Anda di halaman 1dari 13

Farmaka 27

Volume 17 Nomor 1

UJI AKTIVITAS ANTI CACING EKSTRAK ETANOL DAUN ALAMANDA


(ALLAMANDA CATHARTICA L.) TERHADAP CACING ASCARIDIA GALLI DAN
RAILLIETINA TETRAGONA SECARA IN VITRO

Uray Rima Triyanita, Robiyanto and Rafika Sari

Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura


Jalan Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak 78124
urimatriyanita@gmail.com
Diserahkan 15/03/2018, diterima 07/02/2019

ABSTRAK
Prevalensi infeksi cacing di Indonesia berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia masih
tergolong cukup tinggi yaitu 24,1%. Ekstrak etanol daun alamanda mengandung alkaloid, flavonoid,
tanin, saponin dan triterpenoid/steroid, selain itu hasil GC-MS mengandung 1-deoxy-d-manitol yang
diduga memiliki aktivitas anti cacing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas anti cacing,
pengaruh peningkatan konsentrasi, nilai LC50 dan nilai LT50 ekstrak etanol daun alamanda terhadap
cacing Ascaridia galli dan Raillietina tetragona. Uji anti cacing dilakukan menggunakan metode
eksperimental dengan desain penelitian Post Test Only Control Group Design yang terbagi dalam 5
kelompok perlakuan yaitu 3 kelompok ekstrak (konsentrasi 5 mg/ml, 25 mg/ml dan 50 mg/ml),
kelompok kontrol normal (NaCl 0,9%) dan kelompok kontrol positif (mebendazol 5 mg/ml). Waktu
dan jumlah kematian cacing dicatat dan dianalisis secara statistik menggunakan program komputer
SPSS dengan uji Shapiro-wilk, dilanjutkan dengan uji ANOVA, Post Hoc (LSD) dan Probit. Hasil
penelitian menunjukkan waktu kematian masing-masing cacing pada tiap kelompok ekstrak berbeda
bermakna dengan kontrol normal dan tidak berbeda bermakna dengan kontrol positif; peningkatan
konsentrasi ekstrak meningkatkan efek anti cacing yang dihasilkan; nilai LC50 ekstrak pada Ascaridia
galli dan Raillietina tetragona berturut-turut adalah 2,658 mg/ml dan 2,975 mg/ml sedangkan nilai
LT50 yang diperoleh yaitu 19,8 jam dan 5,1 jam. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tersebut
memiliki aktivitas anti cacing.
Kata Kunci: anti cacing, Allamanda cathartica, Ascaridia galli, Raillietina tetragona.

ABSTRACT
The prevalence of worm infections in Indonesia based on the Ministry of Health of the Republic of
Indonesia is still quite high which is 24.1%. Ethanol extract of alamanda leaves contains alkaloids,
flavonoids, tannins, saponins and triterpenoids/ steroids, besides that the results of GC-MS contain 1-
deoxy-d-mannitol which is expected to have antihelmintic activity. The aim of this study was to
determine the antihelmintic activity, the effect of increasing concentration, LC50 value and LT50
value of ethanol extract of alamanda leaves on Ascaridia galli and Raillietina tetragona worms.
Antihelmintic test was carried out using experimental methods with research design of Post Test Only
Control Group Design which was divided into 5 treatment groups, specifically 3 groups of extracts
(concentrations of 5 mg/ml, 25 mg/ml and 50 mg/ml), normal control group (NaCl 0,9%) and positive
control group (mebendazol 5 mg/ml). The death time and amount of death worm were recorded and
analyzed statistically using the SPSS computer program with the Shapiro-Wilk test, followed by
ANOVA, Post Hoc (LSD) and Probit tests. The test results showed that the death time of each worm in
each extract group were significantly different from the normal controls and were not significantly
different from the positive controls; increased concentration of extract would increase the
antihelmintic effect; LC50 values of extract on Ascaridia galli and Raillietina tetragona were 2.658
mg/ml and 2.975 mg/ml respectively, while the value of LT50 obtained was 19.8 hours and 5.1 hours.
This results showed that the extract has antihelmintic activity.
Keywords: anthelmintic, Allamanda cathartica L., Ascaridia galli, Raillietina tetragona
Farmaka 28
Volume 17 Nomor 1

Pendahuluan dengan menggunakan tanaman alamanda


Infeksi yang paling umum tersebar di (Allamanda cathartica L.).
dunia salah satunya yaitu infeksi cacing Allamanda cathartica L.
(Tjay,2007). World Health Organization merupakan tanaman hias yang secara
(WHO) menyatakan bahwa lebih dari 2 empiris digunakan untuk pengobatan
miliar orang di dunia terinfeksi cacing berbagai penyakit (Kusmiati, 2014).
yang ditransmisikan melalui tanah Berdasarkan penelitian- penelitian
(WHO,2012). Prevalensi infeksi cacing di sebelumnya ekstrak etanol daun alamanda
Indonesia berdasarkan Departemen mengandung metabolit sekunder alkaloid,
Kesehatan Republik Indonesia (DepKes flavonoid, tanin, saponin dan
RI) masih tergolong cukup tinggi yaitu triterpenoid/steroid yang mempunyai
sebesar 24,1% (DepKes RI, 2009). aktivitas anti cacing (Arundhina, 2014;
Jenis cacing yang sering menginfeksi Intannia, 2015; Hamzah, 2016). Penelitian
manusia adalah cacing gelang, cacing pita, lain menunjukkan bahwa hasil GC-MS
cacing kremi dan cacing tambang ekstrak etanol daun alamanda mengandung
(Zulkoni,2010). Namun, cacing yang 1-deoxy-d-manitol, dimana senyawa
berada ditubuh manusia sulit untuk tersebut diduga memiliki aktivitas sebagai
diperoleh, sehingga digunakanlah cacing anti cacing (Prabhadevi,2012).
dari hewan ayam yaitu Raillietina Adanya kandungan senyawa-
tetragona (cacing pita) dan Ascaridia galli senyawa tersebut menjadi landasan peneliti
(cacing gelang). Cacing Ascaridia galli untuk menguji aktivitas anti cacing dari
pada ayam memiliki kemiripan morfologi, ekstrak etanol daun alamanda dengan
sifat dan berasal dari genus yang sama menggunakan variasi konsentrasi ekstrak.
dengan Ascariasis lumbricoides pada Tujuan dari penelitian ini, yaitu: untuk
manusia (Nugroho, 1989). Cacing pita mengetahui potensi ekstrak sebagai anti
selain ditemukan pada manusia juga cacing terhadap cacing Ascaridia galli dan
ditemukan pada ayam yaitu jenis Raillietina tetragona secara in vitro,
Raillietina tetragona (Intannia, 2015). mengetahui hubungan peningkatan
Anti cacing adalah obat yang konsentrasi ekstrak dengan kematian
digunakan untuk memusnahkan cacing di cacing dan untuk mengetahui nilai LC50
dalam tubuh manusia dan hewan dan LT50 ekstrak etanol daun alamanda
(Tjay,2007). Obat anti cacing sintetis yang (Allamanda cathartica L.)
banyak digunakan relatif mahal dan dapat Bahan dan Metode
menimbulkan efek samping yang Alat yang digunakan antara lain:
mengganggu penderita (Rahmana, 2016). timbangan analitik (Ohaus A2102), blender
Oleh karena itu, digunakan alternatif lain (Toshiba), gelas laboratorium, kertas
Farmaka 29
Volume 17 Nomor 1

saring, vacuum rotary evaporator yang diperoleh dipekatkan menggunakan


(Rotavator II BUCHI), oven (Memmert), rotary evaporator pada suhu 40°C hingga
cawan penguap, chamber, piknometer, menjadi ekstrak kental.
desikator, termometer, penggaris, pinset Pengujian Organoleptik
anatomis, gunting, cawan petri diameter 15 Penetapan organoleptik dilakukan
cm (Iwaki Pyrex), inkubator (Memmert pengenalan secara fisik menggunakan
E24899), hot plate (SI Analytic GmbH D- panca indera dalam mendeskripsikan
55122), mikropipet (Rainin E1019705K), bentuk, warna, bau dan rasa (DepKes
kertas label. RI,2000).
Bahan yang digunakan pada Skrining Fitokimia
penelitian ini, adalah simplisia daun Identifikasi Alkaloid: Ekstrak
alamanda (Allamanda cathartica L.), disari dengan larutan kloroform beramonia
etanol 96 %, NaCl 0,9%, cacing Ascaridia dan disaring, kemudian ditambahkan 0,5-1
galli, cacing Raillietina tetragona, ml asam HCl 2 N dan dikocok sampai
mebendazol, akuadest, kloroform, terbentuk dua lapisan. Lapisan atas dipipet
amoniak, asam sulfat, pereaksi dan dimasukkan ke dalam 3 buah tabung
Dragendorff, pereaksi Mayer, pereaksi reaksi. Ditambahkan 2 tetes pereaksi
Wagner, gelatin,serbuk Mg, HCl pekat, Mayer, Dragendorf dan Wagner pada
pereaksi Anisaldehid, plat silica GF254, masing-masing tabung (Kristanti, 2008).
AlCl3, asam asetat, butanol, larutan besi Identifikasi Fenol: Sampel
(III) klorida, etil asetat, FeCl3, pita ditambah larutan garam besi (III) klorida
magnesium, asam sulfat, asam asetat dalam air atau etanol (Hanani, 2015).
glasial, dan heksana. Identifikasi Flavonoid: Ekstrak
Pembuatan Ekstrak dilarutkan dengan etanol, kemudian 2 ml
Daun alamanda yang telah ekstrak hasil penyarian ditambah dengan
dikumpulkan, dibersihkan dari kotoran pita Mg dan beberapa tetes asam klorida
yang masih menempel menggunakan air 5M (Hanani, 2015).
mengalir dan ditiriskan. Kemudian daun Identifikasi Saponin: Sebanyak 1
dirajang dan dikeringkan pada temperatur gram serbuk dimasukkan dalam tabung
ruang. Sampel yang telah dikeringkan reaksi, tambahkan 10 ml air panas,
kemudian dihaluskan menggunakan dinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat
blender hingga menjadi serbuk simplisia. selama 10 detik (Hanani, 2015).
Serbuk simplisia selanjutnya diekstraksi Identifikasi Triterpenoid/Steroid:
dengan metode maserasi menggunakan Ekstrak dilarutkan dengan pelarut
pelarut etanol 96% hingga tidak terjadi n-heksan, kemudian disaring filtrat yang
perubahan warna pada pelarut. Maserat diperoleh ditambahkan 1 ml CH3COOH
Farmaka 30
Volume 17 Nomor 1

glasial dan 1 ml larutan H2SO4 pekat bercak vanillin-H2SO4 dengan pemanasan


(Harborne, 1996). (Hanani, 2015).
Identifikasi Tanin: Ekstrak Kadar Sari Larut Air dan Etanol
dilarutkan ke dalam akuades kemudian Larut Air: Sejumlah 5,0 gram
ditambahan larutan uji gelatin 1 % dan ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan
beberapa tetes larutan NaCl 10%. 100 ml air:kloroform P (97,5 : 2,5) sambil
Pemeriksaan tanin juga dapat dilakukan berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama
dengan penambahan 3 tetes FeCl3 1 % dan kemudian dibiarkan selama 18 jam.
(Hanani, 2015). Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering,
Kromatografi Lapis Tipis panaskan residu pada suhu 105°C hingga
Identifikasi Alkaloid: Sampel bobot tetap (DepKes RI,2000).
ditotolkan pada plat, kemudian dielusi Larut Etanol: Sejumlah 5,0 gram
dengan fase gerak etil asetat : metanol : air ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan
(100: 13,5: 10) hingga tanda batas, diambil 100 ml etanol (95%), sambil berkali-kali
dan dibiarkan hingga kering. Selanjutnya dikocok selama 6 jam pertama dan
dilihat dibawah sinar UV 254 nm dan 366 kemudian dibiarkan selama 18 jam.
nm. Dilakukan deteksi dengan penampak Disaring, diuapkan 20 ml filtrat hingga
bercak pereaksi Dragendorff (Hanani, kering, dipanaskan residu pada suhu 105°C
2015). hingga bobot tetap (DepKes RI,2000).
Identifikasi Fenol dan Flavonoid: Susut Pengeringan
Sampel ditotolkan pada plat, kemudian Ekstrak ditimbang 2 g dan
dielusi dengan fase gerak butanol : asam dimasukkan ke dalam botol timbang
asetat : air (4: 1: 5) hingga tanda batas, dangkal bertutup yang sebelumnya telah
diambil dan dibiarkan hingga kering. dipanaskan pada suhu 105°C selama 30
Selanjutnya dilihat dibawah sinar UV 254 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang
nm dan 366 nm. Dilakukan deteksi dengan ekstrak diratakan dalam botol timbang,
penampak bercak pereaksi FeCl3 5% untuk dengan menggoyangkan botol hingga
fenol dan AlCl3 5% untuk flavonoid terbentuk lapisan setebal ±5-10 mm.
(Harborne, 1996). Kemudian dikeringkan pada suhu 105 °C
Identifikasi Triterpenoid: Sampel hingga bobot tetap, dibuka tutupnya.
ditotolkan pada plat, kemudian dielusi Sebelum tahap pengeringan, biarkan botol
dengan fase gerak heksana : etil asetat dalam keadaan tertutup mendingin dalam
(1:4) hingga tanda batas, diambil dan desikator hingga suhu kamar (DepKes
dibiarkan hingga kering. Selanjutnya RI,2000).
dilakukan deteksi menggunakan penampak Bobot Jenis
Farmaka 31
Volume 17 Nomor 1

Piknometer yang bersih dan kering Uji aktivitas anti cacing dilakukan
ditimbang. Kemudian dikalibrasi dengan terhadap cacing Ascaridia galli dan
menetapkan bobot piknometer dan bobot Raillietina tetragona yang terbagi dalam 5
air yang baru dididihkan pada suhu 25°C kelompok perlakuan yaitu 3 kelompok
kemudian ditimbang (w1). Ekstrak cair ekstrak etanol daun alamanda dengan
diatur suhunya ±20°C lalu dimasukkan ke konsentrasi 5 mg/ml, 25 mg/ml dan 50
dalam piknometer kosong, buang mg/ml, 1 kelompok kontrol normal dengan
kelebihan ekstrak, atur suhu piknometer NaCl 0,9% dan 1 kelompok kontrol positif
hingga 25°C. Kemudian ditimbang bobot dengan mebendazol 5 mg/ml. Setiap
piknometer dan ekstrak (w2) (DepKes kelompok terdiri dari 3 ekor cacing
RI,2000). Ascaridia galli dan 3 ekor Raillietina
Uji Pendahuluan tetragona dengan 2 kali replikasi. Uji ini
Uji pendahuluan dilakukan untuk dilakukan dengan cara merendam cacing
mengamati tanda kematian cacing, ke dalam ekstrak etanol daun alamanda
menguji ketahanan hidup cacing di luar dan diinkubasi pada suhu 37oC. Kemudian
tubuh hospes dan melakukan orientasi diamati waktu paralisis serta waktu dan
konsentrasi. Cara mengetahui tanda jumlah kematian cacing setiap 1 jam sekali
kematian cacing, yaitu: sebanyak 3 ekor selama 24 jam setelah pemberian ekstrak
cacing Ascaridia galli dan 3 ekor cacing etanol daun alamanda. Cara untuk
Raillietina tetragona direndam dalam 20 mengetahui paralisis dan kematian cacing
ml larutan mebendazol 5 mg/ml. Lama yaitu dengan cara cacing diusik
hidup cacing di luar tubuh hospes menggunakan batang pengaduk, apabila
diketahui dengan cara sebanyak 3 ekor cacing diam maka cacing dipindahkan ke
cacing Ascaridia galli dan 3 ekor cacing dalam air hangat dengan suhu 50ºC. Jika
Raillietina tetragona dimasukkan ke dalam cacing tetap diam maka cacing tersebut
20 ml larutan garam fisiologis. Orientasi telah mati, tetapi jika cacing masih
konsentrasi dari ekstrak etanol daun bergerak maka cacing tersebut hanya
alamanda dilakukan dengan menggunakan mengalami paralisis.
konsentrasi 2,5 mg/ml, 5 mg/ml, 10 mg/ml Analisis Data
dan 20 mg/ml pada 3 ekor cacing Data kematian cacing kemudian
Ascaridia galli dan 3 ekor cacing dianalisis menggunakan program SPSS
Raillietina tetragona dalam cawan petri dengan uji normalitas untuk mengetahui
dengan suhu dipertahankan 37oC normalitas data dan uji homogenitas untuk
(menggunakan inkubator). mengetahui kehomogenan datanya,
Uji Aktivitas Anti cacing dilanjutkan dengan uji ANOVA dan uji
Post Hoc yaitu LSD. Data kemudian
Farmaka 32
Volume 17 Nomor 1

dianalisis dengan probit untuk mengetahui dan stabilitas ekstrak dan sediaan yang
nilai LC50 dan LT50. dihasilkan (Saifudin, 2011). Hasil
penetapan parameter nonspesifik disajikan
pada tabel 2.
Hasil dan Pembahasan Tabel 2. Hasil Penetapan Parameter
Nonspesifik
Hasil Pembuatan Ekstrak
Parameter Hasil
Sampel yang digunakan dalam
Susut 25,95 ±
penelitian ini adalah daun tanaman pengeringan (% ± SD) 0,51
alamanda. Ekstrak yang diperoleh dari Bobot jenis 0,83 ±
metode maserasi berwarna hijau kehitaman (gr/ml ± SD) 0,0007
sebanyak 162,8821 gram. Rendemen Skrining Fitokimia
ekstrak yang diperoleh adalah 19,05 %. Skrining fitokimia merupakan
Hasil Standarisasi Ekstrak tahapan awal untuk mendeteksi kandungan
Standarisasi ekstrak meliputi senyawa secara kualitatif pada suatu
penentuan parameter spesifik dan ekstrak tanaman dengan menggunakan
nonspesifik. Parameter spesifik merupakan berbagai pereaksi (Kristanti, 2008).
aspek penentuan kandungan kimia Berdasarkan hasil skrining fitokimia
kualitatif dan kuantitatif kadar senyawa ekstrak mengandung alkaloid, flavonoid,
kimia yang bertanggung jawab langsung fenol, saponin, tanin dan triterpenoid. Hal
terhadap aktivitas farmakologis tertentu ini sesuai dengan penelitian Arundhina
(Saifudin, 2011). Hasil penetapan yang mengatakan bahwa ekstrak etanol
parameter spesifik disajikan pada tabel 1. daun alamanda mengandung metabolit
Tabel 1. Hasil Penetapan Parameter sekunder alkaloid, flavonoid, fenol,
Spesifik
Parameter Hasil saponin, tanin dan triterpenoid
Organoleptik Bentuk : semi padat, (Arundhina,2014). Hasil skrining fitokimia
kental
Warna : hijau kehitaman disajikan pada tabel 3.
Bau : bau khas
Tabel 3. Hasil Skrining Fitokimia
seperti teh
Rasa : pahit Metabolit K
Hasil
Kadar sari 10,48 ± 0,31 Sekunder et.
larut air (% ±
Mayer: Endapan putih
SD)
Kadar sari 18,93 ± 0,40
larut etanol (% Wagner: Endapan
± SD)
Parameter nonspesifik merupakan Alkaloid coklat kemerahan +

segala aspek yang tidak terkait dengan


Dragendorff: Endapan
aktivitas farmakologis secara langsung
jingga
namun mempengaruhi aspek keamanan
Farmaka 33
Volume 17 Nomor 1

Flavonoid Jingga kemerahan + Analisis KLT fenol dengan


Fenol Biru kehitaman + penampak bercak FeCl3 menghasilkan pola
Saponin Busa + kromatogram berwarna hitam (Gambar 2)
Gelatin 1%: Terdapat yang menandakan adanya golongan
endapan
Tanin + senyawa fenol di dalam ekstrak tersebut
FeCl3 1%: Hijau ke-
(Susanti, 2017).
hitaman
Triterpenoid/
Cincin biru +
Steroid
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis tipis
merupakan uji fitokimia yang dilakukan
untuk penegasan kembali kandungan
metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman alamanda.
Analisis KLT flavonoid
menghasilkan pola kromatogram berwarna
biru tua pada UV 254 nm, berwarna biru Gambar 2. Pola Kromatogram
pada UV 366 dan menghasilkan warna Fenol
Keterangan:
kuning dengan menggunakan penampak 1. Sinar tampak
bercak AlCl3 (Gambar 1) yang 2. UV 254 nm
3. UV 366 nm
menandakan adanya golongan senyawa 4. Disemprot FeCl3 5%
flavonoid di dalam ekstrak tersebut Analisis KLT triterpenoid dengan
(Hanani, 2015; Harborne, 1996). penampak bercak vanillin-H2SO4
menghasilkan pola kromatogram berwarna
biru (Gambar 3) yang menandakan adanya
golongan senyawa triterpenoid di dalam
ekstrak tersebut (Hanani, 2015).

Gambar 1. Pola Kromatogram


Flavonoid
Keterangan:
1. Sinar tampak
2. UV 254 nm
3. UV 366 nm
4. Disemprot AlCl3 5%
Farmaka 34
Volume 17 Nomor 1

Gambar 3. Pola Kromatogram dengan ciri fisik cacing yang telah mati
Triterpnoid
pada penelitian sebelumnya (Glaudia,
Keterangan:
1. Sinar tampak 2017).
2. UV 254 nm
3. UV 366 nm
4. Disemprot vanillin-H2SO4 dengan
pemanasan
Analisis KLT alkaloid menghasilkan
pola kromatogram berwarna biru pada UV
Gambar 5. Tanda Fisik Kematian Cacing
366 nm dan menghasilkan warna coklat Keterangan:
(1a)Ascaridia galli hidup
jingga dengan menggunakan penampak
(1b)Ascaridia galli mati
bercak Dragendorff (Gambar 4) (2a)Raillietina tetragona hidup
(2b) Raillietina tetragona mati
menandakan adanya golongan senyawa
Hasil uji pendahuluan yang kedua
alkaloid di dalam ekstrak tersebut (Hanani,
menunjukkan bahwa rata-rata lama hidup
2015; Kristanti, 2008).
cacing di luar tubuh hospes adalah 71 jam
untuk Ascaridia galli dan 25 jam 20 menit
untuk Raillietina tetragona. Hal ini tidak
berbeda jauh dengan penelitian
sebelumnya yang menyatakan lama hidup
cacing Ascaridia galli diluar tubuh hospes
selama 72 jam dan Raillietina tetragona
selama 27 jam (Ningrum, 2017). Hasil uji
pendahuluan yang ketiga menunjukkan
Gambar 4. Pola Kromatogram Alkaloid bahwa konsentrasi 5 mg/ml merupakan
Keterangan:
konsentrasi yang efektif dan memenuhi
1. Sinar tampak
2. UV 254 nm kriteria dalam menimbulkan kematian pada
3. UV 366 nm
cacing selama 24 jam. Konsentrasi efektif
4. Disemprot dragendorff
Uji Pendahuluan dari hasil orientasi ini digunakan sebagai
Hasil konsentrasi untuk melakukan uji anti
Hasil uji pendahuluan yang cacing dengan tingkat konsentrasi 1x
pertama menunjukkan bahwa tanda-tanda (5mg/ml), 5x (25 mg/ml) dan 10x
fisik cacing yang telah mati pada uji ini (50mg/ml).
adalah tubuh cacing menjadi lunak dan Uji Aktivitas Anti cacing
warna cacing yang mati pucat serta lebih Hasil pengamatan paralisis dan
transparan dibandingkan dengan cacing kematian cacing menunjukkan bahwa
yang masih hidup (Gambar 5). Hasil yang ekstrak etanol daun alamanda memiliki
didapatkan pada penelitian ini sama aktivitas anti cacing dimana semakin tinggi
Farmaka 35
Volume 17 Nomor 1

konsentrasi ekstrak maka semakin cepat Data kematian cacing kemudian


waktu paralisis dan kematian cacing. dianalisis secara statistik menggunakan
Konsentrasi ekstrak yang paling baik program komputer SPSS. Hasil analisis
dalam menyebabkan kematian cacing yaitu data normalitas dengan uji Shapiro-Wilk
konsentrasi 50 mg/ml, diikuti dengan menunjukkan bahwa sebaran data normal
konsentrasi 25 mg/ml dan 5 mg/ml. Waktu (p > 0,05). Hasil analisis data pada uji
paralisis serta waktu dan jumlah kematian homogenitas menunjukkan bahwa data
cacing disajikan pada tabel 4 dan 5. homogen (p > 0,05). Analisis data
kemudian dilanjutkan pada uji One-Way
ANOVA untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan diantara tiap kelompok. Hasil
Tabel 4. Waktu Paralisis Cacing dari uji One-Way ANOVA menunjukkan
Waktu Paralisis (jam)
Kelompok bahwa terdapat perbedaan bermakna
Ascaridia Raillietina
Perlakuan
galli tetragona
diantara masing-masing kelompok
Mebendazol 12 0-1
5mg/ml perlakuan (p < 0,05), sehingga dilanjutkan
Ekstrak 5 17 3
mg/ml dengan uji Post Hoc untuk mengetahui
Ekstrak 25 13 1
mg/ml kelompok mana yang berbeda bermakna.
Ekstrak 50 12 0-1 Tabel 6. Hasil Uji Post Hoc Cacing
mg/ml
Ascaridia galli
Tabel 5. Waktu dan Jumlah Kematian K P P P P P
Cacing el. 1. 2 3 4 5
Ascaridia galli Raillietina
Kelomp- P - 0 0 0 0
(n=6) tetragona (n=6)
ok
Waktu Jumlah Waktu Jumlah
Perlaku- 1 ,000* ,000* ,000* ,000*
… …. … ….
an
Mebend 13 1 1 3 P - - 0 0 0
azol 14 2 2 4 2 ,000* ,612 ,612
5mg/ml 16 4 3 5
17 5 4 6 P - - - 0 0
18 6 3 ,001* ,000*
Ekstrak 18 1 4 1
5 mg/ml 19 3 5 2 P - - - - 0
20 4 6 5 4 ,314
21 5 7 6
23 6 P - - - - -
Ekstrak 14 1 2 2 5
25 15 2 3 3
mg/ml 16 3 4 5 Keterangan: P1= Kontrol normal (NaCl 0,9 %)
17 5 5 6 P2= Kontrol Positif (mebendazol
18 6 5 mg/ml)
Ekstrak 13 1 1 2 P3= Ekstrak Konsentrasi
50 14 2 2 5 5 mg/ml
mg/ml 15 3 3 6 P4=Ekstrak Konsentrasi
16 5 25 mg/ml
17 6 P5=Ekstrak Konsentrasi
50 mg/ml
Farmaka 36
Volume 17 Nomor 1

P5=Ekstrak Konsentrasi
50 mg/ml
Hasil uji Post Hoc untuk cacing
Ascaridia galli pada tabel 6. menunjukkan Hasil uji Post Hoc untuk cacing
bahwa waktu kematian masing-masing Raillietina tetragona pada tabel 7.
cacing pada tiap kelompok ekstrak etanol menunjukkan bahwa waktu kematian
daun alamanda konsentrasi 5 mg/ml, 25 masing-masing cacing pada tiap kelompok
mg/ml dan 50 mg/ml berbeda bermakna ekstrak etanol daun alamanda konsentrasi
jika dibandingkan dengan kontrol normal 5 mg/ml, 25 mg/ml dan 50 mg/ml berbeda
(P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa bermakna jika dibandingkan dengan
ekstrak tersebut memiliki aktivitas anti kontrol normal (P<0,05). Hal ini
cacing. Ekstrak etanol daun alamanda menunjukkan bahwa ekstrak tersebut
konsentrasi 25 mg/ml dan 50 mg/ml juga memiliki aktivitas anti cacing. Ekstrak
memiliki aktivitas anti cacing yang etanol daun alamanda konsentrasi 50
sebanding dengan kontrol positif mg/ml juga memiliki aktivitas anti cacing
(mebendazol 5 mg/ml) yang ditunjukkan yang sebanding dengan kontrol positif
dari hasil uji Post Hoc yang tidak berbeda (mebendazol 5 mg/ml) yang ditunjukkan
bermakna dengan kontrol positif (p>0,05). dari hasil uji Post Hoc yang tidak berbeda
bermakna dengan kontrol positif (p>0,05).
Tabel 7. Hasil Uji Post Hoc Cacing Data kematian cacing juga
Raillietina tetragona dianalisis dengan menggunakan metode
K P P P P P probit untuk mengetahui nilai LC50 (Lethal
el. 1. 2 3 4 5
Concentration 50) dan LT50 (Lethal time
P - 0 0 0 0
50). Hasil LC50 yang diperoleh
1 ,000* ,000* ,000* ,000*
menunjukkan bahwa LC50 untuk cacing
P - - 0 0 0
Ascaridia galli adalah 2,658 mg/ml dan
2 ,000* ,033* ,781
LC50 untuk cacing Raillietina tetragona
P - - - 0 0
3 ,001* ,000* adalah 2,975 mg/ml. Penelitian Robiyanto

P - - - - 0 menggunakan ekstrak etanol daun manga


4 ,018* arumanis memiliki nilai LC50 yang
P - - - - - mendekati hasil penelitian ini yaitu sebesar
5 2,6 mg/ml pada cacing Ascaridia galli dan
Keterangan: P1= Kontrol normal (NaCl 0,9 %) 3,1 mg/ml pada cacing Raillietina
P2= Kontrol Positif (mebendazol
5 mg/ml) tetragona. Hal ini menunjukkan bahwa
P3= Ekstrak Konsentrasi
ekstrak etanol daun alamanda memiliki
5 mg/ml
P4=Ekstrak Konsentrasi keefektifan yang tidak jauh berbeda
25 mg/ml
dengan ekstrak pada penelitian tersebut
Farmaka 37
Volume 17 Nomor 1

(Robiyanto, 2018). Tahapan selanjutnya hasil skrining fitokimia yaitu alkaloid,


yaitu penentuan LT50 yang dilakukan fenol, flavonoid, saponin, tanin dan
dengan menggunakan data konsentrasi triterpenoid. Saponin dapat berpotensi
yang mendekati nilai LC50 yaitu sebagai anti cacing karena bekerja dengan
konsentrasi 5 mg/ml yang dibandingkan cara menghambat enzim
dengan nilai LT50 kontrol positif yaitu asetilkolinesterase, sehingga cacing akan
mebendazol 5 mg/ml. Hasil analisis mengalami paralisis otot dan berujung
menunjukkan bahwa nilai LT50 ekstrak pada kematian. Flavonoid dan fenol yang
etanol daun alamanda konsentrasi 5 mg/ml bersentuhan dengan tubuh cacing, akan
dan mebendazol 5 mg/ml untuk cacing menyebabkan kematian cacing dengan cara
Ascaridia galli berturut-turut adalah mendenaturasi protein dalam jaringan
selama 19,8 jam dan 15,3 jam, sedangkan cacing sehingga menyebabkan kematian
untuk cacing Raillietina tetragona cacing. Tanin membunuh cacing dengan
berturut-turut adalah selama 5,1 jam dan cara masuk ke dalam saluran pencernaan
2,5 jam. Jika ditinjau dari nilai LT50, dan secara langsung mempengaruhi proses
keefektifan ekstrak etanol daun alamanda pembentukan protein yang dibutuhkan
konsentrasi 5 mg/ml dalam membunuh untuk aktivitas cacing (Ulya, 2014;
cacing lebih rendah dibandingkan dengan Ridwan, 2006). Triterpenoid dapat
kontrol positif. Jika dibandingkan dengan menyebabkan penetralan keadaan polar
penelitian sebelumnya yang mengunakan dan kelumpuhan cacing yang disebabkan
ekstrak etanol daun manga diperoleh nilai karena jumlah stimulan saraf yang terlalu
LT50 pada Ascaridia galli selama 19,2 banyak (Intannia, 2015). Alkaloid memiliki
jam dan pada Raillietina tetragona selama mekanisme kerja dengan menghambat
4,5 jam. Hasil tersebut menunjukkan enzim kolinesterase yang menyebabkan
bahwa ekstrak etanol daun alamanda tidak terbentuknya asetilkolin dari sinaps
memerlukan waktu yang tidak jauh sehingga mengakibatkan paralisis otot
berbeda dengan ekstrak daun manga dalam yang berujung kematian pada cacing
membunuh 50% cacing (Robiyanto, 2018). (Hamzah, 2016).
Potensi Ekstrak Kesimpulan
Aktivitas anti cacing terhadap Ekstrak etanol daun alamanda
cacing Ascaridia galli dan Raillietina (Allamanda cathartica L.) berpotensi
tetragona diduga disebabkan oleh adanya sebagai anti cacing pada cacing Ascaridia
senyawa metabolit sekunder yang galli dan Raillietina tetragona secara in
terkandung pada ekstrak etanol daun vitro. Peningkatan konsentrasi ekstrak
alamanda. Senyawa metabolit sekunder etanol daun alamanda akan meningkatkan
yang terkandung pada ekstrak berdasarkan efek anti cacing terhadap cacing Ascaridia
Farmaka 38
Volume 17 Nomor 1

galli dan Raillietina tetragona secara in Hanani E. 2015. Analisis Fitokimia.


vitro. Nilai LC50 ekstrak etanol daun Jakarta: Penerbit Buku
alamanda pada cacing Ascaridia galli Kedokteran EGC.
yaitu 2,658 mg/ml dan pada cacing
Hamzah, A., Hambal M., Balqis U.,
Raillietina tetragona adalah 2,975 mg/ml
Maryam., Rasmaidar. 2016.
sedangkan nilai LT50 pada cacing Aktivitas Anti cacing Biji
Veitchia merrillii terhadap
Ascaridia galli yaitu 19,8 jam dan pada
Ascaridia galli secara In Vitro.
cacing Raillietina tetragona adalah 5,1 Traditional Medicine Journal.
21(2): 55-62.
jam.
DAFTAR PUSTAKA Harborne, J. 1996. Metode Fitokimia:
Penuntun Cara Modern
Arundhina, E. 2014. Aktivitas Ekstrak
Menganalisis Tumbuhan.
Etanol Daun Alamanda Bandung: Penerbit ITB.
(Allamanda cathartica L.) sebagai
Intannia, D., Amelia, R., Handayani, L.,
Anti jamur Terhadap Candida Santoso, H.B. 2015. Pengaruh
Pemberian Ekstrak Etanol dan
albicans dan Pityrosporu movale
Ekstrak n-Heksan Daun Ketepeng
Secara In Vitro. Skripsi. Cina (Cassia Alata L.) terhadap
Waktu Kematian Cacing Pita
Universitas Atma Jaya
Ayam (Raillietina sp.) secara In
Yogyakarta. Vitro. Jurnal Pharmascience. 2(2):
24-30.

Departemen Kesehatan Republik Kristanti, A.N., Aminah, N.S., Tanjung,


Indonesia. 2009. Profil Kesehatan
M., Kurniadi, B. 2008. Buku Ajar
Indonesia 2008. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Fitokimia. Surabaya: Airlangga
Indonesia.
University Press.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2000. Parameter
Kusmiati, Erlindha, G., Evi, I. 2014. Uji
Standar Umum Ekstrak
Aktivitas Antimikroba Dan
Tumbuhan Obat. Jakarta:
Toksisitas Dengan Metode Bslt
Departemen Kesehatan Republik
Serta Penapisan Fitokimia Ekstrak
Indonesia.
Daun Alamanda (Allamanda
cathartica L. ). Prosiding Seminar
Fadilah, R., Polana, A. 2011. Mengatasi 71
Biologi. 11(1).
Penyakit pada Ayam. Jakarta:
Agro Mrdia.
Ningrum RK. 2017. Daya Anti cacing
Ekstrak Metanol Teripang Keling
Glaudia, C. 2017. Daya Anti cacing Fraksi
Holothuria Leucospilota Brandt
Air Teripang Keling Holothuria
terhadap Ascaridia galli dan
Leucospilota Brandt terhadap
Raillietina tetragona secara In
Ascaridia galli dan Raillietina
Vitro. Skripsi. Universitas
tetragona secara In Vitro. Skripsi.
Tanjungpura Pontianak.
Universitas Tanjungpura
Pontianak.
Farmaka 39
Volume 17 Nomor 1

Nugroho. 1989. Penyakit Ayam di


Indonesia. Jilid II. Semarang: Eka Susanti, NMP., Dewi, LPM., Manurung
Offset. HS., Wirasuta IM. 2017.
Identifikasi Senyawa Golongan
Prabhadevi, V., Sahaya, S.S., Johnson, M., Fenol Dari Ekstrak Etanol Daun
Venkatramani, B., Janakiraman, Sirih Hijau (Piper betle LINN.)
N. 2012. Phytochemical studies Dengan Metode Klt-
on Allamanda cathartica L. using Spektrofotodensitometri. Journal
GC-MS. Asian Pacific Journal of of Biological Sciences. IV(1):
Tropical Biomedicine. 1: 550 – 108-113.
554.
Tjay, T.H., Rahardja, K. 2007. Obat-Obat
Rahmana, M.D.R., Deby, A.R., Lina, P.,
Penting Khasiat Penggunaan dan
Habil, A.R., Sitti, R.U. 2016.
Efek Sampingnya. Jakarta: Elex
Mommordica Charantia L. Solusi
Media Komputindo.
Antihelmintik Alami Atasi Infeksi
Cacing Parasit: Uji In Vitro Pada
Ulya N., Agustina TE., Setyohadi R. 2014.
Cacing Ascaridia Galli. JIMKI.
Uji Daya Anti cacing Ekstrak
1(4): 2302-6391.
Etanol Daun Kumis Kucing
(Orthosiphon aristatus) sebagai
Ridwan Y., Darusman LK., Satrija F.,
Handaryani E. 2006. Kandungan Anti cacing Terhadap Ascaris
Kimia Berbagai Ekstrak Daun
suum secara in vitro. Majalah
Miana (Coleus blumei Benth) dan
Efek Anti cacingnya terhadap Kesehatan FKUB. 1(3): 130-136.
Cacing Pita pada Ayam. J. II.
World Health Organization. 2012. Soil-
Pert. Indon. 11 (2).
transmitted Helminthiases:
Robiyanto, Kusuma R, Untari EK. 2018.
Eliminating Soil-Transmitted
Potensi Anti cacing Ekstrak
Helminthiases as a Public Health
Etanol Daun Mangga Arumanis
Problem in Children: Progress
(Mangifera indica L.) pada
Report 2001-2020 and Strategic
Cacing Ascaridia galli dan
Plan 2011-2020. France: WHO
Raillietina tetragona secara In
Press.
Vitro. Pharmaceutical Sciences
and Research. 5(2): 81-89.
Zulkoni, A. 2010. Parasitologi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Saifudin, A., Viesa, R., Hilwan, Y.T. 2011.
Standarisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai