan melalui bangku kuliah yang harus melalui pembelajaran dilahan
praktek.
Salah satu cara untuk dapat meningkatkan ketrampilan manajerial
yang handal selain didapatkan di bangku kuliah juga harus melalui
pembelajaran di lahan praktek. Mahasiswa Profesi Ners STIKes Surya Global
angkatan XXII dituntut untuk dapat mengaplikasikan langsung pengetahuan
manajerialnya di Ruang Geranium Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah dengan arahan dari pembimbing lapangan
maupun dari pembimbing pendidikan yang intensif. Dengan adanya praktek
tersebut diharapkan mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang didapat dan
mengelola ruang perawatan dengan pendekatan proses manajemen.
Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan rumah sakit
untuk memenuhi permintaan konsumen akan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan
potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit dengan wajar, efisien dan
efektif, serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma,
etika, hukum dan sosio-budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan dan masyarakat konsumen. Agar tujuan tersebut dapat tercapai,
diperlukan cara pengelolaan yang baik dari berbagai unsur pelayanan yang
ada di dalam rumah sakit tersebut.
RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah merupakan
rumah sakit negeri milik Pemerintah Provinsi Jawa tengah yang berlokasi
di Jalan Ki Pandanaran Km 2 Klaten 57425, menempati jalan seluas
28.894 m² dengan luas bangunan 11.597 m². RSJD Dr. RM. Soedjarwadi
Provinsi Jawa Tengah merupakan Rumah Sakit Tipe A khusus yang
memberikan pelayanan kesehatan yang terutama untuk kesehatan jiwa dan
kesehatan masyarakat yang bersifat umum bagi masyarakat di sekitar
Klaten dan berbagai daerah Kota Klaten.
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan
yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO

4
(2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia serta 47,5 juta terkena
dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan
sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan
jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara
dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.
Data RISKESDAS (2018), menunjukkan prevalensi gangguan
mental emosional yang ditunjukkan dengan gejal-gejala depresi dan
kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau
6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa
berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400 ribu orang atau sebanyak
1,7 / 1000 penduduk.
Ruang Geranium Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu unit pelayanan rawat inap kelas
III pada pasien dengan masalah kesehatan jiwa pada tahap maintenance,
sarana prasarana harus memadai maupun SDM perawat harus memadai
dengan berfikir kritis untuk melakukan asuhan keperawatan dengan waktu
sesingkat-singkatnya demi mencapai mutu asuhan keperawatan yang
profesional dan sudah semestinya membutuhkan manajemen keperawatan
yang baik demi tercapainya mutu pelayanan yang baik bagi masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan sebuah studi tentang proses
manajeman keperawatan di Ruang Geranium di mana salah satu bentuknya
adalah praktek stase manajemen keperawatan.
Mahasiswa Profesi Ners STIKes Surya Global Yogyakarta tahun 2019
ini dituntut untuk dapat mengaplikasikan langsung pengetahuan
manajerialnya di Ruang Geranium Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah dengan arahan dari pembimbing
akademik maupun dari preceptor. Dengan adanya praktek di lapangan
diharapkan mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang sudah didapat dan
mampu mengelola ruang perawatan dengan pendekatan proses manajemen.

5
B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu : 6 Mei – 1 Juni 2019
Tempat Praktik : Ruang Geranium RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi
Jawa Tengah

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa Praktikan Stase Manajemen Keperawatan mampu memahami
dan mampu mengaplikasikan manajemen keperawatan di ruang rawat
inap Geranium RSJD Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan praktek stase manajemen keperawatan diharapkan
mahasiswa mampu :
a. Melakukan pengkajian tentang gambaran umum Ruang Geranium
RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
b. Melakukan analisa dari aspek manajemen di Ruang Geranium
RSJD Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
c. Mengidentifikasi dan menyusun prioritas permasalahan yang ada
di Ruang Geranium RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa
Tengah.
d. Menyusun rencana kegiatan (Plan Of Action/POA) untuk
mengatasi permasalahan yang ada di Ruang Geranium RSJD Dr.
RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
e. Melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan rencana kegiatan
yang telah disusun sesuai prioritas di Ruang Geranium RSJD Dr.
RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah

D. Tehnik Pengumpulan Data


Dalam melakukan pengumpulan data yang digunakan untuk identifikasi
masalah dilakukan dengan metode:

6
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh data kondisi fisik ruangan,
proses pelayanan, keadaan inventaris ruangan, dan asuhan keperawatan
yang langsung dilakukan ke pasien.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada kepala ruangan, perawat primer, perawat
pelaksana, untuk mengumpulkan data tentang proses orientasi pasien
baru dan pelayanan pasien.
3. Studi dokumentasi
Kegiatan dilakukan untuk pengumpulan data mengenai karakteristik
pasien, ketenagaan, dokumentasi proses keperawatan, manajemen
ruangan, prosedur tetap ruangan, dan inventaris ruangan.
4. Kuisioner
Kuisioner digunakan untuk mengetahui kepuasan pasien terhadap asuhan
keperawatan, penerapan standar asuhan keperawatan dan pelaksanaan
model praktek keperawatan professional

E. Peserta Praktek
Mahasiswa tahap Pendidikan Profesi Ners Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKes Surya Global Yogyakarta Angkatan XXII dengan anggota:
1. Susan Bawairi, S. Kep
2. Huswatun Hasanah, S. Kep
3. Alexandria Angela, S. Kep
4. Fitrotun Hasanah, S. Kep
5. Fatiatul, S. Kep
6. Sulastri Wahyuni Abas, S. Kep
7. Nining Kumala Sari, S. Kep
8. Rifqi Alifa Bestari, S.Kep
9. Dina Hikmiati, S.Kep

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Menejemen Keperawatan


1. Pengertian Konsep Manajemen
Manajemen merupakan proses bekerja dengan dan melalui orang
lain untuk mencapai tujuan organisasi dalam suatu lingkungan yang
berubah. Manajemen juga merupakan proses pengumpulan dan
pengorganisasian sumber-sumber dalam mencapai tujuan melalui kerja
orang lain yang mencerminkan kedinamisan organisaasi. Proses
manajemen meliputi kegiatan mencapai tujuan organisasi melalui
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber-
sumber daya manusia, fisik dan teknologi (Nursalam, 2014).
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan
menggunakan orang lain. (Terry, 2010). Menurut Weihrich dan Koontz
Manajemen adalah suatu proses merancang, memelihara suatu lingkungan
dimana orang-orang yang bekerja sama di dalam suatu kelompok dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan seefisien mungkin.
Manajemen adalah pelaksanaan pekerjaan bersama orang lain
(Konte dan Donnel). Follet mendefenisikan manajemen sebagai seni
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Defenisi ini berarti bahwa
seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi.

2. Pengertian Konsep Keperawatan


Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan
dimana dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan
serta memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya. Bentuk asuhan
keperawatan ini sendiri merupakan suatu proses dalam praktek
keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi proses
keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik

8
keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan
(Murwani, 2008).
Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses
mewujudkan keperawatan sebagai profesi. Ini merupakan proses jangka
panjang yang ditujukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan
masyarakat Indonesia. Perubahan yang terjadi akan mencakup seluruh
aspek keperawatan yaitu:
1) Penataan pendidikan tinggi keperawatan.
2) Pelayanan dan asuhan keperawatan.
3) Pembinaan dan kehidupan keprofesian.
4) Penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.
Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan ini bersifat
saling berhubungan, saling bergantung, saling mempengaruhi, dan saling
berkepentingan. Inovasi dari keempat aspek diatas merupakan fokus utama
keperawatan Indonesia dalam proses profesionalisasi serta mempersiapkan
diri dengan sebaik-baiknya dalam menghadapi tantangan keperawatan di
masa depan (Nursalam, 2007).
UU RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dalam penjelasan
tentang Pasal 53 ayat 2 mendefinisikan standar profesi sebagai “pedoman
yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi
secara baik”. Atau secara singkat dapat dikatakan standar adalah pedoman
kerja agar pekerjaan berhasil dan bermutu. Berdasarkan alasan ini maka
kehadiran Standar Asuhan Keperawatan yang identik dengan standar
profesi keperawatan, berguna sebagai kriteria untuk mengukur
keberhasilan dan mutu asuhan keperawatan.
SAK terdiri dari 6 standar:
1. Standar Pengkajian Keperawatan
2. Standar Diagnosis Keperawatan
3. Standar Perencanaan Keperawatan
4. Standar Pelaksanaan/Intervensi
5. Standar Evaluasi

9
6. Standar Catatan Asuhan Keperawatan (Depkes RI, 2010).
Dalam standar-standar dimaksud mencantumkan kriteria-kriteria
yang harus dipenuhi dalam pemberian asuhan keperawatan. Mutu asuhan
keperawatan dapat dipertangungjawabkan secara profesional apabila
kriteria-kriteria tersebut dapat dipenuhi. Dengan memahami dan mematuhi
kriteria dalam Standar Asuhan Keperawatan, yang selanjutnya diterapkan
dalam pemberian asuhan keperawatan, maka bukan hanya keprofesian
dijaga dan ditingkatkan, tetapi juga meliputi aspek-aspek keamanan dan
kenyamanan pasien (Depkes RI, 2010).
Standar Asuhan Keperawatan tidak harus baku, melainkan
sewaktu-waktu dapat ditinjau kembali dan disesuaikan dengan
perkembangan IPTEK Kesehatan khususnya Keperawatan, serta sistem
nilai masyarakat yang berlaku (Depkes RI, 2010).
Profesionalisasi sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial di
Indonesia. Proses ini merupakan tantangan bagi perawat Indonesia dan
perlu dipersiapkan Profesionalisasi keperawatan merupakan proses
dinamis dimana profesi keperawatan yang telah terbentuk mengalami
perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi
dan kebutuhan masyarakat. Proses profesionalisasi merupakan proses
pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara
spontan oleh masyarakat. Profesi ini baru saja mendapat pengakuan dari
profesi lain, maka profesi ini dituntut untuk mengembangkan dirinya agar
dapat berpartisipasi aktif dalam system pelayanan kesehatan di Indonesia
agar keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat. Untuk
mewujudkan pengakuan tersebut maka perawat masih harus
memperjuangkan langkah-langkah dengan baik, berencana dan
berkelanjutan. Hal ini tentunya memerlukan waktu yang lama (Nursalam,
2007).

10
3. Pengertian Konsep Manajemen Keperawatan
Pengertian manajemen keperawatan menurut Nursalam (2007),
merupakan suatu pelayanan keperawatan profesional dimana tim
keperawatan dikelola dengan menjalankan empat fungsi manajemen antara
lain perencanaan, pengorganisasian, motivasi dan pengendalian. Keempat
fungsi tersebut saling berhubungan dan memerlukan keterampilan-
keterampilan teknis, hubungan antar manusia, konseptual yang
mendukung asuhan keperawatan yang bermutu, berdaya guna dan berhasil
guna bagi masyarakat.
Berdasarkan uraian pengertian diatas menunjukkan bahwa
manajemen keperawatan perlu mendapat prioritas utama dalam
pengembangan keperawatan di masa depan, karena berkaitan dengan
tuntutan profesi dan global bahwa setiap perkembangan serta perubahan
memerlukan pengelolaan secara professional dengan memperhatikan
setiap perubahan yang terjadi.
Yang menjadi input dari proses manajemen keperawatan antara lain
informasi, personil, peralatan, metode dan fasilitas. Proses dalam
manajemen keperawatan adalah kelompok manajer dari tingkat
pengelolaan tertinggi sampai terendah, yang mempunyai tugas dan
wewenang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan
oleh tenaga keperawatan.
Dalam hal proses, proses manajemen keperawatan sesuai dengan
pendekatan sistem terbuka dimana masing-masing komponen saling
berhubungan dan berinteraksi yang dipengaruhi oleh lingkungan. Sistem
tersebut terdiri dari enam elemen yaitu: input, lingkungan, proses, output,
control, dan umpan balik (feedback mechanism).
Yang menjadi output adalah hasil asuhan keperawatan,
pengembangan staff dan riset. Control yang digunakan dalam proses
manajemen keperawatan termasuk budget dari bagian keperawatan,
evaluasi penampilan kerja perawat, prosedur yang terstandar dan

11
akreditasi. Mekanisme umpan balik berupa laporan finansial, audit
keperawatan serta survei kendali mutu.
Ciri-ciri dari asuhan keperawatan yang baik atau bermutu antara
lain: memenuhi standar profesi yang ditetapkan, sumber daya untuk
pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan secara wajar, efisien dan
efektif, aman bagi pasien dan tenaga keperawatan, memuaskan bagi pasien
dan tenaga keperawatan serta aspek social, ekonomi, budaya, agama, etika
dan tata nilai masyarakat diperhatikan dan dihormati. Hal ini dapat dicapai
dengan adanya manajemen yang baik.

4. Prinsip yang Mendasari Manajemen Keperawatan


a. Berdasarkan perencanaan
Manajemen keperawatan perlu berdasarkan perencanaan karena
melalui fungsi perencanaan, pimpinan dapat menurunkan resiko
pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan efek perubahan yang
terencana. Perencanaan merupakan hal yang utama dan pertama dari
serangkaian fungsi dan aktifitas manajemen. Perencanaan adalah
pemikiran/konsep-konsep tindakan yang umumnya tertulis dan
merupakan fungsi yang penting dalam mengurangi resiko-resiko dalam
pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah sebelumnya
(Nursalam, 2014).
Penggunaan perencanaan yang efektif sangat diperlukan untuk
implementasi dari rencana dalam suatu organisasi dalam mencapai
produktivitas yang tinggi. Contoh penggunaan waktu yang efektif:
1) Seorang kepala ruang merencanakan pertemuan dengan staffnya
pada permulaan dan akhir minggu.
2) Jadwal individual perawat akan dinilai kembali pada setiap
pertemuan dan dipertimbangkan dengan tujuan produksi yang
sesuai dengan budget (Nursalam, 2014).

12
b. Pengambilan keputusan
Manajemen keperawatan melibatkan pengambilan keputusan.
Berbagai situasi maupun permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan
kegiatan keperawatan memerlukan pengambilan keputusan di berbagai
tingkatan manajerial. Semua tingkat manajer dalam keperawatan
memerlukan pengambilan keputusan, mengingat pelayanan
keperawatan dilakukan dalam waktu 24 jam/hari. Proses pengambilan
keputusan akan tergantung pada apakah pola komunikasi tradisional
yang diikuti atau keputusan desentralisasi untuk masing-masing
tingkat (Nursalam, 2014).
c. Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan
Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan
fokus perhatian pimpinan perawat, dengan mempertimbangkan apa
yang pasien lihat, fikir, yakini dan inginkan. Kepuasan pasien
merupakan poin utama dari seluruh tujuan keperawatan. Dalam
mencapai tujuan itu maka pimpinan kemperawatan mempunyai tiga
tugas utama dalam mengatur sumber daya manusia dan material yaitu:
1) Membentuk tujuan khusus untuk unit tertentu
2) Membuat pekerjaan yang menghasilkan
3) Mengatur efek dan tanggung jawab sosial (misalnya bila terjadi
kekurangan tenaga keperawatan) (Nursalam, 2014).
d. Terorganisir
Manajemen keperawatan harus terorganisir. Pengorganisasian
dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi untuk mencapai tujuan.
Prinsip pengorganisasian:
1) Pembagian tugas
2) Koordinasi
3) Kesatuan komando
4) Tanggung jawab dan wewenang yang sesuai
5) Hubungan staff dan lini
6) Rentang pengawasan/terkendali

13
Menurut Burgess dan Gillies (2008) dalam keperawatan
pengorganisasian pelayanan keperawatan dilaksanakan dengan cara:
1) Fungsional/ penugasan, yaitu pembagian tugas untuk perawat
yang dilakukan oleh kepala ruangan, masing-masing perawat
mempunyai tugas khusus.
2) Alokasi pasien (kasus), yaitu pengorganisasian pelayanan
keperawatan untuk beberapa pasien/satu pasien dilakukan oleh
satu perawat pada saat jaga, untuk hari berikutnya tidak menjamin
dirawat oleh perawat yang sama
3) Perawatan tim/grup/tim nursing, yaitu sekelompok perawat
merawat sekelompok pasien, dipimpin perawat yang mempunyai
kualifikasi pendidikan dan berpengalaman (registered nurse) ada
ketua tim dan anggota tim.
4) Pelayanan keperawatan utama (primary nursing), yaitu
pengorganisasian pelayanan keperawatan untuk satu perawat
primer (PP) adalah (registered nurse) bertanggung jawab dari
pasien masuk sampai pulang.
e. Melakukan pengarahan
Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen
keperawatan meliputi proses pendelegasian, supervisi, koordinasi dan
pengendalian pelaksanaan rencana yang telah diorganisasikan
(Nursalam, 2014).
f. Memotivasi
Bagian keperawatan memotivasi karyawan untuk
memperlihatkan penampilan kerja yang baik, contoh;
1) Melalui sistem peningkatan penggajian dan promosi
2) Diusahakan pendidikan tambahan dengan biaya institusi
3) Publikasi tentang profesi keperawatan (Nursalam, 2014).

14
g. Menggunakan komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan
memberikan persamaan pandangan arah dan pengertian diantara
pegawai (Nursalam, 2014).
h. Melakukan pengembangan staff
Pengembangan staff penting untuk dilaksanakan sebagai upaya
persiapan perawat pelaksana menduduki posisi yang lebih tinggi,
ataupun upaya pimpinan untuk meningkatakan pengetahuan.
Manajemen keperawatan selalu mengembangkan stafnya.
Dua hal yang penting dalam pengembangan staff adalah:
1) Pengembangan staff untuk pelaksanaan keperawatan
2) Pengembangan staff untuk meningkatkan/ mempersiapkan dalam
posisi kepemimpinan di dalam pengembangan administrasi
keperawatan (Nursalam, 2014).
Menurut Karz Swansberg (2005) mengklasifikasikan
ketrampilan manajemen dalam kategori:
1) Ketrampilan konseptual yaitu kemampuan dan ketrampilan
berpikir.
2) Ketrampilan teknis termasuk metode, proses dan prosedur.
3) Ketrampilan human yang berhubungan dengan kepemimpinan dan
hubungan antar manusia.
Dalam keperawatan, seorang anggota eksekutif keperawatan
diharapkan mempunyai kemampuan konseptual yang tinggi sedangkan
kepala ruangan mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam
teknik praktek pelayanan keperawatan.
i. Melakukan pengendalian
Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan
meliputi penilaian tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat,
pemberian instruksi dan menetapkan prinsip-prinsip melalui penetapan
standar, membandingkan penampilan dengan standar dan memperbaiki
kekurangan. Dalam hal ini termasuk evaluasi proses dan evaluasi dari

15
pelaksanaan rencana. Membandingkan penampilan kerja dengan
standar yang ada.
Berdasarkan prinsip-prinsip diatas maka para pimpinan dan
administrator seharusnya bekerja sama dalam perencanaan dan
pengorganisasian serta fungsi-fungsi manajemen lainnya untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama (Nursalam, 2014).

5. Kerangka Konsep, Filosofi, Visi, Misi dan Tujuan Keperawatan


Kerangka konsep, keyakinan dasar, filosofi, visi, misi, dan
tujuan keperawatan merupakan landasan pelaksanaan kegiatan
keperawatan, pedoman untuk pengambilan keputusan dan dasar dalam
evaluasi keberhasilan upaya yang telah dilakukan.
a. Kerangka Konsep manajemen Keperawatan
Kerangka konsep dasar manajemen keperawatan adalah
manejemen partisipatif yang berdasarkan pada paradigma
keperawatan yaitu manusia, perawat/keperawatan, kesehatan, dan
lingkungan.
1) Manusia
Dalam manajemen partisipatif, individu/keluarga/
masyarakat adalah yang diberi pelayanan keperawatan melalui
pelaksanaan tugas keperawatan yang terorganisir, terarah,
terkoordinasi dan terintregasi dalam rentang kendali yang
memadai.
2) Perawat/keperawatan
Tenaga-tenaga keperawatan baik dari tingkat manajerial
puncak, menengah maupun bawah, serta para pelaksana
keperawatan yang berada dalam rentang komunikasi dan
kendali, bekerjasama untuk memberrikan pelayanan
keperawatan, sesuai dengan standar praktik keperawatan serta
melalui upaya penunjang selama berinteraksi, interdependensi,
dan interaksi dengan anggota tim kesehatan lain.

16
3) Kesehatan
Kesehatan merupaka kisaran hasil pelayanan kesehatan
yang berorientasi pada beberapa dimensi pelayanan terhadap
individu, keluarga dan masyarakat melalalui upaya pencegahan,
penyembuhan, peningkatan dan pemulihan.
4) Lingkungan
Lingkungan yaitu area kewenangan dan tanggung jawab
keperawatan baik selama pasien berada dalam institusi
pelayanan maupun persiapan menjelang pulang. Selain itu
lingkungan juga meliputi proses pelaksanaan fungsi kolaborasi
antara tim keperawatan dan kedokteran serta tim lain yang
terkait (Nursalam, 2014).
b. Filosofi Keperawatan
Filosofi dalam manajemen keperawatan adalah keyakinan
yang dimiliki oleh tim keperawatan yang bertujuan untuk
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas melalui
pembagian kerja, koordinasi dan evaluasi (Nursalam, 2014).
Adapun filosofi manajemen keperawatan yaitu tim
keperawatan meyakini bahwa:
1) Mengerjakan hari ini lebih baik dari hari esok.
2) Manajerial keperawatan merupakan fungsi utama bidang
keperawatan.
3) Meningkatkan mutu kinerja keperawatan, berarti juga
meningkatkan pelayanan keperawatan.
4) Pendidikan berkelanjutan sangat perlu untuk meningkatkan
pengetahuan keperawatan bagi pelaksana dan pengelola dan
merupakan tanggung jawab bidang keperawatan.
5) Keperawatan adalah proses keperawatan individual yang
membantu dan menunjang pasien melalui perubahan tingkat
kesehatan sehingga mencapai keadaan fungsi yang optimal.

17
6) Tim keperawatan bertanggung jawab dan bertanggung gugat
untuk setiap tindakan keperawatan yang diberikan.
7) Menghargai pasien dan haknya untuk mendapatkan asuhan
keperawatan yang bermutu.
8) Perawat adalah advokat pasien yang berpartisipasi melalui
fungsi komunikasi dan koordinasi segala tindakan keperawatan
dan pasien serta keluarga harus dilibatkan mulai perencanaan
sampai evaluasi.
9) Perawat berkewajiban untuk memberika pendidikan kesehatan
pada pasien dan keluarga dalam upaya meningkatkan fungsi
yang optimal, dan perencanaan pulang adalah proses transisi
dari rumah sakit ke komunitas merupakan bagian integral dari
perencanaan perawatan pasien (Nursalam, 2014).
c. Visi dan Misi Keperawatan
Dengan pemahaman visi dan misi diharapkan setiap kegiatan
keperawatan, akan mengarah kepada pelaksanaan visi dan misi
tersebut (Nursalam, 2014).
d. Tujuan Keperawatan
Tujuan keperawatan merupakan pernyataan konkrit dan
spesifik tentang pelayanan keperawatan yang digunakan untuk
menetapkan prioritas kegiatan sehingga dapat mencapai dan
mempertahankan visi, misi, serta filosofi yang diyakini (Nursalam,
2014).

6. Lingkup manajemen Keperawatan


Lingkup manajemen keperawatan menurut Nursalam (2014) terdiri
dari:
a. Manajemen operasional
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bagian
atau bidang keperawatan yang terdiri dari tiga tingkatan manajerial
yaitu:

18
1) Manajemen puncak
2) Manajemen menengah
3) Manajemen bawah
Tidak semua orang yang memiliki kedudukan dalam
manajemen berhasil dalam kegiatannya. Ada beberapa factor yang
dimiliki oleh seorang pimpinan agar penatalaksanaan kegiatan dapat
berhasil dengan baik.
Faktor-faktor yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan adalah:
1) Kemampuan menerapkan pengetahuan
2) Keterampilan kepemimpinan
3) Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin
4) Kemampuan melaksanakan fungsi manajemen
b. Manajemen asuhan keperawatan
Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses
keperawatan yang menggunakan konsep-konsep manajemen di
dalamnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian atau evaluasi. Pengkajian merupakan langkah awal
dalam proses keperawatan yang mengharuskan perawat menentukan
setepat mungkin dengan berdasar pada pengalaman lalu pasien,
pengetahuan yang dimiliki, perasaan dan harapan kesehatan dimasa
datang. Pengkajian ini meliputi proses pengumpulan data,
memvalidasi, menginterpretasikan informasi tentang pasien sebagai
individu yang unik.
Perencanaan atau intervensi keperawatan dibuat setelah
perawat mampu memformulasikan diagnosis keperawatan. Perawat
memilih metode khusus, memilih dari sekumpulan tindakan
alternative untuk menolong pasien mempertahankan kesehatan dan
kesejahteraan yang optimal. Semua kegiatan keperawatan
menggunakan sumber-sumber yang tersedia melalui penetapan
tujuan jangka panjang dan jangka pendek.

19
Penerapan rencana intervensi keperawatan merupakan
langkah berikut dalam proses keperawatan. Implementasi rencana
asuhan keperawatan berarti perawat mengarahkan, menolong,
mengobservasi, dan mendidik personil keperawatan yang terlibat
dalam asuhan pasien tersebut. Pemantauan yang terus menerus
terhadap personil keperawatan dan pasien termasuk evaluasi
tingkah laku dan pendidikan merupakan supervise keperawatan
yang penting.
Evaluasi adalah langkah keempat dalam proses keperawatan
merupakan pertimbangan sistematis dari standar dan tujuan yang
dipilih sebelumnya disbanding dengan penerapan praktik yang
actual dan tingkat asuhan yang diberikan. Evaluasi keefektifan
asuhan yang diberikan hanya dapat dibuat jika tujuan yang
diidentifikasi sebelumnya cukup realistis dan dapat dicapai oleh
perawat, pasien, dan keluarga.
Proses keperawatan ini berlangsung terus menerus dilakukan
oleh para perawat melalui metode penugasan yang telah ditetapkan
oleh para pimpinan keperawatan. Para pimpinan keperawatan
terlibat dalam proses manajerial yang melibatkan berbagai fungsi
manajemen dalam rangka mempengaruhi dan menggerakkan
bawahan agar mampu memberikan asuhan keperawatan yang
memadai sesuai dengan kode etik dan standar praktik keperawatan.

7. Strategi Pelaksanaan Manajemen Keperawatan Masa Datang


Untuk mengurangi kendala dan permasalahan yang timbul
sebagai akibat dari perubahan peran, fungsi, dan tanggung jawab
manajer keperawatan dimana diperlukan suatu pendekatan dari
sentralisasi ke desentralisasi, maka manajemen partisipatif merupakan
salah satu metode yang baik yang dapat dipilih. Manajemen partisipatif
dibentuk juga berdasarkan kerangka kerja praktek professional yang
menghargai kebebasan, mempertahankan dukungan, harapan yang

20
jelas, sumber daya yang memadai dan situasi organisasi yang terbuka
yang dapat menciptakan hubungan kerja dan lingkungan yang baik dan
harmonis dan memberi kesempatan berdasarkan saling mempercayai.
Siklus kepercayaan dapat dilihat seperti gambar berikut:

Solidaritas & saling


memiliki

Saling mengerti dan


Nilai-nilai individu
menerima

Keterlibatan dalam Komunikasi terbuka


pengambilan
keputusan

Gambar 2.1 Siklus Kepercayaan

Dalam suatu manajemen yang baik, keterbukaan antara individu


yang terlibat merupakan kunci sukses dalam menentukan prioritas dan
menerima perubahan. Dengan keterbukaan, keterlibatan dari setiap
tingkatan manajerial keperawatan akan dapat menghasilkan pembuatan
keputusan yang tepat.

B. Konsep Dasar Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
professional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan. Aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga
keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai derajat ketergantungan klien.
Penerapan jumlah perawat sesuai kebutuhan klien menjadi hal penting,karena
bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan, tidak

21
ada waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan (Sitorus,
2006).
Selain jumlah, perlu ditetapkan pada jenis tenaga yaitu PP (Perawat
Primer) dan PA (Perawat Anggota),sehingga peran dan fungsi masing masing
tenaga sesuai dengan kemampuan dan terdapat tanggung jawab yang jelas.
Pada aspek struktur ditetapkan juga standar renpra,artinya pada setiap ruang
rawat sudah tersedia standar renpra, berdasarkan diagnosa medis, dan atau
berdasarkan system tubuh. Pada aspek proses,ditetapkan penggunaan metode
modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode tim keperawatan primer)
(Sitorus, 2006).
Lima subsistem dalam pengembangan MPKP (Hoffart dan Woods
dalam Sitorus, 2006) adalah sebagai berikut:
1. Nilai-nilai professional sebagai inti model
Pada model ini, PP (perawat primer) dan PA (perawat anggota)
membangun kontrak dengan klien/keluarga, menjadi partner dalam
memberikan asuhan keperawatan. Pada pelaksanaan dan evaluasi renpra,
PP (perawat primer) mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk
mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang
dilakukan oleh PA (Perawat Anggota). Hal ini berarti PP mempunyai
tanggung jawab membina performa PA agar melakukan tindakan
berdasarkan nilai–nilai professional (Sitorus, 2006).
Nilai–nilai professional digariskan dalam kode etik keperawatan
(Sitorus, 2006)
a. Hubungan perawat klien
b. Hubungan perawat dan praktek
c. Hubungan perawat dan masyarakat
d. Hubungan perawat dan teman sejawat
e. Hubungan perawat dan profesi

22
2. Pendekatan manajemen
Pada model ini diberlakukan manajemen SDM, yaitu ada garis
koordinasi yang jelas antara PP (Perawat Primer) dan PA (Perawat
Anggota). Performan PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab PP.
Dengan demikian PP (Perawat Primer) adalah seorang manager asuhan
keperawatan. Sebagai seorang manajer, PP harus dibekali dengan
kemampuan manajemen dan kepemimpinan sebagai PP dapat menjadi
manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif. Metode pemberian
asuhan keperawatan modifikasi metode keperawatan primer (Sitorus,
2012).
3. Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah
modifikasi keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra
ditetapkan oleh PP, PA akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari
dan membuat modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien (Sitorus,
2012).
4. Hubungan Profesional
Hubungan antar professional dilakukan oleh PP, PP yang paling
mengetahui perkembangan kondisi klien sejak awal masuk. Sehingga
mampu memberi informasi yang akurat akan membantu dalm penetapan
rencana tindakan medic (Sitorus, 2012).
5. Sistem Kompetensi dan Penghargaan
PP (Perawat Primer) dan timnya berhak atas kompetensi serta
penghargaan untuk asuhan keperawatan yang dilakukan sebagai asuhan
yang professional. Kompensasi serta penghargaan yang diberikan kepada
perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan berdasarkan prosedur (Sitorus, 2012).

23
C. Klasifikasi Pasien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan
Klasifikasi derajat ketergantungan pasien terhadap keperawatan
berdasarkan teori D’Orem: Self Care Defisit berdasarkan kriteria sebagai
berikut:
Tabel 2.1
Klasifikasi Derajat Ketergantungan Menurut Orem

No Klasifikasi dan Kriteria


1 Minimal Care
Klien bisa mandiri/ hampir tidak memerlukan bantuan
a. Mampu naik turun tempat tidur
b. Mampu ambulasi dan berjalan sendiri
c. Mampu makan dan minum sendiri / mandi sebagian dengan
bantuan
d. Mampu membersihkan mulut ( sikat gigi sendiri )
e. Mampu BAB dan BAK dengan sedikit bantuan
f. Status psikologis stabil
g. Klien dirawat untuk prosedur diagnostic
h. OPerasi ringan
2 Personal Care
1. Klien memerlukan bantuan perawat sebagian
a. Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik dan turun
tempat tidur
b. Membutuhkan bantuan untuk ambulasi
c. Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan
d. Membutuhkan bantuan makan ( disuapi )
e. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
f. Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan
g. Membutuhkan bantuan untuk bantuan BAB dan BAK (
tempat tidur, kamar mandi )
2. Post op minor ( 24 jam )

24
3. Melewati fase akut dari post op mayor
4. Fase awal dari penyembuhan
5. Observasi tanda – tanda vital setiap 4 jam
6. Gangguan emosional ringan
3 Total Care
1. Klien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan memerlukan
waktu perawatan lebih lama
a. Membutuhkan dua orang atau lebih untuk mobilisasi
b. Membutuhkan bantuan untuk ambulasi
c. Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan
d. Membutuhkan bantuan makan ( disuapi )
e. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
f. Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan
g. Memutuhkan bantuan untuk bantuan BAB dan BAK ( tempat
tidur,kamar mandi )
2. 24 jam post op mayor
3. Pasien tidak sadar
4. Keadaan klien tidak stabil
5. Observasi TTV setiap kurang dari 1 jam
6. Perawatan luka bakar
7. Perawatan kolostomi
8. Menggunakan alat bantu pernafasan ( respirator )
9. Irigasi kandung kemih secara terus menerus
10. Menggunakan alat traksi (skeletal traksi )
11. Menggunakan WSD
12. Fraktur / pasca operasi tulang belakang atau leher
13. Gangguan emosional berat, bingung dan disorientasi

25
1. Klasifikasi ketergantungan pasien menurut Depkes ( 2010 ) ada 4 kategori,
masing masing memerlukan waktu ;
a. Asuhan Keperawatan minimal : 2 jam /24 jam
b. Asuhan Keperawatan sedang : 3,08/ 24 jam
c. Asuhan Keperawatan agak berat : 4,15 / 24 jam
d. Asuhan Keperawatan maksimal : 6,16 /24 jam
2. Keterangan tentang kategori asuhan keperawatan :
a. Asuhan keperawatan minimal, kriterianya sebagai berikut :
1) Kebersihan diri, mandi,ganti pakaian dilakukan sendiri
2) Makan dan minum dilakukan sendiri
3) Ambulasi dengan pengawasan
4) Observasi tanda tanda vital dilakukan setiap shift
5) Pengobatan minimal ,status psikologis stabil
b. Asuhan keperawatan sedang
1) Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
2) Observasi tanda tanda vital setiap 4 jam
3) Ambulasi dibantu,pengobatan lebih dari sekali
c. Asuhan keperawatan agak berat
1) Sebagian besar aktifitas dibantu
2) Observasi tanda tanda vital setiap 2 – 4 jam sekali
3) Terpasang infuse
4) Pengobatan lebih dari sekali
5) Persiapan pengobatan memerlukan prosedur
d. Asuhan keperawatan maksimal
1) Segala aktifitas diberikan oleh perawat
2) Posisi diatur, observasi tanda tanda vital setiap 2 jam
3) Makan memerlukan NGT, terapi intravena
4) Penanganan suction
5) Gelisah / disorientasi

26
3. Penghitungan Tenaga Perawat Menurut Depkes (2009) :
a. Jumlah tenaga keperawatan yang bertugas
A = jumlah tenaga keperawatan bertugas di ruang / hari
Jumlah efektif perawat
b. Jumlah tenaga keperawatan yang libur
B = jumlah tenaga hari libur mgg/thn + jmlh hari lbur besar/tahun
Jumlah hari kerja/ tahun
c. Tugas non Keperawatan
(A + B ) x 25 %
d. Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan
A+B+C=D
4. Menurut Depkes (2010) jumlah tenaga yang dibutuhkan di ruangan adalah:
(D + 1 kepala ruang + 2 PP + 2 orang pramusaji)
5. Ketenagaan menurut Gilies (2008)
Jumlah ketenagaan perawat yang dibutuhkan (X) di ruangan rawat
dapat dilihat dengan aspek kapasitas ruangan, BOR, jumlah jam efektif
perawatan dan hari libur perawat dalam satu tahun dengan rumus:

X = ( BOR x TT ) x jam efektif x hari dalam satu tahun


( hari dalam satu tahun – hari libur ) x 7
6. Sedangkan untuk menentukan jam efektif perawatan secara khusus dapat
dikategorikan :
a. Minimal Care membutuhkan waktu 1- 2 jam / 24 jam
b. Parsial Care membutuhkan waktu 3 – 4 jam / 24 jam
c. Total Care membutuhkan waktu 5-6 jam / 24 jam
7. Penghitungan ketenagaan menurut Gillies (1994)
a. Kriteria pasien (minimal, parsial, total)
b. Rata rata jam perawatan
c. Jam efektif = rata rata jam perawatan / jumlah pasien berdasarkan
kriterianya

27
8. BOR selama 3 hari
Rata rata jumlah pasien = jumlah pasien 3 hari / 3
BOR = (rata–rata jumlah pasien / 15) x 100 %
X = (BOR x TT) x jam efektif x hari dalam satu tahun
(hari dalam satu tahun – hari libur) x 7
9. Jadi jumlah tenaga keperawatan yang dibuuhkan di ruangan menurut
Gillies adalah X + 1 KARU + 2 ( PP ).
10. Penghitungan cara menurut Douglass
Perhitungan tenaga keperawatan menurut Douglas berdasarkan
pengkajian selama 3 hari:

Tabel 2.2
Nilai Koefisien Perhitungan Tenaga Keperawatan Menurut Douglas

Jaga Klasifikasi pasien


Minimal Parsial Total
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Pasien Pasien Pasien Pasien Pasien Pasien x Pasien Pasien Pasien
x 0,17 x 0,14 x 0,07 x 0,27 x 0,15 0,10 x 0,36 x 0,30 x 0,20
Sumber: Nursalam 2014

Jadi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan di ruangan menurut Douglass


adalah Jumlah total + 1 KARU + 2 PP.

D. Kegiatan MPKP
Adapun kegiatan dari MPKP menurut Nursalam (2014) :
1. Operan jaga (Prosedur Operan)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur ini:
a. Persiapan
1) Kedua kelompok sudah dalam keadaan siap
2) Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan

28
b. Pelaksanaan
Dalam penerapan system MPKP, operan dilaksanakan oleh
perawat jaga sebelumnya kepada perawat yang mengganti jaga pada
shift berikutnya:
1) Operan dilaksanakan setiap pergantian shift atau jaga
2) Dari Nurse Station perawat berdiskusi untuk melaksanakan operan
untuk mengkaji secara komprehensif yang berkaitan dengan
masalah keperawatan pasien, rencana kegiatan yang sudah dan
belum dilaksanakan serta hal-hal penting lain perlu dilimpahkan.
3) Hal-hal yang bersifat khusus dan memerlukan perincian yang
lengkap yang sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian
diserah terimakan kepada perawat jaga berikutnya.
4) Hal-hal yang perlu disampaikan saat operan jaga:
a) Identitas pasien dan diagnosa medis
b) Masalah keperawatan yang kemungkinan muncul
c) Tindakan kemungkinan yang sudah dan belum dilaksanakan
d) Intervensi kolaborasi dan dependensi
e) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakuakan kegiatan
selanjutnya, misalnya operasi, pemeriksaan penunjang.
5) Perawat yang melakukan operan dapat melakukan klasifikasi tanya
jawab dan melakuan validasi terhadap hal-hal yang perlu dioperkan
dan berhak menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
6) Penyampaian pada saat operan secara singkat dan jelas.
7) Lama operan untuk setiap pasien tidak lebih dari 5 menit kecuali
pada kondisi khusus yang memerlukan penjelasan yang jelas dan
rinci.
8) Pelaporan untuk laporan ditulis secara langsung pada buku laporan
ruangan oleh perawat primer.
9) Secara terinci operan jaga terdiri dari 3 sesi yaitu :
a) Sesi 1 di Nurse Station

29
(1) PA malam menyiapkan status pasien yang menjadi
tanggung jawabnya
(2) PP membuka operan jaga dengan doa
(3) PP mempersilahkan PA jaga malam untuk melaporkan
pasien kepada PA jaga pagi
(4) PA melaporkan pasien yang menjadi tanggung jawabnya
meliputi:
(a) Identitas pasien dan diagnose medis
(b) Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul
(c) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum
dilaksanakan
(d) Intervensi kolaborasi dan dependensi
(e) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakuakan
kegiatan selanjutnya, misalnya operasi, pemeriksaan
penunjang, dll.
(5) PA jaga pagi mengklarifikasikan apa yang disampaikan PA
jaga malam.
(6) PP mengajak PA jaga malam dan PA jaga pagi yang
(7) bertangguang jawab untuk mengklarifikasikan ke pasien.

b) Sesi 2 : di kamar/bed pasien


(1) Yang masuk ke kamar pasien hanya PP, PA malam dan PA
pagi yang bertanggung jawab terhdap pasien tersebut.
(2) PA malam mengucapkan salam dan menyapa pasien.
(3) PA malam menanyakan masalah keperawatan yang telah
dilakukan tindakan.
(4) PA malam manyampaikan bahwa tugasnya telah selesai
dan digantikan oleh tim pagi.
(5) PA memperkenalkan atau menanyakan apakah masih
ingat dengan nama PP.

30
(6) PP menjelaskan tentang perawatan pagi dan PA yang
bertanggung jawab pada pasien tersebut selama shift pagi.
(7) PP memperkenalkan PA yang bertangung jawab.
(8) PA yang bertanggung jawab menyapa dan memastikan
bahwa dia yang bertanggung jawab.
c) Sesi 3 : di Nurse Station
(1) PP memberi kesempatan untuk mendiskusikan pasien yang
ditanya.
(2) PP meminta PA jaga malam untuk melaporkan
inventarisasi obat dan fasilitas lain (jumlah alat, laken, dll).
(3) PP member pujian pada PA jaga malam.
(4) PP menutup operan dengan doa.

2. Meeting Morning
a. Pengertian
Pengarahan yang dilakukan kepala ruang kepada seluruh staf,
setiap pagi setelah serah terima tugas jaga malam ke pagi dan
sebelumnya telah dilakukan pre conference.
b. Tujuan
1) Terjadi komunitas dua arah antara kepala ruang dan staf
2) Terjaminnya kelancaran kegiatan ruangan
c. Pelaksanaan
1) Kepala ruang menyiapakan tempat untuk melakukan meeting
morning.
2) Kepala ruang memberikan arahan kepada staf dengan materi yang
telah disiapakan sebelumnya.
3) Kepala ruang melakukan klarifikasi apa yang telah disampaikan
kepada staf.
4) Memberi kesempatan staf untuk mengungkapkan permasalahan yang
muncul di ruangan.

31
5) Bersama-sama staf mendiskusikan pemecahan masalah yang dapat
ditempuh.
6) Kepala ruang memberi motivasi dan reinforcement kepada staf.
3. Conference (pre dan post)
a. Pengertian
Pre-conference merupakan pertemuan tim yang dilakuakan
setiap hari dan merupakan langkah awal kegiatan shift perawat. Pre-
conference dilakukan doa awal jaga setelah melakukan operan dinas,
baik dinas pagi, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas PP. Pre-
conference sebaiknya dilakukan diruang sendiri sehingga dapat
menghindari gangguan dari luar.
Post-conference dilakukan secara terjadwal siang hari sebelum
operan jaga shift pagi ke shift sore pada hari yang yang sama
dilakukan ketika akan pre conference hari selanjutnya.
Peserta:
1) Kepala ruang
2) Primary Nurse (PN) / perawat primer (PP)
3) Associate Nurse (AN) / perawat anggota (PA)
4) Mahasiswa kalau ada
b. Tujuan
Konferensi bertujuan untuk:
1) Membahas masalah tiap klien berdasarkan renpra yang telah dibuat
oleh PP.
2) Menetapkan klien yang menjadi tanggung jawab PA. pembagian
didasarkan pada jumlah klien, ketergantungan klien, dan tempat
tidur yang berdekatan. Bila pada suatu tugas jaga (shift) PP
didampingi oleh 2 orang PA, maka semua klien bagi pada kedua
PA sebagai penanggung jawabnya. PP akan membimbing dan
membantu PA dalam memberikan asuhan keperawatan bila PP
hanya didampingi oleh 1 orang pada suatu tugas jaga maka jumlah
pasien yang menjadi tanggung jawab PP adalah sebanyak 20%.

32
3) Membahas Rencana Tindakan Keperawatan.
4) Mengidentifikasi tugas PA untuk setiap klien yang menjadi
tangguang jawabnya.
5) PP mendiskusikan dan mengarahkan PA tentang masalah yang
terkait dengan keperawatan.
6) PP membagi tugas masing-masing PA.
7) Meningkatkan Kembali Standart Prosedur yang Ditetapkan.
8) Meningkatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran,
dan kemajuan masing- masing PA.
9) Membantu PA menyelesaikan masalah yang tidak dapat
diselesaikan
c. Tugas perawat pre dan post conference
1) Tugas PP pada pre conference
a) Menyiapkan ruangan / tempat
b) Menyiapkan rekam medik pasien yang menjadi tanggung
jawabnya
c) Menjelaskan tujuan dilakukan pre-conference
d) Memandu pelaksanaan pre-conference
e) Menjelaskan masalah keperawatan pasien, keperawatan dan
rencana keperawatan yang menjadi tanggung jawabnya
f) Membagi tugas kepada PA sesuai kemampuan yang dimiliki
dengan memperhatikan keseimbangan kerja
g) Mendiskusikan cara dan strategi pelaksanaan asuhan pasien /
tindakan
h) Memotivasi untuk memberikan tanggapan dan penyelesaian
yang sedang didiskusikan
i) Mengklarifikasi kesiapan PA untuk melaksanakan asuhan
keperawatan kepada pasien yang menjadi tanggung jawabnya
j) Memberikan reinforcement positif pada PA
k) Menyimpulkan hasil pre conference

33
2) Tugas PP pada post conference
a) Menyiapkan ruangan/ tempat
b) Menyiapkan rekam medic pasien yang menjadi tanggung
jawabnya
c) Menjelaskan tujuan dilakukannya post conference
d) Menerima penjelasan dari PA tentang hasil tindakan/hasil
asuhan keperawatan yang telah dilakukan PA
e) Mendiskusikan masalah yang telah ditemukan dalam
memberikan ASKEP pada pasien dan mencari upaya
penyelesaian masalah
f) Memberikan reinforcement pada PA
g) Menyimpulkan hasil post conference
h) Mengklarifikasi pasien sebelum melakukan operan tugas jaga
shift jaga berikutnya.

3) Tugas PA
a) Mengikuti pre dan post conference
b) Menyiapkan diri dan melaksanakan askep kepada pasien yang
menjadi tanggung jawabnya dan ada bukti di rekan
keperawatan
c) Melakukan monitoring respon pasien dan ada bukti di rekam
keperawatan.
d) Melaksanakan konsultasi tentang masalah pasien kepada PP.
e) Membimbing dan melakukan pendidikan kesehatan kepada
pasienyang menjadi tanggung jawabnya dan ada bukti di rekam
keperawatan.
f) Menerima keluhan pasien dan keluarga serta berusaha untuk
mengatasinya.
g) Melengkapi catatan asuhan keperawatan pada semua pasien
yang menjadi tanggung jawabnya

34
h) Melakukan evaluasi asuhan keperawatan setiap akhir tugas
pada semua pasien yang menjadi tangggung jawabnya dan ada
bukti di rekam keperawatan.
i) Mengikutinya post conference yang diadakan oleh PP pada
setiap akhir tugas dan melaporkan kondisi/ perkembangan
semua pasien yang menjadi tangung jawabnya dan ada bukti di
rekam keperawatan.
j) Bila PP tak ada, wajib mengenalkan PA yang ada dalam satu
group yang akan memberikan asuhan keperawatan pada jaga
berikutnya kepada pasien atau keluarga baru.
k) Mengikuti diskusi kasus/conference dengan dokter/ tim
kesehatan lain setiap seminggu sekali
l) Mengikuti diskusi kasus/ conference dalam pertemuan rutin.
m) Melaksanakan tugas lain sesuai urain tugas PA.
n) Melaksanakan tugas PP pada sore, malam dan hari libur.

d. Langkah-langkah Pre dan Post Conference


1) Konfrensi dilakukan setiap hari segera setelah pergantian dinas
pagi/sore sesuai dengan jadwal dinas PP.
2) Konfrensi dilakukan oleh PP dan PA dalam timnya masing-
masing.
3) Penyampaikan perkembangan dan masalah klien berdasarkan hasil
evaluasi kemarin dan kondisi klien yang dilaporkan oleh dinas
malam.
Hal-hal yang disampaikan oleh PP meliputi:
a) Keadaan umum klien
b) Keluhan klien
c) Tanda-tanda vital dan kesadaran
d) Hasil pemeriksaan lab, diagnostic terbaru
e) Masalah keperawatan
f) Rencana keperawatan hari ini

35
g) Perubahan terapi medis
h) Rencana medis

4. Kolaborasi
a. Pengertian
Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana (pemberian
pelayanan) memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan
pasien dalam kerangka kerja bidang respentif mereka. Praktek
kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen
keperawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral
didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi.
Elemen-elemen kolaborasi:
1) Struktur
Komunikasi 2 arah, berpusat pada pasien, semua pemberian
pelayanan harus bekerja sama dengan pasien, menekankan
kontinuitas, kondisi di ambal balik satu satu dengan yang lain dan
tak ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi terus menerus.
2) Proses
Proses kolaborasi terdiri dari kerjasama, koordinasi, saling
berbagi, kompromi, rekanan, saling ketergantungan, dan
kebersamaan:
a) Melibatkan tenaga ahli dengan bidang keahlian yang berbeda,
uang dapat bekerjasama imbal balik secara mulus
b) Anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerja sama
c) Kelompok harus memberikan pelayanan dan keunikannya
dihasilkan dari kombinasi pandangan dan keahlian dihasilkan
dari kombinasi pandangan dan keahlian yang diberikan oleh
setiap anggota tersebut.
b. Tujuan
1) Membina hubungan saling percaya dan kerjasama
2) Menyelasaikan masalah klien secara bersama

36
3) Meningkatkan mutu pelayanan
c. Langkah-langkah
1) Menentukan pasien yang akan didiskusikan
2) Mendiskusikan masalah pasien
3) Mengambil kepautusan bersama
4) Menutup kolaborasi

5. Hubungan Profesional Antar Staf Keperawatan Dengan Pasien


1. Kepala ruang melakukan supervisi seluruh pasien yang ada diruangan
setiap awal tugas
2. PP dan PA mensupervisi seluruh pasien yang menjadi tanggung
jawabnya segera setelah menerima operan tugas setiap pasien
3. PP menginformasikan peraturan dan tata tertib RS yang berlaku
kepada setiap atau keluarga baru
4. PP memperkenalkan perawat dalam satu grup yang akan merawat
selama pasien dirawat di RS
5. PP atau PA melakukan visit atau monitoring pasien untuk mengetahui
perkembangan atau kondisi pasien
6. PP memberikan penjelasan setiap rencana tindakan atau program
pengobatan sesuai wewenang dan tanggung jawabnya
7. Setiap akan melakukan tindakan keperawatan PP atau PA memberikan
penjelasan atas tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/ keluarga
8. Kesediaan PP atau PA untuk menerima konsultasi/ keluhan pasien/
keluarga dan berupaya mengatasinya
9. Pasien atau keluarga mengetahui siapa PP atau perawat yang
bertanggung jawab selama ia dirawat dan ditulis pada papan nama
pasien
10. PP atau PA memberitahu dan mempersiapkan pasien yang akan pulang

37
6. Hubungan Profesional Kemitraan Antar Staf Keperawatan dengan
Dokter/Tim Kesehatan Lain
a. PP atau PA melakukan visit bersama dengan dokter atau tim kesehatan
lain yang merawat.
b. PP melakukan diskusi kasus dengan dokter/ tim kesehatan minimal 1x/
minggu
c. Hubungan profesional / kemitraan dengan dokter/ tim kesehatan
tercermin dalam dokumen rekam medik
d. PP atau PA dapat segera memberikan data pasien yang akurat dengan
cepat dan tepat kepada dokter/ tim kesehatan lain bila dibutuhkan
e. PP/ PA menggunakkan rekam medik sebagai sarana hubungan
profesional dalam rangka pelaksanaan program kolaborasi
f. Dokter/ tim kesehatan lain menggunakkan rekam keperawatan sebagai
sarana hubungan profesional dalam rangka program kolaborasi
g. Dokter/ tim kesehatan yang lain mengetahui setiap pasien siapa PP-nya

7. Ronde Keperawatan
a. Pengertian
Suatu kegiatan yang untuk mengatasi masalah keperawatan klien
yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Tetapi pada kasus
tertentu dilakukan oleh perawat primer dan atau konsuler, kepala
ruang, perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota
tim.
Karakteristik:
1) Klien diibatkan secara langsung
2) Klien merupakan fokus kegiatan
3) Perawat associate, perawat primer, dan konseler melakukan diskusi
bersama
4) Konsuler memfasilitasi kreatifitas

38
5) Konsuler mengembangkan kemampuan perawat associate PP untuk
meningkatkan kemampuan dan mengatasi masalah
b. Tujuan
1) Menumbuhkan cara berfikir secara kritis
2) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berasal dari masalah klien
3) Meningkatkan faliditas data klien
4) Menilai kemampuan justifikasi
5) Meningkatkan dalam menilai hasil kerja
6) Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana
keperawatan
c. Peran
1) Perawat anggota
Dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah
peranan yang ada untuk memaksimalkan keberhasilan, yang bisa
disebutkan antara lain:
a) Menjelaskan keadaan dan data demografi klien
b) Menjelaskan masalah keperawatan utama klien
c) Menjelaskan intervensi yang belum dan akan dilakukan
d) Menjelaskan tindakan selanjutnya
e) Menjelaskan alas an ilmiah tindakan yang akan diambil
2) Perawat primer dan atau konsuler
a) Memberikan justifikasi
b) Memberikan reinforcement
c) Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan
serta tindakan yang rasional
d) Mengarahkan dan koreksi
e) Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari
f) Langkah-langkah diperlukan dalam ronde keperawatan adalah
sebagai berikut:
(1) Persiapan

39
(a) Menetapkan kasus minimal satu hari sebelum
pelaksanaan ronde
(b) Pemberian informed, consent kepada klien atau
keluarga
(2) Pelaksanaan ronde
(a) Menjelaskan tentang klien oleh perawat associate dalam
hal ini menjelaskan difokuskan pada masalah
keperawatan dan rencana tindakan yang akan atau telah
dilaksanakan dan memilih prioritas yang perlu
didiskusikan
(b) Diskusi tentang anggota tim tentang kasus tersebut
(c) Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau perawat
konsuler /kepala ruangan tentang masalah klien serta
rencana tindakan yang akan dilakukan
(d) Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang
telah dan yang akan diterapkan.
(3) Pasca ronde
Mendidkusikan hasil temuan dan tindakan pada
klien tersebut serta menetapkan tindakan tersebut serta
tindakan yang akan diperlukan.
8. Discharge Planning
a. Ringkasan rencana pemulangan pasien berisikan :
1) Keadaan klien saat ini
2) Diagnosa keperawatan
3) Rencana pelayanan keperawatan
4) Intervensi keperawatan
5) Penjelasan mengenai kemampuan yang telah dicapai obat-obatan
dan cara pemberiannya
6) Alat-alat khusus yang digunakan
b. Informasi untuk klien yang akan pulang
1) Gunakanlah bahasa yang sederhana, jelas, ringkas

40
2) Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan
3) Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis
4) Motivasi klien mengikuti langkah-langkah tersebut dalam
melakukan perawatan dan pengobatan
5) Kenali tanda-tanda dan gejala yang harus dilaporkan kepada tim
kesehatan.
6) Berikan nama dan nomor telepon yang dapat dihubungi.
E. Pengkajian Manajemen Pelaksanaan Profesional (MPKP)
Pengkajian MPKP menurut Nursalam (2014) meliputi unsur input,
proses, dan output.
1. Unsur Input
a. Manusia (Man)
1) Pasien
Pasien adalah seseorang yang datang ke instalasi kesehatan
yang membutuhkan pelayanan medis/keperawatan yang terganggu
kondisi kesehatannya baik jasmani maupun rohani (WHO).
Menurut Dr. Wila Chandrawila Supriadi, S.H, dalam
bukunya, “Hukum Kedokteran” bahwa Pasien adalah orang sakit
yang membutuhkan bantuan dokter untuk menyembuhkan penyakit
yang dideritanya, dan pasien diartikan juga adalah orang sakit yang
awam mengenai penyakitnya.
Dalam pelayanan di bidang medis, tidak terpisah akan adanya
seorang tenaga kesehatan dengan konsumen, dalam hal ini pasien.
Pasien dikenal sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dan dari
pihak rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam
bidang perawatan kesehatan.
2) Ketenagaan
a) Kuantitas
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.32 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan, pengertian
tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri

41
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan. Perawat menurut Undang-Undang RI No. 23
tahun 1992 tentang kesehatan, perawat adalah mereka yang
memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang
diperoleh melalui pendidikan perawatan.
Kebutuhan tenaga keperawatan ditetapkan berdasarkan
karakteristik klien, model penugasan dan kompetensi yang
dipersyaratkan untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan.
Kesesuaian tenaga keperawatan yang mencakup jumlah, jenis
dan kualifikasi dengan kebutuhan pelayanan keperawatan yang
efektif dan efisien.
Perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai
kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan
penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dalam
upaya peningkatan mutu, seorang perawat harus mampu
melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu mulai
dari pengkajian sampai dengan evaluasi berikut dengan
dokumentasinya.
Penetapan jumlah tenaga keperawatan merupakan
perencanaan dalam hal menentukan berapa banyak tenaga yang
dibutuhkan dalam suatu ruangan dan kriteria tenaga yang
dipakai untuk suatu ruangan tiap shiftnya. Di bawah ini
beberapa formula yang dikeluarkan oleh para ahli dalam hal
penentuan apakah tenaga ada yang kurang, cukup, atau lebih
yaitu:

42
(1) Menurut Gillies
Kebutuhan tenaga perawat secara kuantitatif dapat
dirumuskan dengan perhitungan sebagai berikut:
Tenaga Perawat = A X B X 365
(365-C) x jam kerja/hari
Keterangan:
A : jam perawatan/24 jam
B : (BOR x jumlah TT)  jumlah pasien
C : jumlah hari libur
(2) Menurut Douglas
Perhitungan jumlah tenaga perawat menurut
Douglas dihitung berdasarkan tingkat ketergantungan
pasien untuk setiap shiftnya sebagai berikut :

Tabel 2.3
Jumlah Tenaga Keperawatan Berdasarkan Klasifikasi
Pasien menurut Formula Douglas
Waktu Kebutuhan tenaga perawat
Pagi Sore Malam
Klasifikasi
Minimal 0,17 0,14 0,07
Intermediate 0,27 0,15 0,10
Maksimal 0,36 0,30 0,20
Sumber : Douglas, 1984
Sedangkan klasifikasi derajat ketergantungan pasien
terhadap keperawatan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
(a) Perawatan minimal memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam,
dengan kriteria:
1. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan
sendiri
2. Makan dan minum dilakukan sendiri
3. Ambulasi dengan pengawasan
4. Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shift
5. Pengobatan minimal, status psikologi stabil

43
6. Persiapan pengobatan memerlukan prosedur
(b) Intermediatememerlukan waktu 3-4 jam/24 jam, dengan
kriteria:
1. Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
3. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
4. Folley cateter, intake-output dicatat
5. Klien dengan pemasangan infus, persiapan
pengobatan memerlukan prosedur
(c) Perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5-6
jam/24 jam, dengan kriteria:
1. Segala diberikan atau dibantu
2. Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
3. Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi
intravena
4. Pemakaian suction
5. Gelisah/disorientasi
(3) Menurut Depkes RI (2002)
Klasifikasi kategori asuhan keperawatan menurut Depkes :
(a) Asuhan Keperawatan Minimal:
1. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan
sendiri
2. Makan dan minum dilakukan sendiri
3. Ambulasi dengan pengawasan
4. Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shift
5. Pengobatan minimal, status psikologi stabil
6. Persiapan pengobatan memerlukan prosedur
(b) Asuhan Keperawatan Sedang:
1. Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
2. Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap 4 jam
3. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali

44
(c) Asuhan Keperawatan Agak Berat:
1. Sebagian besar aktivitas dibantu
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam
3. Terpasang folley cateter, intake-output dicatat
4. Terpasang infus
5. Pengobatan lebih dari sekali
6. Persiapan pengobatan memerlukan prosedur
(d) Asuhan Keperawatan Maksimal:
1. Segala aktivitas dibantu perawat
2. Posisi diatur
3. Makan memerlukan NGT, terapi intravena
4. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
5. Penggunaan suction
6. Gelisah/disorientasi

(4) Perhitungan tenaga perawat


Berdasarkan :
(a) Tingkat ketergantungan pada perawat berdasarkan jenis
kasus
(b) Rata-rata pasien perhari
(c) Jam perawatan yang diperlukan per hari per pasien
(d) Jam perawatan yang diperlukan per ruangan per hari
(e) Jam efektif setiap perawat 7 jam/hari
Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan
Jumlah hr mgg dlm 1 thn + cuti + hr

besar X Jml perawat tersedia

Jumlah hari
kerja efektif

Jumlah hari kerja efektif

45
Faktor koreksi :
Untuk perhitungan jumlah tenaga perlu ditambah (faktor
resiko) dengan hari libur/cuti/hari besar (loss day) :

Jumlah hr mgg dlm 1 thn + cuti + hr besar X Jml perawat tersedia

Jumlah hari kerja efektif

Jumlah hari kerja


Jumlah efektif
tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas
non keperawatan (tenaga administrasi) seperti contohnya
membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan,
kebersihan alat-alat makan dll., diperkirakan 25 % dari jam
pelayanan keperawatan :

Jumlah tenaga keperawatan + loss day x 25 %

100

Jadi jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan:


Tenaga yang tersedia + faktor resiko
b) Kualitas
100
Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang
berhubungan dengan kegiatan yang dipantau atau diatur dalam
pelayanan berdasarkan kebutuhan atau pandangan konsumen.
Dalam keperawatan, tujuan kualitas pelayan adalah untuk
memastikan bahwa jasa atau produk pelayanan keperawatan
yang dihasilkan sesuai dengan standar atau keinginan pasien
(Nursalam, 2014).
Menurut Djojodibroto (1997), bahwa pelatihan, kursus
dan loka karya yang diperlukan bagi tenaga perawat
profesional di rumah sakit adalah:
1) Etika komunikasi
2) Komunikasi dalam keperawatan
3) Etika keperawatan
4) Manajaemen keperawatan

46
5) Hospital managemen training
6) Audit medik
7) Pencegahan penyakit nosokomial
8) Sanitasi rumah sakit
Manajemen sumber daya manusia pada hakekatnya
merupakan bagian integral dari keseluruhan manajemen rumah
sakit, strategi manajemen sumber daya manusia sebenarnya
juga merupakan bagian integral dari strategi rumah sakit
dengan pemahaman bahwa sumber daya manusia adalah aset
utama rumah sakit sehingga perlu juga direncanakan rotasi dan
mutasi sumber daya manusia untuk menyesuaikan beban dan
tuntutan pelayanan dimasa depan sehingga penyesuaian
keahlian yang dibutuhkan melalui pelatihan terus menerus dan
berkesinambungan.
Salah satu indikator keberhasilan rumah sakit dalam
memberikan pelayanan kesehatan adalah ditentukan oleh
pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas. Asuhan
keperawatan yang berkualitas memerlukan SDM yang sesuai
dengan kualitas yang tinggi dan professional sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Pendidikan perawat di ruang Mawar terdiri dari
bermacam-macam pendidikan formal keperawatan, yaitu
Sarjana Keperawatan, Ners, dan D-III Keperawatan.

b. Money / Sumber Dana


Salah satu fungsi rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan
baik medis maupun non medis. Dalam pelayanan tersebut agar
pelayanan rumah sakit dapat berjalan seoptimal mungkin dan dapat
dirasakan oleh seluruh masyarakat maka rumah sakit perlu
mempersiapkan peralatan jasa non medis dan jasa pemborongan
(Nursalam, 2014).

47
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal sebagai
salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh
Pembukaan UUD 1945. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat
(1) Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (Depkes, 2010).
Yang menegaskan bahwa setiap orang berhak memperolah
pelayanan kesehatan, dan selanjutnya Pasal 34 ayat (3) juga
menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.Rumah sakit
sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan merupakan bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Rumah sakit mempunyai
karakteristik dan organisasi yang kompleks (Depkes, 2010).
Sesuai dengan ketentuan umum PP no 6 tahun 2000 perjan
adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana diatur dalam
UU no 9 tahun 1969 dimana seluruh modalnya oleh pemerintah dan
merupakan kekayaan Negara yang tidak dipisahkan serta tidak terbagi
atas saham-saham, jadi rumah sakit perjan tetap merupakan aset
Depkes. Pengelolaan RS perjan dilakukan oleh direksi serta dibentuk
dewan pengawasan untuk melakukan pengawasan (Djoyo Sugito,
2002).

c. Material dan Mesin (fasilitas, alat dan bahan)


Standar peralatan keperawatan adalah penetapan peralatan
keperawatan yang meliputi kebutuhan (jumlah, jenis dan spesifikasi)
serta pengelolaannya dalam upaya mewujudkan pelayanan
keperawatan yang berkualitas (Depkes. 2010).
Ruang lingkup peralatan keperawatan adalah alat tenun, alat
kesehatan, alat rumah tangga, alat pencatatan pelaporan keperawatan,

48
pengelolaan peralatan keperawatan meliputi standar perencanaan,
standar pengadaan standar distribusi, standar penggunaan standar
penghapusan, standar pengawasan dan pengendalian (Depkes, 2010).
Perawatan minimal dilengkapi dengan ruang keperawatan, ruang
perawat jaga yang sebaiknya terletak di tengah-tengah ruang
perawatan pasien, ruang ganti perawat, ruang tindakan perawatan,
ruang obat dan peralatan, ruang penyimpanan alat tenun, ruang diskusi,
kamar mandi pasien, kamar mandi perawat atau petugas (Nursalam,
2014).
Secara kualitatif fasilitas yang tersedia seharusnya sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Fasilitas dan alat-alat kedokteran
maupun keperawatan dipenuhi melalui standar resmi yang telah
ditetapkan oleh RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah
disesuaikan dengan jenis dan kapasitas unit pelayanan.
Administrasi penunjang :
1) Buku absensi mahasiswa
2) Buku laporan pasien
3) Buku Injeksi
4) Buku Register pasien rawat inap
5) Buku daftar obat
6) Buku inventaris alat kesehatan
7) Buku inventaris linen
8) Buku jadwal perawat
9) Buku penerimaan obat
10) Blanko-blanko catatan medis dan non medis
d. Metode/standar/pedoman dan prosedur tetap
Standar adalah suatu tingkat kinerja yang secara umum dikenal
sebagai sesuatu yang dapat diterima, adekuat, memuaskan dan
digunakan sebagai tolak ukur atau titik acuan yang digunakan sebagai
pembanding (Marr dan Blebing, 2001). Jenis-jenis standar antara lain:

49
1) Standar Input: tenaga, fasilitas, dana, organisasi, management
kebijakan dan laian-lain.
2) Standar Proses: prosedur tindakan pelayanan
3) Standar Output: penampilan kinerja, kepuasan pelanggan.
4) Menurut Donabedian bahwa standar adalah rumusan tentang
penampilan atau nilai yang diinginkan yang mampu dicapai,
berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Berdasarkan
clinical practice guideline, standar adalah tingkat pencapaian
tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas
penerimaan minimal atau disebut juga sebagai kisaran variasi yang
masih dapat diterima.
Suatu ruang perawatan didalam sebuah rumah sakit idealnya
mempunyai prosedur tetap (Protap) tindakan yang berlaku secara resmi
dan dipahami dan diterapkan oleh seluruh staf ruangan (Depkes. 2010).
Standar Asuhan Keperawatan di Indonesia, standar keperawatan
dipakai sebagai pedoman dan instrumentasi penerapan standar asuhan
keperawatan yang disusun oleh Depkes yaitu :
1) Standar I pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan berisi tentang data anamnesa,
observasi yang paripurna dan lengkap serta dikumpulkan secara
terus, menerus tentang keadaan pasien untuk menentukan asuhan
keperawatan sehingga data keperawatan harus bermanfaat bagi
semua anggota tim. Data pengkajian meliputi pengumpulan data,
pengelompokan data, dan perumusan masalah.

2) Standar II diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah respon pasien yang
dirumuskan berdasakan data status kesehatan pasien, dianalisis dan
dibandingkan dengan norma kehidupan pasien, dan komponennya
terdiri dari masalah penyebab dan gejala (PES) bersifat aktual dan
potensial dan dapat ditanggulangi perawat.

50
3) Standar III perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan komponennya meliputi prioritas masalah, tujuan
asuhan keperawatan dan rencana tindakan.
4) Standar IV intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan tindakan yang
ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
maksimal yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan dan
pemulihan kesehatan dengan mengikutsertakan keluarga.
5) Standar V evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis,
terencana untuk menilai perkembangan pasien.
6) Standar VI dokumentasi keperawatan
Dokumentasi keperawatan dilakukan secara individu oleh
perawat selama pasien dirawat inap maupun rawat jalan yang
digunakan sebagai informasi, komunikasi dan laporan.
Dokumentasi dibuat setelah tindakan dilakukan. Sesuai dengan
pelaksanaan proses keperawatan setiap mencatat harus
mencantumkan inisial atau paraf atau nama perawat, menggunakan
formulir yang baku, dan disimpan sesuai peraturan yang berlaku.
Dasar hukum standar profesi keperawatan adalah UU kesehatan
RI No. 23 pasal 53:
1) Ayat 1 berbunyi tenaga kesehatan memperoleh perlindungan dalam
melaksanakan tugas sesuai profesinya.
2) Ayat 2 berbunyi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya
berkewajiban standar profesi dan pasien
Standar keperawatan menurut Depkes RI meliputi :
1) Standar pelayanan keperawatan (SPK)
2) Standar asuhan keperawatan (SAK)
Saat ini sedang dikembangkan persamaan penggunakan bahasa
standar dalam penentuan diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA

51
(North American Nursing Diagnosa), penetapan tujuan dengan NOC
(Nursing Outcome Clasification), dan rencana intervensi dengan NIC
(Nursing Intervention Clasification). Ruang perawatan mempuyai
prosedur tetap semua tindakan perawatan dan SAK (Standar Asuhan
Keperawatan) minimal 10 kasus terbanyak penyakit yang ada di
ruangan namun belum disesuaikan dengan criteria diagnose
keperawatan NANDA, NIC-NOC terbaru.
Standar diperlukan untuk menentukan mutu, bagaimana
kegiatan-kegiatan akan dikerjakan dan untuk menilai mutu, seberapa
baik kegiatan-kegiatan dikerjakan.

2. Unsur Proses
a. Proses Manajemen Asuhan Keperawatan
1) Penerapan Standar Asuhan Keperawatan
Keperawatan sebagai salah satu bentuk pelayanan
professional merupakan bagian integral yang tidak dapat
dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
Selain itu pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor
penentu baik buruknya mutu dan citra rumah sakit, oleh karenanya
kualitas pelayanan keperawatan perlu dipertahankan dan
ditingkatkan seoptimal mungkin (Nursalam, 2014).
Ciri-ciri mutu asuhan keperawatan yang baik antara lain (1)
Memenuhi standar profesi yang ditetapkan, (2) Sumber daya untuk
pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan secara wajar, efektif,
dan efisien, (3) Aman bagi klien dan tenaga keperawatan sebagai
pemberi jasa pelayanan, (4) Memuaskan bagi klien dan tenaga
keperawatan serta, (5) Aspek sosial, ekonomi, budaya, etika dan
tata nilai masyarakat dipehatikan dan dihormati (Nursalam, 2014).
Disamping itu prasyarat untuk meningkatkan mutu asuhan
keperawatan antara lain: (1) Pimpinan yang peduli dan
mendukung, (2) Ada kesadaran bahwa mutu harus ditingkatkan

52
(standar mutu), (3) Tenaga keperawatan disiapkan melalui upaya
peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan cara
diadakan program diklat, (4) Sarana dan perlengkapan, serta
lingkungan yang mendukung, (5) Tersedia dan diterapkannya
standar asuhan keperawatan (Nursalam, 2014).
Berdasarkan hal tersebut di atas, Direktorat Jendral
Pelayanan Medis, Depkes RI bersama dengan Organisasi Profesi
Keperawatan, telah menyusun Standar Asuhan Keperawatan dan
secara resmi X Standar Asuhan Keperawatan diberlakukan untuk
diterapkan di seluruh Rumah Sakit, melalui SK Direktur Jendral
Pelayanan Medik, No.YM 00.03.2.6.7637 tahun 1993 tentang
berlakunya standar asuhan keperawatan di rumah sakit. Ini berarti
bahwa seluruh tenaga keperawatan di Rumah sakit, dalam
memberikan asuhan keperawatan, harus berpedoman kepada
standar asuhan keperawatan (Nursalam, 2014).
UU RI No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 53 ayat 2
dalam penjelasan mendefenisikan standar profesi sebagai pedoman
yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan
profesi secara baik atau secara singkat, dapat dikatakan standar
adalah pedoman kerja agar pekerjaan berhasil dan bermutu.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka standar asuhan keperawatan
berguna sebagai kriteria untuk mengukur keberhasilan dan mutu
asuhan keperawatan (Nursalam, 2014)..
Standar Asuhan Keperawatan terdiri dari 6 standar, yaitu :
a) Standar pengkajian keperawatan
b) Standar diagnosa keperawatan
c) Standar perencanaan keperawatan
d) Standar pelaksanaan keperawatan
e) Standar evaluasi keperawatan
f) Standar catatan asuhan keperawatan (Depkes RI, 2010).

53
Proses asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik
yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan
klien, keluarga dan atau masyarakat untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal (Carpenito, 1989 cit Keliat 1999).
Sistematika penyusunan standar asuhan keperawatan sebagai
berikut :
a) Standar 1 : Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari
proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari:
(1) Pengumpulan Data, kriteria :
(a) Menggunakan format yang ada
(b) Sistematis
(c) Diisi sesuai item yang tersedia
(d) Aktual
(e) Absah (valid)
(2) Pengelompokan data, kriteria :
(a) Data biologis
(b) Data psikologis
(c) Data sosial
(d) Data spiritual
(3) Perumusan kriteria masalah:
(a) Kesenjangan antara status kesehatan dengan norma
dan pola fungsi kehidupan
(b) Perumusan masalah ditunjang oleh data yang telah
dikumpulkan
b) Standar 2 : Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh
perawat profesional yang menggambarkan tanda dan gejala
yang menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien
dimana perawat yang berdasarkan pendidikan dan pengalaman
mampu menolongnya (Ali Z, 2002 cit Nurjanah, 2004).

54
Menurut Suarli Suchri dan Bachtiar Y. (2007), diagnosa
keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti,
tentang masalah klien serta pengembangan yang dapat
dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan menggambarkan masalah klien
baik aktual, resiko maupun potensial berdasarkan hasil
pengkajian data. Diagnosa keperawatan dirumuskan
berdasarkan data status kesehatan klien, dianalisis dan
dibandingkan dengan fungsi normal kehidupan klien. Kriteria
diagnosa keperawatan:
(1) Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab
kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan klien.
(2) Dibuat sesuai dengan wewenang perawat.
(3) Komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan tanda
atau gejala (PES) atau terdiri dari masalah dan penyebab
(PE).
(4) Bersifat aktual apabila masalah kesehatan klien sudah
nyata terjadi.
(5) Bersifat potensial apabila masalah kesehatan klien
kemungkinan besar akan terjadi.
(6) Dapat ditanggulangi oleh perawat.
c) Standar 3 : Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana
tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan, untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan,
yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan
klien (Suarli Suchri dan Bachtiar Y, 2007). Perencanaan
keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan.
Langkah-langkah penyusunan perencanaan keperawatan
meliputi:

55
(1) Menentukan urutan prioritas masalah, adapun
pertimbangannya berdasarkan atas :
(a) Masalah-masalah yang mengancam kehidupan
merupakan prioritas pertama
(b) Masalah-masalah yang mengancam kesehatan
seseorang adalah prioritas kedua
(c) Masalah-masalah yang mempengaruhi perilaku
merupakan prioritas ketiga
(2) Merumuskan tujuan asuhan keperawatan dengan kriteria :
(a) Spesifik
(b) Measurable, yaitu bisa diukur
(c) Achievable, yaitu bisa dicapai
(d) Realistis
(e) Time, yaitu ada batas waktu
(3) Rencana tindakan, kriteria :
(a) Disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan
(b) Melibatkan klien atau keluarga
(c) Mempertimbangkan latar belakang budaya klien atau
keluarga
(d) Menentukan alternatif tindakan yang tepat
(e) Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang
berlaku, lingkungan, sumber daya dan fasilitas yang
ada
d) Standar 4 : Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana
tindakan yang ditentukan dengan maksud agar kebutuhan klien
terpenuhi secara maksimal yang mencakup aspek peningkatan,
pencegahan, pemeliharaan serta pemulihan kesehatan dengan
mengikutsertakan klien dan keluarganya.
Kriteria implementasi keperawatan :
(1) Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan

56
(2) Menyangkut keadaan bio-psiko-sosio-spiritual klien
(3) Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan
dilakukan kepada klien atau keluarga
(4) Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
(5) Menggunakan sumber daya yang ada
(6) Menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik
(7) Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi
dan mengutamakan keselamatan klien
(8) Melaksanakan perbaikan tindakan berdasarkan respon
klien
(9) Merujuk dengan segera bila ada masalah yang
mengancam keselamatan klien
(10) Mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan
(11) Merapikan klien dan alat setiap selesai melakukan
tindakan
(12) Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada
prosedur teknis yang telah ditentukan
e) Standar 5 : Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik,
sistematis dan berencana untuk menilai perkembangan klien.
Kriteria:
(1) Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi
(2) Evaluasi hasil menggunakan indikator yang ada pada
rumusan tujuan
(3) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan
(4) Evaluasi melibatkan klien, keluarga dan tim kesehatan
(5) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
f) Standar 6 : Catatan Asuhan Keperawatan
Catatan asuhan keperawatan dilakukan secara individual.
Kriteria:
(1) Dilakukan selama klien dirawat inap dan rawat jalan

57
(2) Dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi
dan laporan
(3) Dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan
(4) Penulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan
istilah yang baku
(5) Sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan
(6) Setiap pencatatan harus mencantumkan initial/paraf/nama
perawat yang melaksanakan tindakan dan waktunya
(7) Menggunakan formulir yang baku
(8) Disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku (Depkes
RI, 2010).

2) Kepatuhan Tenaga Keperawatan Terhadap SOP Keperawatan


Dalam melakukan tindakan keperawatan yang baik harus
sesuai dan mengacu pada protap-protap atau standar yang telah
ditetapkan dengan hasil tindakan.
Prosedur tetap merupakan salah satu pedoman kerja bagi
setiap tenaga keperawatan dalam rangka mengimplementasikan
praktek keperawatan profesional.

b. Pelaksanaan Universal Precaution


Pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit untuk
menghindari terjadinya infeksi selama klien dirawat di rumah sakit.
Pelaksanaan upaya pencegahan infeksi nosokomial terdiri atas
kewaspadaan universal, tindakan invasif, tindakan non invasif,
sterilisasi dan desinfektan (Nursalam, 2014).
Universal precaution atau kewaspadaan universal adalah suatu
pedoman yang ditetapkan oleh Centre of Disease Control (CDC) tahun
1985 untuk mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang
ditularkan melalui darah di lingkungan rumah sakit maupun sarana
kesehatan lain. Adapun konsep yang dianut adalah bahwa semua darah

58
dan cairan tubuh tertentu harus dikelola sebagai sumber penyakit
lainnya yang dapat menularkan H4, HBV, dan berbagai penyakit lain
yang ditularkan melalui darah (Nursalam, 2014).

c. Pelaksanaan 6 Patient Safety


Solusi keselamatan pasien merupakan suatu system atau intervensi
yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang
berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan solusi ini
merupakan panduan yang bermanfaat membantu rumah sakit,
memperbaiki prose asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun
kematian yang dapat dicegah. Solusi live saving keselamatan pasien
rumah sakit meliputi:
1) Meningkatkan ketepatan identifikasi pasien
2) Meningkatkan komunikasi yang efektif
3) Meningkatkan kewaspadaan obat yang perlu diwaspadai
4) Kepastian tepat prosedur (Tepat pasien ECT)
5) Mengurangi resiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan
6) Mengurangi resiko jatuh

d. Proses Manajemen Pelayanan Keperawatan


Mekanisme kerja dari fungsi-fungsi manajemen dapat
digambarkan dalam skema :

59
Keinginan kebutuhan Perencanaan

Pengorganisasian

Tujuan
Pengarahan

Informasi Pengkoordinasian

Pengawasan

Gambar 2.2 Skema Mekanisme Kerja Fungsi-Fungsi


Manajemen

1) Perencanaan (Plan)
Perencanaan adalah sebuah keputusan untuk suatu
kemajuan yang berisikan apa yang akan dilakukannya serta
bagaimana, kapan dan dimana akan dilaksanakannya (Marquis,
2009). Perencanaan dimaksudkan untuk menyusun suatu
perencanaan yang strategis dalam mencapai suatu tujuan organisasi
yang telah ditetapkan.
Perencanaan dibuat untuk menentukan kebutuhan dalam
asuhan keperawatan kepada semua klien, menegakkan tujuan,
mengalokasikan anggaran belanja, memutuskan ukuran dan tipe
tenaga keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur
organisasi yang dapat dioptimalkan efektifitas staf serta
menegakkan kebijaksanaan dan prosedur operasional untuk
mencapai visi dan misi institusi yang telah ditetapkan (Nursalam,
2014).

60
Perencanaan dimaksudkan untuk menyusun suatu telah
ditetapkan. Perencanaan dibuat untuk menentukan kebutuhan
dalam asuhan keperawatan kepada semua klien, menegakkan
tujuan, mengalokasikan anggaran belanja, memutuskan ukuran dan
tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur
organisasi yang dapat mengoptimalkan efektifitas staff serta
menegakkan kebijaksanaan dan prosedur operasional untuk
mencapai visi dan misi institusi yang telah ditetapkan (Nursalam,
2014).
Unit perawatan merupakan unit terkecil dalam kegiatan
pelayanan rumah sakit. Perencanaan yang disusun mengacu kepada
kerangka utama rencana strategi rumah sakit dengan
mempertimbangan kekuatan, kelemahan, peluang yang nyata dan
ancaman eksternal yang harus diantisipasi. Kerangka perencanaan
yang matang sangat membatu dalam upaya melakukan perbaikan
atau inprovisasi apabila dalam perjalanan kegiatan usaha keluaran
yang tidak diharapkan. Dengan demikian perencanaan dapat
dikoreksi tanpa kehilangan waktu dan efisiensi (Nursalam, 2014).
Kerangka perencanaan terdiri dari :
a) Misi, berisi tujuan jangka panjang mengenai bagaimana
langkah mencapai visi
b) Filosofi, sesuatu yang bisa menguatkan motivasi
c) Tujuan, yaitu berisikan tujuan yang ingin dicapai
d) Obyektif, berisi langkah-langkah rinci bagaimana mencapai
tujuan
e) Prosedur, berisi pelaksanaan perencanaan
f) Aturan, berisi langkah-langkah antisipasi untuk hal-hal yang
menyimpang (Nursalam, 2014).
Model perencanaan meliputi:
a) Reactive planning, yaitu tidak ada perencanaan, manager
langsung melakukan tindakan begitu menemukan masalah.

61
Perubahan yang terjadi tidak pasti karena dipengaruhi oleh
masalah dan kondisi yang ada
b) Inactive planning yaitu perencanaan sudah dibuat sejalan
dengan masalah yang muncul (setelah ada bayangan atau
perencanaan dilakukan sejalan dengan perkembangan masalah)
c) Preactive planning yaitu penyusunan perencanaan dengan
mengetahui rencana kedepan pencapaian target yang sudah
pasti (sudah jelas dan tidak berubah). Ciri dari perencanaan ini
adalah tujuan yang akan dicapai jelas, terdapat pembatasan
waktu perencanaan berlangsung, terdapat indikator pencapaian
target, resiko dan ketidakpastian jelas.
d) Proactive planning yaitu pembuatan perencanaan dengan
memperhatikan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.
Masa lalu digunakan sebagai pengalaman untuk menyusun
perencanaan sekarang dan masa depan, masa sekarang sebagai
pelaksanaan perencanaan, dan masa depan merupakan
perencanaan yang disusun berdasarkan evaluasi pelaksanaan
perencanaan masa lalu dan sekarang (Nursalam, 2014).
Perencanaan berdasarkan periode meliputi:
a) Perencanaan jangka pendek (target waktu dalam minggu atau
bulan)
b) Perencanaan jangka menengah (periode dalam satu tahun)
c) Perencanaan jangka panjang (periode tahun mendatang)
(Nursalam, 2014).
Tugas kepala ruang dalam perencanaan meliputi :
a) Menyusun rencana kerja kepala unit
b) Berperan serta menyusun falsafah dan tujuan pelayanan
keperawatan di ruang yang bersangkutan
c) Menyusun rencana kebutuhan tenaga keperawatan dari segi
jumlah maupun kwalifikasi diruang rawat, koordinasi dengan
instalasi (Nursalam, 2014).

62
2) Pengorganisasian
Organisasi kepemimpinan murni merupakan jenis struktur
formal paling sederhana dan tertua. Dalam organisasi ukuran
tertentu, struktur kepemimpinan merupakan jenis yang besar
kemungkinan untuk berkembang melalui proses evolusioner
karena dengan peningkatan jumlah pekerjaan yang diselesaikan
dan jumlah pekerja yang mengerjakannya (Nursalam, 2014).
Ada kecenderungan untuk membagi pekerjaan kedalam tugas
khusus dan untuk mengatur pekerja yang terikat dalam tugas yang
sama kedalam kelompok yang jelas menurut definisi pekerja yang
logis.
Pengorganisasian melibatkan semua sumber daya yang ada
dalam suatu sistem orang, modal, dan peralatan dalam kegiatan
menuju pencapaian tujuan. Keinginan seorang perawat kepala
adalah memasukkan semua unsur manusia dan situasi kedalam
suatu sistem yang akan mengemban suatu tujuan tertentu dan
mengatur mereka sedemikian rupa sehingga banyak kelompok
dapat bekerja sama kearah pencapaian tujuan (Monica, 1998).
Pengorganisasian menentukan mengenai tenaga yang akan
melaksanakan perencanaan, pembagian tugas, wewenang,
tanggung jawab dan mekanisme pertanggung jawaban masing-
masing kegiatan (Nursalam, 2014).
Berdasarkan hal tersebut maka fungsi pengorganisasian dari
Kepala Ruang adalah (Nursalam, 2014) :
a) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
b) Merumuskan tujuan metode penugasan
c) Membuat perincian tugas ketua tim dan anggota secara jelas
d) Membuat rentang kendali kepada unit membawahi 2 ketua tim
dan ketua tim membawahi 2-3 perawat
e) Mengatur dan mengendalikan logistik unit
f) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktek

63
g) Mendelegasikan saat kepala unit tidak berada di tempat
kepada ketua tim
h) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi klien
i) Mengatur penugasan jadwal pos dan pekarya
j) Identifikasi masalah dan cara penanganan
Pengorganisasianpelaksanaan asuhan keperawatan, Hoffart
dan Woods (1996) mendefinisikan model praktek keperawatan
(MPKP) sebagai suatu sistem (struktur, proses, nilai-nilai
professional) yang memungkinkan perawat professional mengatur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk
mendukung pemberian asuhan keperawatan.
MPKP terdiri dari elemen sub sistem antara lain :
a) Nilai professional (inti MPKP)
b) Pendekatan manajemen
c) Metode pemberian asuhan keperawatan
d) Hubungan professional
e) System kompensasi dan penghargaan (Nursalam, 2014).
Dalam sistem pemberian asuhan keperawatan ada beberapa
teori mengenai metode asuhan keperawatan. Menurut Gillies
(1989) metode asuhan keperawatan terdiri dari:
a) Metode kasus (total care methode)
Metode ini merupakan metode tertua (tahun, 1880),
dimana seorang klien dirawat oleh seorang perawat selama 8
jam perawatan. Setiap perawat ditugaskan untuk melayani
seluruh kebutuhan klien saat dia dinas.
Klien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk
setiap pergantian shift dan tidak ada jaminan bahwa klien akan
dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode
penugasan kasus biasa diterapkan satu klien satu perawat dan

64
hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk
keperawatan khusus seperti di ruang rawat intensif.
Kelebihan dari metode ini adalah :
(1) Sederhana dan langsung
(2) Garis pertanggung jawaban jelas
(3) Kebutuhan klien cepat terpenuhi
(4) Memudahkan perencanaan tugas
Kekurangan dari metode ini adalah :
(1) Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab
(2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai
kemampuan dasar yang sama
(3) Tidak dapat dilakukan oleh perawat baru atau kurang
pengalaman
(4) Mahal, perawat professional termasuk melakukan tugas
non profesional

b) Metode fungsional (Functional Nursing)


Metode ini dilakukan pada kelompok besar klien.
Pelayanan keperawatan dibagi menurut tugas yang berbeda dan
dilaksanaakan oleh perawat yang berbeda dan tergantung pada
kompleksitas dari setiap tugas. Misalnya fungsi menyuntik,
membagi obat, perawatan luka. Metode ini merupakan
manajemen klasik yang menekankan pada efisiensi, pembagian
tugas yang jelas, dan pengawasan yang lebih mudah. Semua
prosedur ditentukan untuk dipakai sebagai standart. Perawat
senior menyibukkan diri dengan tugas manajerialnya
sedangkan asuhan keperawatan klien diserahkan kepada
perawat yunior.
Meskipun sistem ini efisien namun penugasan secara
fungsi tidak memberikan kepuasan kepada klien dan perawat

65
karena asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
terfragmentasi menurut tugas atau perasat yang dilakukan.
Cara kerja yang diawasi membosankan perawat karena
berorientasi pada tugas dan sistem ini baik dan berguna untuk
situasi dimana rumah sakit kekurangan tenaga perawat, namun
disisi lain asuhan ini tidak professional dan tidak berdasar
pada masalah klien (Nursalam, 2014).
Keuntungan dari metode ini adalah :
(1) Lebih sedikit membutuhkan perawat
(2) Tugas mudah dijelaskan dan diberikan
(3) Staf mudah menyesuaikan dengan tugas
(4) Tugas cepat selesai
Kekurangan dari metode ini adalah:
(1) Tidak efekttif
(2) Fragmentasi pelayanan
(3) Membosankan
(4) Komunikasi minimal
(5) Tidak holistik
(6) Tidak professional
(7) Tidak memberikan kepuasan kepada klien dan perawat
c) Metode tim (Team Nursing)
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota
yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap sekelompok klien. Ketua tim bertanggung jawab
membuat perencanaan dan evaluasi asuhan keperawatan untuk
semua klien yang ada dibawah tanggung jawab timnya.
Anggota tim melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien
sesuai perencanaan yang telah dibuat oleh ketua tim
(Nursalam, 2014).

66
Tujuan keperawatan ini adalah memberikan asuhan
keperawatan yang lebih baik dengan menggunakan sejumlah
staff yang tersedia.
Keuntungan dari metode ini adalah:
(1) Memberikan kepuasan bagi perawat dan klien
(2) Kemampuan anggota tim dikenal dan dimanfaatkan secara
optimal
(3) Komprehensif dan holistik
(4) Produktif, kerjasama, komunikasi dan moral
Kekurangan dari metode ini adalah:
(1) Tidak efektif bila pengaturan tidak baik
(2) Membutuhkan banyak kerjasama dan komunikasi
(3) Membingungkan bila komposisi tim sering diubah
(4) Banyak kegiatan keperawatan dilakukan oleh perawat non
professional
d) Metode Primer (Primary Nursing)
Metode ini merupakan suatu metode penugasan kerja
terbaik dalam suatu pelayanan dengan semua staff keperawatan
yang professional. Pada metode ini setiap perawat primer
memberikan tanggung jawab penuh secara menyeluruh
terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan
mulai dari klien masuk sampai keluar dari rumah sakit,
mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antara
pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus
antara klien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan,
mengimplementasikan, dan mengkoordinasikan asuhan
keperawatan selama klien dirawat (Nursalam, 2014).
Penanggung jawab dilaksanakan oleh perawat primer
(PP). Setiap PP merawat 4-6 klien dan bertanggung jawab
terhadap klien selama 24 jam dan dari klien masuk sampai

67
klien pulang. Terdapat kontinuitas asuhan keperawatan yang
bersifat komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam satu group PP mempunyai beberapa PA dan perawatan
dilanjutkan oleh PA (Nursalam, 2014).
Kelebihan dari model primer ini adalah model ini bersifat
continue dan komprehensif dalam melakukan proses
keperawatan kepada klien dan perawat primer mendapatkan
akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan
pengembangan diri. Keuntungan yang dirasakan adalah klien
merasa dimanusiakan kerena terpenuhinya kebutuhan secara
individu. Selain itu asuhan yang diberikan bermutu tinggi dan
tercapai pelayanan yang efektif terhadap perawatan, dukungan,
proteksi, informasi dan advokasi (Nursalam, 2014).
Kelemahan dari model ini adalah model ini hanya dapat
dilaksanakan oleh perawat yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang memadai dengan kriteria asertif, mampu
mengatur diri sendiri, kemampuan pengambilan keputusan
yang tepat, penguasaan klinik, akuntabel, mampu
berkomunikasi dan berkolaborasi dengan berbagai disiplin.
Diagram model keperawatan primer ada dalam gambar sebagai
berikut:

68
Dokter Kepala ruang Sarana RS

Perawat primer

klien

Perawat pelaksana Perawat pelaksana Perawat pelaksanaan


pagi sore
Klien malam

Gambar 2.3 Bagan Skema Diagram Model Keperawatan Primer

(1) Uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab dari PP


dan PA
Tugas PJ ruang keperawatan yang mendukung
pelaksanaan system pemberian asuhan keperawatan dengan
Metode Primer Modifikasi:
(a) Membagi staf keperawatan ke dalam tim MPM sesuai
dengan kemampuan dan beban kerja
(b) Membuat jadwal koordinasi dengan PP
(c) Membagi klien kepada grup MPM sesuai dengan
kemampuan dan beban kerja
(d) Mengikuti operan tugas perawat dari jaga malam
(e) Melakukan pertemuan pagi (meeting morning) dengan
semua staf ruangan
(f) Memfasilitasi dan memdukung kelancaran tugas PP
dan PA

69
(g) Melakukan supervise dan memberikan motivasi
seluruh staf keperawatan untuk mencapai kinerja yang
optimal
(h) Memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan
keluarga sesuaidengan kebutuhan klien.
(i) Mendelegasikan tugas kepada penanggung jawab jaga
pada jaga siang/malam/libur.
(j) Melakukan pengawasan kedisiplinan tugas staf melalui
daftar hadir yang ada di ruangan
(k) Berperan sebagai konsultan bagi PP (Nursalam, 2014).
(2) Tugas Perawat Primer
(a) Bertugas pada pagi hari
(b) Bersama PA menerima operan tugas jaga dari PA yag
tugas jaga malam.
(c) Bersama PA melakukan konfirmasi/supervise tentang
kodisi klien segera setelah selesai operan tugas jaga
setiap klien
(d) Bersama PA melakukan doa bersama sebagai awal dan
akhir tugas, dilakukan setelah selesai operan tugas jaga
malam.
(e) Melakukan pre conference dengan semua PA yang
ada dalam groupnya pada setiap awal dinas pagi
(f) Membagi klien kepada PA sesuai kemampuan dan
beban kerja.
(g) Melakukan pengkajian, menentukan masalah/diagnosa,
dan perencanaan keperawatan kepada semua klien
yang menjadi tanggung jawabnya dan ada bukti di
rekam medis keperawatan
(h) Memonitor dan membimbing tugas PA
(i) Membantu tugas PA untuk kelancaran pelaksanaan
asuhan keperawatan klien

70
(j) Mengoreksi, merevisi dan melengkapi catatan askep
yang dilakukan oleh PA yang ada di bawah
tanggungjawabnya.
(k) Melakukan evaluasi hasil kepada setiap klien sesuai
tujuan yang ada dalam perencanaan asuhan
keperawatan dan ada bukti pada rekam medis
keperawatan.
(l) Melaksanakan post conference pada setiap akhir dinas
dan menerima laporan akhir tugas jaga dari PA untuk
persiapan operan tugas jaga berikutya.
(m) Memperkenalkan PA yang akan merawat klien selama
klien dirawat kepada klien baru/keluarganya
(n) Menyelenggarakan diskusi kasus dengan dokter/tim
kesehatan lain setiap seminggu sekali
(o) Menyelenggarakan diskusi kasus dalam pertemuan
rutin tim keperawatan di ruangan minimal 11 kali
(p) Menyelenggarakan diskusi kasus sesuai prosedur
(q) Meleksanakan tugas lain sesuai uraian tugas
(r) Menggantikan tugas penanggung ruang pada pagi hari
jika penanggung jawab ruang tidak ada.
(s) Mendelegasikan tugas PA pada S/M/HL
(t) Memberikan bimbingan mahasiswa praktek yang ada
dalam groupnya dalam rangka orientasi dan
pelaksanaan praktek keperawatan
(u) Menginformasikan peraturan dan tata tertib yang
berlaku pada klien/keluarga
(v) Melakukan visite perkembangan klien serta persiapan
klien pulang
(w) Menerima konsultasi atau keluhan klien dan berusaha
mengatasinya.

71
(x) Membuat laporan tugas kepada kepala ruang setiap
akhir tugas
(y) Mengikuti pertemuan ilmiah RS (Nursalam, 2014).
(3) Tugas Perawat Anggota (PA)
(a) Melaksanakan opera tugas setiap awal dan akhir jaga
dari dan kepada PA yang ada dalam satu groupnya
(b) Melakukan konfirmasi tentang kondisi klien segera
setelah selesai operan setiap klien
(c) Melakukan doa bersama setiap awal dan akhir tugas
yang dilakukan setelah selesai serah terima operan tugas
jaga
(d) Mengikuti pre conference yang dilakukan PP setiaap
awal tugas pagi
(e) Melakukan asuhan keperawatan kepada klien yang
menjadi tanggungjawab dan ada bukti di rekam medis
keperawatan
(f) Melakukan monitoring respon klien dan ada bukti di
rekam keperawatan
(g) Melakukan konsultasi tentang msalah klien/ keluarga
kepada PP
(h) Membimbing dan melakukan pendidikan kesehatan
kepada klien yang menjadi tanggungjawabnya dan ada
bukti di rekam medis keperawatan.
(i) Menerima keluhan klien/keluarga dan berusaha
mengatasinya.
(j) Melengkapi catatan asuhan keperawatan pada semua
klien yang menjadi tanggungjawabnya.
(k) Melakukan evaluasi asuhan keperawatan setiap akhir
tugas pada semua klien yang menjadi
tanggungjawabnya dan ada bukti di rekam medis
keperawatan.

72
(l) Mngikuti post conference yang diadakan oleh PP pada
tiap akhir tugas dan melakukan kondisi/perkembangan
semua klien yang menjadi tanggungjawab pada PP.
(m) Bila PA tidak ada, wajib mengenalkan PA yang ada
dalam groupnya yang akan memberikan asuhan
keperawtan pada jaga berikutnypa pada klien dan
keluarga.
(n) Melaksanakan pendelegasian tugas PA pada S/M/L
(o) Berkoordinasi dengan penanggungjawab tugas
jaga/dokter/tim kesehatan lain bila ada masalah pada
klien pada S/M/L
(p) Mengikutidiskusi kasus dengan dokter/tim kesehatan
lain, setiap seminggu sekali
(q) Mebantu melakukan bimbingan praktek klinik
keperawatan kepada peserta didik keperwatan.
(r) Mengikuti diskusi kasus dalam pertemuan rutin
keperawatan di ruangan
(s) Melaksanakan tugas lain sesuai uraian tugas PA
(Nursalam, 2014).
3) Actuating atau menggerakkan
Fungsi manajemen merupakan fungsi pengarahan semua
kegiatan yang telah dituangkan dalam fungsi pengorganisasian
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah dirumuskan dalam
fungsi perencanaan. Pengarahan adalah membuat atau
mendapatkan staff melakukan apa yang diinginkan dan harus
mereka lakukan. Pengarahan melibatkan kualiatas, gaya,
kekuasaan pemimpin, (komuunikasi, motivasi dan disiplin)
(Nursalam, 2014).
Menurut Swanburk (2000) pengarahan adalah elemen
tindakan dari manajemen keperawatan, proses interpersonal
dengan petugas keperawatan. Pengarahan sering disebut sebagai

73
fungsi memimpin dari managemen keperawatan. Ini meliputi
proses pendelegasian, pengawasan, koordinasi dan pengendalian
implementasi rencana organisasi.
Menurut Douglas (1984) actuating adalah pengeluaran
penugasan, pesanan dan instruksi yang memungkinkan pekerja
memahami apa yang diharapkan darinya dan pedoman serta
pandangan pekerja sehingga ia dapat berperan secara efektif dan
efisien untuk mencapai obyektif organisasi.
Koesoema (1994) menjelaskan beberapa cara manager
merangsang bawahanya agar pelaksanakan kegiatan meningkat
dalam rangka mencapai tujuan organisasi:
a) Motivasi
Motivasi merupakan proses dengan apa seorang manager
merangsang bawahnya untuk bekerja dalam rangka mencapai
sasaran organisasi. Teori model motivasi yang perlu diterapkan
dalam rangka mencapai sasaran organisasi adalah:
(1) Model tradisional: menaikkan sistem upah untuk
memotivasi para karyawan
(2) Model hubungan antar manusia: kontak sosial yang
dialami karyawan baik di dalam kerja maupun di luar jam
kerja.
b) Kemampuan individu
Untuk menunjukkan organisasi, disamping juga penting
untuk menelaah kemampuan individu. Bila sudah menjadi
karyawan tentu tugas manajer meng-upgrade, mengadakan
training, kursus dan sebagainya secara berkelanjutan untuk
memajukan pengetahuannya.
4) Controlling atau Pengawasan
Pengawasan adalah membandingkan hasil kinerja dengan
standar dan mengambil tindakan korektif bila kinerja yang didapat
tidak sesuai dengan standar (Nursalam, 2014). Pengawasan melalui

74
komunikasi mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua
tim maupun pelaksanan mengenai asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien:
Fungsi pengawasan mencakup 4 unsur yaitu (Nursalam, 2014):
a) Penetapan standar pelaksanaan.
b) Penentuan ukuran-ukuran pelaksanaan.
c) Pengukuran pelaksanaan nyata dibandingkan dengan standar
yang ditetapkan.
d) Pengambilan tindakan koreksi.
Pelaksanaan pengawasan/supervisi antara lain yaitu (Nursalam,
2014):
a) Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri
atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki
atau mengawasi kelemahan yang ada saat itu juga.
b) Pengawasan tidak langsung dengan mengecek daftar hadir
perawat yang ada, membaca dan memeriksa rencana
keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah
proses keperawatan dilaksanakan, mendengar laporan dari PP
mengenai pelaksanaan tugas.
c) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan
rencana perawatan yang telah disusun bersama PP.
d) Mengaudit.
Menurut buku pedoman uraian tugas tenaga keperawatan di
RS, tugas kepala unit sebagai kontroling /pengawasan,
pengendalian dan penilaian meliputi :
a) Mengendalikan dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
yang telah ditentukan.
b) Mengawasi dan menilai siswa /mahasiswa keperawatan untuk
memperoleh pengalaman belajar sesuai tujuan program
bimbingan yang telah di tentukan.

75
c) Melakukan penilaian kinerja tenaga keperawatan yang berada
dibawah tanggungjawabnya
d) Mengawasi, mengendalikan, dan menilai pendayagunaan
tenaga keperawatan, pralatan dan obat-obatan
e) Mengawasi dan menilai mutu asuhan keperawatan sesuai
standart yang berlaku secara mandiri atau koordinasi dengan
tim pendalian mutu asuhan keperawatan
Untuk keperluan evaluasi hasil kerja diperlukan dahulu
persiapan antara lain (Nursalam, 2014):
a) Standart operating prosedur.
b) Standar therapy and diagnosis.
Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan fungsi
terakhir dan proses managemen dan ada 3 macam, yaitu
(Nursalam, 2014):
a) Pengendalian pendahuluan yaitu pengendalian dipusatkan
pada permasalahan pencegahan timbulnya penyimpangan-
penyimpangan dari bawahan terhadap kinerja pemberi
pelayanan keperawatan, baik dari sumber daya SDM, bahan,
alat maupun dana.
b) Concurent control, pengendalian berlangsung saat pekerjaan
berlangsung guna memastikan sasaran tercapai.
c) Feedback control, pengendalian untuk mengontrol terhadap
hasil dari pekerjaan yang telah diselesaikan, bila ada
penyimpangan merupakan pelajaran untuk aktivitas yang sama
dimasa yang akan datang.

e. Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan
dengan seni dan penyembuhan dapat diartikan bahwa terapeutik adalah
sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan..

76
Tujuan hubungan terapeutik adalah kesadaran diri, penerimaan
diri, dan meningkatnya kehormatan diri, identitas pribadi yang jelas
dan meningkatnya integritas pribadi, kemampuan untuk membentuk
suatu keintiman, saling ketergantungan hubungan interpersonal,
dengan kapasitas member dan menerima cinta, serta mendorong fungsi
dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang memuaskan
dan mencapai tujuan pribadi yang realistik.
Empat fase dari proses hubungan terapeutik (Nursalam, 2014):
1) Fase preinteraksi
(a) Mengumpulkan data tentang klien
(b) Menyiapkan alat
(c) Mencuci tangan
2) Fase introductory/orientasi
(a) Memberikan salam dan tersenyum pada klien
(b) Melakukan validasi
(c) Memperkenalkan nama perawat
(d) Menanyakan nama panggilan kesukaan klien
(e) Menjelaskan tanggungjawab perawat dan klien
(f) Menjelaskan peran perawat dan klien
(g) Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
(h) Menjelaskan tujuan
(i) Menjelaskan waktu
(j) Menjelaskan kerahasiaan
3) Fase kerja
(a) Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya
(b) Menanyakan keluhan utama
(c) Memulai kegiatan dengan cara yang baik
(d) Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana
(e) Mencuci tangan

77
4) Fase terminasi
(a) Menyimpulkan hasil wawancara : evaluasi proses dan hasil
(b) Memberikan reinforcement positif
(c) Melakukan kontrak (waktu, tempat, topik)
(d) Mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

f. Proses Manajemen Bimbingan Praktek Klinik Keperawatan


(PKK)
Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat
professional melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan
tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau
sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya
(Nursalam, 2014).
Bimbingan klinik adalah segala bentuk tindakan edukatif yang
dilaksanakan oleh pembimbing klinik untuk memberikan pengetahuan
nyata secara optimal dan membantu peserta didik agar mencapai
kompetensi yang diharapkan (Nursalam, 2014).
Praktek klinik adalah suatu bentuk pengalaman belajar yang
dilaksanakan dalam tatanan pelayanan kesehatan secara nyata dimana
peserta didik dihadapkan langsung dengan klien dan situasi yang
nyata. Peserta didik berkesempatan dalam melatih diri melaksanakan
asuhan keperawatan professional (Nursalam, 2014).
ICN mendefinisikan praktek keperawatan sebagai cara untuk
membantu indifidu atau kelompok mempertahankan atau mencapai
kesehatan yang optimal sepanjang proses kehidupan yang mengkaji
status kesehatan klien, menetapkan diagnosa keperawatan, rencana,
tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan dan mengevaluasi respon
klien terhadap intervensi yang diberikan (Nursalam,2014).
Tujuan dari bimbingan klinik adalah membantu peserta didik
menyesuaikan diri ddengan lingkunga praktek, memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mendapatkan pengalaman kerja

78
professional, membntu peserta didik mengatasi masalah yang dihadapi
di lahan praktek, dan membantu peserta didik mencapai tujuan praktek
klinik (Nursalam, 2014).
Dalam usaha meningkatkan ketrampilan mahasiswa perawat
yang melaksanakan praktek klinik, mahasiswa harus mendapatkan
bimbingan dari pembimbing PKK yang telah ditunjuk. Untuk
memberikan proses bimbingan yang baik kepada mahasiswa maka
harus memenuhi standar pelaksanaan yang telah dibuat. Pembimbing
klinik ditetapkan melalui SK pembimbing klinik yang dikeluarkan oleh
rumah sakit, yang mempunyai beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi antara lain persyaratan professional, persyaratan pribadi dan
persyaratan sosial.
1) Perencanaan
(a) Pengirimankerangka acuanbidang pendidikan dan pelatihan
minimal 1 minggu sebelum pelaksanaan PKK telah mengirim
kerangka acuan lengkap ke unit perawatan yang akan dipakai
sebagai lahan praktek.
(b) Penentuan lokasi praktek diajukan oleh pihak akademik sesuai
dengan kompetensi yang dikoordinasikan dengan bidang
diklat.
(c) Bidang perawatan atau penanggungjawab bimbingan PKK
menyerahkan kerangka acuan bimbingan PKK, menetapkan
lokasi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
(d) Apabila unit PKK yang dituju tidak memungkinkan untuk
praktek maka secara teknis bidang perawatan melakukan
koordinasi dengan institusi pendidikan dan menetukan
kembali lokasi PKK yang memungkinkan.
(e) Penerimaan dan orientasi mahasiswa diberikan dengan
melakukan kunjungan keliling RS, orientasi khusus unit
perawatan dan orientasi tugas, penyiapan bimbingan PKK
serta penjelasan PKK.

79
(f) Penyiapan pembimbing praktek dilakukan oleh bidang
keperawatan dan penanggungjawab pembimbing PKK.
(g) Mahasiswa memperoleh penjelasan pelaksanaan PKK
(Nursalam, 2014).
2) Organizing
a) Penerimaan
Peserta didik diserahkan oleh direktur atau pembimbing
pendidikan kepada direktur RSJD Dr. RM. Soedjarwadi
Provinsi Jawa Tengah atau pejabat yang ditunjuk.
b) Orientasi
(1) Umum
(2) Khusus
Orientasi ruang perawatan, orentasi klien, menitipkan
pembimbing klinik, penjelasan pelaksana PKK. Untuk
penjelasan pelaksanaan PKK, bimbingan dilakukan oleh
pembimbing klinik. Pembimbing klinik adalah seorang tenaga
perawat yang professional yang diberi wewenang dan
tanggung jawab membimbing secara langsung peserta didik
(Nursalam, 2014).

Dalam proses bimbingan pembimbing klinik berperan dalam:


a) Melakukan kerjasama dengan pembimbing akademik dalam
rangka kelancaran pelaksanaan bimbingan PKK sesuai dengan
metode yang telah ditentukan
b) Mengikuti kegiatan sesuai dengan yang telah ditentukan
c) Mempersiapkan kelengkapan bahan peralatan dan klien yang
akan dijadikan sumber pengalaman kerja
d) Mengikutkan peserta didik dalam kerja keperawatan
e) Memotivasi minat dan semangat belajar untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik

80
f) Memfasilitasi peserta didik saat memberikan asuhan
keperawatan kepada klien
g) Mengetahui klien kelolaan peserta didik
h) Memantau pelaksanaan praktek yang meliputi kemampuan,
ketaatan serta memberikan teguran bila terjadi pelanggaran
i) Mengarahkan dan membimbing peserta didik dalam rangka
pencapaian target kompetensi yang diharapkan.
j) Mengesahkan pencapaian target kompetensi peserta didik
(Nursalam, 2014).
3) Actuating
Pengarahan dilakukan dengan metode bimbingan yang dilakukan,
antara lain:
a) Pre-post conference
Dilakukan oleh peserta didik, pembimbing klinik dan
pembimbing akademik.
b) Ronde keperawatan
Ronde keperawatan adalah suatu metodepembelajaran klinik
keperawatan yang memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk mentrasnsfer dan mempraktekkan pengetahuan yang
didapat di kelas dan dilab dengan kunjungan secara langsung
kepada klien.
c) Bed side teaching
Bed side teaching adalah bentuk pembimbingan yang
dilakukan oleh pembimbing klinik di samping klien.
d) Monitoring kehadiran dan kompetensi peserta didik
e) Bimbingan pelaksanaan tindakan perawatan
f) Diskusi dan laporan individu (Nursalam, 2014).
4) Controling
Controlling terhadap mahasiswa praktek dilakukan melalui:
a) Tata tertib
b) Observasi

81
c) Reward dan punishment
d) Langsung dari pembimbing PKK dan pembimbing akademik
(Nursalam, 2014).
3. Unsur Output
a. Efiensi Ruang Rawat Inap
Efisiensi pengelolaan rumah sakit secara garis besar dapat
diihat dari dua segi, yaitu segi medis: meninjau efisiensi dari sudut
mutu pelayanan medis, dan dari segi ekonomi: meninjau efisiensi dari
sudut pendayagunaan sarana yang ada (Nursalam, 2014).
Efisiensi pelayanan meliputi 4 indikator mutu pelayanan
kesehatan yang meliputi (BOR, LOS, TOI, BTO)
1) BOR (Bed Occupancy Rate), merupakan indikator untuk menilai
seberapa efektifitas pemakaian tempat tidur yang ada di suatu
ruangan atau rumah sakit dalam jangka waktu tertentu. Standart
Depkes dalam satu tahun adalah sekitar (60-85%).

BOR = Jumlah hari perawatan X 100 %


Jumlah TT x hari perawatan

2) LOS (Length Of Stay), adalah efesiensi yang menunjukkan lama


waktu pasien tinggal. Semakin pendek Length Of Stay pasien
semakin baik, menurut standar yang baik adalah sekitar 6-9 hari.
LOS = Lama Hari Perawatan
Jumlah pasien keluar hidup atau mati
[

3) TOI (Turn Over Internal), merupakan indikator mutu pelayanan


keperawatan yang menunjukkan rata-rata tempat tidur kosong atau
waktu antara tempat tidur ditinggalkan pasien sampai diisi
kembali. Standar Depkes adalah 1-3 hari.

TOI = Jumlah hari rawat


Jumlah tempat tidur

82
4) BTO (Bed Turn Over), merupakan indicator yang menunjukkan
pemakaian tempat tidur di suatu rumah sakit dalam satu satuan
waktu. Standar Depkes BTO adalah 5-45 kali. Semakin banyak
BTO di suatu rumah sakit akan lebih baik.

BTO = Jumlah pasien keluar (H+M)


Jumlah tempat tidur

b. Mutu asuhan keperawatan


Asuhan keperawatan profesional merupakan dasar bagi
terselenggaranya pelayanan prima. Asuhan keperawatan tersebut
diberikan oleh tenaga keperawatan yang memiliki kewenangan dan
kompetensi yang telah ditetapkan oleh profesi. Ciri mutu asuhan
keperawatan menurut Depkes RI tahun 1998 adalah:
1) Memenuhi standar profesi
2) Sumber daya dimanfaatkan secara wajar, efisien dan efektif
3) Aman bagi pasien dan tenaga keperawatan
4) Memuaskan pasien dan tenaga keperawatan
5) Aspek sosial, ekonomi, budaya, etika dan tata nilai masyarakat
diperhatikan dan dihormati.
Oleh karena hal tersebut pemberian asuhan keperawatan yang
professional dan sesuai standar diharapkan mampu menjawab
kompetisi di era global, sehingga pasien dapat mendapatkan kepuasan
dalam pelayanan keperawatan (Nursalam, 2014).
Mutu asuhan keperawatan yang prima akan terwujud apabila
(Nursalam, 2014):
1) Asuhan keperawatan diberikan berdasarkan standar dan kode etik
profesi keperawatan.
2) Dilakukan evaluasi secara periodik dan terus menerus.
3) Ada upaya tindak lanjut untuk perbaikan.
4) Didukung pimpinan dan organisasi yang kuat.
5) Komitmen yang tinggi dari seluruh staf keperawatan.

83
Standar penilaian yang digunakan untuk menilai mutu asuhan
keperawatan adalah dengan menggunakan instrumen A, B dan C.
Adapun rentang nilai untuk instrumen ABC adalah:
1) Kriteria baik atau sangat puas (75-100%)
2) Kriteria cukup atau puas (65-74%)
3) Kriteria kurang atau tidak puas (0-64%) (Nursalam, 2014).
Adapun instrumen A, B, C meliputi:
1) Instrument A
Dokumentasi keperawatan adalah system pencatatan kegiatan
sekaligus pelaporan semua kegiatan asuhan keperawatan sehingga
terwujud data yang lengkap, nyata dan tercatat bukan hanya tingkat
kesakitan dari pasien, tetapi juga jenis, kualitas dan kuantitas
pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan pasien
(Nursalam, 2014).
Dokumentasi keperawatan suatu yang mutlak harus ada untuk
perkembangan keperawatan, khususnya proses profesionalisasi
keperawatan serta upaya untuk membina dan mempertahankan
akontabilitas perawat dan keperawatan. Dalam membuat
dokumentasi harus memperhatikan aspek-aspek:
a) Keakuratan data
b) Breavity (ringkas)
c) Legibility
Komponen dokumentasi keperawatan menurut Nursalam (2014):
a) Pengkajian
Asuhan keperawatan paripurna memerlukan data yang
lengkap dan dikumpulkan secara terus-menerus tentang
keadaan pasien untuk menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan. Data harus bermanfaat bagi semua anggota tim
kesehatan. Komponen pengkajian meliputi pengumpulan data,
pengorganisasian data. Pengumpulan data dari hasil
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan penunjang.

84
b) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menggambarkan masalah pasien
baik aktual maupun potensial berdasarkan hasil pengkajian
data. Diagnosa dirumuskan berdasarkan data status kesehatan
pasien, dianalisa, dibandingkan dengan fungsi normal
kehidupan pasien.
Kriteria diagnosa dihubungkan dengan penyebab
kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien, dibuat sesuai
dengan wewenang perawat, dengan komponen yang terdiri
atas masalah, penyebab dan tanda gejala (PES) atau terdiri dari
masalah dan penyebab (PE) yang bersifat actual. Apabila
masalah kesehatan sudah nyata terjadi dan bersifat potensial
kemungkinan besar akan terjadi dan dapat ditangani oleh
perawat.
c) Rencana keperawatan
Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan. Komponen rencana keperawatan meliputi
penentuan prioritas, tujuan, kemungkinan pemecahan, metode
pendekatan pemecahan masalah. Prioritas masalah ditentukan
dengan memberi prioritas utama masalah yang mengancam
kehidupan dan prioritas selanjutnya adalah masalah yang
mengancam kesehatan pasien. Prioritas ketiga adalah masalah
yang mempengaruhi perilaku.
d) Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana tindakan yang
ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi
yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan,
pemeliharaan, serta pemulihan kesehatan dengan
mengikutsertakan pasien dan keluarga, tindakan keperawatan,
dan aktivitas keperawatan.

85
e) Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk memeriksa kembali hasil
pengkajian awal dan intervensi awal untuk mengidentifikasi
masalah dan rencana asuhan keperawatan pasien termasuk
strategi keperawatan masalah pasien.
f) Catatan asuhan keperawatan
Pencatatan merupakan data tertulis tentang kesehatan
pasien dan perkembangan pasien selama dalam pemberian
asuhan keperawatan. Syarat penilaian observasi studi
dokumentasi menurut Depkes (1997) pada status pasien yang
dirawat minimal 3 hari atau dari status pasien yang sudah
pulang.
2) Instrumen B
Instrument B mengevaluasi tentang persepsi pasien terhadap
mutu asuhan keperawatan dengan cara menyebarkan angket
kepada pasien yang sudah mau pulang. Pada saat angket di
bagikan, pasien telah di berikan penjelasan, apabila ada tindakan
yang tidak sesuai dengan keadaan pasien supaya diisikan di kolom
keterangan.
Kajian Teori Asuhan keperawatan adalah rangkaian kegiatan
pada praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada
pasien diberbagai tatanan pelayanan kesehatan (Zaidin Ali, 2001).
Mutu asuhan keperawatan dapat dilihat dari persepsi pasien
tentang mutu asuhan keperawatan yang diberikan. Dan untuk
mengevaluasi hal ini juga perlu suatu instrumen yang baku
menggunakan format standar asuhan keperawatan yang telah
ditetapkan oleh rumah sakit. Mutu pelayanan keperawatan yang
merupakan hasil kegiatan asuhan keperawatan adalah terjaminnya
penerapan standar asuhan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat berdasarkan pendekatan proses keperawatan yang meliputi

86
pengkajian data, penyusunan diagnosa, melakukan perencanaan,
tindakan dan evaluasi.
Menurut Azwar, mutu pelayanan adalah tingkat
kesempurnaan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan pasien
sesuai tingkat kepuasan rata-rata serta penyelenggaraan sesuai
dengan standar dan kode etik profesi yang ditetapkan. Menurut
Pasuraman, pengukuran mutu dapat dilakukan dengan
membandingkan persepsi antara pelayanan yang diharapkan
(Experted Services) dengan pelayanan yang di terima dan
dirasakan (Perceived Services).
Mutu Pelayanan menurut American Society Quality Control
merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa
pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk
memberikan kebutuhan dan kepuasan (Wijono, 2000).
Lima dimensi yang menentukan mutu pelayanan yang
dikaitkan dengan kepuasan pasien adalah Pasuraman:
a) Tangibles (bukti nyata), meliputi fasilitas fisik, peralatan yang
digunakan dan penampilan karyawan
b) Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan
c) Responsiviness (daya tanggap), yaitu kesediaan petugas dalam
memberikan pelayanan dengan tanggap
d) Assurance (jaminan), mencakup kemampuan, kesopanan, sifat
yang dipercaya dari petugas, bebas dari bahaya, resiko dan
keragu-raguan
e) Emphaty (empati), yaitu penyediaan perhatian dan kepedulian
orang per orang kepada pelanggan
Aspek mutu pelayanan di dalam rumah sakit dapat dilihat
dari segi aspek yang berpengaruh. Aspek berarti termasuk hal-hal
yang secara langsung atau tidak berpengaruh terhadap penilaian.
Keempat aspek itu adalah seperti berikut:

87
a) Sumber Daya Dimensi Mutu Pelayanan
Dimensi mutu pelayanan untuk mengukur sejauhmana
sutu pelayanan kesehatan telah mencapai standar program dan
standar pelayanan kesehatan.
b) Kompetisi Teknis
Kompetisi teknis terkait dengan ketrampilan, kemampuan
dan penampilan petugas, manajer, dan staff pendukung.
Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara
petugas mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan
dalam hal dapat dipertanggungjawabkan atau diandalkan
(dependability), ketepatan (accurancy), ketahanan uji
(reliability), dan konsistensi (concitency)
c) Akses terhadap pelayanan
Hal ini berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang
oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, budaya, organisasi,
atau hambatan bahasa. Akses geografis dapat diukur dengan
jelas transportasi, jarak, waktu perjalanan, dan hambatan fisik
lain yang dapat menghalangi seseorang untuk memperoleh
pelayanan kesehatan.Akses ekonomi berkaitan dengan sejauh
mana pelayanan diatur untuk kenyamanan pasien, jam kerja
klinik, waktu tunggu.
d) Efektivitas
Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas
yang menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk
klinis sesuai dengan standar yang ada.
e) Hubungan antar manusia
Hubungan antar manusia berkaitan dengan interaksi antara
petugas kesehatan dengan pasien, manajer, petugas, dan antara
tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antara manusia
yang baik akan menanamkan kepercayaan dan kredibilitas

88
dengan cara menghargai, menjaga rahasia, menghormati,
responsive, memberi perhatian.
f) Efisiensi
Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang
optimal dari pada memaksimalkan pelayanan kepada pasien
dan masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan yang
terbaik dengan yang dimiliki.
g) Kelangsungan pelayanan
Kelangsungan pelayanan berarti klien akan menerima
pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk rujukan)
tanpa interupsi.
h) Keamanan
Keamanan selama perawatan sangat diperlukan oleh klien
karena rumah sakit termasuk area public yang bias dimasuki
oleh siapa saja.
i) Kenyamanan
Kenyamanan mempengaruhi kepuasan pasien dan
bersedianya kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh
pelayanan berikutnya.
3) Instrumen C
Instrumen C yaitu evaluasi tentang pedoman observasi
tindakan keperawatan. Seluruh kegiatan yang dilakukan di ruangan
dinilai dengan menggunakan standar nilai sesuai dengan standar
protap yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit (Nursalam, 2014).
a) Hasil Evaluasi Manajemen Bimbingan Klinik Lapangan
Praktek Klinik Keperawatan (PKK) merupakan proses
transformasi dari mahasiswa yang akan menjadi seorang
perawat profesional. Pada fase ini mahasiswa mendapat
kesempatan beradaptasi pada perannya sebagai perawat
professional dalam masyarakat keperawatan dan lingkungan
pelayanan atau asuhan keperawatan (Nursalam, 2014).

89
Mendidik mahasiswa keperawatan diharapkan
memungkinkan pendidik memilih dan menetapkan cara
mendidik yang sesuai dengan objektif (tujuan), dan
karakteristik individual peserta didik berdasarkan kerangka
konsep pembelajaran (Nursalam, 2014).
Jenis metode pengajaran klinik antara lain eksperensial,
konferensi, bedside teaching, observasi dan ronde
keperawatan, proses insiden. Dengan metode tersebut
memungkinkan identifikasi masalah, penentuan tindakan yang
akan diambil implementasi pengetahuan kedalam masalah
klinik dan diskusi untuk menggali proses berpikir dalam
menanggapi situasi (Nursalam, 2014).
Tugas pembimbing praktek klinik keperawatan meliputi:
(1) Mengorientasikan mahasiswa di unit menyangkut :
karakteristik unit, klien, protap, alat dll.
(2) Memonitor pelaksanaan dinas mahasiswa
(3) Menyerahkan dan membimbing siswa atau mahasiswa
dalam rangka pencapaian kompetensi yang di harapkan
(4) Memotivasi minat dan semangat belajar untuk
peningkatan kemampuan siswa dan mahasiswa
(5) Berusaha mengatasi masalah yang ditemukan dan
mengadakan hubungan serta pelaporan kepada pihak yang
terkait
(6) Mengevaluasi bimbingan praktek yang meliputi
pengetahuan, sikap dan keterampilan
(7) Menyampaikan masalah yang berhubungan dengan
praktek siswa atau mahasiswa dengan kesatuan kerja yang
terkait
(8) Mengikuti rapat yang diikuti satuan kerja yang terkait
yang ada di rumah sakit dan institusi pendidikan yang
berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan praktek

90
(9) Memeriksa, mengoreksi dan memberikan umpan balik
asuhan keperawatan yang telah dibuat pada evaluasi
keterampilan
(10) Membimbing mahasiswa dengan tindakan keperawatan
untuk memenuhi kebutuhan klien (Nursalam, 2014).
Evaluasi bimbingan terhadap peserta didik, dilakukan
selama peserta didik menjalani PKK, meliputi:
(1) Partisipasi dalam pre dan post conference
(2) Kegiatan harian oleh pembimbing pendidikan dan
pembimbing kliinik rumah sakit
(3) Laporan asuhan keperawatan oleh pembimbing pendidikan
(4) Seminar oleh pembimbing pendidikan
(5) Makalah atau jurnal oleh pembimbing pendidikan
(Nursalam, 2014).
b) Kepuasan Kerja Karyawan
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan
dibandingkan dengan harapan (Sutono, 2001). Kepuasan
dipengaruhi oleh sumber daya pendidikan, pengetahuan, sikap,
gaya hidup, demografi, budaya, sosial ekonomi, keluarga dan
situasi yang dihadapi. Pada survey di Texas (Wandel et al,
1981), bahwa sebab utama ketidakpuasan adalah gaji yang
tidak setimpal, pekerjaan menulis yang terlalu banyak,
penunjang administrasi yang kurang dan kurangnya
pendidikan yang menunjang karir, hubungan yang buruk
dengan profesi lain, sulit mendapatkan jam dinas yang teratur,
akhirnya beberapa perawat meninggalkan rumah sakit dan
berhenti bekerja.
Wesley dan Yukl (1977), juga mengatakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dari kondisi
sebenarnya adalah:

91
(1) Kompensasi
Sikap pekerja terhadap pembayaran yang diterimanya
setelah dia membandingkannya dengan rekan lain baik di
dalam maupun di luar organisasi tempat kerja.
(2) Supervisi
Tanggapan bawahan terhadap perilaku atasan di waktu
memberikan bimbingan.
(3) Pekerjaan itu sendiri
Signifikasi pekerjaan, umpan balik dari pekerjaan itu
sendiri (informasi langsung dan jelas diperoleh dari pekerja
atas efektifitas dan hasil kerjanya)
(4) Rekan sekerja
Perilakurekan sekerja terhadap individu pekerja lain.
(5) Keamanan kerja
Kepuasan pekerja dalam menduduki pekerjaannya selama
kerja, termasuk imbalan gaji, pinjaman, hari libur, fasilitas
kesehatan, pensiunan di hari depannya.
(6) Kesempatan pengembangan diri
Kesempatan untuk maju atau berprestasi dalam jenjang
karir. Menurut Djojodibroto (1977) untuk memperoleh
pelayanan asuhan keperawatan yang baik diperlukan staf
yang mempunyai dedikasi tinggi dan komitmen terhadap
tugas-tugas yang diberikan.

Disamping komitmen yang ada pada staf, diperlukan juga


kepuasan kerja yang akan mendorong staf melaksanakan
komitmennya itu secara baik. Kepuasan kerja karyawan dapat
mempengaruhi hasil mutu asuhan keperawatan yang diberikan.

92
Pekerjaan yang baik tentu harus mendapat imbalan yang
baik pula. Sistem penggajian pegawai RS haruslah :
(1) Memenuhi ketentuan upah minimum
(2) Sesuai dengan kemampuan anggaran RS
(3) Adil, merupakan pengakuan bahwa ada hubungan antara
imbalan jasa dengan pekerjaan yang dilakukan dan juga
dengan prestasi kerja untuk itu harus ada gaji dasar.
(4) Mampu mempertahankan tenaga yang baik
(5) Mampu menarik tenaga yang baik dari luar
(6) Sumber daya manusia/tenaga kerja (Nursalam, 2014).

Unsur terpenting dalam institusi RS, mutu pengelolaan


dan pelayanan RS dapat dipastikan akan rendah apabila mutu
tenaga kerja rendah. Cara meningkatkan mutu tenaga kerja
dapat ditempuh dengan cara:
(1) Penempatan tenaga yang sesuai
(2) Pemberian penghargaan yang wajar berdasar prestasi kerja
(3) Hubungan kerja yang manusiawi
(4) Adanya usaha untuk peningkatan mutu SDM
(5) Kejelasan siapa atasan fungsional dan siapa atasan
structural (Nursalam, 2014).
c) Kinerja Klinis Perawat
Kinerja Klinis Perawat dapat dilihat dari kejadian infeksi
nosokomial, jumlah pasien dekubitus, infeksi jarum infus, dan
kejadian pasien jatuh. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang
diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit atau infeksi
yang didapat selama perawatan di rumah sakit tanpa adanya
tanda-tanda infeksi sebelumnya, dan minimal terjadi selama 48
jam sesudah masuknya kuman (Nursalam, 2014).
Waktu mulai dirawat tidak ditemukan tanda-tanda infeksi
dan tidak sedang masa inkubasi infeksi tersebut. Infeksi terjadi

93
setelah pasien dengan masa perawatan lebih lama dari mas
inkubasinya (Nursalam, 2014).
Infeksi nosokomial ini dapat menyebar melalui beberapa
jalur, yaitu: jalur kontak, jalur droplet, dan jalur debu. Jalur
kontak dibagi 2 yaitu jalur kontak langsung dan jalur kontak
tidak langsung. Kontak langsung adalah adanya kontak fisik
langsung antara pusat infeksi dengan pusat penjamu.
Sedangkan kontak tidak langsung antar jalur penyebaran yang
paling sering, misalnya melalui tangan perawat, alat medis
atau darah (Depkes RI, 2010).
d) Pelaksanaan 6 patient safety
Solusi keselamatan pasien merupakan suatu system atau
intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi
cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan.
Sembilan solusi ini merupakan panduan yang bermanfaat
membantu rumah sakit, memperbaiki prose asuhan pasien,
guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat
dicegah. Solusi live saving keselamatan pasien rumah sakit
meliputi:
7) Meningkatkan ketepatan identifikasi pasien
8) Meningkatkan komunikasi yang efektif
9) Meningkatkan kewaspadaan obat yang perlu diwaspadai
10) Kepastian tepat prosedur (Tepat pasien ECT)
11) Mengurangi resiko infeksi terkait dengan pelayanan
kesehatan
12) Mengurangi resiko jatuh

e) Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan
perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan

94
Perry (2005) komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu
intrapersonal, interpersonal dan publik. Komunikasi
interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian
masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan
pertumbuhan personal.
Dalam proses komunikasi melibatkan suatu lingkungan
internal dan eksternal dimanapun komunikasi itu terjadi.
Lingkungan internal meliputi: nilai-nilai, kepercayaan,
temperamen, dan tingkat stress pengirim pesan maupun
penerima pesan, sedangkan faktor eksternal meliputi: keadaan
cuaca, suhu, faktor kekuasaan, dan waktu. Kedua belah pihak
(pengirim dan penerima pesan) harus peka terhadap faktor
internal dan eksternal, seperti persepsi dari komunikasi yang
ditentukan oleh lingkungan eksternal yang ada (Potter dan
Perry, 2005).
Berikut ini merupakan gambaran bagaimana proses
komunikasi dipengaruhi oleh kedua faktor di atas:
Faktor Internal
KOMUNIKATOR
Faktor Eksternal

Tertulis

Verbal PESAN

Non-verbal

Faktor Internal
KOMUNIKAN

Faktor Eksternal

Gambar 2.4 Diagram Proses Komunikasi

95
Komponen dalam komunikasi dijelaskan oleh Potter & Perry
cit Intansari Nurjanah (2005), yaitu sebagai berikut:
(1) Komunikator
Penyampai informasi atau sumber informasi.
(2) Komunikan
Penerimas informasi atau memberi respon terhadap
stimulus yang disampaikan oleh komunikator.
(3) Pesan
Gagasan atau pendapat, fakta, informasi, atau stimulus
yang disampaikan.
(4) Media komunikasi
Saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.
(5) Kegiatan “encoding”
Yaitu perumusan pesan oleh komunikator sebelum
disampaikan kepada komunikan.
(6) Kegiatan “decoding”
Penafsiran pesan oleh komunikan pada saat menerima
pesan.

Berikut ini gambar tentang komunikasi yang akan terjadi


pada setiap individu pengirim dan penerima pesan.

Gambar 2.5 Proses Komunikasi

96
g. Komunikasi Terapeutik
1) Pengertian
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi
terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang
perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu
memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh
karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan
kepuasan pasien dapat dipenuhi Mundakir (2006).
Mundakir (2008) menyatakan komunikasi terapeutik adalah
suatu pengalaman bersama antara perawat-klien yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah klien. Maksud komunikasi adalah
mempengaruhi perilaku orang lain.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna
terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk
membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.
2) Tujuan
Mundakir (2006) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik
dilaksanakan dengan tujuan:
a) Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal
yang diperlukan.
b) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c) Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri
dalam hal meningkatkan derajat kesehatan.
d) Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan
terapis (tenaga kesehatan) secara profesional dan proposional
dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien.

97
3) Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Nurjanah (2011) komunikasi terapeutik meningkatkan
pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan
yang konstruktif diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi
sosial, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu
klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh
karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip
dasar komunikasi terapeutik berikut ini:
a) Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang
saling menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of
nurses and clients’. Hubungan ini tidak hanya
sekedar hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan
kliennya, tetapi hubungan antara manusia yang bermartabat.
b) Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai
perbedaan karakter, memahami perasaan dan perilaku klien
dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya,
dan keunikan setiap individu.
c) Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga
diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat
harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
d) Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling
percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum
menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara perawat
dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
4) Faktor yang Berhubungan dengan Proses Komunikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi baik baik
sebagai faktor pendukung maupun penghambat terjadinya
komunikasi yang efektif tidak lepas unsur-unsur yang terdapat
dalam proses komunikasi, yaitu:

98
a) Faktor Sumber Pesan
Berkualitas tidaknya komunikasi seseorang bisa dilihat dari
sumber informasi/pesan yang disampaikan.
b) Faktor Komunikator
Sebagai pelaku aktif dalam komunikasi, peran komunikator
sangatlah vital. Komunikasi dapat berjalan dengan lancar dan
efektif karena faktor komunikator.
c) Faktor Pesan
Faktor pesan berkaitan dengan teknik penyampaian pesan,
bentuk pesan, pesan sesuai kebutuhan, kejelasan dan isi pesan.
d) Faktor Media
Penggunaan media atau saluran sangatlah menentukan
kelangsungan komunikasi. Media atau saluran yang terlibat
langsung dalam proses komunikasi disini sebagai mana
disampaikan oleh Kariyoso (1994) dalam Mundakir (2006)
adalah alat/sarana yang dilalui oleh suara, antara lain: mata,
hidung, otak, tangan,dan telinga.
e) Faktor Umpan Balik
Terjadinya umpan balik dalam proses komunikasi menandakan
komunikasi berjalan efektif.
f) Faktor Komunikan
Keberhasilan komunikasi tidak lepas dari peran dan pengaruh
komunikan.
g) Faktor Efek
Hasil atau efek dari komunikasi juga akan mempengaruhi
terjadinya komunikasi, seorang komunikator cenderung jemu
atau bosan untuk menyampaikan pesan berikutnya apabila
komunikasi yang telah dilakukan tidak menghasilkan dampak
atau efek yang nyata.

99
5) Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dalam Pelayanan
Keperawatan
Dalam melakukan proses komunikasi terdapat faktor yang
mempengaruhi isi pesan dan sikap penyampaian pesan. Faktor
yang mempengaruhinya yaitu:
a) Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu
kejadian atau peristiwa. Persepsi ini dibentuk oleh harapan atau
pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan
terhambatnya komunikasi.
b) Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku, sehingga
penting bagi perawat untuk menyadari nilai sesorang. Perawat
perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai
sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat
dengan klien.
c) Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh
faktor budaya. Perbedaan tempat biasanya beda bahasa dan
gaya yang digunakan terutama perbedaan intonasi yang
digunakan. Sehingga banyak terjadi kesalahpahaman
diantaranya. Misalnya pada gaya bahasa orang batak, dimana
orang batak terbiasa dengan gaya bahasa yang keras.
Sedangkan gaya bahasa orang jawa tengah cenderung lemah
lembut. Perbedaan seperti ini akan menimbulkan daya tangkap
atas pesan yang disampaikan menjadi berbeda pula.
d) Emosi
Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu
kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan dapat
mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang
lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya

100
sehingga perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
dengan tepat. Selain itu juga perlu mengevaluasi emosi yang
ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan keperawatan
tidak terpengaruh oleh emosi.
e) Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang
berbeda-beda. Wanita lebih melekat dengan gaya komunikasi
yang lembut. Sedangkan laki-laki biasanya lebih keras dalam
berkomunikasi.
f) Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang
dilakukan. Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah
akan sulit berespon terhadap pertanyaan yang mengandung
bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
Sehingga harus ada kesesuaian pengetahuan antara kedua belah
pihak untuk mendapatkan komunikasi yang interaktif.
g) Peran dan Hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan
diantara orang yang berkomunikasi. Cara komunikasi seorang
perawat dengan koleganya dengan cara komunikasi seorang
perawat kepada klien akan berbeda tergantung perannya.
h) Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang
efektif. Misalnya suasana yang bising, akan sangat
mengganggu dalam kenyamanan dalam berkomunikasi.
i) Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi antara pasien
dengan perawat. Jarak tertentu dapat menyediakan rasa aman
dan kontrol pasien. Hal ini dialami oleh pasien pada saat
pertama kali berinteraksi dengan perawat, untuk itu perawat
perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada saat melakukan

101
hubungan dengan klien. Jarak tepat untuk melakukan
komunikasi agar terjadinya kontak mata atau sentuhan adalah
45,5 cm. Jarak untuk melakukan komunikasi personal secara
umum adalah 45,5 – 120 cm.
j) Kepribadian
Kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan pasien
sampai batas tertentu ditentukan oleh kepribadian seseorang,
karena berkomunikasi dengan klien membutuhkan tingkat
empati tertentu serta kemampuan untuk melihat masalah dari
pandangan klien.
Sosiolog Giddens (1984) dalam Ellis (2000) menyatakan
interaksi perawat dengan pengguna pelayanan kesehatan
dikendalikan sebagian oleh atribut pribadi dari semua pihak
terlibat, misalnya sikap, kepribadian dan intelektualitasnya.
Suryabrata (2002), yang menyatakan bahwa dalam
berinteraksi dengan orang lain, orang ekstrovert cenderung
terbuka, mudah bergaul, hubungan dengan orang lain lancar,
aktif, dinamis, ramah dan hangat. Sedangkan orang introvert
cenderung pendiam sukar diselami, tidak mudah dan tidak
suka bergaul, suka terencana, menarik diri, tertutup dan pasif.

h. Tahapan Hubungan Komunikasi Terapeutik


Dalam Potter & Perry, 2005 komunikasi terapeutik ada empat
tahap, dimana pada setiap tahap mempuyai tugas yang harus
diselesaikan.
1) Fase Preinteraksi
Preinteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien.
Perawat idealnya mengulangi informasi mengenai klien. Informasi
ini meliputi riwayat keperawatan atau medis, entri dalam catatan
perawat mengenai catatan medis, atau diskusi dengan perawat
lainnya yang merawat klien. perawat mulai untuk mengeksplorasi

102
perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan menganalisa kekuatan z
hubungan perawat–klien selanjutnya. Fase orientasi sangat penting
dan seringkali ditandai dengan ketidakpastian dan eksplorasi.
Pada fase ini perawat melakukan kegiatan berikut: memberi
salam dan tersenyum kepada klien, melakukan validasi (kognitif,
psikomotor, aktif), memperkenalkan nama perawat, menayakan
nama kesukaan klien, membuat kontak timbal balik, menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan kegiatan, menjelaskan kerahasiaan.
2) Fase Bekerja
Selama fase bekerja dari hubungan yang membantu,
perawatan berupaya untuk mencapai tujuan selama fase orientasi.
Perawat dan klien saling bekerja sama. Hubungan berkembang
dan menjadi lebih fleksibel ketika klien dan perawat memiliki
keinginan untuk berbagi perasaan dan mendiskusikan masalah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti
konfrontasi, yaitu perawat membuat klien sadar inkonsistensi
dalam tingkah laku atau pemikiran yang berhubungan dengan
pemahaman diri. Kesiapan, yang dimaksudkan disini adalah
perawat memfokuskan interaksi pada situasi sekarang antara
perawat dan klien. Pemaparan diri dimana perawat menunjukan
pengalaman, pemikiran ide, nilai atau perasaan personal dalam
konteks hubungan. Dan, memadukan komunikasi dengan
keperawatan.
3) Fase terminasi
Pada fase terminasi bertujuan untuk mengakhiri hubungan
dengan memuaskan, meringkas prestasi dan mengulang kebutuhan
yang tidak terpenuhi atau perawatan lebih lanjut akan sangat
membantu.

103
Yang dilakukan pada tahap ini meliputi menyimpulkan hasil
dari wawancara, tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak
(waktu, tempat dan topik) dan mengakhiri wawancara dengan
baik.

i. Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik


Egan (1975) dalam Mundakir (2006) telah menggambarkan lima
cara yang spesifik untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika
melaksanakan komunikasi terapeutik, yang didefinisikan sebagai sikap
atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika
sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap
yang dilakukan ketika menunjukkan kehadiran secara fisik:
1) Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (”saya siap
untuk anda”).
2) Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia
untuk mendukung terciptanya komunikasi.
3) Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan
bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon
dalam komunikasi (berbicara-mendengar).
4) Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya
untuk mempertahankan komunikasi.
5) Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan
menggunakan gerakan/bahasa tubuh yang natural.

104
j. Teknik Komunikasi Terapeutik
Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik
berkomunikasi yang berbeda pula. Teknik komunikasi berikut ini,
terutama penggunaan referensi dari Stuart & Sundeen (1987) dalam
Mundakir (2006), yaitu:
1) Mendengarkan dengan penuh perhatian
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-
verbal bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah
klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya
untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang
dikomunikasikan.
2) Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti
bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak
harus menerima semua perilaku klien. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
3) Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan
informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika
pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan
kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian
ajukan pertanyaan secara berurutan.
4) Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat
memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa
pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.

105
5) Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan
pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan
pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar,
perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah
dimengerti klien.
6) Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan
pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak
seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan
masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa
informasi yang baru.
7) Menyampaikan hasil observasi
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan
menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui
apakah pesan diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan
yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien. Menyampaikan
hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi
lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau
mengklarifikasi pesan.
8) Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan
kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien
terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh
dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak
boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan
informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
9) Diam
Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya
sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi.

106
Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya
sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi.
Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil
keputusan.
10) Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah
dikomunikasikan secara singkat. Metode ono bermanfaat untuk
membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada
pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu
perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga
dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
11) Memberikan penghargaan
Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya,
menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi
menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai
hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya,
dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan
segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas
perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan
bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”. Perlu
mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka
perawat dapat mengatakan demikian.”
12) Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal
dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya
dimengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya,
rasa tertarik, teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
13) Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam
memilih topik pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu

107
dan tidak pasti tentang peranannya dalam interaksi ini perawat
dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan
bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
14) Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang
mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa
yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk
menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.
15) Menempatkan kejadian secara teratur
Menempatkan suatu kejadian secara teratur akan menolong
perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong
perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai
akibat kejadian yang pertama. Perawat akan dapat menentukan
pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang
pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam
memenuhi kebutuhannya.
16) Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat
segala sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa
bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika
menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan
timbulnya gejala ansietas.
17) Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima
ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila
klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau
rasakan maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana
menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian
perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga

108
dan klien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut,
maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang
mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang
terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

k. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien


Hubungan perawat-klien merupakan proses dimana perawat
sebagai helper (penolong) mengintervensi kehidupan klien dan
membantu klien untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Menjalin
hubungan yang baik antara perawat dan klien mutlak diperlukan dalam
upaya memperlancar pelaksanaan tugas perawat dan klien saat
berlangsungnya pelayanan kesehatan. Hubungan inilah yang paling
dikenal dengan hubungan terapeutik.
Hubungan perawat klien yang terapeutik bisa terwujud dengan
adanya interaksi yang terapeutik dari keduanya. Dalam hal ini
komunikasi yang menjadi sarananya. Dimana komunikasi ini adalah
sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perawat membangun
suatu interaksi dengan klien sehingga dapat melaksanakan peran dan
fungsinya dengan baik.
1) Pengertian Hubungan Terapeutik
Yaitu perawat memaksimalkan ketrampilan komunikasi,
pemahaman tingkah laku manusia dan kekuatan pribadi untuk
meningkatkan pertumbuhan pribadi klien. Ketrampilan
komunikasi dan pengetahuan dari tahap dan fenomena yang
terjadi dalam hubungan terapeutik merupakan alat yang penting
sekali dalam pembentukan dan pemeliharaan hubungan,
kebutuhan dari klien diidentifikasi dan pendekatan alternatif
penyelesaian masalah dibuat serta ketrampilan koping baru
mungkin dikembangkan.
Disebutkan pula empat tindakan yang harus diambil
diantara perawat dan klien:

109
a) Tindakan diawali oleh perawat
b) Respon reaksi dari klien
c) Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien
dan tujuan
Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya
dibangun untuk mencapai tujuan hubungan.
2) Tujuan Hubungan Terapeutik
Suryani (2005) tujuan hubungan terapeutik yaitu:
a) Kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatnya
kehormatan diri. Identitas pribadi yang jelas dan
meningkatnya integritas pribadi.
b) Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling
ketergantungan, hubungan interpersonal dengan kapasitas
memberi dan menerima cinta.
c) Mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap
kebutuhan yang memuaskan dan mencapai tujuan pribadi
yang realistik.
3) Pengertian universal precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi
sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk
semua pasien, setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam
rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi.

Universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan untuk:


a) Mengendalikan infeksi secara konsisten
b) Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di
diagnosis atau tidak terlihat seperti beresiko
c) Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
d) Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya
e) Lingkup universal precautions
Universal precautions meliputi:

110
a) Pengelolaan alat kesehatan habis pakai
b) Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
c) Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung
tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan
infeksius yang lain.
d) Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
e) Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan
f) Desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang
g) Pengelolaan linen
Penggunaan universal precautions dilakukan:
a) Jika semua pasien diperlakukan seperti mereka memiliki virus
yang menyebar melalui darah
b) Jika tidak diperlukan perlindungan ekstra apabila seorang pasien
didiagnosis dengan hepatitis B, HIV, atau hepatitis C.
c) Jika perlindungan ekstra hanya diperlukan ketika pasien
diketahui atau diduga terinfeksi oleh virus atau menyebar
melalui droplet, udara, atau rute kontak transmisi.
d) Penggunaan pelindung (barrier) fisik, mekanik, atau kimiawi
diantara mikroorganisme dan individu, misalnya ketika
pemeriksaan kehamilan, pasien rawat inap, petugas pelyanan
kesehatan. Pelindung merupakan alat yang sangat efektif untuk
mencegah penularan infeksi (barrier membantu memutuskan
rantai penyebaran penyakit).
Pelaksanaan universal precautions yang baku adalah:
a) Setiap orang (pasien atau petugas kesehatan) sangat berpotensi
meningkatkan infeksi
b) Cuci tangan
c) Pakai sarung tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit
yang terluka, mukosa, darah , bagian tubuh lain, instrument
yang kotor, sampah yang terkontaminasi, dan sebelum
melakukan prosedur invasive

111
d) Gunakan alat pelindung diri (kacamata pelindung, masker muka
dan celemek) untuk mencegah kemungkinan percikan dari
tubuh (sekresi dan ekskresi) yang muncrat dan tumpah
(misalnya saat membersihkan instrumens dan benda lainnya)
e) Gunakan antiseptic untuk membersihkan selaput lendir sebelum
pembedahan, pembersihan luka, atau pencucian tangan sebelum
operasi dengan antiseptic berbahan alcohol.
f) Gunakan praktik keselamatan kerja, misalnya jangan menutup
kembali jarum atau membengkokkan jarum setelah digunakan,
jangan menjahit dengan jarum tumpul
g) Pembuangan sampah infeksi ke tempat yang aman.
Pada akhirnya, untuk semua alat yang terkontaminasi dilakukan
dekontaminasi dan dibersihkan secara menyeluruh, kemudian
disterilkan atau didesinfeksi tingkat tinggi (DTT) dengan
menggunakan prosedur yang ada.
(1) Mencuci tangan
(a) Mencuci tangan harus selalu dilakukan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun
mamakai sarung tangan dan alat pelindung yang lain.
Tindakan ini penting untuk menghilangkan atau
mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan
sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan
lingkungan kerja terjaga dari infeksi.
(b) Mencuci tangan tidak bisa digantikan oleh pemakaian
sarung tangan
(c) Cuci tangan harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah
memakai sarung tangan
(d) Tiga cara mencuci tangan yang dilaksanakan sesuai
kebutuhan yaitu:

112
1. Cuci tangan higienis atau rutin, dilakukan untuk
mengurangi kotoran dan flora yang ada ditangan
dengan menggunakan sabun tau detergen
2. Cuci tangan aseptic, dilakukan sebelum melakukan
tindakan aseptic pada pasien dengan menggunakan
cairan antiseptic
3. Cuci tangan bedah, dilakukan sebelum melakukan
tindakan bedah dengan cara aseptic dengan
menggunakan cairan aseptic dan sikat steril.
Indikasi mencuci tangan: cuci tangan harus dilakukan
pada saat yang di antisipasi akan terjadi perpindahan kuman
melalui tangan yaitu:
(a) Sebelum melakukan tindakan, misalnya memulai
pekerjaan (baru tiba dikantor), saat akan memeriksa
(kontak langsung dengan klien), saat akan memakai
sarung tangan steril atau sarung tangan yang telah
didesinfeksi tingkt tinggi (DTT) untuk melakukan suatu
tindakan, saat akan memakai peralatan yang telah di
DTT, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan
infuse, dan saat hendak pulang kerumah.
(b) Setelah melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi
pencemaran, misalnya setelah memeriksa pasien,
setelah memegang alat-alat bekas pakai dan bahan-
bahan lain yang berisiko terkontaminasi, setelah
menyentuh selaput mukosa, darah, atau cairan tubuh
yang lain, setelah membuka sarung tangan (cuci tangan
setelah membuka sarung tangan perlu dilakukan karena
ada kemungkinan sarung tangan robek atau berlubang),
setelah dari kamar kecil, setelah bersin atau batuk.

113
Mencuci tangan
(a) Tindakan paling penting dalam mencegah penyebaran
infeksi
(b) Pakai sabun dan air secara adekuat
(c) Gunakan alcohol tangan jika tidak ada air mengalir
(d) Keringkan tangan dengan handuk sekali pakai atau
bersih

Prosedur mencuci tangan:


(a) Untuk mencuci tangan harus selalu diusahakan tersedia
sabun antiseptic dan air mengalir. Melepaskan benda
disekitar tangan (jam tangan, cincin, gelang, dan lain-
lain)
(b) Gunakan tissue untuk membuka keran air untuk untuk
menghindari tangan yang kotor mengkontaminasi
keran.
(c) Basahi tangan dan pergelangan tangan, kemudian
tuangkan lebih 5 cc sabun cair ditelapak tangan
(d) Menggosok dengan busa sabun semua permukaan
secara mekanik selama 15-30 detik dan dilanjutkan
dengan membilas pada air yang mengalir
(e) Keringkan tangan dengan alat pengering/handuk
kering.
(2) Pemakaia nalat pelindung diri
(a) Sarung tangan, untuk mencegah perpindahan
mikroorganisme yang terdapat pada tangan petugas
kesehatan kepada pasien, dan mencegah kontak antara
tangan petugas dengan darah atau cairan tubuh pasien,
selaput lendir, luka, alat kesehatan, atau permukaan yang
terkontaminasi.

114
(b) Pelindung wajah (masker, kacamata,helm): untuk
mencegah kontak antara droplet dari mulut dan hidung
petugas yang mengandung mikroorganisme ke pasien,
dan mencegah kontak droplet/darah/cairan tubuh pasien
kepada petugas
(c) Penutup kepala: untuk mencegah kontak dengan
percikan darah atau cairan tubuh pasien
(d) Gaun pelindung (baju kerja atau celemek) : mencegah
kontak mikroorganisme dari pasien atau sebaliknya
(e) Sepatu pelindung: mencegah perlukaan kaki oleh benda
tajam yang terkontaminasi, juga terhadap darah dan
cairan tubuh lainnya.
(3) Pengelolaan alat kesehatan
Pengelolaan alat kesehatan dapat mencegah penyebaran
infeksi melalui alat kesehatan, atau menjamin alat tersebut
selalu dalam kondisi steril dan siap pakai. Pemilihan
pengelolaan alat tergantung pada kegunaan alat dan
berhubungan dengan tingkat resiko penyebaran infeksi.
Pengelolaan alat dilakukan melalui empat tahap (Nursalam,
2014):
1. Dekontaminasi.
2. Pencucian.
3. Sterilisasi atau DTT.
4. Penyimpanan.

115

Anda mungkin juga menyukai